Anda di halaman 1dari 6

MAKNA AL FATIHAH

Posted on 26 Oktober 2013 by Kabayan

‫الر ِح ِيم [الفاتحة‬


‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫ِبس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬

Kalimat basmalah bermakna: “Aku memulai bacaanku ini seraya memohon berkah dengan
menyebut seluruh nama Allah.”

Allah Maha Pemurah kepada semua makhluk, namun Allah Sayang hanya kepada mereka
yang beriman.

Seorang hamba harus memohon pertolongan kepada Allah. Dalam permohonannya itu, ia
bisa menggunakan salah satu nama Allah yang seusai dengan permohonannya. Permohonan
pertolongan yang paling agung adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Dan yang paling
utama lagi adalah dalam rangka membaca kalam-Nya, memahami makna kalam-Nya, dan
meminta petunjuk-Nya melalui kalam-Nya. Allah adalah Dzat yang harus disembah.

َ‫ب ْالعَالَ ِمين‬


ِ ‫ْال َح ْمد ُ ِ هّلِلِ َر‬

Ayat ini merupakan pujian kepada Allah karena Dia memiliki semua sifat kesempurnaan dan
karena telah memberikan berbagai kenikmatan, baik lahir maupun batin;

Pada saat seorang hamba membaca ayat ini, maka Allah Swt mengikutinya dengan ucapan
hamida-nî ‘abdî, hambaku telah memujiku.

Terkandung perintah Allah kepada para hamba untuk memuji-Nya. Karena hanya Dialah
satu-satunya yang berhak atas pujian. Dialah yang menciptakan seluruh makhluk di alam
semesta. Dialah yang mengurus segala persoalan makhluk. Dialah yang memelihara semua
makhluk dengan berbagai kenikmatan yang Dia berikan. Kepada makhluk tertentu yang
terpilih, Dia berikan kenikmatan berupa iman dan amal saleh.[27]

Hamba-Nya yang ingin disanjung dan dipuji berarti menyekutui Allah dalam sifat itu yaitu
Riaa.

Kalau ada seseorang yang hendak berkuasa penuh pada satu bagian alam ini berarti telah
menyekutui Allah dalam sifatnya. Ia durhaka dan akan mendapat kutukNya, cepat atau
lambat, spontan dalam dunia ini ataupun di akhirat kelak. Manusia boleh menggunakan hak
milik yang dianugrahkan menurut batas batas yang telah ditentukan Allah melalui rasul-Nya.

Ayat ini menekankan kepada pengajaran [at-Ta’lîm] dan pendidikan [at-Tarbiyah] kepada
manusia bagaimana berkomunikasi dengan Allah yang telah dikenalnya tadi, yaitu dengan
cara memuji-Nya. Walaupun kebesaran Allah tidaklah berkurang tanpa pujian manusia dan
segenap makhluk, dan kebesaran-Nya pun tidak pula bertambah dengan adanya pujian-pujian
itu.

Kenikmatan terbesar dari Allah kepada manusia, pada titik ini, adalah kenikmatan berupa
pengetahuan manusia atas Allahnya. Jika Seorang hamba bersyukur kepada Allah, sehingga
Allah pun akan menambahi rezekinya. “Lain Syakartum laazidanakum walain kafartum inna
azabii lasyadid. (14:7)

‫الر ِح ِيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬
‫ه‬

Pada saat seorang hamba membaca ayat ini, Allah Swt mengikutinya dengan ucapan “atsnâ
‘alayya ‘abdî, ” HambaKU bersyukur kepadaKU

ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah yang memberikan kenikmatan kepada
seluruh makhluk-Nya. Sifat ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah yang
memberikan kenikmatan yang bersifat umum. ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang
Allah yang berkaitan dengan Dzat-Nya. Allah merupakan sumber kasih sayang dan kebaikan.
Dia mengasihi seluruh makhluk yang ada di dunia, baik yang beriman atau yang bukan.

Kepada kita hanya diidzinkan berlaku atau melakukan rahmat antara sesama kita atau kita
dengan makhluk makhluk lain dalam batas batas agama.

ar-Rahim adalah sifat kasih sayang-Nya yang memberikan kenikmatan secara khusus untuk
orang-orang mukmin saja, merupakan sifat kasih Allah yang memberikan kenikmatan yang
bersifat khusus.[29] Ar-Rahim adalah sifat kasih sayang Allah yang berkaitan dengan
perbuatan, yaitu bagaimana sampainya kasih sayang dan kebaikan Allah kepada para hamba-
Nya yang diberi kenikmatan.[30] ar-Rahîm bermakna juga mengasihi seluruh orang-orang
yang beriman kelak di akhirat. . lihat 33:43 dan 9:28

‫ِين‬
ِ ‫َما ِل ِك يَ ْو ِم الد‬

Pada saat seorang hamba membaca ayat ini, maka Allah Swt mengikutinya dengan ucapan
“majida-nî ‘abdî, hambaku telah memuliakan aku”.

Ayat tersebut berarti “yang memutuskan di hari perhitungan.” Hari pembalasan atas semua
kebaikan dan keburukan. Allah yang menguasai hari ketika tak ada lagi yang bermanfaat
kecuali agama.” Saat itu, hanya ketaatan hamba kepada Allah yang menyelamatkannya dari
siksaan neraka. Pada hari pembalasan, semua kekuasaan lenyap. Tak ada kekuasaan dan
pemerintahan kecuali hanya milik-Nya semata.

“Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Allah yang Maha Pemurah (QS. Al-
Furqan; 26). [33]
Kepercayaan terhadap adanya hari kiamat, hari akhir, atau hari pembalasan merupakan
sesuatu yang sangat fundamental dalam Islam. Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-
Qur’an, kehidupan masyarakat yang berpedoman dengan metode Allah yang tinggi tidak
akan terwujud selama kepercayaan terhadap hari kiamat tidak ada dalam diri mereka; selama
hati mereka belum betul-betul menyadari bahwa apa yang mereka dapatkan di dunia
bukanlah akhir dari apa yang akan mereka dapatkan.[34]

Kita dituntut untuk senantiasa melaksanakan setiap perintah yang terkandung dalam
Alqur’an dan menjauhi semua yang dilarang dalam Alqur’an sesuai contoh dari Rasulullah
agar selamat saat hari pembalasan dan masuk dalam Ridho Allah di kehidupan akhirat
(Syurga) dengan berupaya dan berjuang di alam dunia supaya tegak kehidupan yang diRidhoi
Allah di alam dunia.

ُ‫ِإيهاكَ نَ ْعبُد ُ َو ِإيهاكَ نَ ْستَ ِعين‬

Ketika kita membaca ayat ini maka Allah Swt mengikuti ucapan hambanya dengan ucapan
“hadza baynî wa bayna ‘abdî, wa li-‘abdî mâ sa-ala”, ini adalah antara Aku dan hamba-Ku,
dan bagi hamba-Ku, [kuberikan] apapun yang dia minta.

Ayat ini terletak di tengah al fatihah, 3 ayat sebelumnya untuk Allah, 3 ayat sesudahnya
untuk Hamba Allah. Ayat ini dibagi 2, bagian pertama mengungkap pentingnya ibadah dan
potongan ayat berikutnya mengungkap pentingnya Doa dan meminta pertolongan kepada Zat
yang tepat.

Hanya kepada-Mu kami menyembah (ُ ‫) ِإيَّاكَ نَ ْعبُد‬, Allah membatasi penyembahan atau ibadah
hanya kepada Diri-Nya semata. ibadah hanyalah kepada Allah. Tidak boleh ibadah tersebut
dikait-kaitkan dengan selain Allah. Ibadah juga merupakan bentuk ketundukan manusia
kepada Allah untuk mengikuti berbagai perintah dan larangan-Nya.[35]

Selanjutnya Allah menyebutkan “hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan”. Hal ini
menunjukkan pengertian bahwa “kami tidak menyembah kepada selain Diri-Mu, dan kami
tidak meminta pertolongan kecuali kepada Diri-Mu”.

Permintaan tolong hanya kepada Allah akan menghindarkan kita dari hinanya kehidupan
dunia. Saat kita meminta tolong kepada selain Allah, misalnya manusia, maka kita
sebenarnya meminta pertolongan kepada makhluk yang memiliki berbagai keterbatasan.
Manusia bisa saja memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai kemampuan dan
kekuatannya. Manusia yang saat ini mampu dan kuat boleh jadi dalam sekejap bisa menjadi
orang yang sangat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun.

Allah bermaksud membebaskan orang-orang beriman dari hinanya kehidupan dunia. Allah
pun meminta mereka agar hanya meminta pertolongan kepada Diri-Nya yang Maha Hidup
dan tak pernah mati; Maha Kuat dan tak pernah lemah; Maha Kuasa dan tak bisa dikuasai
oleh apapun serta siapapun. Jika kita betul-betul meminta pertolongan kepada Allah, Dia pun
akan menyertai kita. Dia akan memberikan kekuatan saat kita lemah. Dia akan memberi
petunjuk saat kita kebingungan memilih antara kebenaran dan kebatilan.
Ditempatkannya kalimat “permintaan tolong” ( ُ‫ )نَ ْست َ ِعين‬setelah kalimat “penyembahan” (ُ ‫)نَ ْعبُد‬
merupakan bentuk pengajaran Allah kepada manusia tentang sopan santun. Allah
memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya terlebih dahulu. Setelah kita beribadah
kepada-Nya, barulah kita pantas untuk meminta pertolongan kepada-Nya.

Sudah selayaknya, orang meminta sesuatu setelah ia terlebih dahulu mengerjakan apa yang
diperintahkan. Sangat tidak pantas jika seseorang meminta segala sesuatu terlebih dahulu
padahal ia belum melaksanakan apa yang diperintahkan. [37] .

Setelah mengajari manusia tentang metode pendekatan terhadap Allah, beberapa pujian serta
penegasan tentang sesembahan, barulah Allah mengajarkan bahwa setelah manusia
melakukan hal itu semua, maka manusia diberi “kesempatan” untuk meminta pertolongan
dan perlindungan. Dan pertolongan serta permintaan itu dilakukan manusia hanya ditujukan
kepada Allah, bukan yang lain. Maka tepatlah kalau Allah menggunakan kalimat wa Iyyâka
Nasta’în, yang berarti dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

Mengapa Allah Azza wa Jalla tidak mengatakan “Kami beribadah hanya kepada Engkau…”
(Na’budu iyyaka), namun justru mengatakan “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah…”
(Iyyaka na’budu) ? Para ulama menjelaskan bahwa dengan mengucapkan Iyyaka na’budu –
mengedepankan “Hanya kepada Engkaulah…” berarti kita telah memberikan penekanan
bahwa kita benar-benar hanya beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.

Ulama salaf mengatakan : “Surah Al Fatihah adalah rahasia Al Qur’an, dan rahasia dari
(surah Al Fatihah) itu adalah kalimat ini ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’.”

Potongan ayat pertama ‘Iyyaka na’budu’ adalah sebuah bentuk pembebasan diri dari
kesyirikan, sementara potongan yang kedua ‘Iyyaka nasta’in’ adalah sebuah bentuk
pembebasan diri dari segala kekuatan dan upaya dengan menyerahkan diri kepada Allah Azza
wa Jalla. Makna-makna ini banyak disinggung dalam ayat-ayat lain dalam Al Qur’an, seperti
:

َ‫َاْل ْم ُرَ ُكلُّهَُفا ْعبُ ْدهَُوتو ََّكلَْعل ْي ِهَوماَر ُّبك‬


ْ ‫ضَوإِل ْي ِهَيُ ْرج ُع‬
ِ ‫سمواتَِو ْاْل ْر‬ ُ ‫َبِغَافِ ٍلَع َّماَت ْعملُونَو ِ َّّلِلَِغي‬
َّ ‫ْبَال‬

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah
dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-
Nya. Dan sekali-kali Allahmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (Huud : 123)

Bila dicermati dengan seksama, maka ayat ini menunjukkan dua jenis tauhid yang sangat
penting untuk diyakini oleh setiap manusia, yaitu keyakinan bahwa Allah satu-satunya Dzat
Yang menguasai, mengatur dan memberi pertolongan (Rububiyah) dan keyakinan bahwa
Allah satu-satunya yang berhak untuk disembah (Uluhiyah).

Ibn Katsir mengatakan bahwa ini untuk menunjukkan bahwa ibadah adalah tujuan utama,
sedangkan meminta tolong adalah sarana dan jalan yang mengantarkan kepada ibadah
tersebut. Salah satu bukti penting yang menunjukkan bahwa ibadah adalah tujuan utama
adalah ketika dalam banyak ayat Allah menyebut RasulNya dengan sebutan hamba (‘Abd).
Dan secara akal sehat, Allah tidak mungkin menyebut atau menyifati hamba termuliaNya
kecuali dengan sebutan yang paling disukaiNya, yaitu hamba Allah (‘Abdullah). Allah Ta’ala
misalnya mengatakan :
ََّ ِ ‫َالَّذِيَأ ْنزلَعلىَع ْب ِدهَِا ْل ِكتابَول ْمَيجْ علَْلهَُ ِعوجاَا ْلح ْمد‬
ِ‫َُّلِل‬

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan
Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”; (Al KAhfi : 1)

Ini menunjukkan bahwa seorang muslim sudah sepatutnya bangga menjadi hamba Allah.

َ‫(ولقدَْن ْعل ُمَأنَّكَي ِضيقَُصد ُْركَبِماَيقُولُون‬97)

َ‫اجدِين‬
ِ ‫س‬ ِ ‫(فس ِبحَْ ِبح ْمدَِر ِبكَوك ُْن‬98)
َّ ‫َمنَال‬

َُ‫(وا ْعبُدَْر َّبكَحتَّىَيأ ْ ِتيكَا ْلي ِقين‬99)

“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa
yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Allahmu dan jadilah kamu di antara
orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Allahmu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal).” (Al Hijr : 97-99)

‫ط ْال ُم ْست َ ِقي‬


َ ‫الص َرا‬
ِ ‫ا ْه ِدنَا‬

Tunjukkanlah kami jalan yang lurus,

Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (‫ )ا ْه ِدنَا‬berarti ‫ط‬ َ ‫الص َرا‬“berilah
ِ kami ilham.”
Sedangkan “jalan yang lurus” ( ‫يم‬
َ ‫ق‬
ِ َ ‫ت‬ ‫س‬
ْ ‫م‬
ُ ْ
‫)ال‬ berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang
lurus” itu adalah agama Islam. ia juga berarti “al-haqq” (kebenaran). Kalimat “tunjukkan
kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang agama-Mu yang benar, yaitu tiada
Allah selain Allah satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”[38]

Qs 3 : 19, 85 QS 5 :3

Kata‫ ا ْه ِدنَا‬berasal dari akar kata hidayah (‫)هداية‬. Menurut al-Qasimi, hidayah berart petunjuk
–berupa perkataan maupun perbuatan– kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah
kepada hamba-Nya secara berurutan.

Hidayah pertama diberikan Allah kepada manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki
manusia, seperti pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa
memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.

Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam hidayah ini terkadang
disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran.

Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya
yang karena perbuatan baik mereka.
Hidayah keempat adalah hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam keabadian.

Makna kebenaran atau jalan yang lurus di sini tentulah tidak sederhana, namun ia
disimplifikasi pada ayat berikutnya.

ِ ‫ط الهذِينَ أ َ ْنعَ ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬


)7( َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َو ََل الضهالِين‬ َ ‫ص َرا‬
ِ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Pada saat seorang hamba membaca ayat keenam dan ketujuh, Allah Swt mengikutinya
dengan ucapan —hadza baynî wa bayna ‘abdî, wa li-‘abdî mâ sa-ala, ini adalah [urusan]
antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku, [kuberikan] apapun yang dia minta.

yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka”. Sedangkan yang dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka”adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri anugerah
kepada mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam Islam, sehingga mereka mati tetap
dalam keadaan Islam. Mereka itu adalah para nabi, para Shidiqin, para syuhada, dan Orang
orang shalih. (4 :69)

“bukan jalan mereka yang dimurkai” (‫ )غير المغضوب عليهم‬adalah jalan yang ditempuh oleh
orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan kehinaan karena
melakukan berbagai kemaksiatan. yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat (‫)الضالين‬
adalah orang-orang Nasrani.

QS 2 :39 ; Qs 16: 88 Qs 3 :4 Qs 4 : 56, 167 Qs 5 : 10

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu
macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Allahmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun,
bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu
kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka
nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui
batas. 2:61

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Allahmu,
Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih
mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk. 6:116-117

(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu
bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh. 14:3

Anda mungkin juga menyukai