Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kita
nikmat berupa nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga kami selaku penyusun bisa
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Kedua kalinya kami menghanturkan shalawat serta
salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari
alam kegelapan menuju alam terang benderang sehingga kita diberkahi banyak ilmu
pengetahuan. Pada makalah ini akan dibahas Asuhan Keperawatan psikososial gangguan citra
tubuh

Terimakasih kepada Ibu Ari Setyawati, S. Kep., Ns., M. Kep dan Ns., Ika
Purnamasari, M. Kep yang telah membimbing kami dalam membuat makalah ini.Dan Ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini khususnya bagi
anggotaanggota yang saling membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga
makalah ini bisa tersusun dengan baik. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.

Wonosobo, 23 Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................6
KONSEP DASAR PENYAKIT...............................................................................6
A. Anatomi Fisiologi.........................................................................................6
B. Definisi..........................................................................................................7
C. Etiologi..........................................................................................................7
D. Patofisiologi..................................................................................................8
E. Pathways.......................................................................................................9
F. Manifestasi Klinis.......................................................................................10
G. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................11
H. Penatalaksanaan..........................................................................................11
I. Komplikasi..................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................12
A. Pengkajian...................................................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................13
C. Intervensi Keperawatan...............................................................................13
BAB IV..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nefrotik sindrom (NS) adalah penyakit glomerulus atau cacat pada
permeabilitas glomerulus yang ditandai dengan manifestasi klinis berupa proteinuria
masif, hipoalbumin berat, edema dan hiperkolesterol. Nefrotik sindrom paling sering
terjadi pada masa anak-anak (Leliana, 2012). Penyakit kelainan minimal,
glomerulosklerosis fokus dan segmental dan nefropati membranous adalah penyakit
langka yang menyebabkan morbiditas serius dan kematian yang tinggi sekitar 15%
pada tahun 2008 di Amerika Serikat (Gadegbeku, 2013). Nefrotik sindrom dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu primer dan sekunder. Nefrotik sindrom pada anak merupakan
penyakit yang paling sering ditemukan.
Berdasarkan hasil pencatatan data di Yogyakarta mulai bulan November 2019
sampai dengan Februari 2020 tercatat 15 kasus dari 146 pasien (10,3%) terdiri dari 10
laki-laki dan 5 perempuan. Berdasarkan data tersebut maka didapati kasus NS masih
tergolong tinggi
Kegawatan yang dapat terjadi pada penderita NS ini ada pada tingkat
keparahan/derajat volume berlebih pada pasien. Volume yang berlebih (hipervolemia)
akhirnya akan menimbulkan edema dan menyebabkan berbagai masalah baru bagi
pasien. Sebagai contoh, jika edema terjadi pada dada atau perut pasien (asites) maka
pasien akan merasakan sesak nafas dan munculah masalah keperawatan ‘pola nafas
tidak efektif’.
Masalah keperawatan lain juga dapat timbul apabila edema terjadi di lokasi
yang berbeda. Dari segi medis, apabila NS tidak ditangani dengan segera dan benar
maka dapat menyebabkan keparahan tingkat lanjut (gagal ginjal). Pasien dengan gagal
ginjal sudah dipastikan untuk mengganti ginjalnya dengan yang baru, dan jikalau
masih belum diganti maka pasien setidaknya harus melakukan terapi cuci darah 2x
seminggu dan berlangsung sampai pasien mendapatkan ginjal pengganti keperawatan
lain juga dapat timbul apabila edema terjadi di lokasi yang berbeda.
Dari segi medis, apabila NS tidak ditangani dengan segera dan benar maka
dapat menyebabkan keparahan tingkat lanjut (gagal ginjal). Pasien dengan gagal
ginjal sudah dipastikan untuk mengganti ginjalnya dengan yang baru, dan jikalau
masih belum diganti maka pasien setidaknya harus melakukan terapi cuci darah 2x
seminggu dan berlangsung sampai pasien mendapatkan ginjal pengganti (kolaborasi
dengan tenaga medis) untuk mengecilkan edema, dalam bidang rehabilitatif yaitu
perawat melakukan perawatan selama di rumah sakit dan melibatkan orang tua atau
keluarga. (Arif Mansjoer, 2000) Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik
untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Studi Dokumentasi Hipervolemia
pada An. A dengan Nefrotik Sindrom "

B. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Pada tujuan umum penulisan penulis mengetahui hasil studi dokumentasi hipervolemia pada
pasien an. A dengan nefrotik sindrom.
2. Tujuan Khusus
Penulis mendapatkan gambaran tentang : a. Hasil studi dokumentasi mengenai pengkajian
hipervolemia pada pasien an. A dengan nefrotik sindrom. b. Hasil studi dokumentasi
mengenai diagnosis keperawatan hipervolemia pada pasien an. A dengan nefrotik sindrom

c. Hasil studi dokumentasi mengenai perencanaan tindakan keperawatan hipervolemia pada


pasien an. A dengan nefrotik sindrom.
d. Hasil studi dokumentasi mengenai pelaksanaan tindakan keperawatan hipervolemia pada
pasien an. A dengan nefrotik sindrom.
e. Hasil studi dokumentasi mengenai evaluasi dan pendokumentasian tindakan keperawatan
hipervolemia pada pasien an. A dengan nefrotik sindrom.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Anatomi Fisiologi
Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah yang berada di
kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah tulang rusuk manusia. Ginjal sering
disebut bawah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya di sebelah belakang rongga
perut, kanan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan,
berwarna merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada
orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan
keluar pada hilus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis
(Irianto, 2013).
Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan membentuk pembungkus
yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri 7 atas bagian korteks dari
sebelah luar dan bagian medula di sebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas 15 sampai
16 massa berbentuk piramida yang disebut piramis ginjał. Puncak-puncaknya langsung
mengarah ke hilus dan berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis
ginjal (Irianto, 2013).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula
fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul fibrosa terdapat
jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh fasia gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal
dengan kapsul gerota terdapat rongga perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar
anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning.
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi
oleh limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2011).
2. fisiologi ginjal
Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari
zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh melalui penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat
yang dikehendaki tubuh direabsropsi di tubulus. Sedangkan mekanisme kedua nefron adalah
dengan sekresi (prostaglandin oleh sel dinding duktus koligentes dan prostasiklin oleh arteriol
dan glomerulus). Beberapa fungsi ginjal adalah sebagai berikut (Syaifuddin, 2011)

dalam darah). Sekitar 75% asam urat diekskresikan oleh ginjal, sehingga jika terjadi
peningkatan konsentrasi asam urat serum akan membentuk kristalkristal penyumbat pada
ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik
e. Fungsi hormonal dan metabolisme Ginjal mengekskresikan hormon renin yang mempunyai
peranan penting dalam mengatur tekanan darah (system rennin-angiotensis-aldesteron), yaitu
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoesis). Disamping itu ginjal juga
membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk
absorbsi ion kalsium di usus.
f. Pengeluaran zat beracun Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-
obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

B.Definisi
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996:953)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,hipoalbuminemia 
dan hiperkolesterolemia kadang#kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal. (Ngastiyah, 1997")

C. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen antibodi. umumnya
para ahli membagi etiologinya menjadi:
a.Sindrom nefrotik bawaan
diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun
tidak berhasil. prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
 b.Sindrom nefrotik sekunder
 Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.
2. penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatanlebah, racun
oak, air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik

c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya "berdasarkan histopatologis yang


tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churg dkk membagi dalam 4 golonganyaitu: kelainan minimal ,nefropati membranosa,
glumerulonefritis proliferatif danglomerulosklerosis fokal segmental

D. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan berpindah ke
interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler
berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak
segera diatasi akan berdampak pada hipotensi
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran darah ke renal,
ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang mengakibatkan
retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada edema. Penurunan daya tahan tubuh
juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan
Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol dan trigliserida
serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan
penurunan onkotik plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar akibat
kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia, dan akan
ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria Menurunnya kadar natrium dalam darah anak
dengan sindroma nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya
renin mengubah angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru
selanjutnya mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah tinggi.
Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natrium yang terlalu sedikit
akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).
E. Pathway

Anda mungkin juga menyukai