Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH LANDASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu : Dr. Eveline Siregar, M.Pd


Nama : Herlinawati ( 9901818017 )

Concept-guided development of technology in ‘traditional’ and ‘innovative’ schools:


quantitative and qualitative differences in technology integration

Penulis : 1. Sandra de Koster


2. Monique Volman
3. Els Kuiper

1. Semakin meningkatnya pelajaran menunjukkan bahwa teknologi digital


mempunyai potensi untuk meningkatkan proses pembelajaran. Selama 25 tahun
terakhir ini, banyak literatur yang berkembang yang berfokus pada pendekatan
teknologi yang terintegrasi kedalam pendidikan. Didalam literatur tersebut, ditemukan
adanya pergeseran yang semula berfokus pada teknologi untuk mengajar dan belajar
menjadi berfokus pada pedagogis dan cara-cara dimana teknologi tertentu
mendukungnya (pedagogis). Pelajaran yang berfokus pada pedagogi yang didukung
oleh teknologi banyak ditemukan di beberapa sekolah di Belanda. Hal tersebut
menyiratkan bahwa teknologi hanya dapat dipertimbangkan terintegrasiannya ketika
mendukung jenis pengajaran dan pembelajaran tertentu. Penelitian teknologi yang
terintegrasi ke dalam kelas ini dilakukan pada lima sekolah dasar di Belanda yang
diberi label sebagai sekolah tradisional dan sekolah inovatif yang dikembangkan dan
direalisasikan hingga empat teknologi yang mendukung susunan pembelajaran harus
sejalan dengan konsep pendidikan sekolah.
Konsep pendidikan sekolah merupakan titik awal untuk mengembangkan
penggunaan teknologi yang mengintegrasikan teknologi ke dalam pengajaran dan
pembelajaran mereka. Lima sekolah Dasar (dua sekolah dengan konsep tradisional dan
tiga sekolah dengan konsep inovatif) berpartisipasi untuk mengeksplorasi teknologi
yang terintegrasi yang ada kaitannya dengan konsep pendidikan yang berbeda.
Pelabelan jenis sekolah hanya merujuk pada konsep sekolah bukan pada tingkat atau
jenis penggunaan teknologinya. Pelabelan ini juga didasarkan pada tiga aspek yang bisa
digunakan untuk menggambarkan lingkungan pembelajaran, tujuan pembelajaran dan
pembagian peran guru dan pelajar dan peran peserta didik dalam kaitannya satu sama
lain. Label “tradisional” mengacu pada kurikulum tetap dengan fokus pada produk
pembelajaran dan transmisi poengetahuan yang diarahkan oleh guru, masukan dari
siswa dibatasi. Sedangkan label “Inovatif” mengacu pada kurikulum yang lebih terbuka
dengan fokus pada proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sekolah “tradisional”
berkembang kurang kompleks pada penggunaan teknologi yang lebih mudah
diimplementasikan, sedangkan sekolah “inovatif” merancang penggunaan teknologi
yang agak rumit yang menghambat implementasinya. Menurut Likewise Lim (2007)
mencirikan teknologi yang terintegrasi adalah teknologi yang secara efektif digunakan
oleh guru untuk mengembangkan keahlian berfikir siswa. Berdasarkan uraian diatas
dan dari penelitian sebelumnya, maka pada penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki
bagaimana penggunaan teknologi yang terintegrasi dikembangkan ke dalam praktek
kelas dari tipe sekolah yang berdeda yang dicirikan secara kualitatif dan kuantitatif.
Selama penelitian ini tim guru di setiap sekolah merancang, mengembangkan,
dan merealisasikan teknologi untuk peningkatan penyusunan pembelajaran selama dua
tahun sekolah. Susunan pembelajaran terdiri dari rencana pembelajaran, termasuk
tujuan pembelajaran, alat dan kegiatan. Guru sebagai pembuat jalan, dengan peran aktif
dan sukarelanya diharapkan dapat mempengaruhi implementasi dan integrasi susunan
pembelajaran yang dirancang dengan memasang rasa kepemilikan (Handelzalts 2009;
Maher 1987). Penulis menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Dengan
menggabungkan dua metode tersebut penulis mengumpulkan dan menganalisis data
dengan teori triangulasi, dimana hasil akhir penelitian berupa sebuah rumusan
informasi. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang
relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan yang dihasilkan.
Karakter kuantitatif yang dicapai dengan merangkum sejumlah alat yang berbeda yang
digunakan dalam penyusunan pembelajaran sedangkan karakter kualitatif yang dicapai
adalah bagaimana para guru memandang dan menghargai penggunaan teknologi yang
dikembangkan disekolah mereka masing-masing. Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini yaitu wawancara dengan guru dan observasi kelas.
Pada setiap sekolah susunan pembelajaran telah dirancang. Para guru di
sekolah tradisional mengembangkan penyusunan pembelajaran yang relatif sederhana
dan transparan dengan satu atau lebihper penyusunan dan intensitas penggunaan
teknologi yang berbeda-beda. Sedangkan para guru di tiga sekolah inovatif,
mengembangkan pembelajaran yang didukung teknologi yang cukup komplek. Tidak
ada perbedaan yang signifikan yang ditemukan diantara sekolah tradisional dengan
sekolah inovatif. Pada kelima sekolah, kombinasi komputer/laptop atau desktop/IWBs
telah digunakan pada penyusunan pembelajaran. Pada akhir proyek, IWB telah
menggantikan papan tulis tradisional. Di sekolah inovatif penggunaan komputer dan
IWB telah dikombinasikan dengan penggunaan alat audiovisual dan mikroskop digital.
Berkenaan dengan karakteristik kualitatif, teknologi dianggap sebagai hal yang biasa,
teknologi sangat diperlukan dan teknologi dianggap sebagai pengganti atau melengkapi
alat tradisional.
Dalam penelitian ini kelima sekolah baik dengan konsep tradisional maupun
inovatif, mereka berpartisipasi dalam proyek pengembangan konsep-panduan
penggunaan teknologi instruksional selama dua tahun. Penelitian ini mengeksplorasi
bagaimana integrasi teknologi yang dicapai oleh dua sekolah berkonsep tradisional dan
tiga sekolah berkonsep inovatif yang mengembangkan penggunaan teknologinya
dengan sebuah konsep-panduan yang dicirikan secara kuantitatif dan kualitatif. Adapun
temuan pada penelitian ini yaitu pada studi kasus eksplorasi ini menunjukkan bahwa
sebuah konsep-panduan pengembangan penggunaan teknologi mempromosikan
integrasi yang mendukung perbedaan pedagogi ketika mendefinisikan integrasi
teknologi secara kualitatif. Temuan ini mendukung temuan sebelumnya, temuan yang
meminimalkan jarak antara inovasi teknologi dan praktik pendidikan sekolah yang
mempromosikan integrasi teknologi. Peneliti menyimpulkan bahwa ketika
mendefinisikan integrasi teknologi pada sebuah cara yang mencakup apresiasi
teknologi guru, integrasi yang dicapai di sekolah-sekolah dengan sekolah yang berbeda
konsep, tidak harus berbeda. Ini berbeda dengan saran dari Sandholtz et al.1997;
Mueller et al.2008 yang mengemukakan bahwa tahap intregasi teknologi tertinggi
hanya ditemukan dalam konteks inovatif, konstruktivis mengajar dan belajar.

2. ● Masalah belajar/pembelajaran yang ingin dipecahkan pada penelitian tersebut


adalah peneliti ingin mengetahui :
a. Pencapaian teknologi yang terintegrasi pada sekolah-sekolah yang dicirikan dalam
istilah kuantitatif yaitu dalam hal jumlah komputer yang tersedia dan jumlah
teknologi dalam menyusun pembelajaran yang akan dikembangkan.
b. Sejauh mana penggunaan teknologi yang dikembangkan dapat dirasakan oleh guru
sebagai bagian integral dari praktik kelas mereka
c. Perbedaan yang ditemukan diantara tipe sekolah dengan konsep tradisional dan
konsep inovatif yang sehubungan dengan indikator kuantitatif dan kualitatif dari
integrasi teknologi.
● Termasuk kedalam kawasan Pengembangan karena kawasan pengembangan berakar
pada produksi media dimana peneliti ingin mengembangkan teknologi yang
terintegrasi ke dalam praktek ruang kelas, mengembangkan alat teknologi yang
dapat menggantikan alat pembelajaran tradisional (komputer/laptop yang
menggantikan papan tulis). Menurut Barbara B.Seels dan Rita C. Richey dalam
bukunya menyebutkan bahwa kawasan pengembangan mencakup banyak variasi
teknologi diantaranya teknologi cetak, audiovisual, berbasis komputer dan terpadu.
Kawasan ini tidak lepas dari teori dan praktek yang berhubungan dengan belajar
dan desain dan juga timbul karena dorongan teori dan desain dan harus tanggap
terhadap tuntunan penilaian formatif dan praktek pemanfaatn serta kebutuhan
penmgelolaan. Kawasan ini terdapat ketertarikan yang komplek antara teknologi
dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun strategi pembelajaran.

3. Teori/konsep/prinsip yang menjadi landasan pada penelitian ini adalah


a. Teori teknologi dan informasi (ICT)
Menurut Libbele, 2004 berpendapat bahwa all equipment, process, procedure
and system used to provide and support information system (both computerized
and manual). Teknologi informasi dan komunikasi mempunyai pengertian dari dua
aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Informasi itu sendiri
menggambarkan pandangan hierarki yang akrab tentang hubungan antara data,
informasi, pengetahuan dan kebijaksanaan. Informasi ada sebagai data yang
terbentuk yang digunakan oleh orang-orang tetapi mereka harus masih mencari dan
menginterpretasikan informasi itu sendiri. Antara teori informasi dan teori
komunikasi, terdapat hubungan sejarah.
Hobart berpendapat cara yang paling berguna untuk memahami dan
meningkatkan efisiensi bidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi.
Pada awalnya teori komunikasi yang mendapat perhatian adalah teori yang
dikemukakan oleh Shanoon & Weaver yang merupakan teori matematis dalam
komunikasi yang bersifat linear dengan arah tertentu dan tetap yaitu sumber
(komunikator) kepada penerima (komunikan). Seperti halnya teori belajar, terdapat
banyak perspektif untuk dipertimbangkan sehubungan dengan teori komunikasi.

b. Teori Pendidikan/Belajar ( Behaviorisme, Kognitivisme, Konstruktivisme )


Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk
merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hierarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997). Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori behavioristik banyak dikritik karena
seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat
diubah menjadi sekadar hubungan stimulus dan respon. Teori behavioristik juga
cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal
banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekadar
pembentukan atau shaping.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Dalam belajar, kognitivisme mengakui
pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau
lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan
lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah
suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai
kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis
berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Di
samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang
terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Menurut teori
ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan
kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan
kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi
sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

4. Kontribusi hasil penelitian terhadap Teknologi Pendidikan


Menurut Niederhauser dan Stoddart (2001) menemukan bahwa guru
cenderung berlaku teknologi dengan cara yang konsisten dengan perspektif pribadi
mereka tentang kurikulum dan praktek pengajaran. Penelitian lain juga menemukan
cocok dengan pedagogi sekolah, sering didefinisikan sebagai strategi pembelajaran
sekolah, teknik atau pendekatan yang biasa digunakan menyampaikan instruksi atau
memfasilitasi pembelajaran, untuk menjadi penting dalam mendukung integrasi
teknologi ke dalam praktek kelas. Berdasarkan keterangan diatas, disimpulkan bahwa
jika penggunaan teknologi dikembangkan untuk mencocokkan konsep pendidikan
sekolah, peluang untuk keberhasilan integrasi teknologi meningkat. Konsep panduan
pendekatan untuk pengembangan penggunaan teknologi yaitu mengambil konsep
pendidikan sekolah sebagai titik awal utama untuk mengembangkan penggunaan
teknologi, telah diusulkan sebagai cara untuk membantu sekolah mengintegrasikan
teknologi kedalam pengajaran dan pembelajaran mereka.

5. Kelemahan/keterbatasan penelitian ini adalah sejauh mana tingkat integrasi yang


ditemukan (terkait pendekatan konsep panduan) tidak dapat disimpulkan dari studi
kasus eksplorasi ini.
Saran :
Melakukan penelitian lebih lanjut di sekolah-sekolah dengan berbagai konsep
pendidikan yang lebih luas, diperlukan penelitian untuk mendapatkan lebih banyak
wawasan tentang faktor-faktor dalam konteks pendekatan konsep panduan dan pada
penelitian selanjutnya juga harus fokus pada sejauh mana sebenarnya penggunaan
teknologi terintegrasi membantu meningkatkan praktek-praktek tersebut.

Anda mungkin juga menyukai