Anda di halaman 1dari 15

KLASIFIKASI ATR

Arti Tunarungu
Secara medis, tunarungu berarti kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan
oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengarannya.
Sedangkan secara pedagogis, tunarungu berarti
kekurangan atau kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan hambatan dalam perkembangan
bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus (Sastrawinata, 1976:10).
Klasifikasi anak tunarungu menurut
Streng:
1) Kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB
(Mild Losses) ciri-cirinya:
a) Sukar mendengar percakapan yang lemah,
kesukaran mendengar dalam suasana kelas biasa
asalkan tempat duduk diperhatikan.
b) Mereka menuntut sedikit perhatian khusus.
c) Kebutuhan dalam pendidikan perlu latihan
membaca ujaran, perlu diperhatikan mengenai
perkembangan penguasaan perbendaharaan
katanya.
e) Jika kehilangan pendengaran mendekati 30 dB,
perlu alat bantu dengar.
*
2) Kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB (Marginal
Losses), ciri-cirinya :
a) Mereka mengerti percakapan biasa pada jarak satu
meter, mereka sulit menangkap percakapan dengan
pendengaran pada jarak normal dan kadang-kadang
mereka mendapat kesulitan dalam menangkap
percakapan kelompok.
b) Percakapan lemah hanya bisa ditangkap 50 %, dan bila
pembicara tidak terlihat yang ditangkap akan lebih sedikit
atau dibawah 50 %.
c) Mereka mempunyai perbendaharaan kata terbatas.
d) Kebutuhan akan program pendidikan antara lain
belajar membaca ujaran, latihan mendengar, penggunaan
alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan
perhatian didalam perkembangan perbendaharaan kata.
e) Bila kecerdasannya diatas rata-rata dapat ditempatkan
di kelas biasa asalkan tempat duduk diperhatikan. Bagi
3) Kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB
(Moderat Losses), ciri-cirinya :
a) Mereka memerlukan alat bantu dengar.
b) Mereka sering salah faham.
d) Perbendaharaan kata mereka terbatas.
e) Untuk program pendidikan mereka
membutuhkan alat bantu dengar dan
penambahan alat-alat bantu pengajaran yang
sifatnya visual, serta latihan artikulasi dan
membaca ujaran serta perlu pertolongan khusus
dalam bahasa.
f) Mereka perlu masuk SLB bagian B (SLB / B).
4) Kehilangan kemampuan mendengar 60-
70 dB (Severe losses) ciri-cirinya :
a) Mereka kadang-kadang disebut “tuli secara
pendidikan (Educationally Deaf)“, yang berarti mereka
dididik seperti orang yang sungguh-sungguh tuli.
b) Mereka dapat dilatih dengan alat bantu dengar.
c) Mereka masih bisa mendengar suara yang keras
dari jarak dekat, misalnya mesin pesawat terbang,
klakson mobil dan lolong anjing.
d) Mereka dapat dilatih melalui pendengaran
(Auditory Training).
e) Mereka dapat membedakan huruf hidup tetapi tidak
dapat membedakan bunyi-bunyi huruf konsonan.
f) Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran
yang dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari
para guru khusus.
5 ) Kehilangan kemampuan
mendengar 75 dB keatas (Profound
Losses), ciri-cirinya :
a) Mereka dapat mendengar suara yang keras dari
jarak satu inci (2,54 cm) atau sama sekali tidak
mendengar.
b) Mereka tidak sadar akan bunyi-bunyi keras, tetapi
mungkin ada reaksi kalau dekat dengan telinga.
c) Mereka menggunakan alat bantu dengar (hearing
aid).
d) Mereka memerlukan pengajaran khusus yang
intensif di segala bidang, fungsinya untuk
mempertahankan sisa pendengaran yang masih ada,
meskipun sedikit.
e) Diperlukan teknik khusus untuk mengembangkan
bicara dengan metode visual, taktil, kinestetik, serta
semua hal yang dapat membantu terhadap
perkembangan bicara dan bahasanya.
EASTERBROOKS (1997): ADA TIGA JENIS UTAMA
KETUNARUNGUAN MENURUT LOKASI
GANGGUANNYA
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat
gangguan pada bagian luar atau tengah telinga
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila
terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer
yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke
otak.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada
sistem syaraf pusat proses auditer yang mengakibatkan individu
mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun
tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri.
Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini
mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan
audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami
apa yang didengarnya.
MENGKLASIFIKASIKAN KETUNARUNGUAN BERDASAR
FUNGSINYA ADA EMPAT KATEGORI, YAITU:
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi kehilangan
pendengaran intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari
bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan
2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi
kehilangan pendengaran intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan
dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari
kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu
dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi kehilangan
pendengaran intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan
pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras. Masih
dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi
kehilangan pendengaran intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar
percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung
pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat
bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower).
Perlu dijelaskan bahwa decibel
(disingkat dB) adalah satuan ukuran
intensitas bunyi. Istilah ini diambil
dari nama pencipta telepon, Graham
Bel, yang istrinya tunarungu, dan dia
tertarik pada bidang ketunarunguan
dan pendidikan bagi tunarungu. Satu
decibel adalah 0,1 Bel.
Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel
A Kirk berdasarkan tingkat pendengaran :
a. 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi yang jauh,
membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya
b. 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat
mengikuti diskusi kelas
c. 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat,
masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan
bicara.
d. 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat,
membutuhkan alat bantu mendengar dan latihan bicara secara
khusus
e. 91 dB ke atas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara
dan getaran, banyak bergantung pada pengelihatan daripada
pendengaran untuk proses menerima informasi,
Pembagian yang diuraikan oleh Kirk
juga hampir sama dengan yang
diuraikan oleh Myklebust , yaitu sbb:
a. 27-40 dB : sangat ringan
b. 41-55 dB : ringan
c. 56-70 dB : sedang
d. 71- 90 dB : berat
e. 91 dB ke atas : berat sekali
Sedangkan klasifikasi berdasarkan
waktu rusaknya pendengaran
a. Tunarungu bawaan : tunarungu sejak lahir
b. Tunarungu perolehan : anak lahir dengan
pendengaran normal akan tetapi dikemudian
hari indera pendengarannya menjadi tidak
berfungsi yang disebabkan karena
kecelakaan atau suatu penyakit.
Ditinjau dari lokasi terjadinya
ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu
dapat dikelompokkan menjadi sbb :
a. Tunarungu Konduktif, tipe ini terjadi karena beberapa
organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di
telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput
gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus,
incus, dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam
dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan.
b. Tunarungu Perseptif, yaitu disebabkan oleh
terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat
di belahan telinga bagian dalam.
c. Tunarungu Campuran, yaitu pada telinga yang sama
rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai
penghantar dan penerima rangsangan suara mengalami
gangguan.
Sekian Terima kasih

Wassalaamu
Alaikum Wr. Wb.
Drs. H. SUMARMAN, M.Pd.
Pembina Utama Madya/IV D

Anda mungkin juga menyukai