BLOK 17 MODUL 1
“ANAMNESA ORTODONTIK”
Kelompok 5
Tutor : Dr. drg. Lendrawati, MDSc
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial modul 1 tentang
“Anamnesa Ortodontik” ini.
Dalam penyusunannya kami mengucapkan terimakasih kepada pembimbing tutor kami,
Dr. drg. Lendrawati, MDSc yang telah memberikan dukungan, kasih dan wawasan yang begitu
besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan
menuntun pada langkah yang lebih baik lagi bagi kami.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan tutorial ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan tutorial kami ini dapat
bermanfaat.
Penyusun
MODUL 1
ANAMNESA ORTODONTIK
Skenario 1 :
”GIGI KU BONENG”
Fadila (12 thn) bersama ibunya datang ke klinik dokter gigi untuk konsultasi mengenai
keadaan gigi depan atas yang maju. Dokter gigi melakukan anmnesa, menanyakan riwayat gigi
keluarganya . Hasil pemeriksaan intra oral gigi permanen telah erupsi kecuali molar tiga. Gigi 11
dan 21 labioversi, Overjet 6,2 mm dan overbite 4 mm, relasi gigi molar satu atas dan molar satu
bawah neutroklusi. Dokter gigi mencetak maksila dan mandibula Fadila. Dokter gigi juga
melakukan foto intra oral dan foto profil wajah lalu merujuk Fadila ke bagian radiologi untuk
rontgen foto panoramic dan sefalometri. Bagaimana saudara menjelaskan kasus Fadila diatas ?
I. Terminologi
8. Mengapa pada kasus fadila harus dilakukan rontgen panoramic dan sefalometri?
- Karena kebutuhan analisis pada kasus fadila
- Sefalometri : untuk mempelajari struktur skeletal, dental dan jaringan lunak, untuk
mengklarifikasi anomaly yang terjadi, untuk mengetahui tipe facial dari pasien
- Untuk menentukan rencana perawatan yang akan dilakukan
Sefalometri :
Fadila (12th)
Konsul ke drg
a. Pasien sanggup kontrol secara rutin dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
selama perawatan.
b. Jika dalam perhitungan nanti perawatan membutuhkan pencabutan gigi, pasien
telah menyatakan kesanggupannya untuk dicabut giginya sebelum pemeriksaan
dimulai.
c. Pasien bersedia memakai alat ortodontik sesuai dengan aturan pemakaiannya
selama perawatan
d. Pasien harus lebih rajin dan teliti melakukan pembersihan dan penyikatan gigi dan
piranti ortodonti
e. Pasien sanggup membayar biaya perawatan.
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Pencatatan identitas pasien meliputi :
1. Nama Pasien : Nama pasien dicatat dengan benar sesuai dengan yang dimaksud
pasien
2. Umur : Pencatatan umur diperlukan untuk :
• Mengetahui apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah
berhenti
• Pertumbuhan gigi-geligi masih termasuk periode gigi susu/decidui, campuran/
mixed atau tetap/permanent.
• Gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut umur
erupsi gigi).
• Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat untuk digunakan (alat cekat atau
lepasan, alat aktif atau fungsional)
• Untuk memperkirakan waktu /lama perawatan yang diperlukan. Apakah
perawatan bisa segera dilaksanakan atau harus ditunda, berapa lama dibutuhkan
perawatan aktif dan berapa lama diperlukan untuk periode retensi
3. Jenis kelamin : Pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan berkaitan segi
psikologi perawatan
4. Alamat : Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan agar operator dapat
menghubungipasien dengan cepat bila diperlukan . Sebaliknya pasien juga
diberi alamat (dan nomer telepon) operator untuk mempermudah komunikasi.
5. Pendidikan : Dengan mengetahui pendidikan pasien, operator dapat
menyesuaikan cara memberi penerangan, cara memotivasi pasien).
6. Nama Orang Tua
7. Alamat Orang Tua
Anamnesis meliputi
- Analisis umum meliputi : identitas pasien, keluhan utama, status sosial, riwayat
keluarga, ras, bentuk skeletal, ciri-ciri keluarga, dan habit. Analisa secara
menyeluruh terutama pada hal-hal yang dapat mempengaruhi pasien selama
perawatan dan menyangkut anamnesa : CC, PI, FH, PMH, PDH.
CC/Keluhan utama :
- Apa yang dipentingkan pasien.
- Keadaan susunan giginya, estetik dan fungsi pengunyahan.
- Motivasi pasien untuk mendapatkan perawatan ( internal atau eksternal ) akan
berhubungan dengan masa perawatan dan kerja sama pasien
Bentuk skeletal
Bentuk skeletal memperngaruhi tumbuh kembang. Anak dengan tipe skelet
ektomorfik lebih lambat mencapai kematangan dari pada anak tipe mesomofik
dan endomorfik
Ciri keluarga
Pola tertentu pada keluarga seperti bentuk mandibula. Keadaan ini akan selalu
berulang pada keluarga secara turun temurun.
Penyakit anak
Penyakit yang harus diperhatikan adalah penyakit yang memperngaruhi tumbuh
kembang anak. Menurut Moyers penyakit yang mempengaruhi tumbuh kembang
gigi pada masa bayi dan anak-anak adalah panas badan yang tinggi, sedangkan
penyakit sistemik mempengaruhi kualitas gigi. Maloklusi bisa terjadi akibat dari
kelainan otot dan saraf
Kebiasaan bernafas
Dipengaruhi oleh posisi rahang dan lidah serta posisi kepala. Kebiasaan ini
mengakibatkan perubahan keseimbangan tekanan rahang dan gigi. Kebiasaan
bernafas dengan mulut akan mempengaruhi pasien pada saat dilakukan
pencetakan rahang.
Alergi
Pada pemeriksaan riwayat alergi terhadap obat-obatan, bahan kedokteran dan
lingkungan perlu diketahui.
Kelainan endokrin
Hormon androgen membentuk dan memelihara kondisi otot dan tulang,
bertambahnya massa otot akan menambah massa tulang. Pasien dengan penyakit
metabolisme tulang adalah kontra indikasi perawatan ortodonti.
Tonsil
Tonsil yang besar akan mempengaruhi posisi lidah dan menggangu fungsi
menelan. Anak-anak dengan tonsil yang besar akan mengakibatkan bentuk
lengkung gigi seperti huruf V.
b. Simetri wajah
Wajah pasien dapat dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung
dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau simetri dan proporsi ukuran
vertikal. Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan
bila terdapat asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri rahang
terhadap muka secara keseluruhan.
Pemeriksaan wajah dari arah depan :
1) Pasien dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah
yang besar kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang
tetapi kadang- kadang juga tidak, tergantung pada lebar wajah.
2) Perlu juga memeriksa garis median wajah yang diproyeksikan pada model
studi. Hal ini perlu untuk menentukan pergeseran median lengkung geligi
terhadap wajah.
c. Tipe wajah
Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, pertumbuhan basisi kranium
pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi muka. Kepala yang
dolikosefalik memebentuk muka yang sempit, panjang dan protusif yang disebut
muka sempit/leptoprosop.
- Cembung (convex), bila titik petemuan Lcb-Lca berada didepan garis Gl-Pog
- Lurus (straight ), bila titik petemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis Gl-Pog
- Cekung (concave), bila titik petemuan Lcb-Lca berada dibelakang garis Gl-Pog
Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (Gl), Lip Contour
atas (Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis referensi
Gl-Pog sebagaia acuan :
- Glabella (Gl) : Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah diantara alis
mata kanan dan kiri.
- Lip contour atas (Lca) : Titik terdepan bibir atas.
- Lip contour bawah (Lcb) : Tiik terdepan bibir bawah
- Pogonoin (Pog) : Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis mandibular
- Cembung (Anteface ) bila titik Sub nasale (Sn) berada di depan titi Nasion (Na)
- Lurus (Average face) bila titik Sub nasale (Sn) berada tepat segaris dengan
Nasion (Na)
- Cekung (Retroface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di belakang titik Nasion (Na
a. Freeway space
Freeway spee adalah jarak inter-oklusal pada saat mandibula dalam keadaan posisi
istirahat. Adapun cara pengukurannya adalah penderita didudukkan dalam posisi
istirahat. Kemudian ditarik garis yang menghubungkan antaa titik diujung hidung dan
ujung dagu dan dihitung berapa jaraknya, kemudian penderita dalam keadaan oklusi
sentris, kemudian ditarik garis yang menghubungkan antara titik di ujung hidung dan di
ujung dagu dan dihitung berapa jaraknya. Nilai FWS = jarak pada saat posisi istirahat
dikurangi jarak pada saat oklusi sentris. Nilai normal menurut Houston (1989) = 2 – 3
mm. Nilai FWS perlu diketahui dan dapat digunakan sebagai panduan untuk melakukan
atau pemberian gigit diposterior sehubungan dengan adanya gigitan terbalik anterior.
Apabila FWS lebih besar dari pada tumpang gigit maka tidak perlu diberi peninggian
gigit posterior. Sedangkan bila FWS lebih kecil dari pada tumpang gigit maka perlu
diberi peninggian gigit posterior.
b. Path Of Closure
Path of closure adalah gerakan mandibula dari posisi istirahat menuju oklusi sentris.
Path Of Closure dikatakan normal apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan
belakang. Bagian otot yang bekerja pada mandibula dalam keadaan relaksasi dan kondili
mandibula pada possii retrusi pada fosa glenoidalis. Sedangkan yang tidak normal apabila
terdapat deviasi mandibula dan displacement mandibula.
Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusal maksimum berupa
gerakan engsel sederhana melewati freeway space sebesar 2-3 mm. Ada 2 macam
perkecualian path of closure yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan displacement
mandibula.
c. Deviasi Mandibula
Keadaan ini berhubungan dengan posisi keadaan mandibula. Bila mandibula
dalam posisi kebiasaan, maka jarak antaroklusal akan bertambah sedangkan kondili
terletak lebih maju di dalam fosa glenoides. Arah path of closure adalah ke atas dan ke
belakang akan tetapi bila gigi telah mencapai oklusi mandibula terletak dalam relasi
sentrik.
Displacement Mandibula
Displacement dapat terjadi dalam jurusan sagital dan transversal. Kontak prematur dapat
menyebabkan displacement mandibula untuk mendapatkan hubungan antartonjol gigi yang
maksimum. Dalam jangka panjang displacement dapat terjadi selama pertumbuhan gigi.
Dalam beberapa keadaan displacement terjadi pada fase gigi sulung, kemudian pada saat
gigi permanen erupsi gigi tersebut akan diarahkan oleh kekuatan otot ke letak yang
memperparah terjadinya displacement. Displacement dapat terjadi pada usia lanjut karena
gigi yang maju dan tidak terkontrol yang disebabkan karena hilangnya posterior akibat
pencabutan. Displacement dalam jurusan transversal sering berhubungan dengan adanya
gigitan silang posterior. Bila lengkung geligi atas dan bawah sama lebarnya, suatu
displacement mandibula ke transversal diperlukan untuk mencapai posisi oklusi
maksimum. Bila hal tersebut terjadi maka akan didapatkan relasi gigitan silang gigi
posterior pada satu sisi. Displacement ke transversal tidak berhubungan dengan
bertambahnya jarak antaroklusal.
Adanya gigitan silang unilateral gigi posterior yang disertai adanya garis median atas
dan bawah yang tidak segaris akan menimbulkan dugaan adanya displacement ke
transversal. Keadaan ini perlu diperiksa dengan seksama dengan memperhatikan pasien
pada saat menutup mandibula dari posisi istirahat ke posisi oklusi. Keadaan yang perlu
diperhatukan adalah letak garis median baik pada possisi istirahat maupun pada posisi
oklusi.Bila terdapat gigitan silang unilateral pada keadaan ini, perlu dilakukan ekspansi
regio posterior rahang atas ke arah transversal. Tidak semua gigitan silang unilateral
berhubungan dengan dispacement. Kadang-kadang didapatkan asimetri rahang atas dan
bawah. Bila tidak terdapat displacement tetapi terdapat gigitan silang unilateral maka perlu
dipertimbangkan apakah perlu dirawat atau tidaknya.
Displacement ke arah sagital dapat terjadi karena adanya kontak prematur pada
daerah insisiv. Pada keadaan ini biasanya daidapatkan over closure mandibula. Pada
kasusu kelas III ringan terdapat gigitan edge to edge pada insisivi, mandibula bergeser ke
anterior untuk mendapatkan oklusi di daerah bukal. Displacement ke posterior kadang juga
dapat terjadi. Perlu diperhatikan perbedaan displacement mandibula ke posterior yang
sering terjadi pada relasi inisisivi kelas II dengan displacement ke posterior pada pasien
dengan gigi yang masih lengkap. Displacement ke posterior sering terjadi pada pasien yang
kehilangan gigi posterior.
Cara pemeriksaan path of closure adalah penderita didudukkan pada posisi istirahat.
Dilihat posisi garis mediannya, penderita diinstruksikan uktuk oklusi sentris dari posisi
istirahat dan dilihat kembali posisi garis mediannya. Apabila posisi garis median pada saat
posisi istirahat menuju oklusi sentris tidak terdapat pergeseran BERARTI tidak ada
gangguan path of closure dan apabila posisi garis media pada saat posisi istirahat menuju
oklusi sentris terdapat pergeseran berarti terdapat gangguan path of closure.
d. TMJ (temporo mandibular junction)
Pada panduan umum bila pergerakan mandibula normal berarti fungsinya tidak
terganggu, sebaliknya bila pergerakan mandibula terbatas biasanya menunjukkan adanya
masalah fungsi. Oleh karena itu satu indikator penting tentang sendi temporomandibula
adalah lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35-40 mm, 7 mm
gerakan ke lateral dan 6 mm ke depan. Palpasi pada otot pengunyahan dan sendi
temporomandibula merupakan bagian pemeriksaan rutin dan perlu dicatat tanda-tanda
adanya masalah pada sendi temporomandibula, misalnya adanya rasa sakit pada sendi,
suara dan keterbatasan pembukaan.
Cara pemeriksaaanya adalah penderita didudukkan pada posisi istirahat,
diletakkan kedua jari telunjuk operator dibagian luar meatus accuticus externus kiri dan
kanan penderita dan penderita diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulutnya.
Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi bagian luar meatus accustucus evternus
atau bunyinclicking pada saat mandibula membuka dan menutup mulut BERARTI pola
pergerakan TMJ normal
e. Pola Atrisi
Adalah permukaan oklusal gigi yang datar atau rata karena faktor pemakaian atau
oleh karena kebiasaan jelek seperti bruxism sehingga menyebabkan bentuk wajah yang
lebih pendek dan fungsi kunyah akan menjadi terganggu. Bila hal tersebut tidak dirawat,
maka akan dapat menimbulkan ngilu pada gigi serta rasa sakit pada sendi rahang.
Pola atrisi dikatakan normal apabila terjadinya atrisi gigi yang disebabkan oleh
karena pemakaian gigi yang telah lama, misalnya gigi atrisi pada orang yang telah lanjut
dan atrisi gigi susu pada anak-anak yang telah memasuki fase gigi permanen. Sedangkan
bila dikatakan pola atrisi tidak normal apabila terjadinya atrisi gigi oleh karena adanya
kebiasaan jelek, misalnya bruxism. Contohnya atrisi gigi permanen pada penderita usia
muda atau pada anak-anak pada fase gigi pergantian.
d. Kurva Spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir
pada rahang bawah. Pada keadaan n pada rahang bawah. Pada keadaan normal
kedalamanny ormal kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm. a tidak melebihi 1,5 mm.
Kurva spee adalah kurva dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal dengan
radius pada orang dewasa 65-70 mm. kurva ini berkontak berkontak di empat lokasi
yaitu permukaan permukaan anterior kondili, daerah kontak distooklusi molar ketiga ,
daerah kontak mesiooklusal molar pertama dan tepi insisal. Mungkin karena sample
yang disampaikan berbeda beberapa beberapa peneliti peneliti (Hitchock (Hitchock
dale) mencoba mencoba mengukur mengukur sesuai dengan yang dilakukan
dilakukan oleh spee tetapi tidak memperoleh hasil oleh spee tetapi tidak memperoleh
hasil yang sama d yang sama dengan spee.
e. Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan. Adanya
diastema pada fase gigi geligi pergantian masih merupakan keadaan normal, tetapi
adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk
mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal
f. Malposisi Gigi
Garis referensi yang menghubungkan dua titik dibuat sebelum dilakukan pengukuran
angular dan linear.Ada sejumlah besar garis pedoman pada tengkorak yang dibicarakan pada
literature antropologi, tetapi hanya beberapa garis yang berhubungan langsung dengan ortodonti
yang akan dibicarakan.Garis atau bidang yang digunakan dalam sefalometri adalah sebagai
berikut :
a.Sella-nasion (SN) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik sella tursika ke titik nasion.
bidang ini menggambarkan struktur anatomi yang dikenal sebagai basis kranial anterior.
b.Frankfort horizontal (FH) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik porion ke titik orbital.
Penentuan lokasi ear rods yang salah akan mengakibatkan kesalahan juga dalam penentuan letak
porion. Oleh karena itu, penentuan letak ear rods dengan teliti akan menghasilkan posisi bidang
frankfort yang tepat.
c.Bidang palatal : bidang yang dihubungkan oleh titik spina nasalis anterior dan posterior.
Disebut juga bidang maksila.
d.Bidang fasial(N-Pog) : bidang yang dihubungkan oleh titik nasion dan pogonion.
e.Bidang mandibula : bidang yang dihubungkan oleh titik menton dan gonion. Cara termudah
adalah membuat garis dari menton membentuk tangen terhadap tepi bawah mandibula pada
sudut mandibula. Posisi bidang mandibula akan tidak tepat bila saat pengambilan foto
sefalometri pasien tidak dalam keadaan oklusi sentrik.
f.Bidang ramus : bidang yang menyinggung tepi posterior dari ramus ascenden mandibula dan
melalui titik artikulare.
g.Bidang oklusi : bidang yang dibentuk dari garis yang melewati occlusal cusp mesial dari gigi
molar dan pertengahan antara ujung gigi insisivus atas dan bawah. Bidang ini dikenal sebagai
bidang oklusal fungsional (FOP).
h.Y-axis (S-Gn) : garis yang dihubungkan oleh titik sella tursika dengan gnation. Garis ini
digunakan sebagai indikator pertumbuhan fasial dengan mengukur sudut antara S-Gn dengan FH
atau bidang Frankfort menurut analisis Downs. Sedangkan menurut analisis Steiner yaitu sudut
antara S-Gn dengan titik N.
Analisis skeletal dibagi menjadi dua yaitu pengukuran skeletal anterior posterior dan
vertikal. 9,24 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bishara mengenai analisis sefalometri pada
penduduk Iowa ras Kaukasoid di Eropa utara, pengukuran skeletal anteroposterior berupa
pengukuran SNA, SNB, ANB, Wits (m m), NAPog, SNPog dan FH:NPog dan pengukuran
skeletal vertikal berupa pengukuran N -Ans (mm), N - Me (mm), N:Ans ́ (%) , Ar ́ -Go (mm),
S:Go (mm), MP:SN, MP:FH , NSGn dan FH:SGn . 24 Peneli tian ini tidak melakukan semua
pengukuran di atas. Pengukuran yang dilakukan a ntara lain sebagai berikut :
a. Hubungan maksila terhadap basis kranial ( L SNA) Menurut analisis Steiner s udut ini
digambarkan oleh hubungan titik A (subspinale ) yang merupakan titik paling dalam dari
kurvatura alveolaris rahang atas dengan bidang sella -nasi on atau basis kranial anterior.
2,9,10,22- 24 Nilai rata -rata normal SNA untuk etnik Kaukasoid adalah 82º. 2,1 0 Menurut
Steiner nilai normal dari SNA adalah 82 º ± 2 º. 9,22 ,25 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Bishara pada penduduk Iowa, nilai rata -rata no rmal SNA untuk etnik Kaukasoid di atas 18
tahun adalah 82º untuk laki-laki dan 81º untuk perempuan. 2,10,24 Menurut analisis Tweed, nilai
SNA digunakan untuk menentukan posisi anteroposterior maksila terhadap basis kranial. Sama
seperti Steiner, nilai batas normal SNA adalah 80º - 84°. Pasien ya ng memiliki nilai SNA > 84º
menginterpretasikan posisi maksila yang prognasi, sedangkan SNA < 80º menginterpretasikan
posisi maksila yang retrognasi.
b. Hubungan mandibula terhadap basis kranial ( L SNB) Sudut ini digambarkan oleh hubungan
titik B (supramental e) atau titik paling dalam dari kurvatura alveolaris rahang
bawah dengan basis kranial anterior. 2,9,10,23,24,25 Menurut analisis Steiner dan
Tweed pengukuran sudut ini berguna untuk mengetahui posisi mandibula terhadap basis
kranial. 22 Berdasarkan analisis Steiner, nilai normal dari SNB adalah 78º ± 2 º sedangkan
berdasarkan analisis Tweed nilai batas normal SNB adalah 78º - 82º. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, nilai ra ta-rata normal SNB
untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 80º untuk laki -laki dan 78º untuk
perempuan. 2,10,22,24,25 Jika lebih dari nilai normal berarti posisi mandibula prognasi
sedangkan kurang dari nilai normal menunjukkan posisi mandibula yang
retrognasi. 2,9,22 Nilai SNB yang kurang dari 74º atau yang lebih dari 84º
mengindikasikan perlunya pembedahan orthognathic .
c. Hubungan maksila ter hadap mandibula ( L ANB) Sudut ANB merupakan perbedaan
antara sudut SNA dan SNB . Menurut analisi s Steiner, pengukuran SNA dan SNB dapat
menunjukkan posisi rahang yang salah tetapi pengukuran ANB bersifat lebih
signifikan dimana pengukuran ini menunjukkan hubungan rahang terhadap titik yang
lainnya. Pengukuran ini juga memberikan informasi adanya diskrepansi anteroposterior dari
basis apikal maksila terhadap mandibula. 22 Menurut analisis Steiner, nilai normal ANB
adalah 2º sedangkan menurut analisis Tweed adalah 1º - 5º. 22 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, nilai rata -rata normal ANB untuk etnik Kaukasoid
di atas 18 tahun adalah 2º untuk laki-laki dan 3º untuk perempuan. 2,10,24 Untuk
menginterpretas i sudut ANB harus diketahui besar sudut SNA nilai ANB 0,5 - 4,5 derajat
menunjukkan pola pertumbuhan skeletal Klas I. Nilai ANB yang positif menggambarkan
maksila yang lebih maju daripada mandibula. Nilai yang negatif menggambarkan
mandibula yang lebih maju daripada maksila. ANB memiliki nilai yang negatif jika nilai
SNB lebih besar daripada nilai SNA. Nilai ANB yang lebih besar daripada 4,5 derajat
menggambarkan pola pertumbuhan skeletal Klas II. Nilai ANB ≤ 0 mengindikasikan pola
pertumbuhan skeletal Klas III
d. Sudut konveksitas wajah ( L NAPog)
Menurut analisis Ricketts, konveksitas wajah tengah diukur dari titik A terhadap bidang
fasial yaitu N -Pog. Nilai normal NAPog pada umur 9 tahun menurut Ricketts adalah 2 mm dan
akan menurun 1 ⁰ setiap 5 tahun. Menurut analisis Down s, sudut ini ditentukan oleh
perpotongan garis NA dan Pog. Sudut ini mengukur derajat batas anterior lengkung basal
maksila (titik A) terhadap total profil wajah (N -Pog).
Menurut analisis Downs, batas normal sudut konveksitas wajah adalah -8,5º sampai 10º.
22 Rata -rata untuk etnik Kaukasoid adalah 0º yang menunjukkan profil wajah yang
lurus. 2 Berd asarkan penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, nilai rata -rata
normal NAPog untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 3º untuk laki-laki dan 6º untuk
perempuan. 2,10,24 Sudut NAPog bernilai positif bila garis A -Pog yang diperpanjang terl
etak lebih anterior dari garis NA dan sebaliknya. Besar sudut ini dipengaruhi letak titik
subspinalis (titik A) dan Pog dalam jurusan sagital. Sudut negatif menunjukkan wajah yang
cekung atau pola skeletal Klas III sedangkan sudut positif menunjukkan wajah yang
cembung atau pola skeletal Klas II. Sudut negatif dapat disebabkan titik A yang terletak
posterior atau titik Pog yang terletak anterior sedangkan sudut yang positif menunjukkan
titik A yang anterior atau titik Pog yang posterior
e. Jarak insisivus atas terhadap bidang A -Pog (U1 : APog) Menurut analisis Downs, jarak ini
menggambarkan protrusi insisivus maksila yang diukur dari incisal edge insisivus sentralis
maksila sampai pada garis dari titik A ke titik Pog. Jarak ini merupakan l okasi anteroposterior
dari ujung insisal yang paling labial dari insisivus sentralis atas terhadap basis maksila
dan dagu. Jarak ini merupakan pedoman posisi gigi insisivus atas terhadap profil skeletal
atas. 22 Nilai jarak normalnya minimal -1 mm dan maksimal 5 mm dengan rata -rata 2,7
mm. Berda sarkan penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, jarak rata -rata
normal insisivus terhadap bidang A -P og untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah
4 mm untuk laki-laki dan 6 mm untuk perempuan. 2,10,24 Jika jaraknya bernilai positif, berarti
posisi incisal edge berada di depan garis A- Pog dan hal ini mengindikasikan insisivus
maksila yang protrusi f. Jika jaraknya bernilai negatif, berarti posisi incisal edge berada
di belakang garis A -Pog dan mengindikasikan insisivus maksila yang retrusif. Semakin
dekat ujung insisal insisivus sentralis atas terhadap garis A -Pog semakin baik juga
hubungan gigi insisivus dan bentuk wajah.
f. Jarak insisivus sentralis atas terhadap garis N -A (U1 : NA) Lokasi anteroposterior dan
angulasi dari insisivus ma ksila ditentukan dengan mengukur jarak dari permukaan
insisivus sentralis atas yang paling labial terhadap garis NA. Menurut analisis Steiner,
lokasi relatif dan inklinasi aksial insisivus maksila ditentukan dengan menghubungkan
gigi dengan garis dari nasion ke titik A (NA). Sudut insisivus maksila ke garis NA
menunjukkan informasi relasi angular dari insisivus maksila sedangkan posisi insisivus
sentral maksila terhadap NA dalam satuan mm menunjukkan posisi anteroposterior
insisivus terhadap garis NA. Nilai normalnya menurut Steiner adalah 4 mm. Nilai yang
positif menunjukkan bahwa letak insisivus lebih anterior daripada garis NA sedangkan nilai
negatif menunjukkan bahwa letak insisivus lebih posteri or dari garis NA. Nilai normal jarak
insisivus atas terhadap garis NA adalah 3 mm ± 2
g. Jarak insisivus sentralis bawah terhadap garis N- B (L1 : NB) Lokasi anteroposterior dan
angulasi dari insisivus mandibula ditentukan dengan mengukur jarak linear dari
permukaan insisivus bawah paling labial terhadap garis NB atau basis mandibula. 1,9, 22, 24
Jarak ini diukur untuk menunjukkan posisi anteroposterior gigi terhadap garis NB. Tepi
labial insisivus mandibula terletak 4 mm di depan garis NB . 22 Nilai normal jarak
insisivus bawah terhadap garis NB adalah 3 mm ± 2. 9 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, ja rak rata -rata normal insisivus bawah terhadap
bidang NB untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 4 mm untuk laki-laki dan 5 mm
untuk perempuan
Daftar Pustaka
Repository UGM