Disusun oleh :
2022
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. Pengertian Asfiksia..........................................................................................................................5
a. Gejala asfiksia..............................................................................................................................5
b. Gejala ringan atau sedang............................................................................................................6
c. Cara penanganan asfiksia neonatorum.........................................................................................7
B. Respiratory Distress Syndrome (RDS)............................................................................................7
a. Penyebab RDS Pada Bayi Prematur............................................................................................8
b. Siapa yang Berisiko Terkena RDS...............................................................................................8
c. Tanda dan Gejala RDS................................................................................................................9
d. Pengobatan RDS..........................................................................................................................9
C. Hiperbilirubinemia.........................................................................................................................10
a. Gejala hiperbilirubin pada bayi..................................................................................................10
b. Penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.....................................................................11
c. Cara mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi............................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................14
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari teman-teman yang sudah membantu dalam pembuatan makalah ini yang
serjudul ‘’ Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan penyakit asfiksia,RDS,dan
hiperbilirubinemia ‘’ yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
pelajari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia pada bayi baru lahir dikenal juga dengan nama asfiksia perinatal atau
asfiksia neonatorum. Secara harfiah, pengertian asfiksia adalah kondisi saat pasokan
oksigen menurun atau terhenti.
Perkembangan penyakit dengan RDS bergantung pada ukuran dan usia kehamilan
bayi, tingkat keparahan penyakit, keberadaan infeksi, apakah bayi mengalami kelaintan
jantung atau patent ductus arteriosus, dan apakah bayi membutuhkan bantuan mekanis
untuk bernapas. Biasanya RDS memburuk pada 48 pertama sampai 72 jam, kemudian
membaik setelah mendapatkan pengobatan.
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah
sehingga melebihi nilai normal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gejala dari penyakit asfiksia?
2. Bagaimana mengobat penyakit RDS?
3. Ciri – ciri penyakit hiperbilirubinemia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja cari-ciri dari penyakit RDS, Asfiksia Dan
Hiperbilirubinemia
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi penyakit RDS, Asfiksia Dan
Hiperbilirubinemia
3. Untuk mengetahui gejala dari penyakit RDS, Asfiksia Dan Hiperbilirubinemia
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asfiksia
Apa itu asfiksia pada bayi baru lahir? risiko melahirkan bayi premature.
Asfiksia pada bayi baru lahir dikenal juga dengan nama asfiksia perinatal atau asfiksia
neonatorum. Secara harfiah, pengertian asfiksia adalah kondisi saat pasokan oksigen
menurun atau terhenti.
Perinatal adalah kondisi yang mencakup sebelum, selama, dan setelah melahirkan,
baik melahirkan normal dengan posisi persalinan apa pun maupun operasi caesar.
Sementara neonatorum merujuk pada penyakit yang dialami oleh bayi baru lahir.
Berdasarkan pengertian tersebut, asfiksia neonatorum atau pada bayi baru lahir
adalah kondisi ketika bayi kurang mendapatkan oksigen saat dilahirkan. Hal ini otomatis
membuat bayi menjadi susah bernapas, baik sebelum, selama, maupun setelah kelahiran.
Adapun ini membuat otak serta organ tubuh bayi lainnya tidak mendapatkan
asupan oksigen serta nutrisi yang cukup. Asfiksia neonatorum merupakan kondisi fatal
bagi bayi. Pasalnya, kekurangan oksigen membuat sel-sel di otak dan tubuh bayi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
Ini pun menyebabkan produk sisa, seperti limbah asam, menumpuk di dalam sel
dan menyebabkan kerusakan otak. Bahkan, kondisi ini dapat menyebabkan masalah
jangka panjang pada bayi, seperti gangguan intelektual, kejang, perkembangan
terhambat, hingga cerebral palsy.
a. Gejala asfiksia
Pada bayi baru lahir bisa berbeda-beda antara satu dan lainnya. Bahkan kadang,
gejala dari kondisi ini bisa langsung muncul, tapi bisa juga tidak terdeteksi sesaat setelah
bayi dilahirkan. Salah satu tanda yang biasanya muncul yakni kadar oksigen darah atau
saturasi yang lebih rendah.
Secara umum, berikut berbagai gejala asfiksia perinatal sebelum bayi dilahirkan
berdasarkan UCSF Benioff Children’s Hospital.
Irama atau denyut jantung bayi yang tidak normal.
5
Peningkatan kadar asam di dalam aliran darah bayi.
Setelah dilahirkan, gejala asfiksia neonatorum atau pada bayi baru lahir biasanya sebagai
berikut.
Kulit tampak pucat atau berwarna agak kebiruan.
Susah bernapas, hingga menyebabkan bayi bernapas dengan cepat atau
terengah-engah, dan menggunakan perut.
Detak jantung agak melambat.
Otot melemah.
Bayi terlihat lemas.
Pertumbuhan terhambat.
Ada mekonium (feses pertama bayi) di cairan ketuban, kulit, kuku, atau tali
pusar.
Selain itu, gejala asfiksia neonatorum juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat
keparahannya. Berikut adalah penjelasannya.
6
Artinya, semakin lama bayi tidak memperoleh jumlah oksigen yang cukup, semakin
besar pula kemungkinan gejala di atas muncul.
7
a. Penyebab RDS Pada Bayi Prematur
RDS menyerang bayi ketika bayi tidak memiliki cukup surfaktan di paru-paru.
Surfaktan yaitu cairan yang dibuat oleh paru-paru yang menjadikan saluran udara
(alveoli) tetap terbuka. Cairan ini melapisi alveoli dan memungkinkan bayi untuk
menghirup udara sesudah lahir. Pembuatan surfaktan pada bayi yang belum lahir
dimulai pada sekitar 26 minggu kehamilan. Bila bayi lahir prematur, yaitu sebelum 37
minggu kehamilan, kemungkinan dia belum membuat surfaktan yang cukup.
Ketika tidak ada cukup surfaktan, alveoli menguncup bahkan kolaps setiap kali
bayi bernafas. Ketika alveoli kolaps, sel yang rusak berkumpul di saluran udara.
Selanjutnya sel-sel tersebut mempengaruhi pernapasan. Bayi harus bekerja lebih
keras agar bisa bernafas mencoba untuk mengembalikan saluran udara yang rusak.
Jumlah oksigen yang diterima bayi lebih sedikit ketika fungsi paru-paru bayi
memburuk. Di dalam darah akan terjadi penumpukan karbon dioksida dalam jumlah
Lebih banyak. Hal ini bisa mengakibatkan peningkatan asam dalam darah atau
asidosis. Organ tubuh bayi lainnya bisa terpengaruh oleh kondisi ini. Bila tidak dapat
pengobatan, bayi akan menjadi kelelahan karena mencoba bernapas dan lama
kelamaan menyerah. Sebagai gantinya diperlukan ventilator untuk membantu
pernapasan.
8
Infeksi
Ibu yang menderita diabetes (bayi dengan terlalu banyak insulin dalam
tubuhnya bisa menunda pembuatan surfaktan)
d. Pengobatan RDS
Pengobatan akan bergantung pada gejala, usia, dan kesehatan umum bayi. Selain
itu, pengobatan juga akan bergantung pada seberapa parah kondisinya. Pengobatan
untuk RDS bisa meliputi:
Menempatkan selang pernapasan ke tenggorokan bayi (trakea)
Menggunakan ventilator untuk membantu bayi bernapas
Oksigen ekstra
Continuous positive airway pressure/Tekanan saluran udara positif berkelanjutan
(CPAP), yaitu mesin pernapasan yang mendorong aliran udara atau oksigen ke saluran
udara secara terus menerus. Alat ini membantu agar saluran udara kecil di paru-paru
tetap terbuka.
Surfaktan buatan. Ini akan sangat membantu jika mulai diberikan pada 6 jam
pertama setelah kelahiran. Penggantian surfaktan bisa membantu mengurangi agar RDS
tidak menjadi lebih serius. Cairan ini diberikan sebagai pengobatan pencegahan untuk
9
beberapa bayi yang berisiko sangat tinggi terkena RDS. Bagi orang lain yang mengalami
sakit setelah melahirkan, cairan ini digunakan sebagai metode penyelamatan. Surfaktan
adalah cairan yang diberikan melalui selang pernapasan. Obat untuk membantu
menenangkan bayi dan meredakan nyeri selama pengobatan
C. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah
sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami
hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan hiperbilirubinemia
pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin atau mengalami
hemolisis, kurangnya albumin sebagai alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati,
penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan
sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
10
b. Penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
Ketika ibu hamil, bilirubin di dalam darah bayi dibuang oleh plasenta. Ketika bayi
lahir dan plasenta tidak lagi berfungsi, maka tugas ini diambil alih oleh hati. Dalam kasus
bilirubin tinggi pada bayi, banyak hal dapat menjadi penyebabnya, antara lain:
1. Jaundice fisiologis
Kondisi ini biasanya terjadi pada hari kedua hingga hari ketiga kelahiran
bayi dan merupakan hal yang normal karena organ hati masih melakukan
penyesuaian fungsi setelah sebelumnya bilirubin dibuang oleh plasenta.
2. Breastfeeding jaundice (BFJ)
Breastfeeding jaundice (BFJ) terjadi ketika bayi tidak bisa menyusu
langsung dengan baik karena beberapa hal, misalnya harus menjalani hari-hari
pertama terpisah dari ibunya sehingga tidak mendapatkan asupan ASI. BFJ
banyak ditemui pada bayi yang lahir prematur antara 34-36 minggu, maupun bayi
yang lahir cukup bulan 37-38.
3. Breastmilk jaundice (BMJ)
Bila penyakit kuning biasa hanya berlangsung beberapa hari atau minggu,
BMJ bisa bertahan hingga bayi berusia 3 bulan (12 minggu). BMJ terjadi ketika
ada kandungan dalam air susu ibu (ASI) yang justru membuat kadar bilirubin
dalam darah bayi meningkat. Sekitar 2 persen bayi mengalami kondisi
hiperbilirubinemia yang satu ini.
4. Hemolisis
Kondisi ini terjadi karena perbedaan golongan darah atau resus antara
darah ibu dan bayi. Hiperbilirubin karena hemolisis juga dapat terjadi ketika ada
kelainan pada sel darah merah bayi.
5. Kelainan fungsi hati
Hiperbilirubinemia ini terjadi ketika ada kerusakan pada hati bayi
sehingga organ tersebut tidak mampu membuang bilirubin dari dalam darah.
Bilirubin yang tidak terbuang dan larut dalam darah akan menyebabkan kondisi
berbahaya bagi bayi.
11
c. Cara mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi
Cara mengatasi bilirubin yang tinggi pada bayi tergantung pada penyebab dasar,
berapa banyak kadar zat yang ditemukan, dan usia bayi. Sejatinya orangtua tidak
perlu panik saat menemukan bayinya mengalami jaundice. Jika kondisinya cukup
ringan, bayi bisa sembuh dalam waktu 1-2 minggu setelah perkembangan tubuhnya
lebih matang.
Sementara untuk kasus yang lebih serius, cara menurunkan bilirubin pada bayi
membutuhkan perawatan lebih intensif seperti berikut:
1. Fototerapi
Saat bayi mengalami hiperbilirubin, tidak jarang dokter langsung
merekomendasikan fototerapi atau dikenal dengan terapi sinar. Padahal,
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan bahwa tidak semua bayi
dengan hiperbilirubin harus menjalani perawatan ini.
Pemberian fototerapi baru direkomendasikan dalam kondisi berikut:
Pada bayi berusia 25-48 jam, total serum bilirubin mencapai 15 mg/dL atau
lebih.
Pada bayi berusia 49-72 jam, total serum bilirubin mencapai 18 mg/dL atau
lebih.
Pada bayi berusia lebih dari 72 jam, total serum bilirubin mencapai 20 mg/dL
atau lebih.
Hiperbilirubin bayi tinggi atau dianggap berbahaya (patologis) jika mencapai
17 mg/dL di hari pertama kelahirannya.
Bayi yang mengalami kenaikan bilirubin lebih dari 5 mg/dL dalam kurun kurang
dari 24 jam juga harus mendapat penanganan segera, begitu pula bayi yang
memperlihatkan tanda-tanda hiperbilirubin serius.
Kapan fototerapi bisa dihentikan? Tergantung kondisi dan usia bayi itu sendiri.
Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir (misalnya
dengan kadar bilirubin lebih dari 18 mg/dL), maka terapi sinar dapat dihentikan setelah
kadar bilirubin bayi mencapai 13-14 mg/dL.
12
Sementara bagi kasus hiperbilirubinemia pada bayi yang disebabkan hemolisis
atau kondisi lain, bayi dapat dipulangkan setelah disinar maksimal 3-4 hari kemudian
dipantau perkembangannya dalam 24 jam di rumah.
2. Transfusi tukar
Apabila fototerapi kurang efektif untuk mengatasi kadar bilirubin yang tinggi,
dokter akan menyarankan transfusi tukar. Prosedur ini dapat meningkatkan
jumlah sel darah bayi sekaligus mengurangi kadar bilirubin bayi.
13
DAFTAR PUSTAKA
14