Anda di halaman 1dari 6

Anak anda tidak bisa konsentrasi di Sekolah?selalu bergerak?

Tapi sepertinya kok tidak ada


kelainan ya?
Pertanyaan tersebut mungkin dialami oleh banyak orang tua. Karena anak tidak bisa konsentrasi
di sekolah, nilainya pun juga rendah. Maka mari kita kenali sebenarnya ada apa dengan anak
kita.
Ada dua kemungkinan: pertama, anak mendapatkan gangguan hiperaktif atau kedua, anak
mempunyai kemampuan kinestetik. Jangan salah dalam mengenali anak, karena jika anak anda
termasuk kinestetik, Anda wajib bersyukur. Karena itu anugrah potensi yang diberikan kepada
anak itu. Kalau diberi sarana dan kesempatan mengembangkan potensinya itu, anak akan mampu
menempuh kesuksesannya sendiri. Hal inilah yang jarang dimengerti oleh kebanyakan orang tua.
A. Hiperaktif
Gangguan hiperaktif disebut juga ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder). Untuk dapat
disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku
seorang anak. Gangguan tersebut sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak
berusia 7 tahun.
1. Inatensi; anak tidak mampu konsentrasi terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih
perhatian ke hal yang lain.
2. Tidak bisa diam. Selalu bergerak, berlari-lari, berjalan ke sana kemari, banyak bicara dan
menimbulkan suara berisik.
3. impulsif; ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali
dengan segera dan tanpa pertimbangan. Ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon.
Contohnya anak tidak sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan, menyela
pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak
bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak
berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain.

B. Kinestetik
Yaitu berhubungan dengan pergerakan dan keterampilan olah tubuh. Mereka memiliki bakat
mekanik tubuh dan pintar meniru mimik serta sulit untuk duduk diam. Anak kinestetik tidak bisa
konsentrasi karena keinginannya untuk selalu bergerak tidak tersalurkan. Yang membedakan
dengan anak hiperaktif, anak kinestetik tidak memiliki gejala impulsif. Jadi sekarang lihat anak
anda punya gejala impulsif atau tidak.
Ciri-ciri dari kecerdasan kinestetik antara lain adalah :
1. selalu bergerak, mengetuk-ngetuk meja atau gelisah ketika duduk lama di suatu tempat,
2. suka berlari, melompat, gulat, menari, atau kegiatan yang melibatkan gerakan motorik kasar
lainnya,
3. suka bermain dengan tanah liat, atau pengalaman yang melibatkan sentuhan tangan lain misal
melukis
4. dapat membedakan materi penyusun dari barang yang disentuhnya, apakah terbuat dari besi,
plastik, dll
5. lebih pandai dalam permainan gerak misal lompat tali dibanding teman seusianya.
6. mampu menunjukkan kemahiran dalam bidang keterampilan, misalnya pertukangan, menjahit,
atau memiliki koordinasai motorik halus yang baik dalam hal-hal lain,
7. mampu mengekspresikan diri secara dramatis seperti akting
8. suka membongkar-pasang barang
anak-anak yang mempunyai kemampuan ini berpeluang menjadi para penari, aktor, para
pengrajin, atlet, dan lain sebagainya. Asalkan diberi ruang untuk mengembangkan potensinya.
Setiap anak juga memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada yang lebih cepat menangkap
pelajaran melalui penjelasan secara visual (penglihatan), auditorial (pendengaran), ataupun
kinestetik (gerakan). Secara umum, ciri-ciri tipe pembelajar kinestetik adalah sebagai berikut:
suka menyentuh, merasakan, dan memegang sesuatu; rentang perhatian pendek; suka dengan
kegiatan yang membuatnya terus bergerak dan bekerja; cenderung untuk menunjukkan daripada
menjelaskan sesuatu; dan suka mempelajari sesuatu dengan menggunakan atau menggerakan
tangan dan anggota tubuhnya.

Anak aktif (gaya belajar kinestetik) dan anak hiperaktif? Bagaimana membedakannya? Apa yang
dimaksud dengan Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas (GPPH) atau lebih sering
kita kenal dengan ADHD (Attention Deficit with Hyperactivity Disorders) ?

Tak kenal maka tak sayang! Anak atau siswa dengan GPPH/ADHD adalah anak yang
sebenarnya miliki potensi dan kemampuan untuk dapat belajar di sekolah umum, namun karena
permasalahan atau gangguan perilakunya, potensi dan kemampuan tersebut menjadi sulit untuk
dilihat ketika anak dengan ADHD belajar di sekolah umum karena anak dengan kondisi ini
sering mendapatkan label sebagai anak nakal.

ADHD bukan disebabkan oleh buruknya parenting (pola asuh), faktor asupan makanan (diet)
atau lingkungan. Namun pola asuh, asupan makanan dan lingkungan yang tidak baik dapat
memicu perilaku anak dengan ADHD menjadi lebih buruk.

Pelatihan Kompetensi Tenaga Pendidik Pendidikan Inklusif (PKTP2I) PAUD & SD yang akan
dimulai pada tanggal 20 September akan memperlengkapi para calon tenaga pendidik atau
tenaga pendidik untuk dapat memahami anak dengan ADHD, membedakan anak dengan ADHD
dan anak dengan permasalahan perilaku lainnya, serta bagaimana mendidik dan membimbing
anak dengan ADHD bersama dengan orang tua dan tenaga ahli yang terlibat. (info pelatihan:
021-33006177; 30015796/95)

Mengatasi Anak Hiperaktif ? (benarkah hiperaktif ?)

Baiklah sekarang kita akan membahas tentang anak hiperaktif, dimana orang tua sering
mengeluhkan anaknya hiperaktif.

Sebenarnya yang ber hak mengatakan seorang anak hiperaktif adalah seorang Psikolog atau
Psikiater. Ituptun setelah melalui rangkaian test, dan dari hasil test tersebut barulah disimpulkan
apa yang dialami oleh anak ini. Tetapi kenyataan di lapangan seringkali orang tua dan mungkin
bahkan para guru, dengan mudahnya melebel seorang anak ini hiperakitif. Padahal sebenarnya
kita tidak dalam kapasitas untuk memberikan penilaian seperti itu. Ketika kita melihat seorang
anak tingkahnya sangat banyak, gerakannya sangat banyak maka dengan gampang kita
mengatakan “ohh.. ini anak ini hiperaktif”.

Anda perlu berhati-hati dengan perkataan ini. Karena hiperaktif berkaitan dengan kerusakan fisik
di otak. Dan pengamatan saja belumlah cukup untuk mengatakan seorang anak hiperaktif.
Seorang Psikolog atau Psikiater yang telah terlatih dalam bidangnya saja tidak berani secara serta
merta mengatakan seorang anak hiperaktif hanya dengan melihat anak tersebut. Mereka akan
melakukan serangkaian test dan kemudian menyimpulkan hasil test tersebut. Oleh karena itu
sebaiknya, mulai sekarang kita harus berhati-hati apabila ingin mengatakan seorang anak
hiperaktif. Kenapa? karena konsekwensi yang diterima anak ini sangatlah berat.
Hiperaktivitas adalah suatu gangguan perkembangan pada tingkat aktivitas anak, dimana anak
memiliki aktivitas yang berlebihan (tinggi), atau suatu pola perilaku anak yang menyebabkan
sikap anak tidak mau diam, tidak bisa focus perhatian dan impulsive (semaunya sendiri). Anak
hiperaktif cenderung selalu bergerak dan tidak bisa tenang.

Ketika kita sedang mengatakan hiperaktif maka kitapun cenderung akan memperlakukan dia
sebagai seorang anak hiperaktif. Dan disini permasalahan akan mulai berkembang. Anak yang
sebenarnya normal, karena kita ekspetasikan sebagai anak yang hiperaktif maka akhirnya dia
akan jadi seperti itu juga.

Bagaimana jika anda menghadapi anak seperti ini? Yang pasti anda perlu memeriksakan dia dulu
kepada seseorang yang berwenang dalam hal ini adalah Psikolog atau Psikiater untuk
memastikan memang tidak ada gangguan secara fisik. Bagaimana jika ada? Anda minta waktu
kepada Psikolog atau Psikiater untuk memberikan pemecahannya. Itu adalah langkah terbaik
yang anda bisa lakukan. Nah, jika ternyata dari hasil pemeriksaan seorang Psikolog atau
Psikiater bahwa anak ini normal, maka berarti ini adalah masalah-masalah psikis atau mungkin
masalah-masalah diluar itu tidak ada hubungannya dengan cacat otak atau tidak ada
hubungannya dengan permasalahan syaraf-syaraf dalam diri anak tersebut.

Anak-anak yang sangat aktif seperti ini biasanya di karenakan gaya belajarnya yang memang
membutuhkan gerakan-gerakan.Mengenai gaya belajar. Ada 3 macam gaya belajar dominan
yang ada di masyarakat.

Ada anak-anak atau bahkan orang dewasa yang belajarnya sangat bagus jika dia melihat materi-
materi itu di depan matanya. Jadi orang ini lebih dominan menggunakan mata untuk mempelajari
sesuatu. Inilah tipe orang visual. Dia suka dengan gambar,dia suka dengan tulisan-tulisan, dia
suka dengan grafik-grafik, dia suka apapun yang pokoknya dia bisa lihat.

Tipe kedua adalah tipe orang yang menggunakan pendengarannya. Ini adalah tipe orang
Audiotori. Anda mungkin pernah menjumpai teman anda mungkin pada saat dulu masih
bersekolah yang hanya mendengarkan saja dan dia bisa. Anda mungkin menjumpai dia duduk
santai, dan teman di sebelahnya atau mungkin anda sendiri membaca pelajaran dan kemudian
setelah anda selesai membaca dia sudah bisa. Hanya dengan mendengarkan saja dia sudah bisa
menguasai materinya. Tetapi jika dia dimintai melihat papan tulis, melihat gambar-gambar atau
diminta membaca sendiri maka itu akan sangat sangat susah. Inilah tipe orang-orang audiotori.
Orang-orang audiotori menggunakan pendengaranya sangat dominan untuk menerima
informasi,memprosesnya dan kemudian memahami dan mengerti informasi tersebut.

Nah,tipe ketiga yang cukup banyak kita jumpai di masyarakat adalah yang kita sebut: Tipe
Kinestetik. Orang dewasa yang kinestetik bisa anda jumpai ketika dia telfon, dia akan mencorat-
coret sesuatu dengan tangan satunya. Atau mungkin dia akan menggerakkan kakinya,seperti
sedang bermain dram. Atau mungkin dia akan mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Jadi dia
senantiasa membuat sebuah gerakan-gerakan bahkan pada saat dia diam pun. Terkadang anda
akan menjadi senewen ketika dia ada di sebelah anda. Anda sedang asyik-asyiknya
mendengarkan materi yang di paparkan di depan,dia malah mengetuk-ngetuk meja,
menggerakkan kaki, menggoyang-goyangkan kepalanya,dimana hal ini benar-benar membuat
kita menjadi frustasi karena gerakannya. Tapi itulah caranya mereka memasukkan informasi.
Jika dia diminta diam, mendengarkan dan melihat itu adalah sebuah siksaan bagi orang-orang
kinestetik.
Hal yang sama terjadi pada anak-anak,anak-anak kinestetik jumlahnya paling banyak di
masyarakat.

Mereka tidak bisa duduk diam untuk menerima sebuah informasi. Mungkin dia perlu berdiri,
mungkin perlu berjalan-jalan, mungkin perlu mengetuk-ngetuk meja dengan pensilnya. Atau
mungkin dia perlu menggoyangkan kepalanya ke kiri ke kanan atau bahkan badannya. Hal ini
sangatlah tidak mendukung pembelajaran di kelas konvensional tentunya. Dimana sang guru
mengharapkan anak ini duduk diam tidak membuat gerakan sedikitpun,tidak membuat keributan
dengan ketukan pensilnya di meja, atau bahkan mungkin dengan kakinya. Ketika seorang guru
ini menekan untuk duduk diam maka sang anak menjadi sangat cemas. Mengapa? karena dia
tidak bisa melawan dorongan yang muncul dari dalam dirinya untuk menggerakkan anggota
tubuhnya. Dan akhirnya anak ini harus berjuang mengatasi 2 hal.

Yang pertama: Dia harus berjuang mengatasi dorongan dari dalam dirinya
Yang kedua : Dia harus berjuang memahami apa yang di sampaikan sang guru

Tentunya ini sangat menghabiskan energi sang anak. Nah, anak-anak yang kinestetik ini juga
menjadi penyebab seorang anak kurang konsentrasi, seperti pada poin yang sebelumnya. Jadi
jika anda menjumpai anak anda kurang konsentrasi anda coba cek apakah gaya belajar anak anda
ini apakah kinestetik? Jika memang itu terjadi anda benar-benar perlu menyiapkan sebuah
lingkungan pembelajaran dimana kinestetiknya terakomudasi dengan baik.

Semoga informasi ini dapat memberikan pemahaman tentang anak yang terlanjur atau tidak
benar-benar hiperaktif.

Salam

Timothy Wibowo

Tabloid-Nakita.com - Anak-anak prasekolah sebenarnya secara alamiah senang melakukan


segala aktivitas yang berkaitan dengan fisik. Coba perhatikan, mereka akan kerap
memperlihatkan emosinya sambil dibarengi gerak tubuh. Saat si kecil dalam kondisi marah, ada
kan yang sambil mengentak-entakkan kakinya di lantai? Atau ketika ia kegirangan karena dapat
hadiah dari Mama, dia akan meloncat-loncat?

Pada anak dengan kecerdasan gerak tubuh (kinestetik) yang baik, aktivitas motorik kasar dan
penggunaan motorik halusnya akan tampak lebih menonjol. Gerak tubuhnya lihai melakukan
berbagai aktivitas, seperti berlari, melompat, dan sebagainya. Begitu pun motorik halusnya. Dia
mampu menalikan sepatunya atau mengancingkan baju dengan terampil.

Si cerdas kinestetik pun memiliki kemampuan koordinasi yang baik. Ia cermat saat menyusun
balok, lihai menggoreskan pena, terampil menyeimbangkan tubuh di papan titian, gesit saat
memanjat, dan sebagainya. Biasanya mereka menyukai permainan yang melibatkan fisik,
mengendarai sepeda, berenang, melempar, dan menangkap bola, misalnya.

Lalu, apa bedanya anak aktif dan anak hiperaktif, yang justru merupakan suatu gangguan
perkembangan?

Pada anak-anak hiperaktif, mereka banyak bergerak namun gerakannya tidak terarah, tidak
terkontrol, dan kurang terstruktur. Mereka umumnya juga kurang bisa beradaptasi dengan
lingkungan, destruktif, cenderung membahayakan dirinya maupun orang lain.

Di kelas, anak hiperaktif tidak bisa diam dan sulit mengikuti aturan. Disuruh duduk diam, hanya
bisa beberapa saat, lalu jalan-jalan lagi. Saat mengerjakan tugas juga tidak sampai tuntas karena
konsentrasinya mudah terpecah.
Rentang konsentrasi anak usia prasekolah minimal 10 menit. Sementara pada anak hiperaktif,
konsentrasinya hanya kurang dari 5 menit. Jika diberi suatu kegiatan dia mudah berpindah pada
kegiatan lain. Contoh, ketika bermain balok susun, anak tak akan tahan duduk lama. Baru
sebentar, ia sudah berpindah lagi pada aktivitas lain sehingga balok susunnya tidak berbentuk
apa pun.

Sementara anak aktif dengan kecerdasan gerak tubuh yang baik, gerakan tubuhnya terarah dan
memiliki tujuan. Ia, sekali lagi, luwes dalam menirukan gerakan. Anak juga bisa diarahkan dan
mampu mengikuti aturan. Jika diminta duduk diam, anak akan melakukannya. Saat diberikan
permainan balok susun, anak akan mengerjakannya dengan berkonsentrasi dan menuntaskannya.

Nah, itulah cara membedakan anak aktif dan anak hiperaktif. Amati perbedaan ini ya, Mam,
agar tidak salah memberikan stimulasi pada anak.

Narasumber:
Dewi Romadhona, Psi, dari TK Mutiara Indonesia Citra Raya Tangerang Banten
Irma Gustiana Andriani, MPsi

Tabloid-Nakita.com - Anak-anak prasekolah sebenarnya secara alamiah senang melakukan


segala aktivitas yang berkaitan dengan fisik. Coba perhatikan, mereka akan kerap
memperlihatkan emosinya sambil dibarengi gerak tubuh. Saat si kecil dalam kondisi marah, ada
kan yang sambil mengentak-entakkan kakinya di lantai? Atau ketika ia kegirangan karena dapat
hadiah dari Mama, dia akan meloncat-loncat?

Pada anak dengan kecerdasan gerak tubuh (kinestetik) yang baik, aktivitas motorik kasar dan
penggunaan motorik halusnya akan tampak lebih menonjol. Gerak tubuhnya lihai melakukan
berbagai aktivitas, seperti berlari, melompat, dan sebagainya. Begitu pun motorik halusnya. Dia
mampu menalikan sepatunya atau mengancingkan baju dengan terampil.

Si cerdas kinestetik pun memiliki kemampuan koordinasi yang baik. Ia cermat saat menyusun
balok, lihai menggoreskan pena, terampil menyeimbangkan tubuh di papan titian, gesit saat
memanjat, dan sebagainya. Biasanya mereka menyukai permainan yang melibatkan fisik,
mengendarai sepeda, berenang, melempar, dan menangkap bola, misalnya.

Lalu, apa bedanya anak aktif dan anak hiperaktif, yang justru merupakan suatu gangguan
perkembangan?

Pada anak-anak hiperaktif, mereka banyak bergerak namun gerakannya tidak terarah, tidak
terkontrol, dan kurang terstruktur. Mereka umumnya juga kurang bisa beradaptasi dengan
lingkungan, destruktif, cenderung membahayakan dirinya maupun orang lain.

Di kelas, anak hiperaktif tidak bisa diam dan sulit mengikuti aturan. Disuruh duduk diam, hanya
bisa beberapa saat, lalu jalan-jalan lagi. Saat mengerjakan tugas juga tidak sampai tuntas karena
konsentrasinya mudah terpecah.

Rentang konsentrasi anak usia prasekolah minimal 10 menit. Sementara pada anak hiperaktif,
konsentrasinya hanya kurang dari 5 menit. Jika diberi suatu kegiatan dia mudah berpindah pada
kegiatan lain. Contoh, ketika bermain balok susun, anak tak akan tahan duduk lama. Baru
sebentar, ia sudah berpindah lagi pada aktivitas lain sehingga balok susunnya tidak berbentuk
apa pun.
Sementara anak aktif dengan kecerdasan gerak tubuh yang baik, gerakan tubuhnya terarah dan
memiliki tujuan. Ia, sekali lagi, luwes dalam menirukan gerakan. Anak juga bisa diarahkan dan
mampu mengikuti aturan. Jika diminta duduk diam, anak akan melakukannya. Saat diberikan
permainan balok susun, anak akan mengerjakannya dengan berkonsentrasi dan menuntaskannya.

Nah, itulah cara membedakan anak aktif dan anak hiperaktif. Amati perbedaan ini ya, Mam,
agar tidak salah memberikan stimulasi pada anak.

Narasumber:
Dewi Romadhona, Psi, dari TK Mutiara Indonesia Citra Raya Tangerang Banten
Irma Gustiana Andriani, MPsi

Anda mungkin juga menyukai