Anda di halaman 1dari 3

E.5.

Sifat Manusia
April 18, 2014 Hoed Tinggalkan komentar

Sifat manusia sangat


ditentukan oleh intensitas dan efektivitas usahanya dalam melakukan tadzkiyatun nafs.
Mengapa? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan dengan membawa dua
potensi yang berseberangan. Allah telah mengilhamkan ke dalam jiwanya fujur /dosa dan
ketakwaan.

TAZKIYATUN NAFS

Manusia yang beruntung adalah yang melakukan tazkiyah. Termasuk dalam pengertian
tadzkiyah adalah pembelajaran, pelatihan, dan tarbiyah. Tazkiyatun nafs akan membentuk
seseorang berkepribadian sebagai ‘ibadurrahman [hamba Sang Mahapenyayang]. Allah sangat
mencintainya. Sifat-sifat mereka antara lain:
– Syakur [banyak bersyukur]
– Shabur [banyak bersabar]
– Ra’uf [penyantun]
– Rahim [penyayang]
– Halim [arif]
– Tawwab [banyak bertobat]
– Awwab [lemah lembut]
– Shaduq [sangat jujur]
– Amin [amanah]

Orang yang senantiasa mensyukuri nikmat akan mendorong jiwanya untuk memahami bahwa
potensi baik yang sudah Allah tanamkan dalam jiwanya harus dipelihara, disirami, dipupuk,
disiangi dan dihindari dari polusi, virus, hama dan penyakit. Dengan begitu ia akan tumbuh
subur, berbunga, dan memberikan buanya setiap musim. Dialah yang [sukses] di dunia dan
akhirat.
“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan beramal
untuk hari sesudah mati.” (HR Muslim)

TADSIYATUN NAFS

Jiwa yang dibiarkan tanpa tadzkiyah akan berkarat dan akhirnya jadi kotor. Apabila sengaja
dikotori. Akibat pengotoran itu muncullah sifat-sifat buruk padanya sehingga ia menjadi manusia
yang merugi. Sifat-sifat mereka adalah:
– ‘Ajulan [suka tergesa-gesa]
– Halu’an [banyak berkeluh kesah]
– Ghafilan [lalai]
– Thaghiyan [melampaui batas]
– Qaturan [pelit]
– Kafuran [kufur/ingkar]
– Aktsara jadalan [banyak mendebat]
– Kanudan [banyak membantah]
– Zhaluman [sangat dhalim]
– Jahulan [sangat bodoh]

Sangat disayangkan bahwa kesadaran untuk melakukan tazkiyatun nafs seringkali hilang akibat
berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal adalah nafsunya sendiri
yang cenderung pragmatis. Ia lebih suka segera [tergesa-gesa] menikmati meskipun hanya
sebentar kemudian hilang, daripada harus bersusah payah dengan kenikmatan jangka panjang
yang lebih kekal. Sebenar-benar kerugian adalah apabila manusia lebih memilih kenikmatan
sesaat dengan mengorbankan kenikmatan sesaat dengan mengorbankan kenikmatan yang abadi.
Itulah orang yang tidak mendapat hidayah. Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat-sifat
yang demikian.
“Orang yang lemah adalah orang yang mempeturutkan diri pada hawa nafsunya dan hanya
berangan-angan terhadap Allah.” (HR Muslim)

Anda mungkin juga menyukai