Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

INTOLERANSI AKTIVITAS PADA PASIEN TN. N

DENGAN DM (DIABETES MELLITUS)

DI RUANG ALI BIN ABI THOLIB

RSI SUNAN KUDUS

Di Susun Oleh :

Nama : Iin Damayanti

NIM : 82021040044

PROGRAM STUDI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

Tahun Akademik 2021/2022


A. PENGERTIAN
Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan psikologis atau
fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari atau yang harus diinginkan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Intoleransi aktivitas adalah ketidakefektifan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) Intoleransi Aktivitas
pada Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan ketika individu mengalami
keterbatasan gerak fisik dan mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan
normalnya yang disebabkan oleh kelemahan karena berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.
B. ETIOLOGI
Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status kesehatan. Etiologi dapat mencakup empat kategori yaitu :
a. Fisiologis, biologis atau psikologis
b. Efek terapi/ tindakan
c. Situasional (lingkungan atau personal)
d. Maturasional (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Intoleransi Aktivitas Pada Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan
ketika individu mengalami keterbatasan gerak fisik dan mengalami penurunan
aktivitas dari kebiasaan normalnya yang disebabkan oleh kelemahan karena
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energy. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017) penyebab intoleransi aktivitas pada pasien diabetes mellitus adalah
kelemahan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan
lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak
dan otot sehingga menjadi kurus (Wijaya, 2013).
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) tanda merupakan data
objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratoriun, dan prosedur diagnostik sedangkan gejala merupakan data
subjektif yangdiperoleh dari hasil anamnesis. Tanda dan gejala intoleransi
aktivitas pada pasien diabetes mellitus menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017) adalah:
a. Mengeluh lelah
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium
menjadi akibat pasien mudah merasa lelah (Tarwoto dkk, 2016).
b. Dispnea saat/setelah beraktivitas
Dispnea terjadi karena suplai oksigen ke sel dan saluran nafar terhambat
gara - gara hormone insulin tidak mampu fasilitasi gula darah ke dalam
sel. Dyspnea juga terjadi pada penderita diabetes yang mengalami
komplikasi pada ginjal, diakibatkan karena terjadi kebocoran yang
berlebihan. Kreatinin dan ureum darah meningkat lebih tinggi dan tekanan
darah selalu tinggi sehingga pasien menjadi dyspnea.
c. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
Pada pasien diabetes mellitus yang mengalami komplikasi kaki diabetik
akan mengalami kesemutan, rasa tertusuk – tusuk, dan penurunan
sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan
yang terhuyung huyung dan pasien cenderung merasa tidak nyaman.
d. Merasa lemah
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel serta terjaidnya
penurunan sirkulasi darah khususnya ke daerah perifer yang menyebabkan
suplai oksigen terganggu.
e. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress.

Kondisi hiperglikemia terjadi pada penderita dapat menyebabkan sel


tubuh kelaparan yang akan berujung pada kerusakan sel lalu kematian sel,
ketika sel mati maka jaringan tubuh yang membentuk berbagai organ akan
terganggu termasuk pada jantung.
f. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
Tekanan darah biasanya meningkat karena ada peningkatan volume
cairan. Pada diabetes mellitus akan meningkatkan jumlah total cairan
dalam tubuh yang cenderung meningkatkan tekanan darah.
g. Sianosis
Sianosis biasanya terjadi pada pasien diabetes mellitus yang mengalami
komplikasi kaki diabetic karena mengalami berkurangnya suplai darah
kearah distal terutama ekstremitas bawah yang akan menimbulkan gejala
perubahan warna kulit menjadi pucat atau kebiruan
D. PATHOFISIOLOGI
Diabetes Melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat
sistemik dengan karakteristik peningkatan glukosa atau hiperglikemia yang
disebabkan karena menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga
mengakibatkan terhambatnya metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan
sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk di hati
dari makanan yang dikonsumsi, makanan yang masuk sebagian digunakan
untuk kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di
hati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin. Insulin merupakan hormon
yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans pankreas yang kemudian
produksinya masuk dalam darah dengan jumlah sedikit kemudian meningkat
jika terdapat makanan yang masuk. Pada orang dewasa rata-rata diproduksi
40-50 unit, untuk mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120
mg/dL. Insulin disekresi oleh sel beta, yang merupakan hormon anabolik yaitu
hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa dari darah ke otot, hati,
dan sel lemak (Tarwoto dkk, 2016).
Pada diabetes terjadi berkurangnya atau tidak adanya insulin berakibat
pada gangguan tiga metabolisme yaitu menurunnya penggunaan glukosa,
meningkatnya mobilisasi lemak, dan meningkatnya penggunaan protein. Pada
DM tipe 2, masalah utama berhubungan dengan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin menunjukkan penurunan
sensitivitas jaringan pada insulin. Normalnya insulin mengikat reseptor
khusus pada permukaan sel dan mengawali rangkaian reaksi meliputi
metabolisme glukosa. Sel-sel dalam tubuh membutuhkan insulin untuk
membawa glukosa sekitar 25% untuk energy. Tanpa adekuatnya jumlah
insulin banyak glukosa tidak dapat digunakan. Dengan tidak adekuatnya
insulin maka gula darah menjadi tinggi karena hati tidak dapat menyimpan
glukosa menjadi glikogen. Supaya terjadi keseimbangan agar gula darah
menjadi normal maka tubuh mengeluarkan glukosa melalui ginjal, sehingga
banyak glukosa berada di dalam urine (glikosuria). Glukosa yang tidak dapat
masuk ke dalam sel menyebabkan kurangnya cadangan energi, adanya
kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien merasa lemah dan
mudah lelah (Tarwoto dkk, 2016).
Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik
pada kaki dimulai dari cidera pada jaringan lunak kaki, pembentukkan fisura
antara jari-jari kaki atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukkan
sebuah kalus. Cidera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya
sudah menghilang dan bisa berupa cidera termal (misalnya menggunakan
bantal pemanas, berjalan dengan kaki telanjang di jalan yang panas, atau
memeriksa air panas untuk mandi dengan menggunakan kaki), cidera kimia
(misalnya membuat kaki terbakar pada saat menggunakan preparat kaustik
untuk menghilangkan kalus, veruka atau bunion), atau cidera traumatik
(misalnya melukai kulit ketika menggunting kuku, menginjak benda asing
dalam sepatu tanpa disadari atau mengenakan sepatu dan kaos kaki yang tidak
pas). Jika penderita tidak mempunyai kebiasaan untuk memeriksa kakinya
setiap hari, cidera atau fisura tersebut dapat berlangsung tanpa diketahui
sampai terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah, pembengkakan,
kemerahan (akibat selulitis) atau gangren pada tungkai biasanya merupakan
tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian pasien (Brunner &
Suddarth, 2013).

E. PATHFLOW
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP
(Gula Darah Puasa),
b. Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan
selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang
terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan
selanjutnya.
d. Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Medis Menurut Padila, 2019 penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1. Obat hiperglikemik Oral
2. Insulin
a. Ada penurunan BB dengan drastis
b. Hiperglikemi berat
c. Munculnya ketoadosis diabetikum
d. Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3. Pembedahan Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan
pembedahan yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke
jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain :
a. Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
b. Neucrotomi
c. Amputasi
2) Keperawatan Menurut Padila, 2019 dalam penatalaksaan medis secara
keperawatan yaitu :
1. Diit Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
2. Latihan 16 Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga
kecil, jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
3. Pemantauan penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya
secara mandiri dan optimal.
4. Terapi insulin Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2
kali sesudah makan dan pada malam hari.
5. Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala
komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
Nutrisi Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energi yang dikeluarkan.
6. Stress Mekanik Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya
adalah seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur
jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasi debridement tersebut
7. Tindakan pembedahan fase pembedahan menurut Wagner ada dua
klasifikasi antara lain :
a. Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau
tidak ada.
b. Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis,
dan dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan
luka terkontrol dengan baik (Brunner & Suddarth, 2013).

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan Intoleransi Aktivitas pada pasien diabetes mellitus
adalah Manajemen Energi dan Terapi Aktivitas.
a. Manajemen energi
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses
pemulihan.
Tindakan :
Observasi :
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan yang nyaman
2. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2. Anjurkan tirah baring Kolaborasi : Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.
b. Terapi aktivitas
Definisi : Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,social, dan spiritual
tertentu untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas
individu atau kelompok
Tindakan :
Observasi :
1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
Terapeutik :
1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
2. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
3. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi :
1. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
2. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan kesehatan
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas jika sesuai
I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur dan istirahat, dan penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstermitas
dan bola mata cekung.
3. Integritas ego
Stress, ansietas, bergantung pada orang lain, cemas masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
4. Eliminasi
Poliuria, urin encer, bising usus melemah,
5. Makanan/cairan
Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, haus dan lapar terus
menerus.
6. Neurosensoris
Pusing, kesemutan, gangguan penglihatan, penurunan reflek tendon.
7. Nyeri/kenyamanan
Sikap, wajah meringis, tidak nyaman dengan keadaan sekarang.
8. Pernafasan
Batuk, frekuensi pernafasan meningkat, merasa kekurangan oksigen.
9. Keamanan
Riwayat alergi, kulit kering, ulkus, kulit rusak.
10. Seksualitas
Biasanya akan terjadi gangguan seksualitas dan perubahan pada tingkat
kepuasan.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Intoleran aktivitas berhubungan dengan gaya hidup kurang gerak
(Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respons Kardiovakular/Pulmonal,
Kode: 00092)
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi
(Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 1. Tidur/Istirahat, Kode: 00198)
K. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Intoleran Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
aktivita b.d keperawatan selama 3x24 2. Bantu pasien untuk
gaya hidup jam masalah intoleran mengidentifikasi
kurang gerak aktivitas dapat diatasi aktivitas yang mampu
dengan kriteria hasil : dilakukan
1. Mampu melakukan 3. Ajarkan tentang
aktivitas sehari-hari ambulasi
2. Tanda-tanda vital 4. Kolaborasikan dengan
normal tenaga medis dalam
3. Mampu berpindah merencanakan
dengan atau tanpa program terapi yang
bantuan alat tepat

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola tidur


pola tidur keperawatan selama 3x24 pasieen
berhubungan jam masalah gangguan pola 2. Bantu pasien untuk
dengan tidur dapat diatasi dengan membatasi tidur siang
imobilisasi kriteria hasil : dengan menyediakan
1. Jam tidur nomal aktivitas yang
2. Pola tidur normal meningkatkan kondisi
3. Kualitas tidur tidak terjaga
terganggu 3. Ajarkan pasien dan
orang terdekat
mengenai faktor yang
berkontribusi
terjadinya gangguan
tidur
4. Kolaborasikan dengan
tenaga medis dalam
perencanaan pola
tidur pasien
DAFTAR PUSTAKA

Bunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta : EGC

Tarwoto, dkk. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta : Trans Info Media

Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Edisi 5. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Anda mungkin juga menyukai