SKIZOFRENIA
DISUSUN OLEH
Linda Mahardhika
KLENDER 2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat allahSWT yang telah memberikan
petunjukNya, akhirnya dengan ini kami menyelesaikan proposal penyuluhan tentang Skizofrenia
sesuai pada waktu yang telah ditentukan. Proposal penyuluhan yang telah kita susun ini
dikerjakan penulis, serta tambahan masukan dan bantuan dari rekan rekan dan dosen
pembimbing sehingga kami mendapat banyak inspirasi dan tambahan wawasan.
Tujuan disusunnya proposal penyuluhan ini adalah sebagai dasar kewajiban dari suatu
proses kegiatan yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktiknya
sebagai proses pembelajaran secara kolaboratif dalam diskusi pleno, sehingga kami dapat
melihat, mengetahui, menerima dan menyerap materi dalam diskusi kelompok secara baik dan
sistematis.
1. Direktur Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, yang sudah memberi kesempatan
kepada kami untuk menjalankan dan mengikuti kepaniteraan klinik.
2. dr. Frendly Ahdimar sebagai pembimbing dalam menyelesaikan proposal
penyuluhan dan memberikan masukan dan arahan saat diskusi berlangsung.
3. Kepada seluruh tenaga medis dan nonmedis di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu juga kepada rekan-rekan
satu kelompok
SKIZOFRENIA
I. IDENTITAS
Topik : Skizofrenia
V. MEDIA
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Leaflet
VI. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
KEGIATAN PENYULUHAN
- Penatalaksanaan
skizofrenia
3. Penutup - Menyimpulkan materi - Mendengarkan dan 10 menit
memperhatikan
- Memberikan kesempatan
kepada audience untuk - Aktif mengajukan
bertanya pertanyaan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................., ( )
DAFTAR ISI................................................................................................................................( )
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................( )
II.3. PENATALAKSANAAN..........................................................................................( )
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................( )
LAMPIRAN LEAFLET..............................................................................................................( )
BAB I
PENDAHULUAN
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali
ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri,
hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat
darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan
yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau,
inkoherensi, agitasi dan penelantaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
II.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu
dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar
dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari
sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu
hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia.Perkiraan angka ini disampaikan
Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16
sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap
pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara
anggota keluarga sedarah.
II.3 ETIOLOGI
1. Model Diatesis-stres
2. Faktor Neurobiologi
Hipotesa Dopamin
a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.
3. Faktor Genetika
Populasi umum 1%
Saudara kandung pasien skizofren 8%
4. Faktor Psikososial
a. Teori Psikoanalitik
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-
turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang
skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap
frustasi dan konflik dengan orang lain.
b. Teori Psikodinamik
c. Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-
kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir
yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga
memiliki masalah emosional.
Double Bind
Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian
menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien
skizofrenia.
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan,
sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya
“tani” tetapi dikatakan “sawah”.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila
dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari,
jah memang matahari, lalu saya lari…”.Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada
skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti.Hal ini dinamakan
inkoherensi.Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya
yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure
of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan
preseverasi atau stereotipi pikiran.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
3. Gangguan kemauan
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk
kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi
sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga
dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin.
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak
dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main
dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross
membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder,
waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa
dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia
melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan
sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi
barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman
(olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil).
Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut
yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada
stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka
orang yang menakutkan.
Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala
primer.Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya
afek dan kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis
skizofrenia adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya
tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia.Tiap simptom
skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf
lainnya.Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan
status mental saat ini.Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk
menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari
perawatan sebelumnya (yang lalu).Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis
subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan
gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
II.5 DIAGNOSIS
➢ Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
➢ Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja
social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
➢ Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
➢ Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
II.6 KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Sebagai tambahan :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi
social.Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan
tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme;
ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose).Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif.Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala
yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka
hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin
mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila
tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau
penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan.Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan
skizofreniform didalam DSM-IV.Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat
puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan
tempat.Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan
didalam dunia nyata.Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam
memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.
Parafrenia.
Pseudoneurotik.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan.Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif
baik terhadap pengobatan.
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan
medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat.Jika psikosis atau
katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat,
diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau
gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis
nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum
perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai
macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa
adanya gejala fisik yang jelas.Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist
mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala
psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi
untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman
umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik.Pertama, klinisi harus cukup agresif
dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang
tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara.Kedua, klinisi harus
berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat
gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik.Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan
kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis
skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama
untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan
seorang pasien skizofrenik.
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif.Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama
(durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam
bulan.Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala
berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya.Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang
tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama
skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia
lainnya atau suatu gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.Gejala
afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala
primer.Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus
menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya
membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi.Setelah sakit
yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi),
keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan.Namun yang terjadi biasanya adalah
pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien
mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh.
Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung
seumur hidup.
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada,
sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
II.9 PROGNOSIS
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60%
dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia
mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus
mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna
oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.
Riwayat penyerangan
PENATALAKSANAAN
1. Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat
individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.
2. Menstabilkan medikasi.
Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan
system pendukung masyarakat.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka.Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Terapi Somatik
Antipsikotik
3. Clozapine ( clozaril )
Pemilihan Obat
Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat
ini memiliki dua kekurangan utama, yaitu:
1.
a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal.
b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek mengganggu
yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa
rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive dyskinesia dan
sindroma neuroleptik malignan.
“ Remoxipride “ adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda dari pada
antagonis reseptor dopamin yang sekarang ini tersedia.Awalnya obat ini disertai efek
samping neurologist yang bermakna, tetapi akhirnya remoxipride disertai dengan
anemia aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya.
2. Risperidone
3. Clozapine
Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus
digunakan lagi.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis
yang adekuat.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang
diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan
untuk mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.
Pemeriksaan Awal
Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup
singkat.Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali clozapine, tanpa melakukan
pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan biasa harus
didapatkan hitung darah lengkap dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG
khususnya pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih
dari 30 tahun.
2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan
antipsikotik sehingga menyebabkan depresi sistem saraf pusat.
4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan aktivitas
antikolinergik yang bermakna.
Kegagalan Pengobatan
Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kagagalan terapi antipsikotik,
dapat dicoba antipsikotik kedua dengan struktur kimiawi yang berbeda dari obat yang
pertama. Strategi tambahan adalah suplementasi antipsikotik dengan lithium (eskalith),
suatu antikonvulsan seperti carbamazepine atau valproate (depakene), atau suatu
benzodiazepine. Pemakaian terapi antipsikotik dosis-mega jarang diindikasikan, karena
hamper tidak ada data yang mendukung praktek tersebut.
Obat Lain
➢ Lithium
Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50 persen pasien
dengan skizofrenia dan merupakan obat yang beralasan untuk dicoba pada pasien
yang tidak mampu menggunakan medikasi antipsikotik.
➢ Antikonvulsan
➢ Benzodiazepin
Pemakaian bersama-sama alprazolam ( xanax ) dan antipsikotik bagi pasien yang tidak
berespo terhadap pemberian antipsikotik saja, dan pasien skizofrenia yang berespon
terhadap dosis tinggi diazepam ( valium ) saja. Tetapi keparahan psikosis dapat di
eksaserbasi seteloah putus dari benzodiazepine.
Dimasa lalu skizofrenia diobati dengan koma yang di timbulkan insulin (insulin-
induced coma) dan koma yang ditimbulkan barbiturat (barbiturate-induced coma).
Terapi Psikososial
➢ Terapi Perilaku
Tehnik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk
meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis,
dan komunikasi interpersonal.
Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk
hal-hal yang diharapkan.Dengan demikian frekuensi perilaku mal adaptif atau
menyimpang dapat diturunkan.
Sering dinamakan terapi keterampilan sosial ( social skills therapy ). Terapi ini dapat
secara langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan tambahan alami
bagi terapi farmakologis. Latihan keterampilan ini melibatkan penggunaan kaset
videon orang lain dan pasien permainan simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan
pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan.
Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasik dan
menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan.Jika masalah memang
timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah
secara cepat.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.
Di dalam session keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus mengendalikan
intensitas emosional dari session.
BAB III
KESIMPULAN
1. Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui)
dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
1. Psikopatologi skizofrenia:
- Faktor Ditesis-stress
- Neurobiologi
- Genetika
- Faktor Psikososial
1. Klasifikasi skizofrenia:
- Skizofrenia paranoid
- Skizofrenia hebefrenik
- Skizofrenia katatonik
- Skizofrenia residual
- Skizofrenia simpleks
- Skizofrenia lainnya
- Skizofrenia YTT
1. Diagnosis Skizofrenia:
- Gejala karakteristik : dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan
berhasil) waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau
katatonik yang jelas, gejala negative
- Sosial / Pekerjaan : untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan , satu atau
lebih fungsi utama seperti pekerjaan, disfungsi hubungan interpersonal, atau perawatan
diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset.
- Durasi :tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan, termaksud
sekurangnya satu bulan gejala.
- Penyingkiran zat/ kondisi medis umum : gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis
langsung dari suatu zat (mis: obat yang disalahgunakan).
➢ Isi pikiran: gangguan utama isi pikiran adalah waham yang majemuk, terpecah atau aneh,
misalny berupa waham kejar dan waham yang menyangkut dirinya (delusion of
reference).
➢ Bentuk pikiran : adanya gangguan pikiran formal, berbentuk sebagai asosiasi longgar,
inkoherensi, kemiskinana pembicaraan, dll.
➢ Persepsi : Gangguan utama adalah berbagai jenis halusinasi, tetapi yang paling sering
adalah halusinasi dengar.
➢ Afek : Sering kali berupa afek datar atau tidak serasi.
➢ Rasa kesadaran diri : Sering bermanifestasi sebagai rasa perpleksitas yang parah tentang
identitas dirinya dan makna eksistensinya.
➢ Hubungan dengan dunia luar : sering terjadi kecenderungan untuk menarik diri dari dunia
luar, berpreokupasi pad aide dan egosentrik dan apabila keadaanya parah maka jatuh
kedalam autisme.
➢ Tingkah laku psikomotor : Ganggaun tingkah laku psikomotor bisa beraneka ragam, dapat
berupa berkurangnya gerakan dan aktivitas spontan atau dapat pula berupa gerakan
motorik yang berlebihan.
➢ Gambaran penyerta : Hampir semua gejala dapat timbul sebagai gambaran penyerta,
misalnya : individu tampak kehilangan akal (perplexed), berpakaian atau berdandan
eksentrik, aktivitas motorik yang tidak wajar, afek yang tidak menyenangkan,
depersonalisasi, derealisasi dan gagasan yang mirip waham yang menyangkut dirinya.
- Gangguan mood
- Gangguan kepribadian
1. Penatalaksanaan skizofrenia:
- Terapi somatik
- Terapi psikososial
- Terapi blitzkrieg
1. Prognosis : tergantung dari berbagai factor, antara lain : onset, factor pencetus, riwayat
keluarga, system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual,dll
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan & Sadock: ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit Bina
Rupa Aksara, Jakarta, 1997, halaman 685-729.
2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi
3,Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002, hal 46-51.
3. W.F. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Airlangga,1980, hal:215-35
4. Maslim. R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3, Penerbit
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001, hal 14-23.
5. Hawari, Dadang:Skizofrenia dalam Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa, Penerbit
FKUI, Jakarta, 2003.
6. http://www.schizophrenia.com
7. http://www.e-psikologi.com
8. http://www.savalintar.com
9. http://www.idionline.org/infoidi-
10. http://www.medicastore.com/cybermed