Anda di halaman 1dari 13

NAMA : RIAN DWI KURNIA

NIM : 10120106

D3 KEPERAWATAN

Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan oleh seorang
perawat pada sekelompok klien dengan masalah keperawatan yang sama (Keliat &
Pawirowiyono, 2014).

Jenis-jenis terapi aktivitas kelompok

1) Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi

2) Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi sensori

3) Terapi aktivitas kelompok (TAK) orientasi realita

4) Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi

Manfaat

a.Umum

-Meningkatkan kemampuan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari orang lain.

-Melakukan sosialisasi

-Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan efektif.

b. Khusus

-Meningkatkan identitas diri

-Menyalurkan emosi secara konstruktif

-Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau sosial

c. Rehabilitasi

-Meningkatkan keterampilan ekspresi diri

-Meningkatkan ketrampilan sosial

-Meningkatkan kemempuan empati

-Meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan masalah.


Tujuan

Tujuan terapi aktivitas kelompok menurut (Direja, 2011) :

Mengembangkan stimulasi kognitif

Tipe : Biblioterapy.

Aktifitas : menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk merangsang dan
mengembangkan hubungan dengan orang lain.

Mengembangkan stimulasi sensoris

Tipe : musik, seni, menari.

Aktifitas : menyediakan kegiatan, mengekpresikan perasaan.

Tipe : relaksasi.

Aktifitas : belajar teknik relaksasi dengan cara nafas dalam.

2. Mengembangkan orientasi realitas

Tipe : kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.

Aktifitas : fokus pada orientasi waktu, tempat, dan orang, benar, salah.

3. Mengembangkan sosialisasi

Tipe : kelompok remotivasi.

Aktifitas : mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi.

TAHAPAN

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang.
Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu : fase praklompok, fase awal kelompok,
fase kerja kelompok, fase terminasi kelompok (Prabowo, 2017).

Fase Prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat
dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Yosep dalam Prabowo (2017), jumlah
kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7 – 8 orang. Sedang jumlah minimum 4
dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah
punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat.
2. Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peeran baru. Stuart dan
Laria dalam Prabowo (2017) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan
kohesif.

Tahap Orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan system sosial masing-masing, leader menunjukan


rencana terapi dan menyepakati kontrk dengan anggota.

b. Tahapan Konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan
perasaan, baik positif maupun negative dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik.
Serta mencegah prilaku yang tidak produktif.

c. Tahap Kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.

d. Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini kelompok sudah menjadi intim. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Pada akhir
fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai
percaya diri dan kemandirian.

e. Fase Terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan
secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau
akhir.

PSIKOFARMAKA

Psikofarmakologi adalah studi tentang obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan
mental yang mempengaruhi suasana hati, perhatian, perilaku, dan proses berpikirmu. Meskipun
obat-obat ini sangat bervariasi dalam komposisi dan kemanjurannya, banyak dari itu bekerja
dengan menargetkan neurotransmitter di otak, biasanya dengan merangsang atau menghambat
pelepasan mereka atau menghalangi pengambilan kembali dalam sistem saraf.

Meskipun jarang dibicarakan di luar pengaturan medis, dalam beberapa dekade terakhir,
penggunaan obat-obatan untuk mengurangi gejala gangguan mental, terutama depresi atau
gangguan defisit perhatian, telah menjadi lebih dapat diterima secara sosial. Pergeseran budaya
ini telah mengakibatkan agen psikoaktif ini menjadi diantara obat-obatan yang paling banyak
diresepkan saat ini, serta meningkatnya persaingan diantara perusahaan farmasi untuk membuat
formulasi baru atau memojokkan pasar psikiatri baru.

Meskipun ada di mana-mana, bagaimanapun, masih ada banyak perdebatan tentang penggunaan
obat-obatan untuk mengatasi tantangan kesehatan mental, terutama apakah aman menggunakan
stimulan yang kuat untuk menangani masalah kurangnya perhatian pada anak-anak, atau apakah
efek samping potensial dari obat antidepresan lebih besar daripada segala kemungkinan manfaat
perawatan. Selain itu, efektivitas umum antidepresan ketika diukur terhadap plasebo tetap
kontroversial, walaupun banyak penelitian besar telah menyimpulkan bahwa perawatan yang
terbukti paling efektif menggabungkan obat antidepresan dengan psikoterapi.

Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan saraf pusat. Efek utamanya
pada aktivitas mental dan perilaku, yang biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan
kejiwaan. Terdapat banyak jenis obat psikofarmaka dengan farmakokinetik khusus untuk
mengontrol dan mengendalikan perilaku pasien gangguan jiwa. Golongan dan jenis
psikofarmaka ini perlu diketahui perawat agar dapat mengembangkan upaya kolaborasi
pemberian psikofarmaka, mengidentifikasi dan mengantisipasi terjadinya efek samping, serta
memadukan dengan berbagai alternatif terapi lainnya.

Berdasarkan efek klinik, obat psikotropika dibagi menjadi golongan antipsikotik, antidepresan,
antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer).

JENIS-JENIS

Antipsikotik

Obat ini dahulu disebut neuroleptika atau major tranqullizer. Indikasi utama obat golongan ini
adalah untuk penderita gangguan psikotik (skizofrenia atau psikotik lainnya).

Klasifikasinya antara lain sebagai berikut.

Derivat fenotiazin
Rantai samping alifatik Contoh:

Chlorpromazine (Largatil, ethibernal)

Levomepromazine (Nozinan)

Rantai samping piperazin Contoh:

Trifluoperazin (Stelazine)

Perfenazin (Trilafon)

Flufenazin (Anatensol)

Rantai samping piperidin Contoh: Thioridazin (Melleril)

Derivat butirofenon

Contoh: Haloperidol (Haldol, Serenace)

Derivat thioxanten

Contoh: Klorprotixen (Taractan)

Deribat dibenzoxasepin

Contoh: Loksapin

Derivat difenilbutilpiperidin

Contoh Pimozide (Orap)

Derivat benzamide

Contoh: Sulpirid (dogmatil)


Derivat benzisoxazole

Contoh: Risperidon (Risperdal)

Derivat dibenzoxasepin (antipsikotik atipikal)

Contoh: Clozapin (Leponex)

Antidepresan

Merupakan golongan obat-obatan yang mempunyai khasiat mengurangi atau menghilangkan


gejala depresif. Pada umumnya bekerja meningkatkan neurotransmitter norepinefrin dan
serotonin.

Klasifikasinya antara lain sebagai berikut.

Golongan trisiklik

Contoh: Imipramin (Tofranil), Amitriptilin (Laroxyl), Clomipramin (Anafranil)

Golongan tetrasiklik

Contoh: Maprotilin (Ludiomil)

Golongan monoaminoksidase inhibitor (MAOI)

Contoh: Rima/Moclobemide (Auroric)

Golongan serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI)

Contoh: Setralin (Zoloft), Paroxetine (Seroxal), Fluoxetine (Prozax)


Untuk gangguan depresi berat dengan kecenderungan bunuh diri, perlu dipertimbangkan
penggunaan ECT sebagai pendamping pemberian antidepresan.

Efek samping yang sering terjadi pada pemberian antidepresan antara lain sebagai berikut.

Gangguan pada sistem kardiovaskular.

Hipotensi, terutama pada pasien usia lanjut.

Hipertensi (sering terjadi pada antidepresan golongan MAOI yang klasik).

Perubahan pada gambaran EKG (kardiotoksik terutama pada antidepresan golongan trisiklik).

Gangguan sistem atonom akibat efek antikolinergik.

Obstipasi, mulut dan tenggorokan kering, mual, sakit kepala, serta lain-lain.

Antiansietas (anxiolytic Sedative)

Obat golongan ini dipakai untuk mengurangi ansietas/kecemasan yang patologis tanpa banyak
berpengaruh pada fungsi kognitif. Secara umum, obat-obat ini berefek sedatif dan berpotensi
menimbulkan toleransi/ketergantungan terutama pada golongan Benzodiazepin.

Klasifikasinya adalah sebagai berikut.

Derivat benzodiazepin

Contoh: Klordiazopoksid (Librium), Diazepam (Valium), Bromazepam (Lexotan), Lorazepam


(Aktivan), Clobazam (Frisium), Alprazolam (Xanax), Buspiron (Buspar)

Derivat gliserol

Contoh: Meprobamat (Deparon)

Derivat barbitrat

Contoh: Fenobarbital (Luminal)

Obat-obat golongan Benzodiazepam paling banyak disalahgunakan karena efek hipnotiknya dan
terjaminnya keamanan dalam pemakaian dosis yang berlebih. Obat-obat golongan ini tidak
berefek fatal pada overdosis kecuali bila dipakai dalam kombinasi dengan antisiolitik jenis lain
atau dicampur alkohol.

Efek samping yang sering dikeluhkan adalah sebagai berikut.

Rasa mengantuk yang berat.

Sakit kepala.

Disartria.

Nafsu makan bertambah.

Ketergantungan.

Gejala putus zat (gelisah, tremor, bila berat bisa sampai terjadi kejang-kejang).

EFEK SAMPING

Antipsikotik

Efek utama obat antipsikotik adalah menyupresi gejala psikotik seperti gangguan proses pikir
(waham), gangguan persepsi (halusinasi), aktivitas psikomotor yang berlebihan (agresivitas), dan
juga memiliki efek sedatif serta efek samping ekstrapiramidal. Timbulnya efek samping sangat
bervariasi dan bersifat individual.

Efek samping yang dapat terjadi antara lain sebagai berikut.

1. Gangguan neurologik

Gejala ekstrapiramidal

Akatisia

Kegelisahan motorik, tidak dapat duduk diam, jalan salah duduk pun tak enak.

Distonia akut
Kekakuan otot terutama otot lidah (protusio lidah), tortikolis (otot leher tertarik ke satu sisi),
opistotonus (otot punggung tertarik ke belakang), dan okulogirikrisis (mata seperti tertarik ke
atas).

Sindroma Parkinson/Parkinsonisme

Terdapat rigiditas otot/fenomena roda bergerigi, tremor kasar, muka topeng, hipersalivasi,
disartria.

Diskinesia tardif

Gerakan-gerakan involunter yang berulang, serta mengenai bagian tubuh/ kelompok otot tertentu
yang biasanya timbul setelah pemakaian antipsikotik jangka lama.

Sindroma neuroleptika maligna

Kondisi gawat darurat yang ditandai dengan timbulnya febris tinggi, kejang-kejang, denyut nadi
meningkat, keringat berlebihan, dan penurunan kesadaran. Sering terjadi pada pemakaian
kombinasi antipsikotik golongan Butirofenon dengan garam lithium.

Penurunan ambang kejang

Perlu diperhatikan pada penderita epilepsi yang mendapat antipsikotik.

2. Gangguan otonom

Hipotensi ortostatik/postural

Penurunan tekanan darah pada perubahan posisi, misalnya dari keadaan berbaring kemudian
tiba-tiba berdiri, sehingga dapat terjatuh atau syok/kesadaran menurun.

Gangguan sistem gastrointestinal

Mulut kering, obstipasi, hipersalivasi, dan diare.


Gangguan sistem urogenital Inkontinensia urine.

Gangguan pada mata

Kesulitan akomodasi, penglihatan kabur, fotofobia karena terjadi mydriasis.

Gangguan pada hidung

Selaput lendir hidung edema sehingga pasien mengeluh hidungnya mampet.

3. Gangguan hormonal

Hiperprolaktinemia

Galactorrhoea

Amenorrhoea

Gynecomastia pada laki-laki

4. Gangguan hematologi

Agranulositosis

Thrombosis

Neutropenia

5. Lain-lain

Dapat terjadi ikterus obstruktif, impotensia/disfungsi seksual, alergi, pigmentasi retina,


dermatosis.

Antidepresan
Efek samping yang sering terjadi pada pemberian antidepresan antara lain sebagai berikut.

Gangguan pada sistem kardiovaskular.

Hipotensi, terutama pada pasien usia lanjut.

Hipertensi (sering terjadi pada antidepresan golongan MAOI yang klasik).

Perubahan pada gambaran EKG (kardiotoksik terutama pada antidepresan golongan trisiklik).

Gangguan sistem atonom akibat efek antikolinergik.

Obstipasi, mulut dan tenggorokan kering, mual, sakit kepala, serta lain-lain.

Antiansietas (anxiolytic Sedative)

Efek samping yang sering dikeluhkan adalah sebagai berikut.

Rasa mengantuk yang berat.

Sakit kepala.

Disartria.

Nafsu makan bertambah.

Ketergantungan.

Gejala putus zat (gelisah, tremor, bila berat bisa sampai terjadi kejang-kejang)

PERAN PERAWAT

Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka. Untuk itu perawat
dituntut menguasai secara luas berbagai pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi oleh
pasien terkait penggunaan obat psikofarmaka.Selain itu seorang perawat wajib memiliki
pengetahuan yang luas mengenai program terapi psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat,
dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, dan kontra indikasi sehingga
asuhan keperawatan dapat diberikan secara holistik.
IDENTIFIKASI MASALAH KLIEN DALAM PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA

Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam mengidentifikasi masalah pemberian obat
psikofarmaka. Identifikasi masalah dalam pemberian psikofarmaka dimulai dari pengkajian
dengan melakukan pengumpulan data yang meliputi diagnosa medis, riwayat penyakit, hasil
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian
serta program terapi yang lain yang diterima oleh pasien dan memahami serta melakukan
berbagai kombinasikan obat dengan terapi Modalitas.

Selain itu perawat juga harus melakukan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang
pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat dan monitoring efek
samping penggunaan obat. Melalui pengkajian yang komprehensif, perawat dapat
mengidentifikasi permasalahan yang sedang dialami pasien.

Masalah kesehatan jiwa yang dialami pasien dalam program pemberian obat psikofarmaka dapat
dikelompokkan sebagai berikut: psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguan ansietas,
gangguan insomnia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.

Selain mengidentifikasi peran diatas, perawat memiliki peran yang sangat penting yaitu mampu
mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota tim sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai antara klien, keluarga dan tim kesehatan sehingga tujuan perawatan
dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan, untuk itu perawat dituntut mampu bekerja didalam
suatu sistem dan budaya kerja yang tinggi.

PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA

Karena Anda telah mampu memahami dengan baik permasalahan yang dialami dan strategi
pemberian obat psikofarmaka pada klien gangguan jiwa, maka bahasan selanjutnya adalah peran
perawat dalam pemberian psikofarmaka. Adapun langkah-langkah tersebut akan diuraikan
sebagai berikut.

Pengkajian. Pengkajian secara komprehensif akan memberikan gambaran yang sesungguhnya


tentang kondisi dan masalah yang dihadapi klien, sehingga dapat segera menentukan langkah
kolaboratif dalam pemberian psikofarmaka.

Koordinasi terapi modalitas. Koordinator merupakan salah satu peran seorang perawat. Perawat
harus mampu mengkoordinasikan berbagai terapi modalitas dan program terapi agar klien
memahami manfaat terapi dan memastikan bahwa program terapi dapat diterima oleh klien.
Pemberian terapi psikofarmakologik. Perawat memiliki peran yang sangat besar untuk
memastikan bahwa program terapi psikofarmaka diberikan secara benar. Benar klien, benar obat,
benar dosis, benar cara pemberian, dan benar waktu.

Pemantauan efek obat. Perawat harus harus memantau dengan ketat setiap efek obat yang
diberikan kepada klien, baik manfaat obat maupun efek samping yang dialami oleh klien.

Pendidik klien. Sebagai seorang edukator atau pendidik perawat harus memberikan pendidikan
pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga sehingga klien dan keluarga memahami dan mau
berpartisipasi aktif di dalam melaksanakan program terapi yang telah ditetapkan untuk diri klien
tersebut.

Program rumatan obat. Bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan kesehatan pada klien
mengenai pentingnya keberlanjutan pengobatan pasca dirawat.

Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat. Perawat berperan serta
secara aktif sebagai bagian dari tim penelitian pengobatan klien.

Anda mungkin juga menyukai