Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KONSEP ANESTESI KEPERAWATAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Peminatan 1

Disusun Oleh:
3C/S1 Keperawatan

1. Risa Dwi Anggraini Saputri (A12019081)


2. Risma Ayuning Tyas (A12019082)
3. Rista Amilia (A12019083)
4. Risti Setiyaningrum (A12019084)
5. Rizky Putri Agustina (A12019085)
6. Abdul Hafidz (A12019086)
7. Rizqi Amalia (A12019087)
8. Salsabil Ayu Rahmadhani (A12019088)
9. Sapriyatman (A12019089)
10. Sekar Ayu Widiastuti (A12019090)

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022

A. PENGERTIAN ANESTESI
Pengertian Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan
rasa sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit.
Anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh (Majid, dkk 2011). Anestesi umum dapat didefinisikan sebagai
suatu depresi dari SSP (Sistem saraf pusat) yang menyeluruh akan tetapi
bersifat reversible, yang mengakibatkan hilangnya respon dan persepsi
terhadap semua rangsang dari luar (Goodman & Gilman, 2012).
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit
ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan
untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan
(Sabiston, 2011).
Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri
ketika melakukan tindakan pembedahan dan berbagai prosedur lainya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Amarta, 2012). Anestesi dibagi
menjadi dua, anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum adalah
suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua
sensasi akibat induksi obat, dalam hal ini selain hilangnya rasa nyeri dan
kesadaran juga hilang (Sriwijaya, 2008).
Anestesi lokal merupakan hilangnya sensasi rasa sakit dengan cara
aplikasi atau injeksi obat anestesi yang dapat menghambat konduksi saraf
(terutama nyeri) secara sementara pada daerah tertentu di bagian tubuh
tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran (Hasanah, 2015). Anestesi
lokal dalam bidang kedokteran gigi, secara umum diindikasi untuk
berbagai tindakan bedah yang dapat menimbulkan rasa sakit yang tidak
dapat tertahankan oleh pasien (Putri, 2015)
B. TUJUAN ANESTESI
Anestesi sendiri berarti hilangnya rasa atau sensasi di tubuh, dan jenisnya
ada bermacam-macam. Cara kerja anestesi adalah dengan menghentikan
atau memblokir sinyal saraf dari pusat rasa sakit yang akan dirasakan
pasien selama operasi atau ketika menjalani prosedur medis tertentu.
untuk membantu pasien tidak merasa sakit selama prosedur medis
dilakukan. Anestesi sering juga disebut sebagai bius dan dapat diberikan
melalui berbagai cara, mulai dari disuntik, dihirup, hingga dioles. Obat
yang digunakan selama proses anestesi akan membuat saraf mati rasa
untuk sementara waktu.
Secara klinis, tujuan pemberian anestesi ialah untuk mencapai tekanan
parsial yang adekuat dari obat anestesi tersebut di dalam otak, sehingga
didapatkan efek yang diinginkan. Efek ini bervariasi tergantung dari daya
kelarutan dan tekanan parsial obat anestesi tersebut dalam jaringan,
sedangkan daya kelarutan untuk obat anestesi tertentu dianggap konstan
(Mangku dan Senapathi, 2010).Menurut Latif A S, 2002, bahwa sebelum
anestesi diberikan, perlu adanya persiapan-persiapan yang meliputi:
anamnesis pasien, pemeriksaan fisik dan laboratorium jika ada indikasi,
kebugaran pasien, klasifikasi status fisik, makan dan minum terakhir,
serta premedikasi.Untuk itu perlu pemilihan obat yang rasional dan
teknik anestesi yang tepat bagi pasien (Latif A S, 2002).

C. MACAM-MACAM ANESTESI
1. Anastesi regional atau anastesi local berarti hilangnya sensasi rasa nyeri
pada suatu bagian tertentu dari tubuh tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Sedangkan istilah anastesi local adalah hilangnya semua
sensasi sensoris, yaitu sensasi rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu pada
suatu daerah setempat dari tubuh. Anestesi regional adalah penggunaan
anestesi yang mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Dengan
mematikan rasa di area operatif, anestesi regional memungkinkan pasien
menjalankan operasi atau prosedur lainnya dalam keadaan sadar.
Komplikasi pada sistem pernapasan yang berhubungan dengan
penggunaan anestesi umum, sering kali tidak ditemukan pada
penggunaan anestesi regional, karena tidak membutuhkan ventilasi
mekanik. Manfaat lain dari anestesi regional adalah pasien dapat beralih
ke perawatan lanjutan lebih cepat dan lebih efisien, karena pasien dapat
mengatur pernapasannya sendiri. (Pincus, 2019)
2. Anestesi umum adalah menghilangkan kesadaran dengan pemberian
obat-obat tertentu, tidak merasakan sakit walaupun diberikan
rangsangan nyeri dan bersifat reversible.
Anestesi ini ada 2 macam tekhnik , yaitu anestesi inhalasi dan anestesi
intravena. Anestesi inhalasi adalah memasukan obat dalam bentuk gas ke
paru-paru dibantu dengan alat selang endotrakeal, LMA, atau ditutup
dengan sungkup/masker. Sedangkan anestesi intravena yaitu obat
anestesi dimasukkan melalui injeksi intravena.

D. SEJARAH ANESTESI
Pada tanggal 16 Oktober 1846, seorang dokter gigi bernama William T.G
Morton secara meyakinkan mendemonstrasikan daya anestesi yang
dimiliki oleh diethyl ether, dihadapan beberapa orang dokter yang
skeptis, pada suatu pembedahan yang singkat di rumah sakit umum
Massachusetts. Akan tetapi hasil dari pertemuan ini menghasilkan tujuan
untuk mencari keuntungan semata. Morton menyembunyikan dan
menetapkan hak paten penemuannya, padahal pada saat yng sama ada
seorang dokter gigi dan dua dokter lain yang mengklaim bahwa merekalah
yang menemukan khasiat anestesi dari diathyl eter. Persaingan diantara
mereka menyebabkan terjadinya tuduh menuduh yang berlangsung lama dan
menimbulkan perdebatakn sehingga dibentuklah suatu konggres untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Dalam tempo bebrapa bulan setelah
penemuan tersebut, tindakan anestesi untuk pembedahan dengan cepat
menjadi populer. Namun tidak lama kemudian, karena kurangnya
pengetahuan tentang bahaya anestesi, hal ini menyebabkan terjadinya
berbagai kecacatan dan kemaian, sehingga orang menjadi takut dan
menolak terhadap tindakan pembedahan.

Para ahli bedah menyadari bahwa melakukan pembedahan dan


pembiusan seakaligus oleh satu orang merupakan hal yang sulit dan
hasilnya banyak terjadi kecacatan dan kematian. Maka dari itu, pada
ahli bedah menyepakati bahwa perlunya orang lain yang khusus
mengerjakan pembiusan sehingga dokter bedah dapat berkonsentrasi
pada tindakan pembedahan saja. Dokter bedah megajak para dokter muda
untuk menduduki posisi ini, namun para dokter muda tidak setuju dan tidak
tertarik. Para ahli bedah sepakat dan meyakini bahwa anestesi itu
anugrah yang tidak hanya untuk doker saja karena ada profesi yang
identik yaitu perawat sehingga mereka menyebutnya sebagai mix blessing.
Maka mulailah para perawat didik menjadi pembius dan hasilnya sangat
menakjubkan, diantaranya yang terkenal adalah Suster Ira Gunn.
a. Sejarah pendidikan perawat anestesi
1. Sejarah pendidikan anestesi di dunia
Tahun 1889 berdirilah institusi pendidikan Perawat Anestesi yang
pertama, yang dipimpin oleh Perawat Anestesi dan mendidik bukan
hanya Perawat tetapi juga dokter yang ingin menjadi praktisi anestesi,
dan yang terkenal adalah di Minnesota di rumah sakit St Mary’s
Hospital, salah satu cabang dari rumah sakit Mayo Clinic yang dipimpin
oleh Ahli Bedah yang terkenal Dr. William Worell Mayo, dimana Suster
Alice Magaw adalah Mahaguru Anestesinya. Suster Alice Magaw
adalah Perawat Anestesi yang paling terkenal pada abad 19.
Beliau menerima penghargaan internasional dan juga titel “The Mother
of Anesthesia”. Suster Alice Magaw memberikan anestesi ether dan
chloroform dengan tehnik “open drop” dengan pengamatan yang sangat
cermat terhadap tanda-tanda dan kedalaman stadium anestesi,
observasi tanda vital, manajemen pernafasan yang sempurna
ditambah dengan empati dan penanganan yang feminin sehingga
menghasilkan anestesi yang aman dan nyaman dan menjafikan dirinya
terkenal.
Selain itu Alice Magaw juga membuat suatu kontribusi yang besar
terhadap kemajuan anestesi. Beliau mempublikasikan tulisannya
“Observations on 1092 Cases of Anesthesia from January 1, 1899 to
January 1, 1900” yang diterbitkan oleh St. Paul Medical Journal. Pada
bulan Desember 1906, beliau juga mempublikasikan “A Reveuw of Over
Fourteen Thousand Surgical Anesthetics in Surgery, Gynecology, and
Obstetrics”. Magaw melaporkan penggunaan ether dan chloroform
dengan tehnik open drop tanpa terjadinya mortalitas. Tulisan ini
telah mengubah klinisi diseluruh dunia dan sangat berperan dalam
kasus-kasus pengadilan yang besar selama 30 tahun kemudian
yang menetapkan legalitas anestesi sebagai bagian dari
keperawatan.Apa yang dilakukan oleh Magaw dan yang diselesaikan
secara kontemporer atas elemen-elemen dasar obat-obatan dan
praktiknya, hal ini merupakan tonggak yang kokoh yang
membuktikan bahwaanestesi adalah suatu bagian dari keperawatan.
Pada tahun 1908 ada Ahli Bedah lainyang terkemuka, George Crile
mendirikan Pusat Pendidikan Perawat Anestesi yang kedua yang besar di
Lakeside Hospital, di Cleveland, Ohio. Rumah sakit di lakeside 1973
dr. Moch Kelan dikukuhkan menjadi Guru Besar Anestesiologi yang
pertama di Indonesia. Unit Terapi Intensif RSCM berdiri tahun 1971
dan menjadi yang pertama di Indonesia dengan Dr. Muhardi menjadi
Kepala Unit Terapi Intensif FKUI/RSCM yang pertama. Beliau
dikukuhkan menjadi guru besar FKUI pada tahun 1991. Sejak saat
itu Terapi Intensif sebagai bagian dari anestesiologi berkembang
dengan pesatnya. Dokter-dokter yang menekuni terapi intensif seperti
Dr. Suroso, Dr. Indro Mulyono, Dr. Sudarsono, Dr. Kristanto Sulistyo
dan Dr. Said A. Latief dikirim untuk memperdalam ilmunya di
Melbourne, Australia. Resusitasi Jantung Paru sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari anestesiologi juga mulai berkembang. Dr. Sunatrio,
Dr. Jusrafli dan Dr. Y.A. Kasim adalah perintis pengenalan resusitasi
jantung paru pada orang awam. Menyadari pentingnya pendidikan
resusitasi jantung paru bagi para calon dokter, membuat
Konsorsium Ilmu Kedokteran memutuskan memasukan
anestesiologi ke dalam kurikulum inti pendidikan dokter pada tahun
1980. Subbagian lainnya seperti Anestesia Bedah Paru, Anestesia
Bedah Jantung, Anestesia Regional, Anestesia Bedah Syaraf,
Anestesia Pediatrik dan lainnya juga berkembang pesat. Anestesia
Bedah Paru diperkenalkan oleh Dr. M. Roesli Thaib, yang kelak menjadi
Guru Besar Anestesiologi FKUI. Beberapa tahun terakhir ini dalam
ilmu Anestesiologi dan Reanimasi mulai dikembangkan pengelolaan
pasien gawat darurat, klinik pengelolaan nyeri dan Detoksifikasi Opiat
Cepat dengan Anestesia.
Pada tanggal 1 Juni 1967 berdirilah Ikatan Ahli Anestesiologi
Indonesia (IAAI) sebagai organisasi yang mempersatukan seluruh ahli
anestesiologi di Indonesia. Awalnya hanya memiliki 4 cabang, yaitu
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada Kongres
Nasional (KONAS) IAAI kedua di Bandung tahun 1988, nama IAAI
diubah menjadi Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia
(IDSAI) dan pada KONAS IDSAI kelima di Yogyakarta tahun 1998,
nama organisasi diubah lagi menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis
Anestesiologi dan Reanimasi,dengan singkatan tetap IDSAI. Saat ini
IDSAI telah memiliki 12 cabang, dan Solo merupakan cabang termuda
yang telah dikukuhkan dalam KONAS IDSAI keenam di Jakarta tahun
2001.
b. Sejarah perkembangan profesi perawat anestesi
1. Sejarah profesi perawat anestesi di dunia
Pada tahun 1860, mulai terjadi Perang Sipil di Amerika dan
banyak korban yang memerlukan pembedahan. Saat itu banyak
sekali suster-suster yang direkrut menjadi Perawat Anestesi.
Salah satu Perawat Anestesi yang terkenal adalah Suster
Catherine Lawrence. Setelah perang, muncul kembali kontroversi
tentang rasa aman akibat tindakan pembedahan dengan
pembiusan. Agar tindakan pembedahan dengan anestesi itu
dapat diterima oleh masyarakat, para Ahli Bedah membujuk para
Perawat agar para Perawat itu bersedia mengambil alih praktik
anestesi menjadi praktik keperawatan, dikerjakan oleh Perawat
terdidik.Menurut ahli sejarah Virginia Tratcher, para Ahli Bedah itu
memilih profesi Perawat sebagai praktisi anestesi karena mereka
menginginkan orang yang :
1. Merasa puas dengan peranan sebagai bawahan karena tugas
pekerjaanya menuntut seperti itu.
2. Menerima ilmu anestesi sebagai suatu hal yang menarik.
3. Tidak berkeberatan memiliki profesi anestesi dan menjadi orang
yang harus selalu memperhatikan dan belajar tehnik dari ahli
bedah.
4. Tidak berkeberatan dibayar relatif murah.
5. Memiliki bakat alamiah dan tekun untuk mengembangkan
kemampuannya untuk memberikan pelayanan anestesi yang
“smooth” dan membuat ahli bedah merasa terpenuhi
kebutuhannya.
Pada tahun 1870 dan 1880 banyak suster Katolik yang
menjadi Perawat Anestesi, diantaranya yang terkenal adalah
Suster Mary Bernard, Suster Aldoza Estrich. Karena ternyata
Perawat Anestesi telah menciptakan suatu tindakan anestesi yang
tidak hanya aman tetapi juga mudah mendapatkan tenaga nya, maka
profesi Perawat Anestesi makin berkembang dengan pesat.
Pada tahun 1916, The Ohio Medical Board menulis surat
kepada Dr. Crile, mengiformasikan bahwa sudah ada keputusan dari
Ohio Medical Board bahwa tidak ada orang lain yang boleh
melakukan tindakan anestesi kecuali dokter anestesi yang terdaftar,
dan pengacara Ohio telah menetapkannya. Bersama surat itu juga
dilampirkan perintah untuk menutup Sekolah Perawat Anestesi di
Lakeside dan tidak mengakui para lulusannya. Dr. Crile mematuhi
perintah itu dan pendidikan Perawat anestesi ditutup.
Pada tahun 1917, Dr. Crile membujuk Medical Board
untuk mencabut perintahnya dan Hodgins mulai kembali
mengajar Perawat Anestesi. Agar supaya program pendidikan
Perawat Anestesi di Lakeside tetap dibuka, Dr. Crile dan Hodgins
mendatangi DPR Ohio untuk memperoleh pengecualian di dalam
Undang –undang Pratik Kodokteran yaitu bagi Perawat Anestesi
yang telah menempuh pendidikan yang memadai dapat
memberikan anestesi dibawah pengawasan dokter. Ini pertama
kalinya ada suatu pengawasan terhadap praktik Perawat Anestesi
oleh dokter dan dicantumkan dalam undang-undang. Undang –
undang akhirnya membatasi praktik Perawat Anestesi diseluruh 50
negara bagian. Pengalaman Agatha Hodgins menibulkan efek yang
kuat dan berlangsung lama. Meskipun tantangan terhadap Perawat
Anestesi itu terus menerus terjadi pada awal tahun itu, tetapi
praktik Perawat Anestesi dan usaha secara nasional untuk
meningkatkan pendidikan Perawat Anestesi terus berjalan.
Pada tahun 1914 telah ada 4 buah pendidikan formal
Perawat Anestesi, yang pertama di Portland, kemudian di St John’s
di Springfild, lalu New York Post Graduate Hospital dan selanjutnya
pendidikan Perawat Anestesi pindah ke dalam rumah sakit
Universitas serta rumah sakit umum yang besar di seluruh negeri.
Pada akhir tahu 1920, lama setelah Perawat Anestesi
menyadari adanya gejolak atas panggilannya, suatu kombinasi
dari faktor-faktor yang membawa kepada kesadaran tentang
pentingnya organisasi profesi dari Perawat Anestesi. Para Perawat
Anestesi pendahulu yakin bahwa organisasi profesi yang dimaksud
itu harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
pasien, dan memperkuat kemampuan anggotanya untuk
menghadapi tantangan dari pihak lain.
Pada tahun 1930 dalam konvensi Asosiasi Perawat
Amerika(ANA), Hodgins mempresentasikan makalahnya dan
berharap dapat menjadi seminat dalam ANA (Amercan Nurses
Association) tetapi ditolak. Hodgins tidak putus asa, bahkan lebih
bersemangat dan akhirnya mendirikan NANA (National
Association of Nurses Anesthetist) pada tanggal 17 Juni 1931.
Hanya ada 40 Perawat Anestesi yang mewakili 12 negara bagian
bertemu di ruang kuliah di Lakeside Hospital di Cleveland.
Mereka menanda-tangani naskah, memilih pengurus dan Presiden
dan menyusun AD / ART. Agatha Hodgins terpilihsebagai
Presiden NANA yang pertama. Pada saat yang sama, diseluruh
negara bagian terbentuk asosiasi Perawat Anestesi. Satu
persatu mereka bergabung menjadi organisasi nasional Perawat
Anestesi. Sekarang ini, nama organisasi ini adalah AANA
(American Association of Nurse Anesthetist).
1. Sejarah profesi perawat anestesi di Indonesia
Tidak ada catatan yang otentik tentang sejarah Perawat Anestesi di
Indonesia, namun dari cerita yang disampaikan oleh para orang
tua generasi abad ke19 akhir dan awal abad ke 20 dapat disimpulkan
bahwa Pemerintah Belanda sewaktu masih berkuasa di negeri ini
mulai mendidik orang pribumi untuk menjadi tenaga kesehatan yang
disebut “Juru Rawat” dan “Mantri Verpleiger” pada awal abad ke 20.
Dipulau Jawa beberapa “Mantri Verpleiger” ini yang dianggap
cakap diberi kesempatan untuk dilatih menjadi “Tukang Bius”. Ini
dapat dianggap sebagai “Perawat Anestesi” yang mendapat training
secara individual, tanpa sertifikat, namun bekerja sebagai
“Anesthetist” dibawah supervisi dari Ahli Bedah.
a. Ikatan Alumni Penata Penata Anestesi (IKLUM)
Setelah banyaknya Alumni Sekolah Penata Anestesi dan
Akademi Anestesi Depkes RI Jln. Kimia 22-24 Jakarta, pada
tahun 1970an maka mereka berkumpul untuk membentuk
perkumpulan dari para alumni SPA dan Aknes dari mulai
angkatan pertama sampai ke 4 antra lain : Bpk. Suken S BScAn
(Alm), Bpk Drs. Amin Jusuf BSc.An,(Alm), Bpk. Drs.Ketut
sangke yudhistira BSC.An SH, Bpk. R.O. Soepandi BSc.An, Bpk.
Anshori Hasan BSc.An akhirnya disepakati namanya adalah :
IKLUM singkatan dari Ikatan Alumnidari AKNES Jakarta, awal nya
Ketua umumnya Bpk Drs.Amin Jusuf BSc.An, Penata Anestesi
RSCM Jakarta terakhir bekerja di Bagian Therapi Inhalasi
Bagian Anestesi RSCM, kemudian mengadakan kongres
Iklum di Wisma YTKI Jalan Gatot Soebroto Jakarta., dalam
acara Kongres dan acara symposium anestesi.. mulai
dianjurkan oleh IAAI agar peñata
Anestesi masuk ke dalam Rumpun keperawatan dan
Organisasinya berada dibawah Persatuan Perawat Nasional
Indonesia ( PPNI ), waktu itu IKLUM masih berjalan dengan
tertatih-tatih karena anggotanya sedikit dan tersebar diseluruh
Indonesia, Kemudian pada waktu Musyawarah Nasional (bulan
dan tahun nya tidak ada catatan ) diganti Ketua Umumnya oleh
Bpk Drs. Ketut Sangke Yudhistira BSc Penata Anestesi di RSUD
Karawang Jabar sampai dengan tahun 1986 dimana ada
pergantian nama menjadi Ikatan Perawat Anestesi Indonesia
( IPAI ).
b. Ikatan Perawat AnestesiIndonesia( IPAI )
Pada tanggal 1 Oktober 1986 IKLUM mengadakan Kongres
Luar biasa karena ada desakan dari IAAI agar organisasi
IKLUM masuk ke organisasi Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) dengan perdebatan cukup “Seru” akhirnya
Ikatan Alumni Aknes Jakarta ( IKLUM ) dirubah namanya
menjadi Ikatan Perawat Anestesi Indonesia disingkat IPAI.
Ikatan Perawat Anestesi Indonesia ( IPAI ) mulai berjalan tidak
seperti layaknya Organisasi Profesi lain yang Mandiri,inikarena
situasi dan kondisi yang kurang kondusif masih dibawah
bayang-bayang organisasi Profesi lain yaitu PPNI ,sementara
pekerjaan Perawat anestesi itu tindakan keperawatannya hanya
sedikit, lebih banyak Tindakan Medis, semestinya organisasi
IPAI bisa Mandiri Pembinanya adalah IAAI.
Pada tahun 1994 Musyawarah Nasional Pertama Ikatan
Perawat Anestesi Indonesia diselenggarakan di Jakarta tepatnya
di Auditorium RS KANKER Nasional DHARMAIS.Dalam Munas
nya yang pertama terpilih sebagai Ketua Umum IPAI Periode
1994-1999 Ibu Dra.HJ. Susbandiyah BSC.An. Organisasi IPAI
dengan Ketua Umum Ibu Susbandiyah menjadi tantangan
yang sangat berat bagi IPAI, karena disamping masalah
Pendidikan Akpernes yang berlarut-larut dengan adanya
kurikulum yang tidak sesuai dengan harapan baik bagi
Mahasiswa maupun Insitusi pengirimnya, juga Tantangan berat
dari Organsiasi yang terkait dengan IPAI. PPNI dalam hal
pendidikan memaksakan bahwa kalau mau disebut Ahli
Madya Keperawatan dari 110 SKS yg harus diselesaikan makal
ilmu keperawatan yg wajib diikuti dan lulus adalah 102 SKS,
sedangkan sisanya yang 8 SKS boleh yang lain sebagai warna
saja... Keadaan seperti ini tentu saja membuat para Mahasiswa
Akpernes “GERAM” dan tidak “PUAS” maka mulailah
Mahasiswa mempertanyakan kurikulum baik ke Insitusi maupun
atasan Institusi dalam hal ini Pusdiknakes,karena jumlah
Mahasiswanya banyak maka disebut Demonstrasi untuk
meluluskan permintaannya. Pada Periode kepengurusan DPP
IPAI 1994-1999 berbagai usaha dan cara DPP IPAI untuk
mengusulkan agar SKS Anestesiologi lebih banyak selalu
menemui jalan buntu.. pernah DPP c.q. Ibu Susbandiyah dan
Ibu Sulastri menyusun kurikulum Akpernes dan
dikonsultasikan ke CHS Prof. Ma’rifin, dan beliau pun Setuju,
akan tetapi Tetap saja tidak bisa dijalankan.
c. Sejarah tokoh anestesi
Guan Yu adalah tokoh legendaris Tiongkok. Dia adalah
seorang jenderal Kerajaan Shu pada masa Tiga Kerajaan (dari
222-265 M). Dalam sebuah pertempurandi Kota Fan, sebuah
panah beracun melukai lengan kanan Guan Yu. Ahli bedah
paling terkenal pada waktu itu, Hua Tuo, membuat sayatan
di lengan kanannya, dan membersihkan otot-otot dan tulang
yang terkena racun. Selama operasi tersebut, Guan Yu terus
minum dan bermain catur. Dia berbicara dan tertawa seolah-olah
tidak terjadi apa-apa. Ketenangannya membawa kekaguman
dan rasa hormat dari semua prajurit dan jendral lainnya yang
menyaksikan operasi tersebut. Mereka terkagum-kagum
betapa Guan Yu mampu mengendalikan diri dengan baik dalam
menghadapi rasa sakit seperti itu. Tetapi kenyataannya adalah
bahwa, sebelum operasi itu, Hua Tuo mungkin telah
menerapkan anestesi lokal yang disebut mandrake ke
lengannya. Hua Tuo mungkin adalah orang pertama yang
menemukan danmenggunakan anestesi (bius).Sebelum masa
Hua Tuo, untuk mencegah pasien dari menggeliat-geliat dan
bergerak-gerak gelisah selama operasi yang menyakitkan,
sebelum operasi para tabib akan mengikat erat tangan dan kaki
pasien. Atau para tabib itu akan memukul kepala pasien atau
mengeluarkan sebagian darah untuk membuat pasien tidak
sadarkan diri. Untuk mengurangi rasa sakit pasien selama
operasi, Hua Tuo telah mencoba segalanya untuk menemukan
ramuan anestesi.
Suatu hari, ketika Hua Tuo berada di atas gunung untuk
mengumpulkan tumbuhan obat, ia bertemu dengan seorang
penebang kayu yang sedang terluka parah. Penebang kayu itu
mengambil beberapa daun, menghaluskan dan menekankannya
ke luka tersebut. Setelah beberapa saat, rasa sakitnya hilang.
Hua Tuo terkejut melihat ramuan ajaib itu, dan dengan
penuh semangat menanyakan nama tumbuhan itu kepada si
penebang kayu. Daun itu berasal dari tanaman yang disebut
mandrake. Setelah melakukan banyak percobaan dan
kesalahan, Hua Tuo akhirnya menghasilkan anestesi terkenal
yang disebut "Ma Fei San".Di Inggris tercatat JY Simpson dan
John Snow yang banyak mengembangkan anestesi. Eter waktu
itu di Inggris banyak digunakan untuk membantu persalinan.
Sambil berpraktik sebagai dokter, Simpson dan
asistennyabanyak bereksperimen dengan bahan-bahan kimia
untuk mencari anestesi yang efektif. Kadang mereka
bereksperimen dengan diri mereka sendiri.Tahun 1800, Davy,
kimiawan yang sangat terkenal, telah memublikasikan
bahwa zat kimia tertentu, seperti oksida nitrogen, dapat
mempunyai efek bius. Walaupun dokter yang pertama
menggunakan dalam praktiknya adalah Crawford Long, di
Amerika Serikat, karena ia tidak pernah memublikasikan, maka
dalam sejarah AS biasanya disebut penemu anestesi alias bius
adalah William Morton. Mortonlah yang dengan
demonstratif menunjukkan cabut gigi minus rasa sakit di depan
umum pada tahun 1846.Penggunaan eter atau gas nitrogen-
oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran
sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844.
Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida
sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut
giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan
mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum
Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan.
Usahanya diteruskan William Thomas Green Mortonmenghirup
uapnya maka pasien akan terbius dan operasi dapat
dilaksanakan.
2. Periode pertengahan (1799-1914)
Pada periode sudah mulai digunakan peralatan
inhalasi penambahan dari penggunaan masker pada periode
awal.Peralatan inhalasi berfungsi untuk memberikan agen
anestesi kepada pasien. Selama periode pertenghahan ini (1850 –
1900) penggunaan Eter dan Kloroform masih saling bersaing
dalam hal keunggulannya. Tercatat beberapa alat yang
digunakan adalah sebagai berikut;
a. Inhaler John Snow (1858)
Dr.John Snow (1813-1858) seorang dokter
Inggris merupakan spesialis anestesiologi klinis
pertama. Ia mempelajari sifat-sifat fisik zat anestetik dan
konsentrasinya dalam udara dan darah. Berdasarkan
penelitiannya ia merancang suatu alat yang dapat mengatur
penghantaran zat anestetik. Ia juga mendefinisikan lima
stadium anestesi. Ia berperan dalam hal diterimanya
Kloroform sebagai anestesi pada persalinan dengan
memberikan zat ini kepada Ratu Victoria pada tahun 1853
dan 1857.
b. Kawat Skinner dan Masker Esmarch (1862)
Skinner merupakan seorang ahli kebidanan di Liverpool
yang merancang masker penutup berkerangka besi yang
berbentuk kubah. Johann Friedrich August von Esmarch,
seorang profesor bedah di Kiel pada tahun 1862
memodifikasi masker Skinner. Masker ditutupkan kewajah,
kemudian selembar kain yang telah dibasahi agen
anestesi, kemudian diselubungkan diatasnya. Pasien
menghirup uap gasnya melalui hidung dan mulut.
c. Inhaler Kloroform Junker (1867)
Pada tahun 1867 (1828-1902) Ferdinand Edelberg
Junker, seorang ahli bedah berkebangsaan austria membuat
pelalatan insuflasi Kloroform dengan prinsip draw-over.
Ia mengalirkan udara diatas Kloroform melalui suatu pompa
tangan. Alat ini terdiri dari bellow ganda yang terbuat dari
karet, pipa, botol tempat agen inhalasi yang dilengkapi katup
pengaman otomatis dan masker muka.
d. Inhaler Eter Clover (1877 )
Pada tahun 1862 ia menciptakan suatu inhaler
Kloroform yang memungkinkan pengukuran konsentrasi dan
pemberian secara akurat campuran Kloroform dan udara .
Alat ini bebentuk kantung besar yang disandang dipunggung
ahli anestesi dan mengandung 4-5% uaap kloroform dalam
udara. Clover menyebutkan beberapa keuntungan dari
inhaler buatannya:
1. Tidak memiliki katup
2. Nafas tenang dengan hantaran gas secara perlahan
3. Penderita akan tertidur dalam 2 menit
4. Tidak diperlukan pengisian kembali eter intraoperative
5. Masa pemulihan lebih cepat
6. Tidak memiliki busa/sponge dan tidak berasa.
7. Sisa Eter cukup aman digunakan untuk pasien
berikutnya.
e. Masker / Inhaler Schimmelbusch (1890)
Masker Schimmelbusch berupa masker rangka besi dengan
cekungan untuk mengumpulkan agen anestesi yang
berlebihan dan dilengkapi rangka kawat yang dapat dilepas
untuk menahan kain penutup.
f. Inhaler Eter Hewitt (1891)
Hewitt memodifikasi inhaler Kloroform Junker dan
mendesain kembali inhaler Clover, memperbesar diameter
tabung sentral dan mengatur rotasinya didalam wadah
penyimpanan Eter. Keunggulan inhaler buatannya
dibandingkan dengan inhaler clover adalah:
1. Diameter internal yang lebih besar.
2. Tabung sentral yang dapat diputar.
3. Pengisian kembali Eter intraoperatif.
4. Ruang air yang lebih kecil.
5. Sungkup muka terpasang dengan aman
g. Masker dan Dropper Eter Bellamy Gardner (1908)
Sekitar tahun 1908 Gardner merancang sebuah masker
berupa masker kawat sederhana dengan rangka besi yang
dapat dilepas dan sebuah penjepit untuk menahan kain
penutup.Ia mengemukakan masalahmasalah yang dapat
timbul bila Eter diberikan melalui sebuah kantung tertutup
sebagai berikut :
1. Wajah menjadi kehitaman dan keluarnya darah vena dari
permukaan luka operasi.
2. Kemungkinan meningkatnya sekresi lendir saluran nafas.
3. Munculnya upaya nafas kuat oleh otot-otot abdomen.
4. Didapati After Sickness pada 75% kasus.h.Masker Yankauer
(1910)Sekitar tahun 1910, Sidney Yankauer (1872 –1932)
seorang ahli THT di New York City merancang masker
untuk memberikan anestesi dengan Eter atau Kloroform.
Masker yankauer berbentuk oval dengan kawat jaring yang
ditutupi beberapa lapis kain yang dikencangkan
dengan rangka spiral.
3.Periode Inovasi (1914-1970)
Sampai pada tahun 1924, peralatan anestesi yang tersedia
masih sangat dasar. British Oxygen Company di London, Dräger di
Jerman, tiga perusahaan di Amerika Serikat Foregger,
Heidbrink, dan Mc Kesson berusaha mengembangkan mesin
anestesi. Pada Saat ini merupakan era inovasi dan penemuan.
Pada tahun 1919 Sir Ivan Magill mengembangkan teknik
pemasangan pipa endotrakea yang menandai lahirnya anestesi
endotrakea
a. Mesin Anestesi Gwathmey (1914)
Peralatan Gwathmey (James Tayloe Gwathmey, seorang ahli
anestesi terkenal yang ditemui foregger pada tahun 1907)
merupakan produk permulaan mereka sejak tahun 1914 sampai
beberapa tahun kemudian dan merupakan unit peralatan
standar rumah sakit untuk memberikan Nitrogen-Oksida,
Oksigen, dan Eter. Alat ini tidak dilengkapi katup
pengurang, tetapi mempunyai katup pengatur aliran aksigen
dan nitrogen oksida. Tiap gas dialirkan ke tabung kalibrasi
dengan lubang keluar terpisah yang memungkinkan gas
membentuk gelembung saat melewati air kedalam tabung
pencampur sehingga ahli anestesi dapat mengatur aliran
yang diinginkan.
b. Mesin Anestesi Boyle (1917)
Pada tahun 1917, Henry Edmund Gaskin Boyle (1875 –1941)
merancang sebuah mesin anestesi untuk memberkan
anestesi dengan Oksigen/ Nitrogen-Oksida dan Eter. Mesin
anestesi asli ini tahap demi tahap mengalami perbaikan dan
modifikasi selama lebih dari lima dekade berikutnya. Hingga
saat ini mesin anestesi pengembangan mesin Boyle
merupakan jenis mesin yang paling banyak dipakai di Inggris.
c. Alat Anestesi Endotrakea Magill (1930)
Sir Ivan Whiteside Magill (1888 –1986), seorang ahli bedah di
Rumah Sakit Stanley, Liverpool bergabung dengan angkatan
perang Irlandia pada perang Loos (1914-1918). Magill
merupakan orang pertama yang melakukan intubasi trakea
dengan menggunakan dua pipa karet sempit untuk
memberikan anestesi Eter dengan menggunakan sedikit
tekanan positif
d. Mesin Anestesi Boyle (Model G)
Mesin Boyle standar terdiri dari meja besi yang
dilengkapi dengan keranjang untuk membawa tabung gas.
Puncak tabung dipasangi katup Adam’s dan dihubungkan
dengan rotameter melalui sebuah pipa karet. Mesin ini
dilengkapi peralatan rebreathing magill.
e. Mesin Anestesi Gillis (1950)
Merupakan versi Inggris dari sebuah mesin anestesi modern
pada tahun 1950 an. Merupakan mesin portabel yang dilengkapi
dengan sirkuit anestesi tertutup. Mesin ini telah digunakan
selama lebih kurang lima 50 tahun.
f. Unit Vaporizer Draw Over
Dirancang oleh Epstein dan Machintosh di Oxford pada tahun
1952, merupakan peralahan anestesi inhalasi draw-over yang
paling terkenal pada saat itu. Bagi Angkatan perang india
alat ini merupakan tulang punggung perlengkapan anestesi
ditempat-tempat terpencil dimana para tentara bertugas.OIB
(Oxford Inflating Bellow) merupakan alat yang digunakan untuk
ventilasi manual.
g. Blease Pulmoflator Seri 5050 (1960)
Dibuat oleh Blease Anesthetic Equipment Ltd, Ryefield crescent,
Middlesex. Mesin ini benar-benar merupakan salah satu
keajaiban yang dicapai dibidang anestesi. Ventilator dirancang
pada tahun 1960-70an untuk digunakan terutama jika
memakai obat pelumpuh otot. Teknik anestesi balans
kemudian menjadi sangat terkenal di Liverpool. Ventilator
pada mesin ini dirancang untuk siklus pressure dan volume.
Mesin ini dilengkapi alat pengukur tekanan darah, alat
penghisap, dan tempat pemasangan unit bronkoskopi
dengan sumber cahaya yang berasal dari transformer disamping
alat. Alat ini dapat memeberikan sirkuit tertutup atau semi
tertutup dengan kontrol manual.
h. Mesin Boyle (Model F) 1955
i. Model F merupakan modifikasi model sebelumnya dengan
menambah keranjang tempat tabung gas, termasuk tabung
untuk siklopropan. Pada mesin ini tidak digunakan absorber
karbondioksida. Selama 10-15 tahun mesin Boyle model F ini
merupakan mesin yang paling banyak digunakan di Angkatan
Darat India.
3. Periode mesin anestesi konvensional (1970-1990)
Mesin anestesi konvensional mencakup mesin-mesin seperti seri
Ohmeda Modulus dan Excel, (1972).Keterbatasan mesin anestesi
konvensional adalah sebagai berikut;
a. Mesin anestesi konvensional memiliki bayak hubungan/ koneksi
ekternal. Meskipun telah dilakukan standarisasi ukuran pipa/
tabung, banyaknya koneksi eksterna ini merupakan sumber
terjadinya diskoneksi atau miskoneksi, kinking, kelalaian, atau
sumbatan. Insiden yang timbul akibat kesalahan peralatan ini
bergantung pada lokasi dan fungsi komponen yang terganggu.
Koneksi yang dimaksud mencakup pipa-pipa pada sikrkuit
nafas, sistem pengeluaran gas, bellow, pipa aliran gas segar,
sistem pembuangan dan sebagainya.
b. Mesin konvensional dilengkapi dengan pembatas tekanan
dalam sirkuit nafas, akan tetapi sebagian perlu diset secara
manual untuk mempertahankan tekanan tetap berada
dibawah nilai ekstrim. Sebagian mesin lainnya hanya akan
membunyikan alarm bila nilai yang telah di set tersebut
terlampaui. Pasien beresiko mendapat hembuhan oksigen
tambahan sebesar 500-800 ml/sec dari volume tidal.
c. Resiko pada vaporizer. Vaporizer dapat bersifat tetap atau dapat
dipindah-pindah. Jika dalam posisi miring, agen cair dapat
memasuki ruang bypass, sehingga terjadi penguapan dan
kemudian dialirkan ke sirkuit dalam dosis yang berlebihan.
Dosis yang kurang dapat terjadi bila ada kebocoranpada
tempat-tempat persambungan.
d. Penghantaran volume tidal yang tidak adekuat. Sejumlah besar
volume bellow dapat saja hilang dalam sirkuit nafas akibat
komplians dan kompresi. Ventilator konvensional biasanya
memerlukan sistem ”dua-langkah”, perubahan mekanik atau
elektrik dari ventilasi manual dan kesalahan manusia dapat
menyebabkan kondisi apnoe pada pasien.
e. Mesin anestesi konvensional harus di periksa secara manual oleh
karena itu sering tidak akurat. Klinisi biasanya tidak memeriksa
alat secara keseluruhan sehingga tidak dapat menemukan
kerusakan atau bahkan tidak melakukan pemeriksaan sama
sekali. Meskipun telah diberikan instruksi secara jelas,
residen anestesi paling baik hanya dapat melakukan 81%
prosedur pemeriksaan.
4. Periode mesin anestesi modern (1990-sekarang) Mesin anestesi
modern mencakup buatan ; Date Ohmeda, Aestiva, Anethesia
Delivery Unit (ADU), Dräger Medical, Fabius GS, Julian, dan
Narkomed 6400.Mesin anestesi modern biasanya memiliki komponen
sebagai berikut:
a. Kebutuhan gas oksigen dan gas nitrogen oksida didapat selain
dari tabung, mesin anestesi modern juga mempunyai konektor
yang dapat dihubungkan ke sentral gas medis rumah sakit.
Tekanan saluran pipa dari sentral gas rumah sakit (dikeluarkan
melalui dinding) minimal harus berkisar 400 kPa .
b. Memiliki tabung gas cadangan untuk oksigen, udara dan
nitrogen-oksida yang diletakkan khusus. Kebanyakan mesin
baru hanya memiliki tabung oksigen cadangan. Regulator pada
tabung gas cadangan ini diatur pada tekanan 300 kPa. Jika
mesin anestesi dihubungkan dengan kedua sumber gas (tabung
gas cadangan dan sentral gas), maka secara otomatis mesin
anestesi akan menggunakan sentral gas sebagai pasokan
gasnya karena sentral gas memiliki tekanan yang lebih tinggi
( 400 kPa).
c. Terdapat Flush oksigen dengan aliran tinggi yang dapat
memberikan oksigen sebanyak 30 L/ menit.
d. Dilengkapi Pengukur dan pengatur tekanan untuk
melindungi komponen mesin dan pasien dari gas
bertekanan tinggi.
e. Terdapat flow meter (rotameter) untuk oksigen, udara dan
nitrogen oksida yang digunakan oleh ahli anestesi untuk dapat
mengatur campuran gas secara akurat. Flow meter biasanya
berbentuk pneumatik, akan tetapi akhir-akhir ini banyak
digunakan jenis digital elektromagnetik.
f. Terdiri dari Satu atau lebih vaporizer untuk memberikan zat
anestesi volatile secara akurat.
g. Dilengkapi oleh ventilator anestesi.
h. Dilengkapi oleh Vital Sign Monitor untuk memonitor sinyal
jantung, denyut jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen
(umumnya tersedia monitor tambahan untukmemantau
suhu, tekanan arteri ratarata dan tekanan vena sentral dsb)
i. Sistem Sirkuit nafas, sebagian besar dengan sistem lingkar
j. Terdapat humidifier untuk memberkan kelembaban
tertentu pada pasien sirkuit.
k. Terdapat sistem pembuangan sehingga mengurangi
kontaminasi gas anestesi di dalam ruangan
l. Dilengkapi oleh suction yang dapat digunakan untuk
menghisap cairan atau lendir pada tubuh pasien.
E. PENGGUNAAN OBAT

Pemberian obat terdapat 2 macam yaitu intravena anestesi dan general


anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya
inhalasi dan intravena (Latief, 2007).

1. Teknik General Anestesi


General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
a) General Anestesi Intravena Teknik general anestesi yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalampembuluh darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi Teknik general anestesi yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung
ke udara inspirasi.
c) Anestesi Imbang Merupakan teknik anestesi dengan
mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia
regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan
berimbang, yaitu:

- Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat


hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
- Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat
analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan
cara analgesia regional.
- Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat
pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara
analgesia regional.
2. Obat-obat General Anestesi Pada tindakan general anestesi terdapat
beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi dengan
teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi, berikut
obat-obat yang dapat digunakan pada kedua teknik tersebut.
Obat- Obatan Anestesi Intravena :
- Atropine Sulfat
- Pethidin
- Atrakurium
- Ketamine HCL
- Midazolam
- Fentanyl
- Rokuronium bromide
- Prostigmin
- Obat-obat Anestesi Inhalas :
- Nitrous Oxide
- Halotan
- Enfluren
- Isofluran
- Sevofluran

F. GEJALA AWNWRES
1. Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.
2. Delusi, paranoia, atau halusinasi.
3. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
4. Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu
menghantui.
5. Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
6. Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
7. Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
8. Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
9. Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
10. Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
11. Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
12. Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah
dalam hubungan dengan orang lain.
13. Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan
takut yang tidak biasa.
14. Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
15. Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan
narkoba.
16. Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak
atau terlalu sedikit.
17. Perubahan gairah seks.
18. Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah
tidur.
19. Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau
pergi ke sekolah atau tempat kerja.
20. Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.

DAFTAR PUSTAKA

Adhnan, A. B. (2019). PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI


MAWAR TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRE
OPERASI DENGAN GENERAL ANESTESI DI RS PKU MUHAMMADIYAH
GAMPING SLEMAN (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).
MURDIPUTRA, M. (2017). KONTAMINASI SEL DARAH MERAH
PADA SISA LARUTAN ANESTESI DALAM CARTRIDGE PASCA INJEKSI
ANESTESI LOKAL MENGGUNAKAN SYRINGE INTRALIGAMEN X (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
CL Gurudatt, Jurnal The Basic Anaesthesia Machine, Department
of Anaesthesia, Mysore Medicall College and Research
Institute,India,2014 Sinclair CM, Thadsad MK, Barker, Modern anaesthetic
machines, Anaesth Intensive Care, USA, 2006 Ernia Susana ( Poltekes
Jakarta2 ), Hendrana Tjahjadi ( Universitas Muhammad Husni Thamrin),
Jurnal Perkembangan Mesin Anestesi (diakses tgl 26 Juli 2019)
Kamadjaja, D. B. (2019). Anestesi Lokal di Rongga Mulut :
Prosedur, Problema dan Solusinya. Surabaya: Airlangga University Press.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi kedua.
Laila Maharani, M. M. (2016). gejala AWARENESS.
Morgan dan Mikhail. 2013. Clinical anesthesiologi.
http://nandaanestesi.blogspot.com/2013/04/sejarah-anestesi-dunia.html
di akses pada tanggal 28 Juli 2019 pukul 10.00 WIB
https://www.anestesiologi-indonesia.org/sejarah-ilmu-anestesiologi/ di
akses pada tanggal 28 Juli 2019 pukul 10.00 WIB
https://indoanesthesia.wordpress.com/2012/06/04/sejarah-anestesi-di-
indonesia/ di akses pada tanggal 28 Juli 2019 pukul 10.00 WIB
Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. (2010). Buku Ajar
Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.
MURDIPUTRA, M. (2017). KONTAMINASI SEL DARAH MERAH PADA SISA
LARUTAN ANESTESI DALAM CARTRIDGE PASCA INJEKSI ANESTESI LOKAL
MENGGUNAKAN SYRINGE INTRALIGAMEN X (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).
Rahma, I. F. (2020). Hubungan Perilaku Caring Perawat Anestesi dengan
Kepuasan Pelayanan Pre Anestesi pada Pasien General Anestesi di
Instalasi Bedah Sentral RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta (Doctoral
dissertation, KODEPRODI14320# KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI).
Suryani, A. N. (2020). GAMBARAN POSTOPERATIVE NAUSEA & VOMITING
(PONV) DAN FAKTOR RISIKONYA PADA PASIEN SEKSIO SESAREA DENGAN
ANESTESI SPINAL DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
PADA BULAN MEI–OKTOBER TAHUN 2019 (Doctoral dissertation, Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta).

Anda mungkin juga menyukai