Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 17 MODUL 1
“ANAMNESA ORTODONTIK”

Kelompok 5
Tutor : Dr. drg. Lendrawati, MDSc

Ketua : Raihan Athalla Defa


Sekretaris Meja : Nabila Kamilia Daud
Sekretaris Papan : Muharra Nilam Cahaya
Anggota :
Syafitra Ade Erman
Fathan Alif Abdani
Cisya Zanuha Arivah
Dhefadila Alya Afra Azarys
Velya Ary Aditya

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
2021/2022
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

2021

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial modul 1 tentang
“Anamnesa Ortodontik” ini.
Dalam penyusunannya kami mengucapkan terimakasih kepada pembimbing tutor kami,
Dr. drg. Lendrawati, MDSc yang telah memberikan dukungan, kasih dan wawasan yang begitu
besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan
menuntun pada langkah yang lebih baik lagi bagi kami.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan tutorial ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan tutorial kami ini dapat
bermanfaat.

Padang, 5 April 2022

Penyusun
MODUL 1

ANAMNESA ORTODONTIK

Skenario 1 :

”GIGI KU BONENG”

Fadila (12 thn) bersama ibunya datang ke klinik dokter gigi untuk konsultasi mengenai
keadaan gigi depan atas yang maju. Dokter gigi melakukan anmnesa, menanyakan riwayat gigi
keluarganya . Hasil pemeriksaan intra oral gigi permanen telah erupsi kecuali molar tiga. Gigi 11
dan 21 labioversi, Overjet 6,2 mm dan overbite 4 mm, relasi gigi molar satu atas dan molar satu
bawah neutroklusi. Dokter gigi mencetak maksila dan mandibula Fadila. Dokter gigi juga
melakukan foto intra oral dan foto profil wajah lalu merujuk Fadila ke bagian radiologi untuk
rontgen foto panoramic dan sefalometri. Bagaimana saudara menjelaskan kasus Fadila diatas ?

I. Terminologi

1. Neutroklusi : maloklusi Klas I Angle, hubungan anteroposterior yang normal antara


rahang atas dan rahang bawah, dimana tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama
atas terletak pada celah bukal gigi molar permanen pertama bawah
2. Sefalometri : pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap bagian bagian tertentu dan
kepala tentang pola kraniofasial yang diambil dari anteroposterior dan lateral
Ronsen yang diambil dari seluruh bagian kepala untuk mengetahui posisi gigi yang
berkaitan dengan tulang rahang

II. Rumusan Masalah

1. Apa saja anamnesa yang dapat dilakukan pada kasus orthodonti?


2. Apa penyebab gigi depan fadila terlihat maju?
3. Mengapa dokter gigi menanyakan riwayat gigi keluarga?
4. Apa perbedaan anamnesa kasus fadila dengan kasus lainnya?
5. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan intraoral dan ekstraoral?
6. Apa yang harus diperhatikan pada pemeriksaan intraoral dan ekstraoral?
7. Mengapa dokter mencetak maksila dan mandibular fadila?
8. Mengapa pada kasus fadila harus dilakukan rontgen panoramic dan sefalometri?
9. Apa fungsi dari rontgen foto?
10. Apa tujuan dilakukan rontgen panoramic dan cefalometri?
III. Menganalisa Masalah

1. Apa saja anamnesa yang dapat dilakukan pada kasus orthodonti?


Mencatat keluhan utama pasien, menanyakan riwayat kesehatan pasien ( kesehatan
umum dan kesehatan gigi ), menanyakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan gigi
pasien, kebiasaan buruk pasien dan riwayat keluarga pasien

2. Apa penyebab gigi depan fadila terlihat maju?


Factor herediter, bad habbit, malposisi gigi, kehilangan gigi

3. Mengapa dokter gigi menanyakan riwayat gigi keluarga?


Untuk mengetahui apakah penyebab dari kasus fadila itu dikarenakan factor herediter
atau karena kebiasaan buruk fadila

4. Apa perbedaan anamnesa kasus fadila dengan kasus lainnya?


Untuk kasus orthodonti lebih kompleks dan menitik beratkan kepada kondisi gigi geligi
baik pada gigi tetangganya maupun atagonis, menitik beratkan hubungan antara maksila
dengan cranium, sedangkan untuk pemeriksaan kasus orthodontis tidak terlalu
menitikberatkan seperti kasus diatas

5. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan intraoral dan ekstraoral?


- Untuk menentukan bentuk muka
- Untuk menentukan tipe muka
- Untuk menentukan profil muka
- Untuk menentuka bentuk kepala
- Untuk tonus bibir bawah dan bibir atas

6. Apa yang harus diperhatikan pada pemeriksaan intraoral dan ekstraoral?


Ekstra oral : bentuk muka yang asimetris atau simetris, bentuk muka, profil muka yang
cembung atau cekung, otot otot mastikasi, analisa ekstraoral pada bagian kening, hidung
dan juga pada bibir seperti panjang bibir, lebar bibir
Intra oral : keadaan mulut, kebersihan mulut, keadaan palatum, keadaan gingiva dan
mukosa, keadaan frenulum labialis dan lingualis, pemeriksaan gigi geligi seperti jumlah
gigi, missing, anomaly, erupsi, lengkung rahang, midline wajah yang sama dengan
midline gigi, kesamaan lengkung rahang atas dan bawah, pemeriksaan oklusi
7. Mengapa dokter mencetak maksila dan mandibular fadila?
- Untuk mendapatkan model studi
- Sebagai bahan presentasi
- Acuan akurat dalam perawatan
- Untuk melakukan pengukuran/ analisis ruangan dan ukuran gigi
- Untuk melihat perkembangan perawatan
- Untuk mengetahui lengkung rahang pasien tsb

8. Mengapa pada kasus fadila harus dilakukan rontgen panoramic dan sefalometri?
- Karena kebutuhan analisis pada kasus fadila
- Sefalometri : untuk mempelajari struktur skeletal, dental dan jaringan lunak, untuk
mengklarifikasi anomaly yang terjadi, untuk mengetahui tipe facial dari pasien
- Untuk menentukan rencana perawatan yang akan dilakukan

9. Apa fungsi dari rontgen foto?


- Untuk memberikan gambaran mengenai jaringan keras dan jaringan lunak rongga
mulut
- Untuk memberikan gambaran apakah ada penyakit pada rongga mulut
- Untuk melihat apakah ada kelainan pada daerah craniofacial pada pasien
- Untuk membantu menegakkan diagnose
- Sebagai pedoman untuk menentukan rencana perawatan pasien
- Untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan craniofacial
- Untuk melihat kelainan patologis

10. Apa tujuan dilakukan rontgen panoramic dan cefalometri?


Panoramic :
- Untuk melihat adaya fraktur pada mandibular
- Untuk mengetahui benih gigi/ lesi tulang/ gigi impaksi
- Untuk melihat gigi secara keseluruhan
- Untuk melihat jaringan lunak sekitar gigi

Sefalometri :

- Untuk menentukan perawatan orthodonti yang akan dilakukan


- Untuk mengetahui tipe facial
- Untuk menentukan diagnosis dn rencana perawatan
IV. SKEMA

Fadila (12th)

Konsul ke drg

Keluhkan gigi depan maju

Pemeriksaan klinis Foto Pasien Percetakan Rontgen

Pemeriksaan Pemeriksaan Panoramic


Foto Profil Foto Intra
Subjektif Objektif
Pasien Oral
Sefalometri
Model Studi
Anamnesis
P. Intra oral P. Ekstra
- Riwayat
Oral
Keluarga
Analisis
Analisis Sefalometri
Model Studi
Analisis Intra Analisis
Anamnesis Oral Ekstra Oral
Umum &
Anamnesis
Ortodonti
Analisis
Fungsional
V. MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai anamnesis umum dan


anamnesis orthodontic
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analasis intraoral
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analisis ekstraoral
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analisis fungsional
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenail analisis model studi
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analisis sefalometri

VI. MENGUMPULKAN INFORMASI DI PERPUSTAKAAN, INTERNET, DAN


LAIN-LAIN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai anamnesis umum dan


anamnesis orthodontic

Sebelum dilakukan perawatan ortodonti, berikan terlebih dahulu kepada pasien


penjelasan tentang prosedur yang harus dilakukan dan kesangupan pasien dalam
perawatan.

a. Pasien sanggup kontrol secara rutin dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
selama perawatan.
b. Jika dalam perhitungan nanti perawatan membutuhkan pencabutan gigi, pasien
telah menyatakan kesanggupannya untuk dicabut giginya sebelum pemeriksaan
dimulai.
c. Pasien bersedia memakai alat ortodontik sesuai dengan aturan pemakaiannya
selama perawatan
d. Pasien harus lebih rajin dan teliti melakukan pembersihan dan penyikatan gigi dan
piranti ortodonti
e. Pasien sanggup membayar biaya perawatan.

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Pencatatan identitas pasien meliputi :

1. Nama Pasien : Nama pasien dicatat dengan benar sesuai dengan yang dimaksud
pasien
2. Umur : Pencatatan umur diperlukan untuk :
• Mengetahui apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah
berhenti
• Pertumbuhan gigi-geligi masih termasuk periode gigi susu/decidui, campuran/
mixed atau tetap/permanent.
• Gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut umur
erupsi gigi).
• Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat untuk digunakan (alat cekat atau
lepasan, alat aktif atau fungsional)
• Untuk memperkirakan waktu /lama perawatan yang diperlukan. Apakah
perawatan bisa segera dilaksanakan atau harus ditunda, berapa lama dibutuhkan
perawatan aktif dan berapa lama diperlukan untuk periode retensi
3. Jenis kelamin : Pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan berkaitan segi
psikologi perawatan
4. Alamat : Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan agar operator dapat
menghubungipasien dengan cepat bila diperlukan . Sebaliknya pasien juga
diberi alamat (dan nomer telepon) operator untuk mempermudah komunikasi.
5. Pendidikan : Dengan mengetahui pendidikan pasien, operator dapat
menyesuaikan cara memberi penerangan, cara memotivasi pasien).
6. Nama Orang Tua
7. Alamat Orang Tua

Anamnesis meliputi

1. Keluhan Utama (chief complain/main complain) :


Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien datang untuk
dirawat. Dari keluhan yang telah dikemukakan itu akan dapat diketahui:
 Apa sebenarnya yang pasien inginkan untuk mendapat perbaikan dari
operator/dokter gigi
 Apakah keluhan itu memungkinkan untuk ditanggulangi dengan perawatan
ortodontik ?
 Apakah keluhan itu menyangkut faktor esteik atau fungsional (bicara ,
mengunyah) ?
 Keluhan utama bisanya diikuti oleh keluhan sekunder yaitu keluhan yang baru
disadari setelah mendapat penjelasan dari operator: Apakah ada keadaan lain
yang tidak disadari oleh pasien yang merupakan suatu kelainan yang
memungkinkan untuk dirawat secara ortodontik ?
2. Riwayat Kasus (Case History)
a. Riwayat Gigi-geligi (Dental History):
Anamnesis riwayat gigi-geligi dimaksudkan untuk mengetahui proses
pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi pasien sampai keadaan
sekarang sehingga dapat diketahui mulai sejak kapan dan bagai mana proses
perkembangan terbentuknya maloklusi pasien.
Meliputi riwayat pada :

 Periode gigi susu (Decidui Dentition) : Untuk mengetahui adakah poses


pertumbuhan dan perkembangan maloklusi pasien dimulai pada periode
ini ?
-Adakah gigis (rampant caries) pada waktu masa gigi susu ?
-Adakah karies pada sela-sela gigi-gigi (proximal caries) pada waktu gigi
susu ? Di daerah mana ?
-Apakah karies ini ditambalkan ke dokter gigi?
-Penahkah mendapat benturan (trauma) pada gigi-gigi susu? Di bagian
mana ?
 Periode gigi campuran (Mixed Dentitition) : Adakah proses pergantian
dari gigi susu ke gigi permanen ini sebagai penyebab terjadinya
maloklusi? Perlu diketahui kemungkinan adanya persistensi / prolonged
retensi bahkan prematur loss.
- Ketika gigi-gigi susu mulai goyah apakah dicabutkan kedokter gigi
secara teratur ?
- Adakah gigi-gigi yang sampai kesundulan / persistensi? Di daerah
mana ?
- Adakah gigi susu yang karies besar tidak dirawat. Adakah sisa-sisa
akar gigi susu yang tertinggal pada saat gigi permanen mulai erupsi ?
- Adakah gigi-gigi permanen yang terlambat tumbuh (terlalu lama
ompong)
 Periode gigi permanen (Permanent Dentition) : Untuk mengetahui apakah
maloklusi pasien dimulai pada periode ini ?
- Adakah karies pada gigi permanen. Apakah sudah ditambal / apakah
mendapat perawatan syaraf (endodontik) ?
- Adakah gigi permanen yang telah dicabut ? Kapan ? Karena apa ?
Apakah ada gigi yang telah dicabut dibiarkan tidak diganti dalam
waktu yang lama ?
- Adakah gigi tidak bisa tumbuh / impaksi ? Apakah sudah dicabut atau
agenese ?
- Adakah benturan / trauma pada gigi-gigi permanen , dibagian mana
b. Riwayat Penyakit (Desease History) : Anamnesis Riwayat penyakit
tujuannya untuk mengetahui :
- Adakah penyakit yang pernah / sedang diderita pasien dapat
menggangu proses pertumbuhan, perkembangan rahang dan erupsi
normal gigi-geligi, sehingga diduga sebagai penyebab maloklusi.
- Adakah penyakit yang diderita pasien dapat mengganggu /
menghambat proses perawatan ortodontik yang akan dilakukan.
- Adakah penyakit yang kemungkinan dapat menular kepada operator
- Perlu diketahui pada umur berapa dan berapa lama penyakit itu
diderita pasien?
- Allergi terhadap obat tertentu
c. Riwayat keluarga (Family History) :
Tujuan dari anamnesis riwayat keluarga adalah untuk mengetahui apakah
maloklusi pasien merupakan faktor herediter (keturunan) yang diwariskan
dari orang tua. Untuk iru perlu ditanyakan keadaan gigi-geligi kedua orang
tua dan saudara kandung pasien.

Analisis Umum ortodonti

- Analisis umum meliputi : identitas pasien, keluhan utama, status sosial, riwayat
keluarga, ras, bentuk skeletal, ciri-ciri keluarga, dan habit. Analisa secara
menyeluruh terutama pada hal-hal yang dapat mempengaruhi pasien selama
perawatan dan menyangkut anamnesa : CC, PI, FH, PMH, PDH.
 CC/Keluhan utama :
- Apa yang dipentingkan pasien.
- Keadaan susunan giginya, estetik dan fungsi pengunyahan.
- Motivasi pasien untuk mendapatkan perawatan ( internal atau eksternal ) akan
berhubungan dengan masa perawatan dan kerja sama pasien

 Keadaan sosial : adalah keadaan emosional pasien yang akan mempengaruhi


kerja sama pasien selama perawatan ( kooperatif atau tidak ), pertimbangan
dalam memilih alat orto lepasan atau cekat.

 Riwayat kesehatan pasien dan keluarga


Riwayat kesehatan pasien sejak pasien lahir sampai mau dilakukan perawatan
( contoh : proses kelahiran )

 Berat dan tinggi badan


Tinggi badan dan berat badan mencerminkan tumbuhkembang seseorang sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.

 Ras Ciri fisik dari suatu ras.


Penetapan ras berdasarkan anamnesa ( ras ayah ibu dan ras kakek nenek )

 Bentuk skeletal
Bentuk skeletal memperngaruhi tumbuh kembang. Anak dengan tipe skelet
ektomorfik lebih lambat mencapai kematangan dari pada anak tipe mesomofik
dan endomorfik

 Ciri keluarga
Pola tertentu pada keluarga seperti bentuk mandibula. Keadaan ini akan selalu
berulang pada keluarga secara turun temurun.

 Penyakit anak
Penyakit yang harus diperhatikan adalah penyakit yang memperngaruhi tumbuh
kembang anak. Menurut Moyers penyakit yang mempengaruhi tumbuh kembang
gigi pada masa bayi dan anak-anak adalah panas badan yang tinggi, sedangkan
penyakit sistemik mempengaruhi kualitas gigi. Maloklusi bisa terjadi akibat dari
kelainan otot dan saraf

 Kebiasaan bernafas
Dipengaruhi oleh posisi rahang dan lidah serta posisi kepala. Kebiasaan ini
mengakibatkan perubahan keseimbangan tekanan rahang dan gigi. Kebiasaan
bernafas dengan mulut akan mempengaruhi pasien pada saat dilakukan
pencetakan rahang.

 Alergi
Pada pemeriksaan riwayat alergi terhadap obat-obatan, bahan kedokteran dan
lingkungan perlu diketahui.

 Kelainan endokrin
Hormon androgen membentuk dan memelihara kondisi otot dan tulang,
bertambahnya massa otot akan menambah massa tulang. Pasien dengan penyakit
metabolisme tulang adalah kontra indikasi perawatan ortodonti.

 Tonsil
Tonsil yang besar akan mempengaruhi posisi lidah dan menggangu fungsi
menelan. Anak-anak dengan tonsil yang besar akan mengakibatkan bentuk
lengkung gigi seperti huruf V.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analasis intraoral

Pemeriksaan untuk analisa intraoral ini meliputi pemeriksaan pada :


1. Lidah
Pemeriksaannya meliputi bentuk, warna dan konfigurasinya. Ukuran lidah yang
tidak rata diperkirakan dengan bantuan lateral chepalogram. Makroglossia biasanya
memperlihatkan kesan batas lateralnya, dimana pada lidah terlihat tampilan bergigi.
Lingual frenulum juga harus dilihat dan diperiksa.
2. Bibir dan Frenulum Bukalis
Pada frenelum labialis RA, adalah penyebab umum terjadinya maloklusi. Suatu
jaringan fibros yang tebal, dan frenelum labialis yang rendah akan menghalangi I
central untuk saling mendekat sehingga terjadi midline diastema.
Suatu frenektomy diindikasikan ketika frenulumnya melekat terlalu dalam dengan
extension fiber ke papilla interdental. Blanch test dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dimana bibir atas melekat diatas hingga keluar.
3. Gingiva
Pemeriksaannya meliputi tipe (tebal dengan fibrous/tipis), inflamasi, dan
mukogingiva lesi. Pada anak-anak umumnya generalisasi marginal gingivitis karena
akumulasi dental plak. Yang dapat diatasi dengan OH yang baik, sedangkan pada
pasien dewasa harus dilakukan scalling+kuretase dan terkadang dibutuhkan
mukogingival surgeri.
Lesi lokal gingiva dapat terjadi karena occlusal trauma, fungsi abnormal karena
obat, contohnya dilantin. Pada pasien yang bernafas lewat mulut, open lip posture
dapat menyebabkan kekeringan pada mulut sehingga terjadi anterior marginal
gingivitis. Gingivitis kontraindikasi untuk perawatan ortodonti.
4. Palatum
Palatum mukosa diperiksa untuk :
a. Melihat patologik palatal swelling : indikative terhadap
displaced/impaksi, kista, etc.
b. Adanya trauma deep bite
c. Kedalaman palatum dan variasi bentuk yang berhubungan dengan bentukan wajah.
d. Melihat adanya cleft dari sudut yang berbeda
e. Rugae, dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik untuk proklinasi anterior.

5. Tonsil dan Adenoid


Meliputi ukuran dan inflamasi pada tonsil. Inflamasi yang lama pada tonsil
menyebabkan perubahan lidah dan postur rahang, sehingga terjadi ketidakseimbangan
orofasial sehingga terbentuk wajah adenoid.

6. Pemeriksaan Gigi Geligi


Meliputi pemeriksaan.
a. Status dental, contoh : jumlah gigi, erupsi, missing.
b. Dental dan anomali oklusal.
Gigi yang karies harus dirawat dulu sebelum perawatan ortho. Gigi-gigi harus
diperiksa untuk malformasi lain, hiplopasia, restorasi, pemakaian dan discolorisasi.
c. Assesment (perkiraan) dari basis apikal
- Sagital plane : cek hubungan molar clas I,II,III
- Vertikal plane : overjet, overbite (deep bite, openbite).
- Tranverse plane : diperiksa lateral shift dan crossbite.
d. Midline wajah harus tepat dengan midline gigi.
e. Ketidakteraturan gigi secara individual. Contoh : rotasi, displacement, fraktur
f. Bentuk dan kesimetrisan lengkung atas dan bawah.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analisis ekstraoral

Terdiri dari analisis Ekstra Oral dan Intra Oral


Analisis ekstraoral meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil, bibir,
fungsi bicara, kebiasaan jelek sedangkan analisis intraoral meliputi lidah, palatum,
kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada.
a. Bentuk kepala
Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan bentuk
muka, palatum maupun bentuk lengkung gigi. Bentuk kepala ada 3 yaitu : dolisefalik
(panjang dan sempit), mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik (lebar dan
pendek). Indeks untuk kepala yang dolisefalik adalah ≤ 0,75 sedangkan yang
brakisefalik ≥ 0,80, mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik antara
0,76-0,79.

Lebar kepala (B) (jarak bizigomatik supra mastoideus)


indeks kepala : x 100
Panjang kepala
(A) (Jarak Gl –
Oc)

Klasifikasi indeks kepala :


- Dolikosepali (kepala panjang sempit) : 70,0 – 74,9
- Mesosepali (kepala sedang ) : 75,0 – 79,9
- Brahisepali (kepala lebar persegi) : 80,0 – 84,9
Jika indeks : < 70,0 : Hipo Dolikosepali , > 84,9 : Hiper Brahisepali

b. Simetri wajah
Wajah pasien dapat dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung
dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau simetri dan proporsi ukuran
vertikal. Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan
bila terdapat asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri rahang
terhadap muka secara keseluruhan.
Pemeriksaan wajah dari arah depan :
1) Pasien dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah
yang besar kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang
tetapi kadang- kadang juga tidak, tergantung pada lebar wajah.
2) Perlu juga memeriksa garis median wajah yang diproyeksikan pada model
studi. Hal ini perlu untuk menentukan pergeseran median lengkung geligi
terhadap wajah.
c. Tipe wajah
Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, pertumbuhan basisi kranium
pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi muka. Kepala yang
dolikosefalik memebentuk muka yang sempit, panjang dan protusif yang disebut
muka sempit/leptoprosop.

Klasifikasi indeks muka :


- Euriprosop ( muka pendek, lebar) : 80,0 – 84,9
- Mesoprosop (muka sedang ) : 85,0 – 89,9
- Leptoprosop (muka tinggi, sempit) : 90,0 – 94,9
Jika indeks : < 80,0 : Hipo Euriprosop , > 94,9 : Hiper Leptoprosop
d. Tipe profil
Pemeriksaan profil dapat membedakan secara klinis pasien dengan keadaan yang
parah dari mereka yang mempunyai muka baik atau cukup baik. Kecembungan atau
kecekungan muka menunjukkan disproporsi rahang.
Tujuan pemeriksaan profil, yaitu :
a. Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagittal
b. Evaluasi bibir dan letak insisiv
c. Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibular

Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka yaitu :

- Cembung (convex), bila titik petemuan Lcb-Lca berada didepan garis Gl-Pog
- Lurus (straight ), bila titik petemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis Gl-Pog
- Cekung (concave), bila titik petemuan Lcb-Lca berada dibelakang garis Gl-Pog

Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (Gl), Lip Contour
atas (Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis referensi
Gl-Pog sebagaia acuan :

- Glabella (Gl) : Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah diantara alis
mata kanan dan kiri.
- Lip contour atas (Lca) : Titik terdepan bibir atas.
- Lip contour bawah (Lcb) : Tiik terdepan bibir bawah
- Pogonoin (Pog) : Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis mandibular

Menurut Schwarz (Boersma,1987) Tipe profil bervariasi masing-masing menjadi :

- Cembung (Anteface ) bila titik Sub nasale (Sn) berada di depan titi Nasion (Na)
- Lurus (Average face) bila titik Sub nasale (Sn) berada tepat segaris dengan
Nasion (Na)
- Cekung (Retroface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di belakang titik Nasion (Na

Masing-masing tipe ini masih bisa bervariasi dengan kombinasi :

- Retrognatik (Dorsaly rotated dintition ) : Bila gigi-geligi rahang bawah berotasi


ke arah belakang sehingga posisi titik Pog tampak lebih ke belakang dari posisi
Nasion
- Ortogantik (Unrotated dentition): Bila gigi-geligi rahang bawah tidak berotasi /
posisinya normal titik Pog tampak lurus terhadap Nasion
- Prognatik (Ventraly rotated dentition) : Bila gigi-geligi rahang bawah berotasi
kedepan, dagu (titik Pog) tampak maju terhadap Nasion
- Nasion (Na) adalah titik terdepan dari sutura Fronto nasalis
- Subnasale (Sn) adalah titik titik terdepan tepat dibawah hidung

Dengan demikian akan didapatkan 9 tipe muka :

- Cembung : Anteface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik


- Lurus : Average face dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
- Cekung : Retroface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik

e. Otot – otot mastikasi dan otot-otot bibir


Serabut otot bersifat elastis , mempunyai dua macam ketegangan (tonus), aktif dan
pasif. Pada waktu kontraksi terdapat ketegangan yang aktif dan apabila dalam
keadaan dilatasi terdapat ketegangan pasif. Dengan demikian pada waktu istirahat
otot-otot mastikasi dan bibir mempunyai tonus yang dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan yang harmonis, bila tidak normal tonus otot sangat kuat (hypertonus)
atau sangat lemah (hipotonus) dapat menimbulkan anomali pada lengkung gigi akibat
adanya ketidakseimbangan atara tekanan otot di luar dan di dalam mulut.
Pada pemeriksaan klinis, periksa :
- Otot-otot mastikasi : normal / hypertonus / hypotonus
- Otot bibir atas : normal / hypertonus / hypotonus
- Otot bibir bawah : normal / hypertonus / hypotonus

 Keadaan bibir pada waktu istirahat (rest position) : terbuka / menutup


Bibir terbuka pada waktu rest posisi bisa disebabkan karena bibir terlalu pendek
(incompetent) atau hypotonus otot bibir sering dijumpai pada pada pasien yang
gigi depannya protrusif.
 Keadaan pipi : normal / cembung / cekung
Keadaan ini juga berkaitan dengan tonus otot-otot pipi (m. masseter) pasien.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analisis fungsional

a. Freeway space
Freeway spee adalah jarak inter-oklusal pada saat mandibula dalam keadaan posisi
istirahat. Adapun cara pengukurannya adalah penderita didudukkan dalam posisi
istirahat. Kemudian ditarik garis yang menghubungkan antaa titik diujung hidung dan
ujung dagu dan dihitung berapa jaraknya, kemudian penderita dalam keadaan oklusi
sentris, kemudian ditarik garis yang menghubungkan antara titik di ujung hidung dan di
ujung dagu dan dihitung berapa jaraknya. Nilai FWS = jarak pada saat posisi istirahat
dikurangi jarak pada saat oklusi sentris. Nilai normal menurut Houston (1989) = 2 – 3
mm. Nilai FWS perlu diketahui dan dapat digunakan sebagai panduan untuk melakukan
atau pemberian gigit diposterior sehubungan dengan adanya gigitan terbalik anterior.
Apabila FWS lebih besar dari pada tumpang gigit maka tidak perlu diberi peninggian
gigit posterior. Sedangkan bila FWS lebih kecil dari pada tumpang gigit maka perlu
diberi peninggian gigit posterior.
b. Path Of Closure
Path of closure adalah gerakan mandibula dari posisi istirahat menuju oklusi sentris.
Path Of Closure dikatakan normal apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan
belakang. Bagian otot yang bekerja pada mandibula dalam keadaan relaksasi dan kondili
mandibula pada possii retrusi pada fosa glenoidalis. Sedangkan yang tidak normal apabila
terdapat deviasi mandibula dan displacement mandibula.
Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusal maksimum berupa
gerakan engsel sederhana melewati freeway space sebesar 2-3 mm. Ada 2 macam
perkecualian path of closure yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan displacement
mandibula.

Perlu dibedakan antara deviasi mandibula dan displacement mandibula karena


perawatannya berbeda. Deviasi biasanya tidak menyebabkan rasa sakit, keausan pada gigi
atau rusaknya jaringan periodontal. Displacement mandibula pada jangka panjang dapat
menyebabkan terjadinya ketiga hal di atas.

c. Deviasi Mandibula
Keadaan ini berhubungan dengan posisi keadaan mandibula. Bila mandibula
dalam posisi kebiasaan, maka jarak antaroklusal akan bertambah sedangkan kondili
terletak lebih maju di dalam fosa glenoides. Arah path of closure adalah ke atas dan ke
belakang akan tetapi bila gigi telah mencapai oklusi mandibula terletak dalam relasi
sentrik.

Displacement Mandibula
Displacement dapat terjadi dalam jurusan sagital dan transversal. Kontak prematur dapat
menyebabkan displacement mandibula untuk mendapatkan hubungan antartonjol gigi yang
maksimum. Dalam jangka panjang displacement dapat terjadi selama pertumbuhan gigi.
Dalam beberapa keadaan displacement terjadi pada fase gigi sulung, kemudian pada saat
gigi permanen erupsi gigi tersebut akan diarahkan oleh kekuatan otot ke letak yang
memperparah terjadinya displacement. Displacement dapat terjadi pada usia lanjut karena
gigi yang maju dan tidak terkontrol yang disebabkan karena hilangnya posterior akibat
pencabutan. Displacement dalam jurusan transversal sering berhubungan dengan adanya
gigitan silang posterior. Bila lengkung geligi atas dan bawah sama lebarnya, suatu
displacement mandibula ke transversal diperlukan untuk mencapai posisi oklusi
maksimum. Bila hal tersebut terjadi maka akan didapatkan relasi gigitan silang gigi
posterior pada satu sisi. Displacement ke transversal tidak berhubungan dengan
bertambahnya jarak antaroklusal.

Adanya gigitan silang unilateral gigi posterior yang disertai adanya garis median atas
dan bawah yang tidak segaris akan menimbulkan dugaan adanya displacement ke
transversal. Keadaan ini perlu diperiksa dengan seksama dengan memperhatikan pasien
pada saat menutup mandibula dari posisi istirahat ke posisi oklusi. Keadaan yang perlu
diperhatukan adalah letak garis median baik pada possisi istirahat maupun pada posisi
oklusi.Bila terdapat gigitan silang unilateral pada keadaan ini, perlu dilakukan ekspansi
regio posterior rahang atas ke arah transversal. Tidak semua gigitan silang unilateral
berhubungan dengan dispacement. Kadang-kadang didapatkan asimetri rahang atas dan
bawah. Bila tidak terdapat displacement tetapi terdapat gigitan silang unilateral maka perlu
dipertimbangkan apakah perlu dirawat atau tidaknya.

Displacement ke arah sagital dapat terjadi karena adanya kontak prematur pada
daerah insisiv. Pada keadaan ini biasanya daidapatkan over closure mandibula. Pada
kasusu kelas III ringan terdapat gigitan edge to edge pada insisivi, mandibula bergeser ke
anterior untuk mendapatkan oklusi di daerah bukal. Displacement ke posterior kadang juga
dapat terjadi. Perlu diperhatikan perbedaan displacement mandibula ke posterior yang
sering terjadi pada relasi inisisivi kelas II dengan displacement ke posterior pada pasien
dengan gigi yang masih lengkap. Displacement ke posterior sering terjadi pada pasien yang
kehilangan gigi posterior.

Cara pemeriksaan path of closure adalah penderita didudukkan pada posisi istirahat.
Dilihat posisi garis mediannya, penderita diinstruksikan uktuk oklusi sentris dari posisi
istirahat dan dilihat kembali posisi garis mediannya. Apabila posisi garis median pada saat
posisi istirahat menuju oklusi sentris tidak terdapat pergeseran BERARTI tidak ada
gangguan path of closure dan apabila posisi garis media pada saat posisi istirahat menuju
oklusi sentris terdapat pergeseran berarti terdapat gangguan path of closure.
d. TMJ (temporo mandibular junction)
Pada panduan umum bila pergerakan mandibula normal berarti fungsinya tidak
terganggu, sebaliknya bila pergerakan mandibula terbatas biasanya menunjukkan adanya
masalah fungsi. Oleh karena itu satu indikator penting tentang sendi temporomandibula
adalah lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35-40 mm, 7 mm
gerakan ke lateral dan 6 mm ke depan. Palpasi pada otot pengunyahan dan sendi
temporomandibula merupakan bagian pemeriksaan rutin dan perlu dicatat tanda-tanda
adanya masalah pada sendi temporomandibula, misalnya adanya rasa sakit pada sendi,
suara dan keterbatasan pembukaan.
Cara pemeriksaaanya adalah penderita didudukkan pada posisi istirahat,
diletakkan kedua jari telunjuk operator dibagian luar meatus accuticus externus kiri dan
kanan penderita dan penderita diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulutnya.
Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi bagian luar meatus accustucus evternus
atau bunyinclicking pada saat mandibula membuka dan menutup mulut BERARTI pola
pergerakan TMJ normal

e. Pola Atrisi
Adalah permukaan oklusal gigi yang datar atau rata karena faktor pemakaian atau
oleh karena kebiasaan jelek seperti bruxism sehingga menyebabkan bentuk wajah yang
lebih pendek dan fungsi kunyah akan menjadi terganggu. Bila hal tersebut tidak dirawat,
maka akan dapat menimbulkan ngilu pada gigi serta rasa sakit pada sendi rahang.
Pola atrisi dikatakan normal apabila terjadinya atrisi gigi yang disebabkan oleh
karena pemakaian gigi yang telah lama, misalnya gigi atrisi pada orang yang telah lanjut
dan atrisi gigi susu pada anak-anak yang telah memasuki fase gigi permanen. Sedangkan
bila dikatakan pola atrisi tidak normal apabila terjadinya atrisi gigi oleh karena adanya
kebiasaan jelek, misalnya bruxism. Contohnya atrisi gigi permanen pada penderita usia
muda atau pada anak-anak pada fase gigi pergantian.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenail analisis model studi


a. Bentuk Lengkung Geligi
Model dilihat dari oklusal kemudian diamati bentuk lengkung geligi. Bentuk
lengkung geligi yang normal adalah berbentuk parabola; ada beberapa bentuk lengkung
geligi yang tidak normal misalnya lebar, menyempit di daerah anterior dan lain-lain.

b. Diskrepansi Pada model


Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia (available
space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space).Fungsinya sendiri untuk
menetukan macam perawatan pasien tersebut, apakah termasuk perawatan
pencabutangigi permanen atau tanpa pencabutan gigi permanen. Ada berbagai cara untuk
mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara untuk mengukur tempat yang tersedia di
rahang atas adalah dengan cara membuat lekungan dari kawat tembaga (brass wire
mulaidari mesial molar pertama permanen kiri melewati fisura gigi-gigi di depannya
terus melewati insisal insisivi yang letaknya benar terus melewati fisura benar terus
melewati fisura gigi-gigi posterior sa gigi-gigi posterior sampai mesial molar pertama per
mpai mesial molar pertama permanen sisi kanan. Kawat ini kemudian diluruskan dan
diukur panjangnya. Panjang kawat ini sisi kanan.
Kawat ini kemudian diluruskan dan diukur panjangnya. Panjang kawat ini
merupakan tempat yang tersedia . untuk rahang bawah lekung kawat tidak melewati
fissure gigi posterior tetapi lewat tonjol bukal gigi posterior rahang bawah. Pengukuran
lebar mesiodital gigi juga dapat dipakai untuk penilaian apakah lebar gigi normal atau
terdapat mikrodontia atau makrodontia. Jumlah lebar keempat insisivi atas permanan
antara 28 mm sampai 36 mm dianggap normal.

c. Analisis Ukurang gigi


Tooth size analysis atau lebih sering disebut analisis bolton dilakukan dengan
mengukur lebar mesiodistal setiap gigi permanen. Ukuran ini kemudian dibandingkan
dengan tabel standart jumlah lebar gigi anterior atas maupun bawah (dari kaninus ke
kaninus) dan juga jumlah lebar mesiodistal semua gigi atas dan bawah (molar
pertama ke molar pertama) tidak termasuk moalr kedua dan ketiga. Bila perbedaan
ukuran gigi ini kurang dari 1,5mm jarang berpengaruh secara signifikan, tetapi kalau
melebihi 1,5 mm akan menimbulkan maslah dalam perawatan ortodonti dan
sebaiknya hal ini dimasukkan dalam pertimbangan perawatan ortodontik

d. Kurva Spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir
pada rahang bawah. Pada keadaan n pada rahang bawah. Pada keadaan normal
kedalamanny ormal kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm. a tidak melebihi 1,5 mm.
Kurva spee adalah kurva dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal dengan
radius pada orang dewasa 65-70 mm. kurva ini berkontak berkontak di empat lokasi
yaitu permukaan permukaan anterior kondili, daerah kontak distooklusi molar ketiga ,
daerah kontak mesiooklusal molar pertama dan tepi insisal. Mungkin karena sample
yang disampaikan berbeda beberapa beberapa peneliti peneliti (Hitchock (Hitchock
dale) mencoba mencoba mengukur mengukur sesuai dengan yang dilakukan
dilakukan oleh spee tetapi tidak memperoleh hasil oleh spee tetapi tidak memperoleh
hasil yang sama d yang sama dengan spee.

e. Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan. Adanya
diastema pada fase gigi geligi pergantian masih merupakan keadaan normal, tetapi
adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk
mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal
f. Malposisi Gigi

g. Pergeseran Garis Median


Untuk menilai apakah ada pergeseran garis median lengkung geligi terhadap median
muka dilihat letak gigi insisiv sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak insisiv sentral
terletak disebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran
ke kiri, demikian pula sebaliknya. Penentuan garis median muka sebaiknya dilakukan
langsung pada pasien.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai analisis sefalometri


Penggunaan titik-titik sefalometri dalam analisis jaringan keras
a. Sella ( S ) : titik pusat geometric dari fossa pituitary.
b. Nasion ( N ) : titik yang paling anterior dari sutura fronto nasalis atau sutura
antara tulang frontal dan tulang nasal.
c. Orbitale ( Or ) : titik paling rendah dari dasar rongga mata yang terdepan.
d. Sub-spina ( A ): titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan
prosthion, biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis maksila.
e. Supra-mental ( B ) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion dan
biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis mandibula.
f. Pogonion ( Pog ) : titik paling depan dari tulang dagu.
g. Gnathion ( Gn ) : titik di antara pogonion dan menton.
h. Menton ( Me ) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu
i. Articulare ( Ar ) : titik perpotongan antara batas posterior ramus dan batas inferior
dari basis kranial posterior.
j. Gonion ( Go ) : titik bagi yang dibentuk oleh garis bagi dari sudut yang dibentuk oleh
garis tangen ke posterior ramus dan batas bawah dari mandibula.
k. Porion ( Po ) : titik paling superior dari meatus acusticus externus.
l. Pterygomaxilary ( PTM ) : Kontur fissura pterygomaxilary yang dibentuk di anterior
oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh kurva anterior dari prosesus
pterygoid dari tulang sphenoid.
m. Spina Nasalis Posterior ( PNS ) : Titik paling posterior dari palatum durum.
n. Anterior nasal spine ( ANS ) : Ujung anterior dari prosesus maksila pada batas bawah
dari cavum nasal.
o. Basion ( Ba ) : Titik paling bawah dari foramen magnum.
p. Bolton : Titik paling tinggi pada kecekungan fosa di belakang kondil osipital..
Analisis Sefalometri
Ada banyak analisis sefalometri dapat membantu menentukan hubungan antara fasial
dengan skeletal, seperti Downs, Steiner, Koski, Ricketts dan sebagainya. Analisis yang
digunakan harus dapat menilai hubungan anterior-posterior antara maksila dan
mandibula dengan basis kranial, dan juga hubungan vertikal antara mandibula dengan
basis kranial sehingga diagnosis yang dihasilkan akurat. Menurut Jefferson, analisis
sefalometri yang ideal harus mudah di-tracing, mudah untuk mendiagnosis, efisien,
universal (dapat digunakan pada individu siapapun tanpa melihat ras, jenis kelamin,
umur, dan sebagainya), akurat, dan sesuai dengan proporsi biologis.
Garis atau Bidang pada Sefalometri

Garis referensi yang menghubungkan dua titik dibuat sebelum dilakukan pengukuran
angular dan linear.Ada sejumlah besar garis pedoman pada tengkorak yang dibicarakan pada
literature antropologi, tetapi hanya beberapa garis yang berhubungan langsung dengan ortodonti
yang akan dibicarakan.Garis atau bidang yang digunakan dalam sefalometri adalah sebagai
berikut :

a.Sella-nasion (SN) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik sella tursika ke titik nasion.
bidang ini menggambarkan struktur anatomi yang dikenal sebagai basis kranial anterior.

b.Frankfort horizontal (FH) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik porion ke titik orbital.
Penentuan lokasi ear rods yang salah akan mengakibatkan kesalahan juga dalam penentuan letak
porion. Oleh karena itu, penentuan letak ear rods dengan teliti akan menghasilkan posisi bidang
frankfort yang tepat.

c.Bidang palatal : bidang yang dihubungkan oleh titik spina nasalis anterior dan posterior.
Disebut juga bidang maksila.

d.Bidang fasial(N-Pog) : bidang yang dihubungkan oleh titik nasion dan pogonion.

e.Bidang mandibula : bidang yang dihubungkan oleh titik menton dan gonion. Cara termudah
adalah membuat garis dari menton membentuk tangen terhadap tepi bawah mandibula pada
sudut mandibula. Posisi bidang mandibula akan tidak tepat bila saat pengambilan foto
sefalometri pasien tidak dalam keadaan oklusi sentrik.

f.Bidang ramus : bidang yang menyinggung tepi posterior dari ramus ascenden mandibula dan
melalui titik artikulare.

g.Bidang oklusi : bidang yang dibentuk dari garis yang melewati occlusal cusp mesial dari gigi
molar dan pertengahan antara ujung gigi insisivus atas dan bawah. Bidang ini dikenal sebagai
bidang oklusal fungsional (FOP).

h.Y-axis (S-Gn) : garis yang dihubungkan oleh titik sella tursika dengan gnation. Garis ini
digunakan sebagai indikator pertumbuhan fasial dengan mengukur sudut antara S-Gn dengan FH
atau bidang Frankfort menurut analisis Downs. Sedangkan menurut analisis Steiner yaitu sudut
antara S-Gn dengan titik N.

Analisis skeletal dibagi menjadi dua yaitu pengukuran skeletal anterior posterior dan
vertikal. 9,24 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bishara mengenai analisis sefalometri pada
penduduk Iowa ras Kaukasoid di Eropa utara, pengukuran skeletal anteroposterior berupa
pengukuran SNA, SNB, ANB, Wits (m m), NAPog, SNPog dan FH:NPog dan pengukuran
skeletal vertikal berupa pengukuran N -Ans (mm), N - Me (mm), N:Ans ́ (%) , Ar ́ -Go (mm),
S:Go (mm), MP:SN, MP:FH , NSGn dan FH:SGn . 24 Peneli tian ini tidak melakukan semua
pengukuran di atas. Pengukuran yang dilakukan a ntara lain sebagai berikut :
a. Hubungan maksila terhadap basis kranial ( L SNA) Menurut analisis Steiner s udut ini
digambarkan oleh hubungan titik A (subspinale ) yang merupakan titik paling dalam dari
kurvatura alveolaris rahang atas dengan bidang sella -nasi on atau basis kranial anterior.
2,9,10,22- 24 Nilai rata -rata normal SNA untuk etnik Kaukasoid adalah 82º. 2,1 0 Menurut
Steiner nilai normal dari SNA adalah 82 º ± 2 º. 9,22 ,25 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Bishara pada penduduk Iowa, nilai rata -rata no rmal SNA untuk etnik Kaukasoid di atas 18
tahun adalah 82º untuk laki-laki dan 81º untuk perempuan. 2,10,24 Menurut analisis Tweed, nilai
SNA digunakan untuk menentukan posisi anteroposterior maksila terhadap basis kranial. Sama
seperti Steiner, nilai batas normal SNA adalah 80º - 84°. Pasien ya ng memiliki nilai SNA > 84º
menginterpretasikan posisi maksila yang prognasi, sedangkan SNA < 80º menginterpretasikan
posisi maksila yang retrognasi.

b. Hubungan mandibula terhadap basis kranial ( L SNB) Sudut ini digambarkan oleh hubungan
titik B (supramental e) atau titik paling dalam dari kurvatura alveolaris rahang
bawah dengan basis kranial anterior. 2,9,10,23,24,25 Menurut analisis Steiner dan
Tweed pengukuran sudut ini berguna untuk mengetahui posisi mandibula terhadap basis
kranial. 22 Berdasarkan analisis Steiner, nilai normal dari SNB adalah 78º ± 2 º sedangkan
berdasarkan analisis Tweed nilai batas normal SNB adalah 78º - 82º. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, nilai ra ta-rata normal SNB
untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 80º untuk laki -laki dan 78º untuk
perempuan. 2,10,22,24,25 Jika lebih dari nilai normal berarti posisi mandibula prognasi
sedangkan kurang dari nilai normal menunjukkan posisi mandibula yang
retrognasi. 2,9,22 Nilai SNB yang kurang dari 74º atau yang lebih dari 84º
mengindikasikan perlunya pembedahan orthognathic .

c. Hubungan maksila ter hadap mandibula ( L ANB) Sudut ANB merupakan perbedaan
antara sudut SNA dan SNB . Menurut analisi s Steiner, pengukuran SNA dan SNB dapat
menunjukkan posisi rahang yang salah tetapi pengukuran ANB bersifat lebih
signifikan dimana pengukuran ini menunjukkan hubungan rahang terhadap titik yang
lainnya. Pengukuran ini juga memberikan informasi adanya diskrepansi anteroposterior dari
basis apikal maksila terhadap mandibula. 22 Menurut analisis Steiner, nilai normal ANB
adalah 2º sedangkan menurut analisis Tweed adalah 1º - 5º. 22 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, nilai rata -rata normal ANB untuk etnik Kaukasoid
di atas 18 tahun adalah 2º untuk laki-laki dan 3º untuk perempuan. 2,10,24 Untuk
menginterpretas i sudut ANB harus diketahui besar sudut SNA nilai ANB 0,5 - 4,5 derajat
menunjukkan pola pertumbuhan skeletal Klas I. Nilai ANB yang positif menggambarkan
maksila yang lebih maju daripada mandibula. Nilai yang negatif menggambarkan
mandibula yang lebih maju daripada maksila. ANB memiliki nilai yang negatif jika nilai
SNB lebih besar daripada nilai SNA. Nilai ANB yang lebih besar daripada 4,5 derajat
menggambarkan pola pertumbuhan skeletal Klas II. Nilai ANB ≤ 0 mengindikasikan pola
pertumbuhan skeletal Klas III
d. Sudut konveksitas wajah ( L NAPog)
Menurut analisis Ricketts, konveksitas wajah tengah diukur dari titik A terhadap bidang
fasial yaitu N -Pog. Nilai normal NAPog pada umur 9 tahun menurut Ricketts adalah 2 mm dan
akan menurun 1 ⁰ setiap 5 tahun. Menurut analisis Down s, sudut ini ditentukan oleh
perpotongan garis NA dan Pog. Sudut ini mengukur derajat batas anterior lengkung basal
maksila (titik A) terhadap total profil wajah (N -Pog).

Menurut analisis Downs, batas normal sudut konveksitas wajah adalah -8,5º sampai 10º.
22 Rata -rata untuk etnik Kaukasoid adalah 0º yang menunjukkan profil wajah yang
lurus. 2 Berd asarkan penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, nilai rata -rata
normal NAPog untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 3º untuk laki-laki dan 6º untuk
perempuan. 2,10,24 Sudut NAPog bernilai positif bila garis A -Pog yang diperpanjang terl
etak lebih anterior dari garis NA dan sebaliknya. Besar sudut ini dipengaruhi letak titik
subspinalis (titik A) dan Pog dalam jurusan sagital. Sudut negatif menunjukkan wajah yang
cekung atau pola skeletal Klas III sedangkan sudut positif menunjukkan wajah yang
cembung atau pola skeletal Klas II. Sudut negatif dapat disebabkan titik A yang terletak
posterior atau titik Pog yang terletak anterior sedangkan sudut yang positif menunjukkan
titik A yang anterior atau titik Pog yang posterior

e. Jarak insisivus atas terhadap bidang A -Pog (U1 : APog) Menurut analisis Downs, jarak ini
menggambarkan protrusi insisivus maksila yang diukur dari incisal edge insisivus sentralis
maksila sampai pada garis dari titik A ke titik Pog. Jarak ini merupakan l okasi anteroposterior
dari ujung insisal yang paling labial dari insisivus sentralis atas terhadap basis maksila
dan dagu. Jarak ini merupakan pedoman posisi gigi insisivus atas terhadap profil skeletal
atas. 22 Nilai jarak normalnya minimal -1 mm dan maksimal 5 mm dengan rata -rata 2,7
mm. Berda sarkan penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, jarak rata -rata
normal insisivus terhadap bidang A -P og untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah
4 mm untuk laki-laki dan 6 mm untuk perempuan. 2,10,24 Jika jaraknya bernilai positif, berarti
posisi incisal edge berada di depan garis A- Pog dan hal ini mengindikasikan insisivus
maksila yang protrusi f. Jika jaraknya bernilai negatif, berarti posisi incisal edge berada
di belakang garis A -Pog dan mengindikasikan insisivus maksila yang retrusif. Semakin
dekat ujung insisal insisivus sentralis atas terhadap garis A -Pog semakin baik juga
hubungan gigi insisivus dan bentuk wajah.

f. Jarak insisivus sentralis atas terhadap garis N -A (U1 : NA) Lokasi anteroposterior dan
angulasi dari insisivus ma ksila ditentukan dengan mengukur jarak dari permukaan
insisivus sentralis atas yang paling labial terhadap garis NA. Menurut analisis Steiner,
lokasi relatif dan inklinasi aksial insisivus maksila ditentukan dengan menghubungkan
gigi dengan garis dari nasion ke titik A (NA). Sudut insisivus maksila ke garis NA
menunjukkan informasi relasi angular dari insisivus maksila sedangkan posisi insisivus
sentral maksila terhadap NA dalam satuan mm menunjukkan posisi anteroposterior
insisivus terhadap garis NA. Nilai normalnya menurut Steiner adalah 4 mm. Nilai yang
positif menunjukkan bahwa letak insisivus lebih anterior daripada garis NA sedangkan nilai
negatif menunjukkan bahwa letak insisivus lebih posteri or dari garis NA. Nilai normal jarak
insisivus atas terhadap garis NA adalah 3 mm ± 2
g. Jarak insisivus sentralis bawah terhadap garis N- B (L1 : NB) Lokasi anteroposterior dan
angulasi dari insisivus mandibula ditentukan dengan mengukur jarak linear dari
permukaan insisivus bawah paling labial terhadap garis NB atau basis mandibula. 1,9, 22, 24
Jarak ini diukur untuk menunjukkan posisi anteroposterior gigi terhadap garis NB. Tepi
labial insisivus mandibula terletak 4 mm di depan garis NB . 22 Nilai normal jarak
insisivus bawah terhadap garis NB adalah 3 mm ± 2. 9 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Bishara pada penduduk Iowa, ja rak rata -rata normal insisivus bawah terhadap
bidang NB untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 4 mm untuk laki-laki dan 5 mm
untuk perempuan
Daftar Pustaka

W./B. Houston. 1991. Diagnosis Ortodonti. Jakarta : EGC

Ardhana, Wayan. 2009. Ortodonsia I : Prosedur Pemeriksaan Ortodontik : Fakultas


Kedokteran Gigi UGM

Repository UGM

Anda mungkin juga menyukai