Anda di halaman 1dari 23

Tugas 3 Keperawatan Jiwa

Dosen : Arsad Suni, M.Kep

RINGKASAN
“OBAT-OBATAN YANG SERING DIGUKNAKAN DALAM PELAYANAN
KESEHATAN JIWA”

OLEH

NAMA : ANDYRA SUGIARTO KEMHAY

NIM : 20144010051

KELAS : IV/B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TERNATE


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TA 2021/2022
KATA PENGANTAR

ALHAMDULLILAH HIROBIL ALLAMIN...Puji syukur kehadiran


Allah SWT Tuhan yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini, Atas rahmat dan hidayahnya
lah penulis dapat menyelesaiakan tugas tepat waktu. Makalah dengan
judu”OBAT-OBATAN YANG SERING DIGUNAKAN DALAM PELAYANAN
KESEHATAN JIWA” disusun guna memenuhi tugas Bapak Arsad Suni, S.Kep,
Ns, M.Kep Pada mata kuliah KEPERAWATAN JIWA di POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES TERNATE. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambahkan wawasan bagi pembaca tentang Jenis,
golongan, efek terapi, efek samping, dosisi, cara pemberian obat, indikasi
kontra indikasi, cara kerja dalam tubuh dan tindakan antisipasi terhadap efek
terapi maupun efek samping yang timbul.

Penulis mengucapkan terima kasih sebasar-besarnya kepada ibu selaku


dosen pada mata kuiah KEPERAWATAN JIWA. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah wawasan terkait bidan yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis.

Ternate, 29 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

A. Jenis Dan Golongan Obat

B. Efek Terapi Dan Efek Samping Obat

C. Dosis Dan Cara Pemberian Obat

D. Indikasi Obat Dan Kontraindikasi Obat

E. Cara Kerja Obat Di Dalam Tubuh

F. Tindakan Antisipasi Terhadap Efek Terapi Maupun Efek Samping Yang Timbul

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tidak hanya orang dengan sakit fisik yang mendapatkan terapi pengobatan dan
pemulihan akan tetapi orang dengan gangguan jiwa atau kesehatan jiwanya terganggu
juga mendapatkan terapi, dia antara banya terapi terdapat juga terapidengan obat
psikofarma. Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas adanya
kesamaan efek obat terhadap penurunan aatau berkurangnya gejala.Kesamaan dalam
susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.
Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior
altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic
medication). Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara
salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
penyalahgunaan obat psikoaktif digolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat psikoaktif.

B. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Jenis Dan Golongan Obat


2. Untuk Mengetahui Efek Terapi Dan Efek Samping Obat
3. Untuk Mengetahui Dosis Dan Cara Pemberian Obat
4. Untuk Mengetahui Indikasi Obat Dan Kontraindikasi Obat
5. Untuk Mengetahui Cara Kerja Obat Di Dalam Tubuh
6. Untuk Mengetahui Tindakan Antisipasi Terhadap Efek Terapi Maupun Efek Samping
Yang Timbul

C. MANFAAT

Adapun manfaat bagi penulis dan pembaca dari penulisan makalah ini yaitu untuk
menambah wawasan dan sebagai bahan bacaan tentang trend dan issue keperawatan jiwa
didunia dan Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. JENIS DAN GOLONGAN OBAT

Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif atau
obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas adanya kesamaan efek obat
terhadap penurunan aatau berkurangnya gejala. Kesamaan dalam susunan kimiawi obat
dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.

Jenis-Jenis Obat Psikofarmaka

1. Obat anti-psikosis

Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics,major


transqualizer,ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptics. Obat-obat
anti-psikosis merupakan antagonis dopamine yang bekerja menghambat reseptor
dopamine dalam berbagai jaras otak.

Klasifikasinya antara lain sebagaia berikut :

1) Derivat fenotiazin ;

a. Rantai samping alifatik Contohnya ; Chlorpromazine (Largatil,ethibernal),


Levomepromazine (Nozinan).

b. Rantai samping piperazin ; Contohnya Trifluoperazin (Stelazine), Perfenazin


(Trilafon), Flufenazin (Anatensol)

c. Rantai samping piperidin ; Contohnya Thioridazin (Melleril)

2) Derivat butirofenon ; Contohnya Haloperidol (Haldol, Serenace)

3) Derivat thioxanten Contoh: Klorprotixen (Taractan)

4) Deribat dibenzoxasepin Contoh: Loksapin

5) Derivat difenilbutilpiperidin Contoh Pimozide (Orap)

6) Derivat benzamide Contoh: Sulpirid (dogmatil)

7) Derivat benzisoxazole Contoh: Risperidon (Risperdal)

8) Derivat dibenzoxasepin (antipsikotik atipikal) Contoh: Clozapin (Leponex)


2. Obat anti-Depresi

Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers, anti depressants,


anti depresan Merupakan golongan obat-obatan yang mempunyai khasiat mengurangi
atau menghilangkan gejala depresif. Pada umumnya bekerja meningkatkan
neurotransmitter norepinefrin dan serotonin.

Klasifikasinya antara lain sebagai berikut :

1) Golongan trisiklik ; Contohnya Imipramin (Tofranil), Amitriptilin (Laroxyl) dan


Clomipramin (Anafranil)

2) Golongan tetrasiklik ; Contohnya Maprotilin (Ludiomil)

3) Golongan monoaminoksidase inhibitor (MAOI) ; Contohnya Rima/Moclobemide


(Auroric)

4) Golongan serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) ; Contohnya Setralin


(Zoloft), Paroxetine (Seroxal) dan Fluoxetine (Prozax)

3. Obat anti-mania

Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood stabilizers,


antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah litium carbonate, haloperidol,
carbamazepine.

Antimanik (Mood Stabilizer) Merupakan kelompok obat yang berkhasiat untuk kasus
gangguan afektif bipolar terutama episodik mania dan sekaligus dipakai untuk
mencegah kekambuhannya. Obat yang termasuk kelompok ini adalah sebagai berikut
Golongan garam lithium (Teralith, Priadel), Karbamazepin (Tegretol, Temporol) dan
asam valproat.

4. Obat anti-ansietas

Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor transqualizers,


anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-ansietas terdiri atas golongan
benzodiazepine dan nonbenzodiazepin. Obat golongan ini dipakai untuk mengurangi
ansietas/kecemasan yang patologis tanpa banyak berpengaruh pada fungsi kognitif.
Secara umum, obat-obat ini berefek sedatif dan berpotensi menimbulkan
toleransi/ketergantungan terutama pada golongan Benzodiazepin.
Golongannya diklasifikasi sebagai berikut:

1) Derivat benzodiazepin ; Contohnya Klordiazopoksid (Librium), Diazepam


(Valium), Bromazepam (Lexotan) , Lorazepam (Aktivan) , Clobazam (Frisium) ,
Alprazolam (Xanax) dan Buspiron (Buspar)

2) Derivat gliserol ; Contohnya Meprobamat (Deparon)

3) Derivat barbitrat ; Contohnya Fenobarbital (Luminal) Obat-obat golongan


Benzodiazepam paling banyak disalahgunakan karena efek hipnotiknya dan
terjaminnya keamanan dalam pemakaian dosis yang berlebih. Obat-obat golongan
ini tidak berefek fatal pada overdosis kecuali bila dipakai dalam kombinasi
dengan antisiolitik jenis lain atau dicampur alkohol.

5. Obat anti-insomnia

Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics, somnifacient, hipnotika.


Sediaan obat anti-insomnia di Indonesia adalah nitrazepam, triazolam, estazolam,
chloral hydrate.

6. Obat anti-obsesif kompulasif

Obat anti-obsesif kompulsif merupakan persamaan dari drugs used in


obsessivecompulsive disorders. Sediaan obat anti-obsesif kompulsif di Indonesia
adalah clomipramine, fluvoxamine, sertraline, fluoxetine, paroxetine.

7. Obat anti-panik

Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in panic disorders. Sediaan
obat anti-panik di Indonesia adalah imipramine, clomipramine, alprazolam,
moclobemide, sertraline, fluoxatine, parocetine, fluvoxamine.

Penggolongan obat anti-panik adalah obat anti-panik trisiklik (impramine,


clomipramine), obat anti-panik benzodiazepine (alprazolam) dan obat anti-panik
RIMA/reversible inhibitors of monoamine oxydase-A (moclobmide)serta obat anti-
panik SSRI (sertraline, fluoxetine,paroxetine, fluvoxamine).

B. EFEK TERAPI DAN EFEK SAMPING OBAT

1. Obat anti-psikotik
a. Efek samping yang harus diperhatikan adalah sindrom ekstrapiramidal (EPS), baik
jangka akut maupun kronik. Efek samping yang bersifat umum meliputi
neurologis, behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi
adalah timbulnya gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia akut
yang terjadi secara mendadak dan sangat menakutkan bagi klien seperti spasme
kelompok otot mayor yang meliputi leher, punggung dan mata. Katatonia, yang
akan mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan. Reaksi neurologis yang
juga sering terjadi adalah akatisia ditAndai dengan rasa tidak tenteram, dan sakit
pada tungkai, gejala ini akan hilang jika klienmelakukan gerakan.

b. Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang sering muncul sebagai


efek samping penggunaan obat golongan ini. Gejala sindrom Parkinson meliputi
akinesia, rigiditas/kekakuan dan tremor. Akinesia adalah suatu keadaan dimana
tidak ada atau perlambatan gerakan, sikap tubuh klienkaku seperti layaknya
sebatang kayu yang padat, cara berjalan inklin dengan ciri berjalan dengan posisi
tubuh kaku kedepan, langkah kecil dan cepat dan wajah seperti topeng. Pada
pemeriksaan fisik terjadi rigiditas/kekakuan pada otot, tremor halus bilateral di
seluruh tubuh serta gerakan “memutar-pil” dari jari-jari tangan.

c. Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat ini ditAndai dengan
banyak tidur, grogines dan keletihan.

d. Reaksi autoimun ditandai dengan penglihatan kabur, konstipasi, takikardi, retensi


urine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan salivasi (mulut
kering), sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal, “psikosis
atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi, kekacauan mental, kulit
kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria, dan
takikardia.

e. Reakasi autonomik (jantung) biasanya terjadi pening/pusing, takikardia,


penurunan tekanan darah diastolic. Reaksi akut merugikan dan jarang terjadi pada
penggunaan anti-psikosis adalah reaksi alergi, abnormalitas elektrokardiography
dan neurologis yang biasanya terjadi kejang grand mal dan tidak ada tAnda aura.

f. Reaksi alergi yang terjadi meliputi agranulositosis, dermatosis sistemik, dan


ikterik. Agranulositosis yang terjadi secara mendadak, demam, malaise, sakit
tenggorokan,ulserativa, leukopenia. Dermatosis sistemik, yaitu adanya
makupopapular, eritematosa, ruam gatal pada wajah-leher-dada-ekstrimitas,
dermatitis kontak jika menyentuh obat, fotosensitifitas yaitu adanya surbun hebat.
Ikterik dengan adanya demam, mual, nyeri abdomen, malaise, gatal, uji fungsi
lever abnormal.

g. Efek Samping Jangka Panjang

1) Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejala-gejala eksrapiramidal.


Diskinesia tardif merupakan efek samping jangka panjang yang umum terjadi
yaitu adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir, merengut,
menghisap, mengunyah, berkedip, gerakan rahang lateral, meringis; anggota
gerak, bahu melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki,
telapak kaki geplek, gerakan ibu jari kaki.

2) Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik yang ditAndai
dengan adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot, stupor, tremor,
inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK, hiperkalemia, gagal ginjal,
peningkatan nadi-pernapasan dan keringat.

2. Obat anti-depresi

efek terapi : meningkatkan mood

efek samping obatnya sebagai berikut :

a. Efeksedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor


berkurang, kemampuan kognitif menurun;

b. Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,


konstipasi, sinus takikardia;

c. Efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan hantaran elektrokardiografi, hipotensi;

d. Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia. Efek samping
ringan mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini (tergantung daya
toleransi dari klien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan
dengan dosis yang sama. Pada keadaan overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat
timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat,
hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium
dan disorientasi).

3. Obat anti-mania

Efek terapi : stabilisasi mood

Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi fisik klien.
Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama seperti mulut kering,
haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poli
uria, tremor halus. Efek samping lain hipotiroidisme, peningkatan berat badan,
perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar TSH/thyroid
stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti mengecap besi, lekositosis,
gangguan daya ingat dan konsentrasi pikiran menurun

4. Obat anti-ansietas

Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi seperti rasa
mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan
kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras lemes, cepat lelah. Potensi menimbulkan
ketergantungan obat disebabkan oleh efek samping obat yang masih dapat
dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat cepat. Penghentian obat
secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat, klien menjadi iritabel,
bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi.
Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum
alkohol, penyalahgunaan obat.

5. Obat anti-insomnia

Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah depresi susunan


saraf pusat terutama pada saat tidursehingga memudahkan timbulnya koma, karena
terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain itu terjadi uremia, dan gangguan
fungsi hati. Pada klien usia lanjut dapat terjadi “oversedation” sehingga risiko jatuh
dan Hip fracture (trauma besar pda sistem muskulo skleletal). Penggunaan obat anti-
insomnia golongan benzodiazepine dalam jangka panjang yaitu “rage reaction”
(perilaku menyerang dan ganas).

6. Obat anti-obsesif kompulasif


Efek samping penggunaan obat anti-obsesif kompulsif, sama seperti obat anti-
depresi trisiklik, yaitu efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk,
kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun;
efek anti-kolinergik seperti mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,
penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi; efek anti-
adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektokardiografi, hipotensi ortostatik;
efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang epileptic, agitasi, insomnia.

Efek samping yang sering dari penggunaan anti-obsesif kompulsif jenis trisiklik
adalah mulut kering dan konstipasi, sedangkan untuk golonggan SSRI efek samping
yang sering adalah nausea dan sakit kepala. Pada keadaan overdosis dapat terjadi
intoksikasi trisiklik dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi,
hiprpireksia, konvulsi, “toxic confusional state”(confusion, delirium, disorientasi).

7. Obat anti-panik

Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat berupa efek
antihistaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti
mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi; efek anti-
adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektrokardiografi, hipotensi ortostatic;
efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang, agitasi, insomnia.

C. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN OBAT

1. Obat anti-psikotik

Kesetaraan dosis obat anti-psikosis oral

Antipsikosis Dosis per hari


Klorpromazin 100 mg
Klozapin 50 mg
Haloperidol 2–3 mg
Pimozid 2 mg
Risperidon 0.5–1 mg
Sulpirid 200 mg
Trifluoperazin 5 mg
Pada dosis ekivalen semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (klinis)
yang sama, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis
obat antipsikosis harus mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat.Pengantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti-
psikosis tertentu sudah sudah diberikan dalam dosis optimal dan dalam jangka waktu
yang memadai tetapi tidak memberikan efek yang optimal maka dapat diganti dengan
obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalen, dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila klien memiliki
riwayat penggunaan obat anti-psikosis yang terbukti efektif dan efek samping obat
mampu ditolerir dengan baik maka obat tsb dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang.

Dengan dosis yang efektif, onset efek primer didapatkan setelah 2-4 minggu
pemberian obat, sedangkan efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 minggu. Waktu
paruh obat anti-psikosis adalah 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Dosis pagi
dan malam bisa berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosisi pagi
kecil, dosis malam lebih besar) sehingga kualitas hidup klien tidak terganggu.

Dosis awal diberikan dalam dosis kecil, kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari
hingga dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis). Evaluasi dilakukan
setiap 2 minggu dan bila diperlukan dosis dinaikkan hingga mencapai dosis optimal,
dan dosis pemberian dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi).Pemberian obat
dengan dosis efektif dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun. Setelah waktu tersebut
dosis diturunkan tiap 2-4 minggu dan stop.

Pemberian obat anti-psikosis yang bersifat “long acting” sangat efekti diberikan
pada klien yang tidak mau atau sulit minum obat secara teratur ataupun yang tidak
efektif terhadap medikasi oral. Sebelum penggunaan secara parenteral sebaiknya
pemberian obat dilakukan secara oral terlebih dahulu dalam beberapa minggu, hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efek hipersensitivitas. Pemberian obat
anti-psikosis “long acting” hanya diberikan pada klien skizoprenia yang bertujuan
untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan.

2. Obat anti-depresi

Dosis pemberian obat anti-depresi tergantu dari setia golongan obatnya dan konsi
kliennya contohnya obat Fluvoxamine (Merek dagang: Luvox) dengan Kondisi:
Depresi (Dewasa dengan 50–100mg per hari sebagai dosis awal. Dosis dapat
ditingkatkan hingga 300 mg. Dosis lebih dari 150 mg dapat dibagi menjadi 2–3 kali
konsumsi per hari). Dan dengan Kondisi : Gangguan obsesif kompulsif (OCD)
(Dewasa: 50 mg perhari. Dosis dapat ditingkatkan sampai maksimal 300 mg per hari
yang dapat dibagi menjadi 2 kali konsumsi per hari) dan (Anak usia 8 tahun ke atas:
25 mg per hari. Dosis dapat ditingkatkan 25 mg tiap 4–7 hari. Dosis di atas 50 mg
dapat dibagi menjadi 2 kali konsumsi)

Sangat perlu mempertimbangkan efek samping penggunaan obat golongan ini,


terutama penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang.Berikut ini adalah
urutan penggunaan obat anti depresi untuk meminimalisir efek samping langkah
pertama pemberian obat golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), ,
langkah kedua golongan trisiklik, langkah ketiga golongan tetrasiklik, golongan
atipikal, golongan MAOI dan inhibitor monoamine okside (MAOI)reversible.

Penggunaan litium dianjurkan untuk “unipolar recurrent depression” penggunaan


obat golongan ini bertujuan untuk mencegah kekambuhan, sebagai “mood stabilizer”.
Pemberian Dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer sekitar 2-4 minggu,
onset efek skunder sekitar 12-24 jam, dan waktu paruh 12-48 jam (pemberian 1-2 kali
perhari). Dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal diberikan malam hari (single
dose one hour before sleep)terutama untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik.
Golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi.
Pemberian obat anti-depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena
potensial adiksinya sangat minimal.

3. Obat anti-mania

Haloperidol (IM) merupakan obat indikasi klien mania akut dikombinasikan


dengan tablet litium carbonate. Haloperidol diberikan untuk mengatasi hiperaktivitas,
impulsivitas, iritabilitas, dengan “onset of action” yang cepat. Pada pemberian litium
karbonat, efek antimania baru muncul setelah penggunaan 7-10 hari. Pada gangguan
afektif bipolar (manikdepresif) dengan serangan episodic mania/depresi, penggunaan
litium karbonat sebagai obat profilaksi terhadap serangan sindrom mania/depresi
dapat mengurangi fekuensi, berat dan lamanya kekambuhan. Carbamazepin sebagai
pengganti litium karbonat dapat diberikan jika efek samping tidak bias ditolerir dan
kondisi fisik yang tidak memungkinkan.
Untuk mencegah kekambuhan, pada gangguan afektif unipolar dapat diberikan
obat anti-depresi SSRI yang lebih ampuh dari litium karbonat. Pemberian dosis perlu
mempertimbangkan onset efek primer 7-10 hari (1-2 minggu), rentang kadarserum
terapeutik 0,8-1,2mEq/L (dicapai dengan dosis sekitar 2 atau 3 kali 500 mg per hari)
dan kadar serum toksik diatas 1,5 mEq/L. Litum karbonat harus diberikan hingga 6
bulan, walaupun gejala mereda. Pemberian obat dihentikan secara gradual bila
memang tidak ada indikasi lagi.

Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan sampai
beberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan sindrom mania/depresi.
Penggunaan obat jangka panjang sebaiknya dalam dosis minimum dengan kadar
serum litium terendah yang masih efektif untuk terapi profilaksis.

Hal yang penting untuk diperhatikan pada pemberian obat golongan ini adalah
kadarnya dalam plasma. Misalnya pada pemberian lithium karbonat, dosis efektif
antara 0,8–1,2 meq/L. Hal ini perlu selalu dimonitor karena obat ini bersifat toksik
terutama terhadap ginjal.

4. Obat anti-ansietas

Golongan benzodiazepine merupakan obat anti ansietas yang sangat efektif karena
memiliki khasiat yang sangat tinggi dan efek adiksi serta toksisitas yang rendah
dibandingkan dengan meprobamate atau phenobarbital. Benzodiazepin adalah obat
pilihan dari semua obat yang mempunyai efek anti-ansietas, disebabkan spesifikasi,
potensi, dan keamanannya. Dosis obat efektif bila kadar obat dalam darah dengan
eksresi obat seimbang. Kondisi ini tercapai setelah 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali per
hari.

Pemberian obat dimulai dari dosis awal (dosis anjuran), selanjutnya dosis
dinaikkan setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal, dan dosis dipertahankan
selama 2-3 minggu, selanjutnya dosis diturunkan 1/8 x setiap 2-4 minggu sampai
dosis minimal yang efektif. Apabila terjadi kekambuh dosis obat dapat dinaikan
kembali dan bila efektif dosis dipertahankan hingga 4-8 minggu selanjutnya
diturunkan secara gradual.
Lama pemberian obat pada sindrom ansietas yang disebabkan faktor situasi
eksternal, pemberian obat tidak boleh melibihi waktu 1-3 bulan. Pemberian sewaktu-
waktu dapat dilakukan apabila sindrom ansietas dapat diantisipsi kejadiaanya.

5. Obat anti-insomnia

Pemilihan obat ini disesuaikan dengan jenis gangguan tidur, bila sulit masuk ke
dalam proses tidur maka obat yang dibutuhkan adalah golongan benzodiazepine short
acting; bila proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit untuk masuk kembali ke
proses tidur selanjutnya maka obat yang dibutuhkan adalah golongan heterosiklik
anti-depresan (trisiklik dan tetrasiklik); bila siklus proses tidur yang normal tidak utuh
dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian, maka obat yang dibutuhkan adalah
golongan Phenobarbital atau golongan benzodiazepine long acting.

Pengaturan dosis, pemberian tunggal dosis anjuran 15-30 menit sebelum tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai
1-2 minggu, kemudian secepatnya diturunkan secara gradual untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat. Penggunaan obat anti-insomnia sebaiknya
sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu agar resiko ketergantungan kecil.
Kontra indikasi penggunaan obat antiinsomnia adalah “sleep apnoe syndrome”,
“congestive heart failure”, dan chronic respiratory disease”.

6. Obat anti-obsesif kompulasif

Sampai saat ini, clomipramine masih merupakan obat yang paling efektif dari
kelompok trisiklik untuk pengobatan obsesif kompulsif. Dan merupakan pilihan
utama pada terapi gangguan depresi yang menunjukkan gejala obsesif. Selain itu
SSRI juga merupakan pilihan untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif bila ada
hipersensitivitas dengan trisiklik. Pemberian pertama dilakukan dalam dosis rendah
untuk penyesuaian efek samping, namun dosis obat ini umumnya lebih tinggi dari
dosis anti-depresi. Dosis pemeliharaan diberikan dengan sosis yang lebih tinggi
meskipun sifatnya individual.

Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara gradual agar tidak terjadi
kekambuhan dan memberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri. dengan
maksimal lama pemberian 2-3 bulan. meskipun respon terhadap pengobatan sudah
terlihat dalam 1-2 minggudengan dosis antara 75-225 mg/hari., tetapi lama pemberian
obat ini antara tidak boleh melenleb., untuk mendapatkan hasil yang memadai
setidaknya diperlukan waktu 2-3 bulan Batas lamanya pemberian obat bersifat
individual, umumnya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan secara
bertahap bila kondisi klien sudah memungkinkan.

7. Obat anti-panik

Semua jenis obat anti-panik (trisiklik, benzodizepin, RIMA, SSRI) sama


efektifnya guna menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium
awal dari gangguan panik. Pengaturan dosis pemberian obat anti-panik adalah dengan
melihat keseimbangan antara efek samping dan kasiat obat. Mulai dengan dosis
rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan dalam beberapa minggu untuk
meminimalkan efek samping dan mencegah terjadiya toleransi obat. Dosis efektif
biasanya dicapai dalam aktu 2-3 bulan. Dosis pemeliharaan umunya agak tinggi,
meskipun sifatnya individual. Lama pemberian obat bersifat individual, namun pada
umunya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila
kondisi klien sudah memungkinkan. Ada beberapa klien yang memerlukan
pengobatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari
disabilitas.

D. INDIKASI OBAT DAN KONTRAINDIKASI OBAT

1. Obat anti-psikotik

a. Indikasi : menyupresi gejala psikotik seperti gangguan proses pikir (waham),


gangguan persepsi (halusinasi), aktivitas psikomotor yang berlebihan
(agresivitas). Dan sindrom psikosis fungsional seperti skizofrenia, psikosis
paranold, psikosis afektif singkat dda juga pada sindrom psikosis organic seperti
sindrom delirium,dementia, intoksikasi alokohol dll.

b. Kontra indikasi : Gangguan kejang, Glukoma, Klien lanjut usia dan Wanita hamil
atau sedang menyusui, penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat (parkinson, tumor otak),
gangguan kesadaran.

2. Obat anti-depresi
a. Indikasi : untuk gangguan depresi berat dengan kecenderungan bunuh diri, perlu
dipertimbangkan penggunaan ECT sebagai pendamping pemberian antidepresan,
nyeri berat dan kronis, eneuresis anak > 6 tahun, gangguan obsesif-kompulsif.

b. Kontra indikasi : orang tidak mengalami gangguan depresi, wanita hamil atau
sedang menyusui

3. Obat anti-mania

a. Indikasi : sindrom mania ditAndai adanya keadaan afek yang meningkat hampir
setiap hari selama paling sedikit satu minggu. Keadaan tersebut disertai paling
sedikit 4 gejala berikut:Peningkatan aktivitas, lebih banyak berbicara dari
lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung, berkurangnya
kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam aktivitas.
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala seperti
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

b. Kontra indikasi : penyakit jantung koroner, MCI (myocard infark, khususnya


pada usia lanjut); glaucoma, retensi urine, hipertropi prostat, gangguan fungsi hati,
epilepsy; Sedangkan kontra indikasi penggunaan obat litium adalah kelainan
fungsi jantung, ginjal dan kelenjar tiroid.

4. Obat anti-ansietas

a. Indikasi : Sindrom ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum, gangguan


panik, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress paska
trauma. Sindrom ansietas organic seperti hyperthyroid, pheochromosytosis, dll.
Sindrom ansietas situasional seperti gangguan penyesuaian dengan ansietas dan
gangguan cemas perpisahanSindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa
dengan ansietas (skizofrenia, gangguan paranoid, dll). Penyakit fisik dengan
ansietas seperti pada klien stroke, Myocard Cardio Infac (MCI) dan kanker dll

b. Kontra indikasi : Penyakit hati, Pasien lansia, Penyakit ginjal, Glaukoma,


Kehamilan atau menyusui, Psikosis, Gangguan pernapasan sebelumnya dan
Reaksi hipersensitif

5. Obat anti-insomnia

Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang dapat terjadi pada :
a. Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan unipolar (episode
mania atau depresi, gangguan ansietas (panic, fobia); sindrom insomnia organic
seperti hyperthyroidism, putus obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital,
narkotika), zat perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine);

b. Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian dengan


ansietas/depresi, sleep, wake schedule (jet lag, workshift), stres psikososial;

c. Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan insomnia (pain


producing illness, paroxysmal nocturnal dyspnea),

d. Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan paranoid).

6. Obat anti-obsesif kompulasif

Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom obsesif kompulsi. Diagnostik obsesif
kompulsif dapat diketahui bila individu sedikitnya dua minggu dan hampir setiap hari
mengalami gejala obsesif kompulsif, dan gejala tersebut merupakan sumber
penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (disability).

Kontra indikasi dari obat jenis ini yaitu pada ibu hamil atau menyususil.

7. Obat anti-panik

Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom panik. Diagnostik sindrom panik dapat
ditegakkan paling sedikit satu bulan individu mengalami beberapa kali serangan
ansietas berat, gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia. Panik
merupakan gejala yang merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas sehari-hari (phobic avoidance).

Kontra indikasi dari obat jenis ini yaitu pada ibu hamil atau meyusui.

E. CARA KERJA OBAT DI DALAM TUBUH

1. Obat anti-psikotik

Obat golongan antipsikotik bekerja dengan memengaruhi zat-zat kimia atau


neurotransmitter di dalam otak, terutama dopamin. Kadar dopamin yang terlalu tinggi
bisa mengganggu fungsi otak hingga dapat menyebabkan perubahan perilaku, emosi,
dan perasaan, serta memengaruhi pengendalian pergerakan otot. Obat antipsikotik
bekerja dengan menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan
menghambat reseptor dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal
seperti dijelaskan di bawah, serta efek hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat
mempengaruhi reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik, serta serotonergik.

2. Obat anti-depresi

Obat ini bekerja dengan cara menyeimbangkan kandungan senyawa kimia alami
di dalam otak yang disebut neurotransmitter, sehingga bisa meredakan keluhan dan
membantu memperbaiki suasana hati dan emosi.

Obat ini berkerja dengan cara sesuai dengan makna harfiahnya, yakni dengan
menghambat penyerapan serotonin yang mengalir di dalam darah. Serotonin sendiri
merupakan senyawa kimia yang bertugas dalam penyampaian pesan antarsel otak.
Senyawa ini beredar di dalam otak dan kemudian akan diserap menuju aliran
darah.Serotonin dikaitkan dengan rasa bahagia manusia karena mampu memberikan
sensasi rileks pada kondisi psikologis. Dengan kemampuannya tersebut, serotonin pun
sering dijuluki sebagai salah satu “senyawa kebahagiaan”.Gangguan psikologis
seperti depresi dikaitkan dengan kadar senyawa kebahagiaan yang rendah, termasuk
serotonin, dopamin, dan norepinefrin. Obat akan bekerja dengan mencegah
penyerapan beberapa serotonin yang sudah ada di dalam otak. Dengan begitu,
senyawa ini tetap tertahan di otak dan kadarnya bisa lebih tinggi.Kadar serotonin yang
tetap di dalam otak diharapkan dapat meredakan kondisi depresi. Namun, penting
untuk diingat bahwa SSRI tidak merangsang produksi serotonin.

3. Obat anti-mania/antimatik

Walaupun belum diketahui cara kerja pastinya, antimania diyakini bekerja


mengendalikan suasana hati (mood) dengan cara memengaruhi kadar zat kimia
khusus di dalam otak, yaitu neurotransmitter, seperti dopamin, GABA, atau serotonin.

4. Obat anti-ansietas

Antiansietas bekerja dengan cara memengaruhi sistem saraf pusat dan


menyeimbangkan zat kimia di otak, sehingga aktivitas otak lebih tenang.

5. Obat anti-insomnia

Zolpidem akan memengaruhi zat kimia yang ada di otak sehingga menurunkan
rangsangan pada sel-sel saraf. Kerja obat ini akan membantu penderita insomnia
untuk tidur lebih cepat, tidur lebih lama, dan memiliki kualitas tidur yang lebih baik.
Obat ini hanya boleh digunakan dalam jangka pendek.

6. Obat anti-obsesif kompulasif

Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar serotonin. Serotonin merupakan
salah satu zat kimia alami di otak yang berperan mengatur suasana hati. Dengan
meningkatnya kadar serotonin, suasana hati dan perilaku akan lebih terkontrol.

F. TINDAKAN ANTISIPASI TERHADAP EFEK TERAPI MAUPUN EFEK SAMPING


YANG TIMBUL

1. Obat anti-psikotik

Tindakan keperawatan :

1) Gejala ekstrapiramidal : turunkan dosis, beri THP.

2) Sindrom neuroleptika maligna : stop obat, beri tindakan simtomatis.

3) Hipotensi orthostatik : monitor tekanan darah

4) Efek antikolinergik : diet tinggi serat, minum yang banyak.

5) Agranulositosis : isolasi, antibiotik

2. Obat anti-depresi

Tindakan keperawatan : monitor efek samping dan beri pengobatan simtomatis

3. Obat anti-mania

Tindakan keperawatan : Awasi dosis, Pengobatan berkelanjutan dan Atasi gejala

4. Obat anti-ansietas

Tindakan keperawatan :

1) Anjurkan tidak menggunakan alat berbahaya, menyopir.

2) Benzodiazepin menyebabkan gangguan ereksi dan kesulitan orgasme

3) Untuk menghentikan obat perlu bertahap.

4) Monitor ketat pada lansia .


5) Hindari penyalahgunaan.

6) Pemberian maksimal 100 hari


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif atau
obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas adanya kesamaan efek obat
terhadap penurunan atau berkurangnya gejala. Kesamaan dalam susunan kimiawi obat
dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.

Jenis obat ini terbagai menjadi obat antipsikotik, antidepresi, antimania, antiansietas,
antiinsomnia, anti-obsesif kompulatif, dan anti panik. Setiap jenis obat ini mmemiliki
indikasi,konta indikasi, efek terapi, efek samping dan dosis yang berbeda-beda.
Penggunaan obat ini juga sangat diperhatikan dengan baik bagaimana cara pemberiaanya,
karena setiap klien/pasien memiliki kondisi yang berbeda dan pemberian obatnya serta
dosisnya juga berbeda.

B. SARAN

Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka, untuk itu
perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang permasalahan yang sedang
dihadapi oleh klien. Perawat harus memahami prinsip-prinsip dalam pemberian obat
psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek
samping, cara pemberian, kontra indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah, 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan ; Keperwatan Jiwa. Jakarta :
Pusdik SDM Kesehatan. Diakses pada 15.00 Jum’at 25 maret 2022
Risnasari Norma, 2019. Bahan Ajar Keperawat Jiwa. Kediri : Prodi D-III keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Sains Uversitas PGRI Kediri. Diakses pada 15.14 WIT
jum’at 25 maret 2022.
Badan POM RI (2015). Antipsikosis. Dikases di https://pionas.pom.go.id pada pukul 13.23
WIT 29 maret 2022
Dr.Merry Dame Cristy Pane (2020). Antidepresan. Diakses di https://www.alodokter.com
Pada pukul 13.27 29 maret 2022

Anda mungkin juga menyukai