Anda di halaman 1dari 3

E.7.

Cakupan Ibadah
April 20, 2014 Hoed Tinggalkan komentar

Allah telah
memaklumkan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya.
ibadah dalam Islam tidak terbatas pada kegiatan ritual atau seremonial. Sebagain ibadah memang
merupakan ritual-ritual baku yang harus dikerjakan sedemikian rupa dengan syarat-syarat
tertentu, cara-cara tertentu, dan waktu-waktu tertentu. Ibadah dapat digolongkan dalam dua
kategori, ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah [murni] yang demikian
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa asalnya haram kecuali yang disyariatkan.
Namun, Islam memberi pintu yang sangat luas untuk perbaikan setiap perbuatan. Bahkan, niat
yang masih dalam hati dapat bernilai ibadah dan pahala. Inilah yang tergolong ibadah ghairu
mahdhah [umum].

Jumlah dan waktu ibadah mahdhah sangat sedikit dibanding waktu yang digunakan untuk
aktifitas duniawi. Karena itu, Allah dengan sifat kasih sayang-Nya menilai setiap aktifitas
duniawi menjadi ibadah. Setiap perbuatan lahir maupun batin, ucapan maupun tindakan yang
dimaksudkan untuk mencari keridlaan Allah adalah ibadah. Sehingga ibadah dalam Islam
memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi seluruh aspek agama, kehidupan, dan sisi-sisi
manusia itu sendiri. Inilah yang dikatakan:

1. Mencakup persoalan agama seluruhnya

Perkara yang hukumnya wajib, kalau dikerjakan mendapat pahala dan kalau ditinggalkan
mendapat dosa. Sunnah dianjurkan untuk dikerjakan, kalau melakukannya mendapat pahala dan
jika meninggalkannya kehilangan kesempatan berbuat baik. Mubah, adalah perkara netral, tidak
haram namun tidak wajib. Akan tetapi, justru dalam perkara mubah inilah seorang mukmin
mendapatkan kesempatan yang sangat luas untuk mendapatkan nilai ibadah dari Allah. Demikian
itu karena dibanding dengan yang alin, perkara yang mubah jauh lebih banyak dan beragam.
Dengan dasar niat lillaaHi ta’ala setiap perbuatan yang mubah, hal-hal yang menjadi kebutuhan
dan kesenangannya, [bahkan mungkin tidak pernah terbayangkan bila akan dapat dinilai sebagai
ibadah] seorang muslim akan mendapat nilai ibadah.

2. Mencakup seluruh aspek kehidupan

a. Perbuatan-perbuatan naluriah individu seperti makan, minum, olahraga, sampai pada


hubungan suami-istri. Ketika sebagian shahabat mempertanyakan yang terakhir ini Rasulullah
balik bertanya: “Bagaimana kalau ia menyalurkannya kepada wanita yang bukan istrinya,
bukankah ia berdosa? Demikian pula bila ia melampiaskan pada istrinya, itu bernilai
shadaqah.”

b. Amal-amal sosial: kerja bakti, membantu tetangga, membesuk orang sakit, silaturahim pada
shahabat dan handai tolan, dan sebagainya.

c. Bekerja mencari nafkah. Sebaik-baik makanan adalah yang merupakan hasil jerih payahnya
sendiri. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Akan mendapat ampunan
orang yang sore hari kelelahan karena bekerja.

d. Pemakmuran bumi seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pembangunan jalan, jembatan


dan sebagainya.
e. Penegakan agama meliputi sistem akhlak, ibadah, maupun syariah. Penegakannya
membutuhkan amal jama’i. Sebagiannya merupakan kewajiban kolektif yang bila tidak
dilakukan oleh seorangpun maka semua akan berdosa.

3. Mencakup diri manusia seluruhnya

a. Hati. Niat melakukan kebaikan, akan ditulis satu kebaikan meskipun tidak dikerjakan. Bila
dikerjakan, pahalanya berlipat. Niat yang buruk hanya dicatat sebagai suatu keburukan kalau
dikerjakan. Bila tidak dikerjakan tidak ditulis sebagai suatu kejahatan.
b. Akal. Berfikir, berjalan, mencari ilmu, membaca, berpendapat, berdiskusi dan lain
sebagainya.
c. Anggota badan. Alat yang mengimplementasikan pekerjaan hati dan akal fikirannya.

Anda mungkin juga menyukai