Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ghea Farah Fadhilah

Kelas : AK19P
NIM : 0312519183
Mata Kuliah : Aspek Hukum dan Bisnis

1. Persengketaan sering terjadi ketika melakukan kerjasama bisnis, dimana mengakibatkan sala
h satu atau beberapa pihak ada yang dirugikan. Sebagai contoh Sebuah perusahaan supplier d
engan nama PT Maju Saja memberikan pinjaman kepada PT Sinar Ceria senilai Rp100.000.0
00 di mana para pihak sepakat untuk menandatangani perjanjian hutang. Atas pinjaman terse
but, PT Sinar Sentosa sepakat akan melunasi utang tersebut paling lambat 3 bulan setelah pin
jaman diberikan. Namun, hingga tanggal jatuh tempo, PT Sinar Sentosa tidak melakukan pe
mbayaran sesuai kesepakatan. Terkait sengketa dua perusahaan di atas, bagaimana menurut s
audara penyelesaian yang harus dilakukan oleh perusahaan di atas, serta dasar hukum apa ya
ng saudara pakai?
Jawaban :
 Masalah yang terjadi pada kerjasama bisnis ini yaitu persoalan pinjam meminjam uang
yang mana aturannya mengacu pada salah satu sumber hukum bisnis yaitu KUHPerdata.
Selain itu juga perjanjian yang dibuat antara PT Maju Saja dan PT Sinar Sentosa dapat
dijadikan dasar hukum. Jika di dalam perjanjian tersebut tidak diatur secara rinci
mengenai ganti rugi apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran atau tidak diatur
mengenai cara penyelesaian jika terjadi sengketa, maka hal ini dapat menyebabkan
sengketa sulit diselesaikan. Terlebih jika salah satu pihak tidak memiliki itikad baik
untuk menyelesaikan kewajibannya. Adapun jika Penyelesaian sengketa bisnis
kebanyakan dilaksanakan menggunakan cara litigasi atau penyelesaian sengketa melalui
proses persidangan. Penyelesaian sengketa tersebut diawali dengan pengajuan gugatan
kepada pengadilan negeri dan diakhiri dengan putusan hakim. Namun disamping
penyelesaian sengketa melalui proses litigasi, terdapat pula penyelesaian sengketa
melalui non litigasi.
Penyelesaian melalui non litigasi ialah penyelesaian sengketa yang dilakukan
menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan atau menggunakan lembaga
alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian non litigasi di Indonesia ada dua macam,
yakni Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS).
Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang
netral, yaitu individu atau arbitrase sementara (ad hoc).  Penyelesaian sengketa melalui
lembaga arbitrase harus terlebih didahului dengan kesepakatan para pihak secara tertulis
untuk melakukan penyelesaian menggunakan lembaga arbitrase. Para pihak menyepakati
dan mengikat diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase
sebelum terjadi perselisihan yang nyata dengan menambahkan klausul pada perjanjian
pokok. Namun apabila para pihak belum memasukkannya pada kkalusul perjanjian
pokok, para pihak dapat melakukan kesepakatan apabila sengketa telah terjadi dengan
menggunakan akta kompromis yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan
oleh Notaris.
penyelesaian sengketa non litigasi dapat juga dilakukan dengan cara alternatif
penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR). Alternatif penyelesaian
sengketa adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata
sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun
dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. 

2. Di negara ini mungkin bisa terjadi perusahaan-perusahaan swasta yang dekat dengan elit kek
uasaan mendapatkan berbagai kemudahan, dengan alasan klasik melindungi “industri bayi” (i
ndustri yang baru) dan demi stabilisasi harga. Munculnya konglomerasi dan sekelompok keci
l pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati, yang berusaha di
dasarkan pada hutang dan tanpa adanya inovasi kreatifitas yang mendukung kinerja pengusah
a. Dimana ini merupakan faktor yang mengakibatkan fundamental ekonomi Indonesia lemah
dan tidak mampu bersaing. Persaingan usaha yang terjadi di negara ini begitu kental terlihat,
hal ini bisa dilihat misalkan saja perusahaan yang dapat dengan mudah menguasahi pangsa p
asar dengan sangat dominan pada produk tertentu, sebagai contoh misalkan : Adanya perusah
aan menguasai pangsa pasar di atas 50% atas suatu produk, contonya adalah PT Y yang men
gusai pangsa pasar mie instan di Indonesia lebih dari 50%. Dari contoh diatas apakah menuru
t saudara pemerintah memiliki peran mendorong terjadinya iklim usaha yang tidak sehat, tida
k kompetitif?. Apakah benar-benar terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak
sehat di negara ini?. Bagaimana hal ini bisa terjadi?. Apakah contoh diatas merupakan suatu
perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang, Undang-Undang yang mana?. Jelaska
n pendapat saudara.
Jawaban :
 Melihat dari kondisi di atas, terjadi dikarenakan orientasi pembangunan ekonomi
Indonesia yang lebih memprioritaskan kepada pertumbuhan ekonomi, sehingga
menyebabkan seluruh kebijakan ekonomi yang dibuat diupayakan mendukung semua
aktivitas yang diharapkan dapat memacu tingkat pertumbuhan tersebut. Pemerintah
sendiri malah mendorong terjadinya iklim usaha yang tidak sehat, tidak efesien dan tidak
kompetitif. Melalui pembuatan kebijakan yang hanya menguntungkan orang dan
kelompok tertentu saja, yang mengakibatkan timbulnya praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.

Contoh kasus yang di atas menurut saya masuk kedalam Undang-undang No.5/1999
memasukan perjanjian oligopsoni kedalam salah satu perjanjian yang dilarang untuk
dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal 13 ayat (1) Undang-undang No.5/1999 menyebutkan
bahwa:“pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.” Sedangkan Pasal 13 ayat (2) menambahkan bahwa: “pelaku usaha patut diduga
atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.”

Anda mungkin juga menyukai