A.KERANGKA TEORITIS
1. Anak Tunarungu
a. Pengertian Anak Tunarungu
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami gangguan
pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang yang tuli adalah
orang yang mengalam ikehilangan pendengaran (lebih dari 70 dB) yang
mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui
pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain
baik dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.Orang yang
kurang dengar adalah orang yang mengalami kehilangan
pendengaran(sekitar 27 sampai 69 dB) yang biasanya dengan menggunakan
alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk memproses
informasi bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.
Anak tunarungu adalah anak yang dalam proses mendengar terdapat
satu atau lebih organ telinga mengalami gangguan atau kerusakan
disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak
diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalakan fungsinya
dengan baik (Efendi, 2006: 57).
Santoso (2010: 129) memberikan pengertian: Anak tunarungu adalah
individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran permanen maupun
temporer (tidak permanen). Menurut Geniofam (2010:20) menyatakan
bahwa: “penderita tunarungu adalah mereka yang memiliki hambatan
perkembangan indra pendengar”.
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya.
Ditambahkan lagi bahwa anak tunarungu adalah yang kehilangan
pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya
(deaf) yang menyebabkan pendengaran tidak memiliki nilai
fungsional dalam kehidupan sehari-hari sehingga pengalaman dari
alam sekitar diperoleh dari indera penglihatan (Sumantri, 2006:74).
7
8
4. Kemandirian Siswa
Sikap kemadirian atau sering disebut dengan berdiri di atas kaki sendiri
merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Menurut Ryan & Lynch dalam
Handayani (2004) kemandirian merupakan suatu kemampuan untuk mengatur
tingkah laku, menseleksi dan membimbing keputusandan tindakan seseorang
tanpa adanya kontrol dari orng tua atau tanpa tergantung pada orang tua.Masih
dalam Handayani Lammon dkk memberikan pengertian kemandirian sebagai
suatu sikap mengambil keputusan sendiri tanpa harus mendapat bimbingan dari
orang tua atau orang dewasa lainnya.
Dari beberapa pengertian kemandirian dapat disimpulkan bahwa
kemadirian adalah suatu kemampuan untuk mengontrol tindakan sendiri, bebas
dari kontrol orang lain, dapat mengatur diri sendiri, mampu mengambil
keputusan sendiri tanpa harus mendapat bimbingan dari orang tua atau orang
dewasa lainnya dan mampu mengarahkan perasaan tanpa pengaruh dari orang
lain.
Kemandirian dalam konteks individu memeliki beberapa aspek.Menurut
Havinghurst dalam Mu’tadin (2007) aspek-aspek kemandirian meliputi aspek
emosi, aspek ekonomi, aspek intelektual dan aspek sosial. Aspek-aspek
kemandirian juga diungkapkan Steinberg dalam Sri Wahyuni (2012) bahwa
aspek kemandirian terdiri dari:
a. Kemandirian emosi (Emotional Autonomy) . Aspek emosional
menekankan pada kemampuan untuk melepaskan diri dari ketergantungan
orang tua dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
bebas dari kontrol orang lain, dapat mengatur diri sendiri, mampu mengambil
keputusan sendiri tanpa harus mendapat bimbingan dari orangtua atau orang
dewasa lainnya dan mampu mengarahkan perasaan tanpa pengaruh dari orang
lain.
27
soft skill anakdapat dikolaborasikan dengan disiplin ilmu yang lain,karena wilayah
program memiliki kesamaan seperti managemen waktu pemecahan masalah dan
penggunaan teknologi merupakan bagian dari soft skill yang harus dikembangkan
oleh anak.
Penelitian Movalli, Ashori,S Jalil Abkenar dan Z.Salehy(2014) yang
berjudul “Effect of Life Skills training On Social of Hearing Impaired”
mengemukakan bahwa pelatihan ketrampilan hidup memiliki dampak yang yang
signifikan terhadap ketrampilan social dansub skala ( kerjasama,ketegasan dan
control diri) pada kelompok eksperimen,sedangkan kelompok control tidak ada
perubahan yang diamati pelatihan,ketrampilan hidup dapat meningkatkan
ketrampilan social siswa yang terganggu pendengaranya.Oleh karena itu
ketrampilan hidup memiliki peran yang penting dalam meningkatkan ketrampilan
social siswa yang terganggu pendengarannya,dan layak untuk diberikan perhatian
lebih.
Menurut Lincoln Hlatywayo (2015) dalam “ Challenges faced by School
when Imparting Prevocational Skills to Learns With Hearing “mengemukakan
bahwa tantangan yang dihadapi sekolah menyampaikan ketrampilan kejuruan
untuk peserta didik tunarungu adalah tantangan utama yang dihadapi termasuk
omunikasi yang buruk dan kemampuan bahasa,kurangnya kemampuan bahasa
isyarat,kurangnya bahan sumber dayauntuk menggunakan dan sikap negative oleh
guru.Untuk perbaikan itu menyarankan bahwa guru dan siswa semua perlu belajar
isyarat seperti sekarang salah satu bahasa resmi di Zimbabwe. Ada juga perlu
spesialis guru untuk bertindak sebagai interpreter bahasa ketika diperlukan.Selain
itu siswa perlu disediakan alat bantu dengar untuk meningkatkan pendengaran
mereka dan meningkatkan partisipasi mereka di kelas. Ahirnya dianjurkan bahwa
akustik pengaturan ruang kelas ditingkatkan sehingga dapat meminimalkan suara
lingkungan yang dapat mengganggu aplikasi suara.
Penelitian yang dilakukan oleh Oussama El Ghoul dan Mohamed Jemni
(2009) dalam “ Multimedia Courses Generator For Deaf Children “
mengemukakan bahwa lingkungan yang dikembangkan dilaboratorium penelitian
tehnologi informasi dan komunikasi dari Universitas Tunisia untuk membantu
orang-orang tuli dalam meningkatkan integrasi social dan kemampuan
komunikasi . Membuktikan bahwa bahasa isyarat tidak bawaan pada anak-anak
30
tunarungu dan oleh karena itu perlu metodik dan latihan yang spesipik.Dalam
konteks ini, lingkungan kita adalah Content Belajar Sistem Manajemen khusus
yang menghasilkan multimedia kursus untuk mengajar dan belajar bahasa isyarat.
Menurut survei kami, kami tidak menemukan Content Management System
Learning mentor dapat membantu guru untuk menghasilkan program untuk orang
dengan gangguan cacat. Selain itu alat kami adalah asli dalam kasus bahwa tanda
animasi yang dihasilkan secara otomatis dari deskripsi tekstual. Program yang
dihasilkan dapat digunakan baik oleh siswa tunarungu belajar (atau e-belajar)
bahasa isyarat atau juga dengan mendengar orang untuk dapat berkomunikasi
dengan orang-orang tuli. ini pendidikan lingkungan menggunakan terutama juru
berbasis web bahasa isyarat dikembangkan di laboratorium penelitian kami dan
disebut websign[2, 6]. Ini adalah alat yang memungkinkan untuk menafsirkan
teks-teks otomatis ditulis dalam bahasa visual-isyarat-spasial menggunakan
avatarteknologi
Penelitian di atas sangat berkaitan dengan penelitian yang sedang diteliti
bahwa anak tunarungu pada dasarnya memiliki kecerdasan yang rata-rata normal
sehingga mereka bisa berkembang dengan baik apabila mendapatkan suatu
pelatihan yang memadahi. Anak tunarungu memiliki kendala dalam melakukan
komunikasi secara verbal sehingga mereka membutuhkan suatu sistem bahasa
isyarat yang bisa dimengerti oleh anak tunarungu .Sistem isyarat bahasa yang
dikembangkan di Indonesia selama ini cukup mampu memberikan pemecahan
permasalahan komunikasi bagi anak tunarungu. Sehingga dengan pengembangan
bahasa isyarat bagi anak tunarungu diharapkan dapat membantu anak –anak
tunarungu dalam mengatasi permasalahan komunikasi dengan orang lain sehingga
dapat melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan benar.
Menurut penelitian Noraini Abdullah, Mohd Hanafi Mohd Yasin,Abang
Adam Abang Deli dan Nur Aishah Abdullah (2015) dalam” Vocational
Education as a Career Pathway for Students with Learning Disabilitas
“mengemukakan bahwa Kurikulum pendidikan kejuruan khusus adalah kurikulum
alternatif untuk menyediakan kesempatan baru bagi siswa dengan kebutuhan
khusus. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi isu-isu dan
tantangan pendidikan kejuruan bagi siswa dengan ketidakmampuan belajar
terhadap persiapan karir mereka . Penelitian ini menggunakan pendekatan
31
Misalnya jika sejak kecil seseorang telah dibiasakan untuk mandiri, maka dengan
sendirinya orang tersebut akan tumbuh sebagai orang yang mandiri (Hadibroto
dkk, 2002). Tahapan dimana kemandirian menjadi salah satu tugas perkembangan
yang paling penting bagi seseorang adalah pada masa remaja.
Berdasarkan hasil mean dari sukunya ternyata subjek yang berasal dari
suku NTB memiliki kemandirian yang cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena orangtua subjek
berurbanisasi ke pulau Jawa yang hidup jauh dari keluarga dan bekerja keras
untuk bertahan hidup, sehingga subjek terbiasa dididik untuk mandiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayudhira Wiranti dalam “Hubungan antara
Attachment terhadap ibu dengan Kemandirian pada Remaja Tunarungu”
mengemukakan bahwa Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
attachment terhadap ibu dengankemandirian pada remaja tunarungu.
Penelitian yang dilakukan oleh Latifah Na`maika dalam “Manajemen
Kurikulum Vokasional Program Ketrampilan Tata Boga untuk Terciptanya
Budaya Mandiri Peserta Didik Di MAN Tempel Sleman” mengemukakan bahwa
Perencanaan kurikulum Vokasional program ketrampilan tata boga untuk
terciptanya budaya mandiri peserta didik MAN Tempel berupa Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar(SK-KD) ,Silabus, dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Perencanaan tersebut telah budaya mandiri pada indikator
silabus dan RPP,yaitu: peserta didik dapat melaksanakan semua tahapan
pembelajaran ketrampilan tataboga mulai dari persiapan alat dan
bahan,pengolahan,himga pemasaran secara mandiri.
B. Kerangka Berpikir
Masalah :
Bagaimanakah meningkatkan
C. Hipotesis