Lampiran I
Identitas Informan
(YPAC) Solo
OiJ2hOipO5A8Jksf/view?usp=sharing
Hasil Wawancara:
1. Menurut Pak Tri sendiri sebagai penerapi Alzio, Hilmi dan Adnan yang menangani
Jawab:
Kalau untuk tiga pasien tadi, baik Hilmi, Zio sama Adnan secara umur sudah
jauh lebih baik dibandingkan ketika awal masuk. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa setiap persoalan atau masalah yang dihadapi ketiga anak tersebut selesai.
Artinya misalkan Pak Tri menyampaikan saat ini perkembanganya sudah jauh lebih
baik, ada tanggung jawab dari Pak Tri lagi untuk meningkatkan kemampuan ketiga
65
Perkembangan jauh lebih baik bagaimana? Kalau Pak Tri secara umum, ini kan
a. Satu, dari sisi perilakunya. Ketiga anak tersebut sekarang perilakunya sudah
jauh lebih tenang. Kalau awal-awal terapi itu kan sulit untuk dikendalikan.
Selain dari sisi perilakunya, ini juga dari sisi emosinya. Ketiga pasien yang tadi
sudah Pak Tri sampaikan, ini pada awal-awal ini kan, pengelolaan emosinya
tersinggung dan mudah bosan sama salah satu mainan, kalau mainannya gak
suka diberantakin. Tapi kita bersyukur saat ini sudah jauh lebih baik. Itu dari
sisi perilaku.
b. Poin yang kedua adalah dari sisi kemampuan merespon ke lingkungan sekitar.
Kalau dulu ketiga anak ini kan minim banget responnya. Memang peningkatan
respon ini secara anak kan beda-beda ya, Dek, ya. Kalau Zio ini sudah
terhadap kita ya waktu interaksi. Tapi kalau untuk Hilmi, ini jauh lebih bagus.
Respon moody kalau untuk Hilmi. Kemudian kalau si Adnan ini juga responnya
c. Kemudian yang ketiga ini adalah segi kematangan geraknya. Kalau Zio dulu
dari berguling, duduk, macam-macam sampai berjalan kan terlambat. Pak Tri
kan karena menangani khusus Zio menangani dari awal, dari belum bisa jalan
baru bisa duduk yang masih belum jejeg (belum lurus/tegap). Sampai sekarang,
tapi sudah lebih bagus. Kemudian kalau Hilmi, Hilmi ini dia bisa jalan, bisa
66
aktivitas yang berhubungan dengan kaya (seperti) sepedaan, naik-turun tangga
atau lempar tangkap bola ini, gerakannya belum smooth–belum oke lah. Si
2. Menurut Pak Tri ada atau tidak kemungkinan ketergantungan anak autisme terhadap
youtube?
Jawab:
Kalau Pak Tri bicara ketergantungan, potensi itu ada ya. Tetap ada sih, cuma
berapa persen Pak Tri tidak bisa memprediksi. Tapi disisi lain seberapa besar
ketergantungan anak terhadap youtube, ini kan sebetulnya bergantung pada bagaimana
kita mengelolanya, memfasilitasinya. Nah, aspek apa pada youtube yang bikin anak
Misalkan gini, kalau Adnan bisa jadi dia tertarik sama visualisasi. Tapi kalau
Hilmi, bisa terjadi bukan dari visualisasi/tampilan yang dia lihat, tapi yang dia
potensi tersebut akan kita kelola atau tidak? Cara mengelolanya ya kita berarti
bagaimana kita mengatur. Semakin kita mampu mengelola, baik durasi, frekuensi, sama
3. Menurut Pak Tri sendiri indikasi yang melihat bahwa anak ini ketergantungan dilihat
dari mana?
Jawab:
Paling menonjol adalah dari sisi perilaku sama emosinya. Jadi manakala anak
sudah ketergantungan karena youtube, ketika dia tidak melihat youtube, itu kan dia akan
67
memiliki kaya (seperti) kecemasan dalam tanda kutip stres. Kecemasan atau stres itu
berlebihan, reaksi penolakannya jadi berlebihan padahal ini tidak hanya terjadi pada
remaja punya problem yang sama. Paling nampak memang dari perilaku. Perilaku itu
kalau kita pecah itu menonjol lagi dari emosi. Sulit dikendalikan, kalau kemungkinan
lagi jadi tantrum-tantrum, paling berlebihan lagi kalau sangking marahnya bisa mukul
4. Apakah ketergantungan ini bisa dilihat dari tingkat parah, sedang dan ringan kondisi
anak autisme?
Jawab:
Kalau bisa, Pak Tri jawabnya mungkin bisa. Jadi semakin parah anak autis, itu
semakin banyak, ini kan berarti kita harus meminimalkan intake (pemasukan/sumber
daya baru) yang masuk biar tidak memperparah problemnya, kan begitu. Nah,
sementara youtube ini kan sebuah intake. Kalau intake ini tidak dikendalikan yang dia
Beda lagi kan kalau misalkan anak autisnya ringan. Dia bisa mengontrol dirinya
sudah bagus, intake masuk pun, ini kan bahkan nanti pun akan memperparah. Tapi
kalau anak sudah parah dulu, anak parah itu saya anggap problemnya ada sepuluh (10).
Dengan problem sepuluh (10) ini aja, dia kan banyak hambatan dan dia kesulitan untuk
fokus dan macam-macam ditambah lagi untuk intake ini. Sebenarnya intake ini kan
belum tentu berdampak negatif, kan? Tapi sejauh bagaimana intake itu kita kendalikan.
Nah, pada anak dengan stadium yang parah, dengan problem sepuluh (10), kita kasih
intake ini kira-kira memperberat beban mereka gak? Dari derajat ringan, sedang dan
68
berat, sebenarnya kita sendiri sudah bisa punya panjer ini (patokan) bahwa intake
normal yang misalkan–maaf ya–misalkan dia pada range kecerdasan yang standar,
yang orang tua harus ngelesi (memberikan pelajaran les/tambahan) baca tulis,
berhitung, macam-macam. Sekarang ada intake baru yang dia harus menguasai lebih
banyak lagi, kira-kira menambah beban pada anak itu gak? Maaf ya–misalkan harus les
sempoa, bahasa jawa, bahasa arab, bahasa mandarin, padahal anak ini dengan
kemampuan yang standar kan menjadi beban. Akhirnya akan berdampak pada
perkembangan akademiknya di sekolah. Sama juga anak autis. Anak ABK dengan
problemnya sudah banyak ada intake, sebenarnya intake ini tidak terus bermakna
negatif, kan? Tapi kalau saat ini masuk, pada anak dengan stadium berat kira-kira
menambah beban gak? Beban itu bukan beban yang istilahnya main-main, karena
ketika intake ini sudah masuk jadi ketergantungan padahal dia masih menyimpan
problem sepuluh (10) ini. Youtube masuk, kecanduan, tambah masalah gak? Nah ini
5. Kalau Alzio, Hilmi dan Adnan masuk ke kriteria yang mana? Berat, sedang atau ringan?
Jawab:
Kalau dari urutan paling ringan itu Hilmi. Naik di atasnya itu–nah ini irisannya
tipis banget sih, hampir sama antara Zio sama Adnan. Cuma kalau dari sisi potensinya,
potensial Adnan daripada Zio. Kenapa seperti itu? Karena Zio itu basicly nya dia ada
adanya satu sistem tumbuh kembang anak yang delay (terlambat) di awal, ini akan
mempengaruhi sistem yang lain. Jadi urutannya gitu ya, paling ringan si Hilmi, kalau
69
dia ini (Zio dan Adnan) sebenarnya setara sih, kalau potensinya mending (lebih baik)
si Adnan. Problem penyerta yang lain, itu kan kalau si Zio itu kan dulu juga ada problem
di jantung. Sebenarnya secara tidak langsung juga berdampak pada kapasitas fisiknya.
6. Menurut Pak Tri apakah boleh anak berkebutuhan khusus atau autisme mengakses
youtube?
Jawab:
Kalau pertanyaan mendasar, jawaban mendasarnya boleh. Jadi tidak semua itu
dilarang, kan. Dasarnya itu boleh. Tetapi, (1) Who? Siapa?, (2) What? Apa? Yang
dilihat itu apa?, (3) When? Kapan lihatnya?, (4) How? Bagaimana dia melihatnya?
Nah, tetapi dari apa yang Pak Tri sampaikan, kalau dasarnya boleh itu tidak
berlaku untuk semua mutlak boleh. Jadi kalau–ini menurut pendapat Pak Tri ya–kalau
untuk anak ABK khususnya autis dan jenis itu, dari seratus persen (100%) yang boleh
hanya sepuluh persen (10%) kalau menurut Pak Tri. Karena gini lho dek, ini HP–dia
kan lihat youtube–HP ini kan benda mungkin tampilan visualisasi entah gambar entah
suara.
Padahal problem terbesar anak autisme itu apa? Dia kesulitan interaksi dengan
lingkungan real (nyata). Nah lingkungan real itu kan ada orang terdekat, ada saudara,
ada kakak, ada orang ketemu di pasar. Problem utama anak autis itu kan dia problem
konsep warna. Jenengan (anda) pakai youtube–pakai animasi, wah menarik ya. Tapi
kan prinsipnya lewat alat kan? Nah, kenapa gak interaksi langsung saja ngajarinnya
(mengajarkannya)? Satu, dia belajar konsep warna. Kedua, dia belajar interaksi
70
memahami–mendengar dari orang ke orang. Jadi kurang lebihnya begitu, bukan Pak
Makanya kalau misalnya Pak Tri bilang “tidak boleh”, itu kan gak bisa. Karena
tidak ada hukum yang melarang anak autis melihat youtube kan. Tapi minimal ketika
Pak Tri bilang “boleh”, kalau Pak Tri punya persentase ya sepuluh persen (10%) aja,
sembilan puluh persennya (90%) janganlah. Karena anak autis itu kan problem
71
Lampiran II
Nimrot Erikson
Identitas Informan
YuGuMXMaFUkOGV0dA_5HKK0paOeO3/view?usp=sharing
Hasil Wawancara:
⇒ Kalau menangani anak-anak autis itu, saya diperkenalkan dari tahun 2006 di lembaga
Yayasan Autis Indonesia. Dari situ dikenalkan satu karakteristik anak yang sangat unik
untuk seorang anak yang notabene kalau saya lihat normal. Tapi kalau diteliti lebih
dalam lagi beda sama anak yang lain. Nah dari situ ketertarikan saya di 2006 hingga
saat ini. Nah saya sudah keluar masuk yayasan dari Yayasan Autis Indonesia, AGCA
Center, satu juga di Klaten ( salah satu yayasan di Klaten) dan sekarang ya privat
72
kebutuhan anak autis ke rumah-rumah. Masih setiap hari melayani tapi tidak full setiap
hari; jadi per jam nya diatur jadi tidak full setiap hari.
2. Menurut Pak Erik sendiri, bagaimana dengan keunikan dari anak-anak autisme ini?
⇒ Keunikan mereka itu di luar dari apa yang kelihatan normal ya. Ya seperti—salah
satu—mereka bisa memandang sesuatu yang jauh. Sementara kita itu memandang
hanya beberapa meter dan beberapa lama. Tapi kalau anak-anak yang seperti anak-anak
autis itu memandang ke depan sampai jauh dan bisa menstimulus kan dirinya sendiri
tersenyum, tertawa, sampai emosi tidak terkontrol. Jadi unik, kalau saya bilang sih unik
dan berkarakter.
3. Menurut Pak Erik sendiri, bagaimana media massa mempengaruhi anak autisme?
⇒ Kalau media massa sebenarnya mempengaruhi tapi bisa juga tidak mempengaruhi.
Kalau mempengaruhi itu kalau anak itu diperkenalkan, atau secara tidak langsung kita
tanpa sadari bermain hp di depan anak, ya pasti anak itu akan mengikuti dan meniru.
Apa yang dilihat, apa yang di dengar, suatu saat anak itu akan berekspresi. Tidak
terpengaruhnya kalau anak itu tidak diperkenalkan. Istilahnya tidak dekat dengan media
langsung/tidak melihat dan mendengar hp dia yang mengeluarkan apa, acara atau suara
atau gambar. Karena anak-anak autis ini sangat tertarik dengan gambar dan suara.
Apalagi video. Nah mereka ini sangat tertarik, kalau sudah tertarik mereka itu sangat
lengket dan sangat kuat untuk selalu melihat seperti orang ketagihan. Itu tanpa
pengawasan dari orang tua atau tanpa pengawasan dari orang di sekitar lingkungan.
Kalau dampaknya ya banyak yang berdampak dari negatifnya anak tidak bisa
bersosialisasi, tidak bisa berinteraksi dengan orang lain, tetapi mereka akan fokus
terhadap media tersebut. Nah kalau untuk dampak positifnya kalau diarahkan, anak
73
tersebut ya bisa dikembangkan ya seperti keterampilan atau seni, seperti menyanyi atau
4. Apa saja yang menjadi indikasi yang bisa memancing ketergantungan terhadap media
(youtube)?
⇒ Ketergantungan mereka itu karena menarik. Menarik untuk dilihat, menarik untuk
ditonton, menarik juga untuk diekspresikan. Ya seperti kalau mereka melihat sesuatu
yang menurut kita biasa aja, tapi menurut mereka itu luar biasa dan mereka itu sangat
mengekspresikan seperti tertawa sendiri, teriak sendiri, karena kalau sudah lepas dari
berakting di youtube. Ini kesan yang reflek, tapi mereka bukan di youtube. Ya
sepertinya mereka berputar, mereka teriak, atau lompat atau menirukan gerakan atau
5. Selama Pak Erik menangani anak-anak berkebutuhan khusus, adakah anak-anak yang
⇒ Ya, ada ketergantungan. Ini bukan hanya laptop, bukan hanya hp ya. Sudah setingkat
di atas hp seperti iphone atau notebook. Ini sangat luas sekali spacenya. Ada yang saya
kenal itu tidak ketergantungan tapi memang dia bisa menempatkan kapan waktu, kapan
dia pegang medianya. Ya memang itu sudah diatur sama orangtuanya. Kalau waktu
yang istilahnya anak tersebut tidak berkreasi atau tidak berkreatif ya itu dikasih hp. Tapi
kalau anak tersebut secara kondisi seperti belajar, makan, atau mau apa, itu hp
diletakkan. Media tersebut diletakkan atau disimpan ya seperti kalau sudah jam, ya anak
Dan itu yang saya bilang tadi, tergantung lingkungan. Kalau lingkungan mendidik anak
dari awal, memperkenalkan hp dari awal dengan baik ya otomatis kita bisa
74
mengendalikan. Tapi kalau untuk anak yang sudah terlanjur memang berat. Di sisi lain
⇒ Berat dan ringannya itu kalau dilihat dari polanya. Kalau saya melihat pola anak
Jadi kalau umpamanya anak yang aktif itu seperti tidak mau diam, ya tapi kalau anak
yang hiperaktif itu memang di luar dari kekuatannya. Memang tingkatannya tidak bisa
dinilai ya, tapi memang ada tingkatannya yang ringan, sedang sampai berat.
Kalau berat itu memang sudah tidak bisa dilepas dari media tersebut dan tidak bisa juga
dipelajari kecuali dilatih untuk mengalihkan media tersebut dari hp. Kalau yang ringan
seperti yang saya bilang tadi ya memang ketergantungan tapi memang itu jadi seperti
reward atau istilahnya mengisi jam kosong. Kalau yang sedang itu ya dia masih kalau
dibilang, di satu sisi dia butuh, di satu sisi dia bisa tidak terpengaruh dari media tersebut.
Jadi kalau nilainya itu yang dibutuhkan itu bukan dari nilai ya, tapi dari karakteristik
anak, dari polanya. Orang tua juga bisa menilai, “Anak saya itu kok seperti ini, beda
sama anak-anak yang lain ya.” Bisa menilai karakter/polanya. Jadi kalau untuk
langsung to the point ya nanti anaknya jadinya suatu kebanggaan juga buat anak
tersebut dia bisa dibilang hiperaktif. Padahal sebenarnya itu sudah nilai kurang baik
sebenarnya kalau hiperaktif. Nah seperti itu ya kalau penilaian dari saya, kalau ya
ringan, sedang dan berat. Ya kalau untuk mengatasinya ya masing-masing orang tua
dan lingkungan dan pendidik atau terapis juga yang bagaimana caranya untuk
mengimbangi dari ringan, sedang, berat. Jadi gak langsung, “Oh ini berat, jadi harus
75
⇒ Tingkat yang berat itu ya bisa seperti menyerang dan kalau saya bilang itu kasar.
Seperti dia melihat sesuatu yang berulang-ulang di media atau melihat yang buruk dari
media, itu bisa dia lakukan di dalam kehidupan sehari-hari. Dia merasa itu ya dia
sebagai aktornya, sebagai pelakunya dan dia merasa seperti kita melihat superhero, saya
ingin menjadi superman. Superman terbang ya lompat dari gedung tingkat tinggi kan
bisa saja. Dia merasa superhero. Ya istilahnya beratnya dari karakter anak ya,
bawaannya ya istilahnya sudah tidak terkontrol. Anak tersebut sudah tidak bisa
membatasi mana media, mana dunia maya, mana di dalam hidupnya, di dalam
lingkungannya; campur aduk. Apalagi kalau umpamanya anak tersebut dilarang atau
dicegah. Jangankan dilarang atau dicegah, kita sembunyikan saja dia pasti mencari.
Tapi kalau dia cari tapi tidak ketemu, nah itu emosinya, marahnya keluar. Karena
frustasi tidak ketemu. Nah kalau sudah frustasi anak tersebut ya istilahnya marah,
menyerang siapa yang di dekat dia. Dia merasa, “Kalian itu membuat saya frustasi.
Kalian itu membuat saya jadi marah.” Karena memang disitu banyak kesalahan dari
kita, biar anak anteng, biar anak itu diam atau istilahnya biar gak hiperaktif atau tidak
aktif, ya kita kasih media tersebut. Kadang orang tua itu yang super sibuk, ya sudah
daripada repot, daripada ribet, ya sudah ni main hp, main game. Ya itu ya akibatnya ya
jadi seperti itu, kalau sudah lengket, kita sembunyikan saja dia marah, apalagi dilarang
apalagi dicegah. Jadinya ya crash antara orang tua dan anak, seperti itu. Tidak dapat
hidup sejahtera.
8. Jikalau dari segi emosi yang sedang dan yang ringan seperti apa?
⇒ Kalau yang ringan itu ya dia mengerti, sudah tertata ya. Jadi kalau umpamanya itu
kalau dia belajar ya itu media ditinggal. Jadi kalau yang sedang itu dia masih nanti
belajar ya, nanti les ya, tapi dia seperti, “Ya, Ma, tapi hp saya pegang ya.” Tapi
istilahnya itu masih dipegang, tapi dia masih merespon instruksi atau perintah dari
76
orang tua, dari guru atau dari di sekitarnya. Tapi kalau yang berat itu sama sekali tidak
dia tidak mau diakal-akalin (diakali). Kan sudah diajarin, sudah dikasih, kenapa
9. Apakah terdapat anak yang berada di tingkatan sedang, mengalami ketergantungan dan
dia emosi?
⇒ Ada. Ada juga yang jadinya dia ini hilang medianya. Jadi kalau yang sedang itu
masih bisa diarahkan tapi kalau yang emosi itu, tergantung dari media itu, itu bisa
muncul emosinya kalau lagi mood (moody), badmood atau istilahnya sesuatu yang dia
Jadi anak didik saya itu lihat cerita Upin Ipin, ekspresi sedih. Jadi dia merasa terharu
tetapi tidak sadar kalau dia lagi di jam belajar. Kalau ditanya kenapa seperti itu,
“Kenapa kok sedih?” Dia jadinya malu. Kaget, ‘loh ini ternyata belajar, ternyata aku
sama orang lain bukan di dunia media lagi’. Jadi kadang-kadang jadinya ya udah cerita
aja gapapa. Jadi jangan dimalu-maluin lagi. Istilahnya saya pancing, kadang saya mau
ketawa tapi ya ini lagi serius. Upin Ipin dimarahi Kak Ross, Upin Ipin nangis lapor ke
neneknya. Dalam hati saya, ‘Astaga sampai terekspresinya sampai masuk ke hati’. Saya
bantunya untuk keluar dari ekspresinya dia. Nah sekarang Upin Ipin dimana? Dia
bingung Upin Ipin dimana, tidak bisa cerita. Ya sudah pokoknya saya kasih cerita yang
istilahnya mengubah karakter dia itu yang lagi terharu dengan kisah Upin Ipin itu jadi
saya ubah dengan cerita lain supaya kembali fokus belajar. Tapi tidak langsung, kaya
tadi saya sebenarnya sudah menahan geli, udah mau ketawa, tapi karena ini takutnya
anak tersebut jadi takut diketawain, takut direndahkan jadi saya terima ekspresi dia.
77
‘Waduh sedih sekali ya ceritanya’. Sampai dia tanya, “Pak Erik pernah tahu Upin Ipin?”
katanya gitu. Ya udah, jadi interaksinya ya udah beda lagi dan sebutannya sudah tidak
Upin Ipin. Saya ceritanya ya si kancil juga si apa yang lebih ini lagi—kembali pulih.
Kalau sudah pulih berarti sudah selesai nah itu harus disingkirin baru masuk materi
pelajaran.
Nah kalau saya kemarin saya dapatkan pelajaran dari YAI, jadi cara penanganan anak
itu tidak seperti reguler ya kalau terapi pendidikan itu ya gak langsung masuk kelas
10. Saya pernah mendengar dari orang lain, sebenarnya anak autis tidak dianjurkan untuk
menggunakan youtube. Kalau menurut Pak Erik seberapa batasan boleh tidaknya
penggunaan youtube?
juga, di waktu pertama muncul internet itu bukan youtubenya yang dilarang atau
dicegah. Kalau anak pegang handphone kan sudah semua tercantum. Nah, kalau dia
youtubenya ada yang memang perlu, misalnya mencari lagu, atau mencari apa, seperti
itu. Tapi ya tetap kendali dipegang orang tua atau guru. Karena kan kalau untuk hp
tersebut gak bisa tahu anak itu youtube, whatsapp atau tiktok kita kan tidak tahu. Jadi
aja sekarang kan anak lebih canggih dari yang kemarin-kemarin. ‘Bisa aja hp saya cuma
youtube, Pak’.
Ya memang kalau youtube pengaruh sangat banyak ya. Banyak banget sekarang
konten-konten yang istilahnya saudara, atau teman atau orang yang punya koneksi
78
istilahnya sama-sama punya channel, jadi kan saling membangun. Jadi kan memang
dibutuhkan. Tapi kalau untuk anak seperti ini kan itu jadi hiburan buat dia sendiri, dunia
buat dia sendiri. Jadi kalau disarankan sih ya bukan cuma youtubenya tapi handphone
nya juga dikurangi. Istilahnya kalau dikasih ya diawasin. Kalau mau kasih hp ya
istilahnya kalau orang tua itu jangan sampai hp itu jadi dunia dia—hp itu jadi dirinya
11. Kalau misalnya mereka (anak autis) hidup di dunianya mereka sendiri, apa
⇒ Pengaruhnya sangat besar, kalau dia sudah mengenal hp apalagi masuk ke dunia
ada pengaruh dan bahkan itu tidak menarik buat dia dan bahkan itu juga sebagai
ganjalan yang mengganggu kesenangan dia. Jadi kalau anak itu sudah ketergantungan
itu nanti jadinya malah belajar, gak mau mandi, gak mau dengar perintah orang tua, gak
tahu waktu, pokoknya sudah fokus kesitu saja (youtube). Jadi kalau sudah
ketergantungan berat itu ya seperti orang di luar normal. Karena sebenarnya sudah di
luar normal sebenarnya. Jangan anak seperti itu ya (anak abk), yang kita normal aja
kalau kita teliti itu, misal orang dewasa pegang hp ketawa sendirian, terus melambai-
lambai tangan, misal lagi video call kan ini aneh tapi ya karena memang mereka sudah
masuk ke dunia maya itu ya jadi kita melihat seperti aneh, tapi lama-lama kita sudah
biasa, dan banyak orang di pinggir jalan itu ketawa atau segala macam, lah itu ngomong
sama siapa? Jadi istilahnya dari kalau orang pake hp kan tangan di telinga nah sekarang
kan sudah pakai bluetooth, earphone, kalau saya bilang ya secara ini sosialnya sudah
79
Apalagi youtube sekarang ngeluarin (mengeluarkan) yang namanya youtube kids. Itu
lebih banyak lagi permainan, tapi yang buat orang dewasa itu kan lebih menarik tapi
kalau anak-anak yang buat, itu gak menarik buat dia. Kalau coba dianalisa lagi, anak-
anak yang menonton konten yang dibuat orang dewasa coba dilihat bahasanya yang
keluar/muncul, “hi, guys”, “oh my gosh”, kalau yang buat konten anak kecil gak
mungkin, “oh my gosh”. Saya juga kaget, saya buka oh yang buat konten orang dewasa.
Jadi ya bahasa itu juga efeknya muncul dari mengikuti channel tersebut.
80
Lampiran III
Identitas Informan
Surabaya
Hasil Wawancara:
seperti apa?
⇒ Kalau bicara soal youtube, kalau zaman dulu seperti televisi ya. Jadi kalau orang
dulu mau lihat film, atau ya seperti hiburan setelah beraktivitas seharian itu kan lihat
televisi. Tapi sekarang televisi rasanya sudah gak terlalu diperhatikan gitu ya, di tv pun
yang disetel youtube sekarang karena media yang mungkin lebih fleksibel ya. Jadi kalau
televisi kan kita sudah ada jadwal acara gitu ya, nah kalau youtube kan kita bisa mau
kapan aja untuk setel itu, topik apapun yang kita inginkan. Menurut saya ya sudah
81
menggantikan televisinya orang zaman dulu. Nah sekarang ini ketika orang mau
mencari informasi, hiburan, tutorial-tutorial dan musik dan semua hal-hal yang
diinginkan yang mungkin kita benar-benar mungkin jauh, kalau kita tanya lingkungan
kita hanya terbatas (dengan youtube) kita bisa tahu hal-hal diluar sana yang mungkin
tadinya tidak kita pikir bisa terjangkau. Ya jadi youtube sudah menggantikan televisi
dan kaya kebutuhannya bukan tersier atau sekunder ya, sudah seperti primer gitu
sebagai media massa yang utama. Menggantikan koran juga karena dia lebih real-time,
2. Pengaruhnya di dalam kehidupan masyarakat saat ini atau mungkin dampaknya apa?
⇒ Dampaknya pasti ada dua sisi. Karena youtube ini kan sebenarnya sarana, alat untuk
kita mendapatkan informasi dan lain-lain. Karena dia alat, positif bisa negatif bisa
(dampak). Dia bisa jadi positif ketika media ini dipakai sebagai sumber informasi,
sebagai dia belajar, tempat membuka wawasan baru. Dia bisa juga menjadi negatif
ketika yang dicari adalah hal-hal yang menambah wawasan yang negatif. Kemudian
karena tadi real-time kita bisa kapan aja itu membuat orang tidak bisa meregulasi
dirinya, tidak bisa mengelola dirinya untuk kapan dia stop, kapan dia harus
menyelesaikan–ya udah saya stop dulu sampai disini. Nah orang kurang bisa
seperti kalau di televisi. Kalau di televisi kan ada badan penyiaran gitu jadi ada suaranya
di ‘tit’ (maksudnya di sensor). Jadi melewati suatu proses dulu baru boleh masuk tv.
Kalau di youtube kan tidak, semua orang bisa langsung. Ketika orang tidak bisa
menyaring, dirinya sendiri tidak bisa menyaring, maka akan mudah terpapar dengan
82
⇒ Jadi, ketergantungan atau kecanduan itu merupakan cara. Sebenarnya itu diawali
dengan cara seseorang untuk mengabaikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Jadi
sebenarnya seseorang itu punya rasa sakit, bisa fisik, bisa psikis. Nah orang itu ketika
mengalami hari yang tidak menyenangkan itu dia butuh yang mengalihkan. Pengalih
itu akhirnya kan jadi pengganti rasa yang tidak menyenangkan itu. Nah biasanya
addiction itu pada hal-hal yang menyenangkan dia. Misalnya dia itu sebenarnya stress
misalnya dengan keluarganya rasanya gak enak gitu hatinya, sudah sakit, orang butuh
pengalih gitu. Salah satunya karena saya tadi bilang ya, youtube ini sudah mudah sekali
di akses ya karena ada di hp (ponsel), akhirnya larilah ke youtube. Di situ dia bisa
mencari banyak pengalih begitu yang bisa mengalihkan rasa sakitnya. Kemudian ketika
satu kali dia merasa, “Oh, ini ternyata bisa ya membuat aku agak lupa dengan
masalahku.” Seperti itu hal yang ‘efektif’. Wah, ‘efektif’ nih untuk melupakan
(masalah). Terus akhirnya dia lakukan berulang. Jadi kecanduan itu adalah ketika
seseorang melakukan sesuatu secara berulang yang sebenarnya dia sedang mengalihkan
sesuatu yang mungkin tidak enak buat dia tapi akhirnya pengulangan-pengulangan itu
tidak bisa dikendalikan. Ketika dia masih bisa mengendalikan, dia masih bisa
meregulasi dirinya, itu masih belum kecanduan. Tapi ketika dia tidak bisa
mengendalikan itu, dan harus ketika enggak (harus tidak melihat youtube), itu rasanya
cemas kaya (seperti) orang addiction narkoba gitu ya. Pertama kan cuma coba, oh ya
bisa mengalihkan aku dari sesuatu yang tidak menyenangkan. Akhirnya ketika dia
berulang dan akhirnya tidak dapat dikendalikan tapi dia tidak dapat (melihat youtube),
itu kan yang dibilang sakau (mabuk/kecanduan) itu ya. Gak enak banget gitu, dia harus
dapat terus. Sama nih ketika aku dengan lihat youtube itu kan hal yang menyenangkan
gitu ya, wah rasanya perasaannya itu kaya (seperti) teralihkan terus dia ulang-ulang
83
terus, tapi ketika dia tidak dapat youtube nya, langsung kecemasannya keluar,
4. Kalau ada suatu ketergantungan, biasanya reaksi apa sih yang paling parah yang bisa
ditunjukkan?
⇒ Reaksinya itu yang pertama, kalau dari perilaku, yang dilihat—yang jelas dia akan
melakukan itu terus menerus gitu ya. Seperti tanpa ada jeda. Kalau secara emosi, ketika
dia diminta untuk berhenti, itu seperti punya kemarahan yang tidak masuk akal. Jadi ya
berlebihan gitu marahnya. Biasanya memang ada orang yang kalau menyukai sesuatu
disuruh stop itu marah ya tapi kan marahnya sesuatu yang bisa diajak ngomong (bicara)
kalau dikasih tahu, “Kamu kalau kebanyakan kamu akan begini-begini.” Oh, oke masih
dongkol (jengkel, marah) tapi sebentar selesai gitu ya dan dia tahu memang ini gak
baik. Tapi ketika orang sudah kecanduan, dia bisa marah, bisa mengekspresikan sesuatu
yang tidak terduga. Bisa marahnya tampak berlebihan, terus mungkin dia akan
melakukan hal-hal yang ekstrim gitu lah, jadi untuk mengekspresikan kemarahannya.
Jadi ini bisa kita lihat kenapa responnya bisa sebegitu ekstrim ya, misalnya langsung
pukul-pukul atau buang-buang atau pecah-pecahin apa gitu ya, atau mengancam. Itu
kan terlalu ekstrim ya untuk sesuatu yang sebenarnya kita hanya, “Kamu stop aja dulu,”
gitu misalnya. Nah itu ekspresinya. Jadi saya rasa khasnya disitu ya, dia banyak
⇒ Tentu saja ya pasti akan mengganggu ya. Karena dia punya respon yang berlebihan
kan, nah lingkungan jadi sulit kan untuk menjalin relasi dengan orang-orang seperti ini.
Karena mereka akan bingung gitu, bagaimana ya berinteraksi sama orang ini seperti
apa gitu. Kita kan kalau secara umum kalau misal ngingetin (mengingatkan), “Eh,
jangan sering-sering,” umumnya orang akan merespon dengan tidak enak tapi udah
84
gitu ya (tidak pakai respon berlebih, hanya sekadar tidak suka). Tapi, dia (orang
ketergantungan) responnya akan lebih (lebih ekspresif) jadi orang akan takut kan. Takut
untuk mendekati orang tersebut, atau takut juga untuk mengajak komunikasi karena
takut kalau nanti responnya akan tidak terduga itu kan membuat orang jadi berpikir gitu
tersebut akan sedikit dijauhi ya sama lingkungannya karena lingkungan tidak tahu
6. Jikalau berkaitan dengan orang tua, bagaimana pengaruh ketergantungan bagi relasi
⇒ Memang kalau dalam hubungan di dalam keluarga kan tidak bisa menghindar ya,
satu rumah dan memang punya hubungan dekat ya. Pasti akan sama-sama frustasi sih,
dari sisi si anak juga frustasi karena dia sudah dalam kondisi yang bisa dibilang krisis
ya, dia butuh bantuan tapi tidak ada yang bisa bantu dia mungkin lingkungan juga tidak
memahami gitu kenapa dia seperti itu. Orang tua juga frustasi karena namanya orang
tua kan punya harapan ya, nah ketika yang terjadi itu tidak sesuai harapan mereka pasti
akan sangat frustasi dan mungkin kecewa dan akhirnya emosi juga yang main gitu,
tidak bisa menerima situasi dan akhirnya menuntut gitu ya. Orang tua merasa, “Saya
tuh sudah melakukan banyak hal buat kamu, tapi kamu gak paham dan malah seperti
ini.” Jadi sama-sama frustasi dan relasi keluarga yang tidak baik ya itu akan sangat
7. Menurut Bu Pratiwi, bagaimana anak autisme ini bisa menghadapi ketergantungan ini?
⇒ Anak autis secara perilaku, memang mereka kan sulit untuk berinteraksi ya sama
orang lain. Mereka punya kesulitan dan akhirnya mereka sebenarnya punya keinginan
tapi tidak bisa—bisa saja, atau mereka sebenarnya tidak ingin kalau autisnya sudah
ekstrim gitu. Nah mereka kan tetap akan cari, bagaimana mereka mendapatkan
85
informasi dan akhirnya youtube menjadi pelariannya. Kemudian masalah utamanya
dari anak autis itu kan sebenarnya masalah regulasi emosinya, orang normal yang
dengan regulasi emosi yang oke saja ketika mereka punya satu pain yang pengen
dialihkan, ditutupi dengan hal lain terus akhirnya dia jadi tidak bisa mengendalikan,
emosinya saja terpengaruh gitu. Apalagi si anak autis ini yang memang punya masalah
sejak awal sudah punya masalah emosi gitu. Mereka tidak ada pain saja, mereka tidak
sedang dalam kondisi ingin mengalihkan emosi saja, regulasi emosinya sudah tidak
baik dulu. Makanya ini akan punya pengaruhnya lebih besar sebenarnya. Memang perlu
86
Lampiran IV
Rina
Identitas Informan
1. Nama : Rina
Hasil Wawancara:
87
88
Lampiran V
Identitas Informan
3. Pekerjaan : Wiraswasta
Hasil Wawancara:
89
90
91
92
93
Lampiran VI
Dwi
Sumber: https://drive.google.com/file/d/1obPGgXaXsM6VM7u0Girh_zSuiWiBEllN/view?usp=sharing
Identitas Informan
1. Nama : Dwi
3. Pekerjaan : Wirausaha
94
6. Tanggal Wawancara : 25 Maret 2022
7. Link Wawancara :
https://drive.google.com/file/d/1mwVSQSo9TwV3xqiOuESCWzsr98zRh5Si/view?us
p=sharing
Hasil Wawancara:
1. Sudah berapa lama Hilmi terdeteksi sebagai anak yang spesial atau memiliki kebutuhan
khusus?
Jawab:
Semenjak lahir dia itu prematur. Umur tiga bulan dia kayak (seperti) sakit
kuning begitu, dia sudah mulai terapi. Sampai umur dua (2) tahun, belum bisa berjalan
belum bisa ngomong (berbicara), itu terapi okupasi di YPAC dan di rumah sakit
Indriati. Terus (lalu) umur (usia) sekitar empat (4) tahun, dia baru bisa berbicara dan
umur tiga setengah (3,5) tahun atau tiga (3) tahun itu baru belajar berjalan. Ya sampai
2. Di dalam masa pandemi apakah ada kesulitan untuk Hilmi menjalani terapi? Apakah
Jawab:
Ya, kalau takutnya sih ada. Tapi kan kemarin waktu pandemi itu sempat terhenti
terapinya. Karena saya batasi saja kegiatan anaknya, cuma di rumah. Nanti kalau waktu
masuk sekolah cuma dua hari. Waktu sekolah ya cuma sekolah, nanti cuma di rumah
aja gitu.
Jawab:
95
4. Pada waktu pandemi dulu, kalau tidak bisa menjalani terapi di tempat (Indriati dan
Jawab:
Tidak.
5. Sewaktu pandemi tidak bisa melakukan terapi, apakah sempat berpikir youtube bisa
Jawab:
Kalau mainan hp itu, cuma maunya itu-itu aja. Misalnya youtube, dia lihatnya
seperti film kartun, itu-itu saja yang diputar sampai dia bosan. Walaupun sampai satu
bulan, dua bulan, tiga bulan, ya cuma itu yang dia lihat kalau dia belum bosan.
Jawab:
Saya batasi. Kalau siang cuma satu jam, malam habis maghrib sampai ishak
7. Ketika Pak Andi mengambil ponsel yang digunakan oleh Hilmi, adakah reaksi-reaksi
Jawab:
Ada. Dia itu mintanya—dia kan saya kasih hp sendiri, tapi tidak mau. Hp nya
diberikan ke saya (Pak Dwi) atau ke adiknya. Dia itu mintanya hp saya atau hp bunda
(orang tua Hilmi), kalau tidak dikasih, dia itu biasanya reaksinya itu seperti menyesal
Hilmi itu saya terapikan karena kurang fokusnya. Dia tidak bisa konsentrasi.
Jadi kalau di sekolah, yang lain belajar—tapi dia cuma lari keluar, tidak mau duduk.
Cuma itu keluhannya. Kalau sekarang sudah mau di dalam (di dalam ruangan, duduk
96
tenang). Tapi kalau les, itu kan cuma sendiri, itu marah anaknya. Membaca itu mau—
kalau baca dia sudah bisa—tapi kalau disuruh nulis, itu susah.
8. Berarti Hilmi ini sudah bisa mengendalikan emosinya ya? Tidak memberontak dan lain
sebagainya?
Jawab:
Oh, tidak. Kalau dulu sewaktu umur masuk TK pertama itu, dia tidak bisa
mengontrol emosinya. Kalau dijahili teman langsung dibalas. Kalau sekarang dijahili
Jawab:
Empat (4) tahun atau tiga setengah (3,5) tahun. Dia kan dulu sukanya lagu-lagu.
10. Di usia empat (4) tahun, ketika Hilmi tidak bisa mengontrol emosinya, reaksi yang dia
Jawab:
Klarifikasi:
Masuk TK umur lima (5) tahun. Dia kalau emosi hanya kalau dijahili. Kalau
97