Anda di halaman 1dari 20

PENGANTAR HUKUM PAJAK

Hukum Pajak (Hukum Fiskal) Adalah keseluruhan dari


peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui
Kas Negara.

Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Publik yang


mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-
orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajuban
membayar pajak (Wajib Pajak).

DEFENISI PAJAK

Menurut Prof Dr. P.J.A. Andriani


Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
CIRI-CIRI YANG MELEKAT PADA PENGERTIAN PAJAK :
1. Pajak dipungut berdasarkan aturan/undang-
undang.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan


adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat


maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-


pengeluaran pemerintah, yang apabila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus, maka
surplus tersebut dipergunakan untuk membiayai
public investment.

5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak


budgeter, yaitu fungsi mengatur.
FUNGSI PAJAK
- FUNGSI PENERIMAAN (BUDGETAIR) : Pajak
berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan
bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran
pemerintah. Dalam APBN, Pajak merupakan
sumber penerimaan dalam negeri.

- FUNGSI MENGATUR (REGULATOIR) : Pajak


berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan
ekonomi. Misalnya, PPnBM untuk minuman keras
dan barang-barang mewah lainnya.

- FUNGSI REDISTRIBUSI : unsur pemerataan dan


keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari
adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak,
dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk
tingkat penghasilan yang lebih tinggi.
- FUNGSI DEMOKRASI : merupakan wujud sistem
gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat
pelayanan pemerintah kepada masyarakat
pembayar pajak.

HUKUM PAJAK merupakan bagian HUKUM PUBLIK,


mempunyai ruang lingkup yang luas dan memuat unsur
HUKUM PIDANA dan PERADILAN seperti yang termuat
dalam UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
memuat unsur Hukum Perdata seperti penghasilan,
kekayaan, perjanjian penyerahan hak, dan lain-lain.
ASAS DAN DASAR PEMUNGUTAN PAJAK
Asas Pemungutan Pajak menurut ADAM SMITH

1. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan


oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan
penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh
bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

2. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus


berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar
akan dapat dikenai sanksi hukum.

3. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut


pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang
paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru
menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak
menerima hadiah.
4. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari
hasil pemungutan pajak.

Asas Pemungutan Menurut Falsafah Hukum, Yuridis


dan Ekonomis.

Selain asas-asas pemungutan pajak yang sudah


dijelaskan sebelumnya, ada beberapa asas lain, yaitu :

1. Asas menurut Falsafah Hukum


Hukum Pajak harus berdasarkan pada keadilan.
Beberapa teori dasar yang mendukung hak negara
untuk memungut pajak, antara lain :

a. Teori Asuransi : teori ini “menyamakan”


pembayaran pajak dengan pembayaran premi
asuransi, yang mana dimaksudkan sebagai
pembayaran atas usaha melindungi orang dari
segala kepentingannya.
b. Teori Kepentingan : teori ini memperhatikan beban
pajak yang harus dipungut dari masyarakat.
Pembebanan ini harus didasarkan pada
kepentingan setiap orang dalam tugas pemerintah,
termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh
karena itu, pengeluaran negara untuk
melindunginya dibebankan kepada masyarakat
melalui pajak.

c. Teori Gaya Pikul : teori ini mengandung maksud


bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak
dalam jasa-jasa yang diberikan negara kepada
masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta
bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan
perlindungan, masyarakat akan membayar pajak
menurut gaya pikul seseorang.

d. Teori Bhakti : teori ini disebut juga teori kewajiban


pajak mutlak. Menurut teori ini, negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di
lain pihak masyarakat menyadari bahwa
membayar pajak sebagai kewajiban untuk
membuktikan tanda baktinya kepada negara.
2. Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak
harus memberikan jaminan hukum kepada negara
atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak
harus didasarkan pada undang-undang. Landasan
hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah UUD
1945. (Pasal 23 A UUD 1945)

3. Asas Ekonomis
Asas ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa
negara menghendaki agar kehidupan ekonomi
masyarakat terus meningkat. Untuk itu,
pemungutan pajak harus diupayakan tidak
menghambat kelancaran ekonomi.
HUKUM PAJAK FORMAL DAN HUKUM PAJAK
MATERIIL

1. Hukum Pajak Formal


Memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan
hukum materiil menjadi kenyataan. Hukum
pajak formal ini antara lain memuat :

a. Tata Cara Penetapan Utang Pajak

b. Hak-hak Fiskus (Petugas/Pemerintah) untuk


mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan,
perbuatan dan peristiwa yang dapat
menimbulkan utang pajak

Kewajiban Wajib Pajak, misalnya


menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan
hak-hak wajib pajak keberatan dan banding.
Contoh hukum pajak formal adalah Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan UU KUP.
2. Hukum Pajak Materiil
Hukum Pajak Materiil ini memuat norma-norma
yang menerangkan keadaan perbuatan,
peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek
pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak),
berapa besar pajak yang dikenakan, segala
sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang
pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah
dan wajib pajak. Contohnya adalah Undang-
Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Struktur Pajak di Indonesia; Pembagian Pajak menurut Pemungutannya

- Pajak Penghasilan (PPh)


- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Direktorat Jenderal - Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Pajak - Pajak Bumi & Bangunan (PBB)
- Bea Perolehan Hak atas Tanah/Bangunan
- Bea Materai

Pajak Pusat

Direktorat Jenderal - Bea Masuk


Bea & Cukai - Cukai

Pembagian Pajak

- Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan -


di atas Air
Pemerintah - Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor &
Provinsi Kendaraan di atas air
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan -
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Pajak Daerah

- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
Pemerintah - Pajak Hiburan
Kabupate/Kota - Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C
- Pajak Parkir
JENIS PAJAK
1. Menurut Golongan

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang


pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada
pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
Wajib Pajak yang bersangkutan. Mis: PPh.

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang


pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak
lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan


pada subjeknya, yang selanjutnya dicari syarat
objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan
diri wajib pajak, misalnya PPh.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang didasarkan pada


objeknya, tanpa memperhatikan keadaan
keadaan diri Wajib Pajak, misalnya PPN dan
PPnBM.
3. Menurut Pemungutnya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh


pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai Rumah Tangga Negara.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh


pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai Rumah Tangga Pemerintah Daerah.
CARA PEMUNGUTAN PAJAK

Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak didasarkan pada Stelsel:
1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) : Pengenaan Pajak
berdasarkan pada objek (Penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, setelah penghasilan sesungguhnya
dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih realistis

2. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel) : pengenaan Pajak


didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga
pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan.

3. Stelsel Campuran : stelsel ini merupakan kombinasi


antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada
awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar daripada menurut anggapan,
maka WP harus melunasi kekurangannya. Demikian
sebaliknya, apabila lebih kecil maka WP dapat
meminta kembali kelebihan pajak yang telah dibayar.

Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assessment System


Sistem ini memberikan kewenangan pada
pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang. Ciri-ciri sistem ini adalah :
a. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak
terutang berada pada fiscus (petugas pajak)
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat
Ketetapan Pajak oleh fiscus.

2. Self Assessment System


Sistem ini memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar.
3. Witholding System
Sistem pemungutan pajak ini memberi kewenangan
kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.

Asas Pemungutan Pajak

1. Asas tempat tinggal


Negara mempunyai hak untuk memungut pajak dari
seluruh penghasilan wajib pajak didasarkan tempat
tinggal wajib pajak.

2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan
suatu negara. Asas ini diperlakukan kepada setiap orang
asing yang bertempat tinggal di indonesia untuk
membayar pajak.

3. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas
penghasilan yang bersumber dari suatu negara yang
memungut pajak.
TARIF PAJAK

Persentase Tari Pajak

Dibedakan menjadi :
1. Tarif Marginal : Persentase ini berlaku untuk suatu
kenaikan dasar pengenaan pajak, misalnya tarif PPh.

2. Tarif Efektif : Persentase tarif pajak yang efektif berlaku


atau harus diterapkan atas dasar pengenaan pajak
tertentu. Misalnya, jika diketahui Penghasilan Kena
Pajaknya sebesera Rp 60 juta, dengan menggunakan
tarif Pasal 17 UU PPh, pajaknya dapat dihitung sebesar
Rp 4.000.000 (5% x Rp 50 Juta + 15% x Rp 10 Juta).
Dengan demikian, tarif efektifnya adalah Rp 4 Juta/Rp
60 Juta atau setara denga 6,67%.
Struktur Tarif Pajak

1. Tarif pajak proporsional/sebanding, yaitu


persentase tetap terhadap jumlah berapapun yang
menjadi dasar pengenaan pajak, contohnya tarif
10% untuk PPN.

2. Tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak yang


persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah
yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin
besar, misalnya PPh.

3. Tarif pajak degresif, yaitu tarif pajak yang


persentasenya semakin menurun apabila jumlah
yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin
besar.

4. Tarif pajak tetap, dalam tarif ini ditetapkan dengan


jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap
berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan
pajak. Contohnya, tarif Bea Materai.
UTANG PAJAK DAN SANKSI DI BIDANG PERPAJAKAN

Utang Pajak
Secara formal, Utang Pajak timbul karena surat
ketetapan pajak (Official Assessment). Jadi seseorang
atau badan baru mempunyai utang pajak apabila
seseorang atau Badan tersebut sudah diterbitkan surat
ketetapan pajak oleh petugas pajak/fiscus.

Secara Material, Utang Pajak timbul karena undang-


undang (Self Assessment). Sedang berdasarkan sistem
yang kita pergunakan sekarang bahwa seseorang atau
Badan akan mempunyai kewajiban membayar pajak
apabila sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat
objektif yang ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
Sanksi Di Bidang Perpajakan

Dalam Hukum Pajak Formal yang diatur dalam Undang-


Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
mengatur tentang sanksi di bidang perpajakan, baik
sanksi berupa Sanksi Adminstrasi maupun berupa
Sanksi Pidana. Sanksi Administrasi maupun Sanksi
Pidana dalam UU KUP dapat diterapkan bukan hanya
kepada Wajib Pajak , tetapi juga dapat dikenakan
kepada petugas pajak. Lebih lanjut tentang Sanksi di
Bidang Perpajakan dapat dilihat dalam UU Nomor 16
Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

Patar Octora Hutasoit

Anda mungkin juga menyukai