Anda di halaman 1dari 3

E.6.

Hakekat Ibadah
April 19, 2014 Hoed Tinggalkan komentar

Ibadah berasal dari


kata ‘abada yang berarti menghamba. Dari kata itu kita temukan kata ‘abdun yang berarti budak
[hamba], ‘ibadah yang berarti penghambaan, dan ‘ubudiyah [perbudakan]. Allah yang
menciptakan manusia dengan penciptaan yang paling sempurna, memuliakannya, memberikan
berbagai kelebihan, dan mengangkatnya sebagai khalifah di muka bumi tidak rela kalau ia
menghamba atau menjadi hamba. Apabila diperhamba oleh sesama makhluk, apa dan siapapun.

Penghambaan kepada sesama makhluk hanya akan mengakibatkan kehinaan bagi yang
menghamba dan ketakaburan bagi yang diberi penghambaan. Keduanya akan mendapat siksa
karena melampaui batas hak penciptaan. Yang menghamba berdosa karena telah memberikan
penghambaan kepada pihak yang tidak berhak dan dalam waktu yang sama tidak menghargai
Allah yang telah memberikan banyak nikmat kepadanya. Yang menerima penghambaan juga
dosa karena dengan itu ia merampas hak Allah dan menempatkan diri pada kedudukan yang
tidak semestinya. Dalam suatu riwayat Rasulullah saw. bersabda: “Sekiranya aku
memerintahkan seseorang untuk menyembah orang lain, tentu aku sudah memerintahkan agar
istri menyembah suaminya.”

Sebaliknya ketika manusia hanya memberikan penghambaannya kepada Allah saja, ia akan
mendapatkan kemuliaan, kebesaran, dan kemerdekaan. Terutama kebebasan dari kalangan diri
[nafsu] pribadi.
PANGKAL IBADAH

Ibadah kepada Allah dilakukan dengan segenap keikhlasan seseorang, karena ia merasakan
betapa banyaknya nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Hal ini merupakan kesimpulan
apabila seseorang merenungi hidupnya. Sejak penciptaannya di dunia hingga keberadaannya
sekarang sudah teramat banyak nikmat Allah yang ia terima.

Seseorang yang menghitung nikmat-nikmat Allah niscaya tidak akan dapat menghitungnya, ia
hanya mendapati dan merasakan keagungan Allah swt. Hal ini terjadi apabila ia mengamati
tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah yang terdapat di dalam ayat-ayat qauliyah dan
tersebar di ayat-ayat kauniyah. Ketika dua hal itu dirasakan, seseorang akan dengan segala
ketulusan hatinya beribadah [menghamba] kepada Allah dengan segala kerendahan hati; dengan
segala cinta, karena ibadah pada hakekatnya adalah puncak kecintaan; dengan segala ketundukan
karena ibadah pada hakekatnya adalah puncak ketundukan.
KESEIMBANGAN DALAM IBADAH

Ibadah yang dilakukan seorang mukmin adalah keseimbangan antara pengharapan dan
ketakutan. Peribadahan yang tidak menghinakan karena Tuhan yang disembahnya tidak pernah
memperbudaknya, Tuhan yang mencintainya, dan mengangkat derajatnya. Semakin tunduk di
hadapan-Nya, semakin tinggi derajat seseorang di hadapan Tuhan dan di hadapan sesama
manusia. Ia menundukkan diri dengan kesadaran dan suka cita.

Tuhan yang disembahnya adalah Tuhan yang telah menciptakannya dengan penuh kasih sayang,
memberinya rizky yang melimpah ruah dengan penuh kasih sayang, memeliharanya dengan
penuh kasih sayang, mendidiknya dengan penuh kasih sayang, menegurnya dengan penuh kasih
sayang, bahkan [kalau terpaksa menghukumnya] menghukum dengan penuh kasih sayang. Pada
saat yang sama cinta Allah kepadanya dan cintanya kepada Allah membuat dirinya takut.
Jangan-jangan ibadahnya belum pantas, jangan-jangan ibadahnya tidak diterima, jangan-jangan
cinta-Nya dicabut. Namun rasa takut ini tidak menimbulkan peputusasaan karena Tuhannya
selalu memberi harapan dan mengampuni dosa-dosanya. Pengharapan dan ketakutan selalu
berjalan seiring dan seimbang.

Anda mungkin juga menyukai