Perancis( Huguenot) yang ber- emigrasi dari wilayah Lorraine pada saat perang agama pada akhir
abad ke- 16. Sejak kecil, Saussure benar telah tertarik dalam bidang bahasa. Pada tahun 1870, dia
masuk Institut Martine, di Paris. 2 tahun setelah itu( 1872), dia menulis“ Essai sur les langues” yang
dia persembahkan buat pakar linguistik pujaan hatinya( yang membantu ia buat masuk ke Institut
Martine, Paris), ialah Pictet. Pada tahun 1874 dia belajar fisika serta kimia di universitas
Genewa( cocok tradisi keluarganya), tetapi 18 bulan setelah itu, dia mulai belajar bahasa sansekerta
di Berlin. Warnanya, Saussure terus menjadi tertarik pada riset bahasa, hingga pada 1876- 1878 dia
belajar bahasa di Leipzig; serta pada tahun 1878- 1879 di Berlin. Di akademi besar ini, dia belajar dari
tokoh besar linguistik, ialah Brugmann serta Hübschmann.
Pada saat masih mahasiswa, dia sudah membaca karya pakar linguistik Amerika, William Dwight
Whitney yang membahas tentang The Life and Growth of Language: and outline of Linguistic
Science( 1875); novel ini sangat pengaruhi teori linguistiknya di kemudian hari. Pada tahun 1878,
Saussure menulis novel tentang Mémoire sur le systéme primitif des voyelles dans les langues indo-
européennes( Catatan Tentang Sistem Vokal Purba Dalam Bahasa- bahasa Indo- Eropa). Pada tahun
1880 dia menemukan gelar doktor( dengan prestasi gemilang: summa cum laude) dari universitas
Leipzig dengan disertasi: De l’ emploi du génetif absolu en sanscrit( Permasalahan Genetivus Dalam
Bahasa Sansekerta) serta pada tahun yang sama, dia berangkat ke Paris. Tahun 1881 jadi dosen di
salah satu universitas di Paris. Setelah lebih dari 10 tahun mengajar di Paris, dia dianugrahkan gelar
prof dalam bidang bahasa Sansekerta serta Indo- Eropa dari Universitas Genewa. Berkat
ketekunanya mendalami struktur serta filsafat bahasa, Saussure didaulat selaku ayah
strukturalis.Bagi dia, prinsip bawah strukturalisme merupakan kalau alam semesta terjalin dari
kedekatan( forma) serta bukan barang( substansial).
Ferdinand de Saussure( 1857- 1913) mengungkapkan semiotika didalam Course in General Lingustics
sebagai“ ilmu yang mengkaji tentang kedudukan ciri sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit
dari definisi tersebut merupakan suatu kedekatan, jika seandainya ciri ialah bagian kehidupan sosial
yang berlaku. Terdapat sistem ciri( sign system) serta terdapat sistem sosial( social system) yang
keduanya silih berkaitan. Dalam perihal ini, Saussure berdialog menimpa konvesi sosial( social
konvenction) yang mengendalikan pemakaian ciri secara sosial, ialah pemilihan pengkombinasian
serta pemakaian isyarat dengan metode tertentu sehingga dia memiliki arti serta nilai sosial( Alex
Sobur, 2016: 7).
Contoh: apabila orang menyebut kata“ anjing”( signifier) dengan nada mengumpat hingga perihal
tersebut ialah ciri kesialan( signified). Bahasa di mata Saussure tidak ubahnya suatu karya musik.
Buat menguasai suatu simponi, wajib mencermati keutuhan karya musik secara totalitas serta bukan
kepada game individual dari tiap pemain musik. Agar dapat menguasai bahasa, wajib dilihat secara“
sinkronis”, suatu jaringan ikatan antara bunyi serta arti. Kita tidak boleh melihatnya secara atomistik,
secara individual( Sobur, 2016: 44).
Prinsip- prinsip linguistik Saussure bisa disederhanakan ke dalam butir- butir uraian selaku selaku
berikut:
2. kenyataan sosial, bahasa laten, bahasa tidaklah terdapat gejala-gejala permukaan melainkan
kaidah- kaidah yang memastikan tanda- tanda permukaan, yang diucap sengai langue. Langue
tersebut terman- ivestasikan selaku parole, ialah aksi berbahasa ataupun tuturan secara individual.
3. Bahasa merupakan sesuatu sistem ataupun struktul isyarat. Oleh Sebab itu, bahasa memiliki
satuan- satuan yang bertingkat- tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, sampai wacana.
4. Unsur- unsur dalam tiap tingkatan tersebut silih menjalakan lewat metode tertentu yang diucap
dengan ikatan paradigmatik serta sintagmatik.
5. Kedekatan ataupun hubungan- hubungan antara faktor serta tingkatan seperti itu yang sebetulnya
membangun sesuatu bahasa. Kedekatan menentuka nilai, arti, penafsiran dari tiap faktor dalam
bangunan bahasa secara totalitas.
6. untuk mendapatkan pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-prinsipnya yang sudah diucap
diatas, bahasa bisa dikaji lewat sesuatu pendekatan sikronik, ialah pengkajian bahasa yang
menghalangi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam
pertumbuhan dari waktu ke waktu( diakronis).
Ferdinand de Saussure( 1857- 1913) menguraikan semiotika didalam Course in General Lingustics
selaku“ ilmu yang mengkaji tentang kedudukan ciri selaku bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dari
definisi tersebut merupakan suatu kedekatan, ciri ialah bagian kehidupan sosial yang berlaku.
Terdapat sistem ciri( sign system) serta terdapat sistem sosial( social system) yang keduanya saling
berkaitan. Dalam hal ini, Saussure berdialog menimpa konvesi sosial( social konvenction) yang
mengendalikan pemakaian ciri secara sosial, ialah pemilihan pengkombinasian serta pemakaian
isyarat dengan metode tertentu sehingga dia memiliki arti serta nilai sosial( Alex Sobur, 2016: 7).
Contoh: Apabila orang menyebut kata“ anjing”( signifier) dengan nada mengumpat hingga perihal
tersebut ialah ciri kesialan( signified). Bahasa di mata Saussure tidak ubahnya suatu karya musik.Jika
menguasai suatu simponi, wajib mencermati keutuhan karya musik secara totalitas serta bukan
kepada game individual dari tiap pemain musik. Untuk menguasai bahasa, wajib dilihat secara“
sinkronis”, selaku suatu jaringan ikatan antara bunyi serta arti. Kita tidak boleh melihatnya secara
atomistik, secara individual( Sobur, 2016: 44).
Agar Membantu memahami realitas penampakan, perlu sikap objektif, bersih, dan masuk
dalam interprestasi manusia;
Hidup didunia adalah simbol, maka diperlukan membongkar realitas tanda untuk
mengungkap ketersembunyiannya
Sebuah paham menyatakan masy & kebudayaan memiliki suatu struktur yg sama dan tetap
Manusia dipengaruhi oleh sistem dalam lingkungannya
Sebagai Produk dr struktur regulaitas yang diramalkan terletak dalam jangkaun manusia;
Bersifat subjektivitas
1. Sign“ Ciri”; konsep campuran citra bunyi, apa yang dilihat/ dimengerti manusia
bahasa ialah sesuatu sistem ciri( sign). Suara- suara, baik suara manusia, fauna, ataupun bunyi-
bunyian, hana dapat dikatakan bahasa ataupun berperan bahasa apabila suara ataupun bunyi
tersebut mengekspresikan, melaporkan, ataupun menyampaikan ide- ide, pengertian- pengertian
tertentu. Oleh karena itu, suara- suara tersebut wajib yaitu bagian dari suatu sistem kesepakatan,
sistem konvensi serta ialah bagian dari suatu sistem ciri.
apabila diklasifikasikan jadi icon, index, serta symbol. Icon merupakan ciri yang menegaskan
maknanya bersumber pada kualitasnya itu sendiri. Misalnya dalam program pc, icon keranjang
sampah mewakili tempat sampah file pc. Index merupakan ciri yang mengindikasikan suatu yang
berarti lain. Misalnya merupakan ciri foto siluet laki- laki buat menunjukkan wc laki- laki. Simbol
merupakan ciri yang berarti tertentu. Misalnya foto HoBo yang menunjukkan penguasa Kesultanan
Yogyakarta ialah Sri Sultan Hamengku Buwono
Ciri-Ciri merupakan kesatuan dari sesuatu wujud indikator( signifier) dengan suatu ilham ataupun
petanda( signified). Dengan kata lain indikator merupakan„bunyi- bunyi yang bermakna‟
ataupun„coretan yang bermakna‟. jadi indikator merupakan aspek material dari bahasa: apa yang
dikatakan ataupun didengar serta apa yang ditulis ataupun dibaca. Petanda merupakan cerminan
mental, benak, ataupun konsep. Jadi petanda merupakan aspek mental dari bahasa( Bartens, 2001:
180). Yang wajib dicermati merupakan kalau dalam ciri bahasa yang senantiasa memiliki 2 segi;
indikator ataupun petanda; signifier ataupun signified; signifiant ataupun signifie.
Sesuatu indikator tanpa petanda tidak berarti apa- apa serta sebab itu tidak ialah ciri kebalikannya,
sesuatu petanda tidak bisa jadi di informasikan ataupun ditangkap lepas dari indikator; petanda
ataupun yang ditandakan itu tercantum ciri sendiri serta dengan demikian ialah sesuatu aspek
linguistis.
Misalnya;“ indikator serta petanda ialah kesatuan semacam 2 sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
Jadi, walaupun antara indikator serta petanda nampak selaku entitas yang terpisah- pisah tetapi
keduanya cuma terdapat selaku komponen ciri. Tandalah yang ialah kenyataan bawah dari bahasa.
Hingga itu, tiap upaya buat menguraikan teori Saussure menimpa bahasa pertama- tama wajib
membicarakan pemikiran Saussure menimpa hakikat ciri tersebut
Ciri tersebut manusia bisa dimaknai ciri kebahasaan, bagi Saussure, pada dasarnya menyatukan
suatu konsep( concept) serta sesuatu citra suara( sound image), bukan melaporkan suatu dengan
suatu nama. Suara yang timbul dari suatu kata yang diucapkan ialah indikator( signifier), lagi
konsepnya merupakan petanda( signified). 2 faktor ini tidak dapat dipisahkan sama sekali.
Pembelahan cuma hendak menghancurkan„kata‟ tersebut.
Misalnya, suatu kata apa saja, hingga kata tersebut tentu membuktikan tidak cuma sesuatu konsep
yang berbeda( distinct concept), tetapi pula suara yang berbeda( distinct sound).
Dalam hal ini terdapat lima pandangan dari Saussure yang kemudian menjadi peletak
dasar dari strukturalisme Levi-Strauss yaitu pandangan tentang
Strukturalisme Perancis tidak dapat dipisahkan dari semiologi Saussure. Untuk dia, semiologi
merupakan ilmu pengetahuan universal tentang ciri. Serta, ciri tidak cuma hanya kata, namun ciri
mencakup kata serta konsep. Dengan kata lain, ciri merupakan campuran antara konsep serta
cerminan akustik. Misalnya, arbor( maksudnya tumbuhan) merupakan ciri bahasa. Sebaliknya“
tumbuhan” merupakan konsep.
Linguistik yang ilmiah merupakan linguistik yang wajib cocok dengan ujaran- ujaran serta pola- pola
yang dipaksakan( diterapkan secara konvensional) oleh warga bahasa. Langue merupakan objek
linguistik yang konkret serta integral; dia ialah khasanah ciri sebab dia didasarkan pada kesepakatan
sosial. Dengan metode pandang semacam ini, sesungguhnya pemikiran Saussure sejalan dengan
Whitney: ciri bahasa merupakan bentuk psikis sebab dia tidak memikirkan bentuk dari parole.
Dalam ciri bahasa wajib dibedakan: Awal, citra akustis( image acoustique) yang nobene
bersangkutan dengan ingatan ataupun kesan bunyi yang bisa kita dengar dalam khayal, bukan dalam
ujaran yang diucapkan. Salah satu khasiat konsep citra akustis merupakan kalau komponennya jelas
batasnya.
Citra akustis bisa ditafsirkan dengan tulisan secara teliti, sebaliknya bunyi tidak( contohnya: bunyi
gemuruh, gimana menuliskannya dengan perkata?). Citra bunyi merupakan totalitas faktor fonem
yang jumlahnya terbatas serta bisa diwujudkan dengan lambang tertulis yang jumlahnya
proporsional. Kedua, bagian lain dari ciri bahasa merupakan konsep. Konsep lebih abstrak daripada
citra akustis. Konsep bertabiat pembeda sekedar, serta secara langsung tergantung pada citra bunyi.
Seperti itu sebabnya Saussure berkata kalau ciri memiliki 2 muka yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain: konsep itu signifie( yang diisyarati ataupun petanda) serta citra akustis itu signifiant( yang
menandai ataupun indikator).
Ciri merupakan konkret dalam makna tidak terdapat satupun yang ditinggalkan dari defenisi yang
dibutuhkan oleh sudut pandangnya sebab sudut pandangnya seperti itu yang menghasilkan objek:
sudut pandang memastikan apa yang dikira konkret( merata) selaku lawan dari abstrak( sebagian).
Saussure berkomentar kalau ciri merupakan berbentuk kalimat, klausa, frasa, morfem( afiks,
inflektif, derivatif). Terdapat 2 tipe ciri: ciri tunggal serta ciri sintagma. Seluruh ciri tersebut
mempunyai watak utama, ialah:
Awal, prinsip arbitrer( kesemenaan). Kesemenaan ciri bahasa dalam makna tidak terdapat motivasi
aspek bunyi dalam barang yang ditandainya serta cuma ada dalam ciri tunggal. Sebaliknya dalam
sintagma, semacam kata majemuk, frasa ada motivasi relatif, misalnya wujud inflektif( pergantian
nada suara) diwujudkan secara sama buat penuhi ikatan arti yang sama ataupun konstruksi sintaksis
yang dipergunakan dalam suasana yang sama diwujudkan secara sama pula. Kesemenaan ialah
wujud universal dari keahlian biologis manusia buat mengkoordinasikan serta
mengasosiasikan( pada waktu yang sama) sehingga melahirkan sistem bahasa yang berbeda untuk
tiap warga. Dengan kata lain, tempat manusia membuat sejarah pada dirinya. Namun wajib
dicermati kalau karakteristik lambang tidak senantiasa semena, tidak hampa. Karena, terdapat
sesuatu bawah dari jalinan natural antara indikator serta petanda. Misalnya, lambang keadilan,
timbangan, tidak bisa jadi ditukar dengan sembarang lambang, misalnya dengan lambang kereta.
Meski demikian, semena bukan berarti indikator bergantung dari opsi leluasa penutur melainkan
semena merupakan tanpa motif.
Buat paham gimana sesuatu kata diucap semena, marilah kita ikuti uarian ini: seketika aku berteriak
kepada bapak aku yang kebetulan melalui di depan aku“ bapak, tunggu saya!”. Kata bapak di sana
bertabiat semena ataupun tanpa motif sebab buat menyebut kata“ bapak” pasti aku tidak butuh
berpikir terlebih dulu serta tidak butuh aku mencari- cari kata apa yang wajib aku serukan buat
memanggil pria yang melalui di depan aku; serta tidak bisa jadi aku mengatakan: ya telah, aku
panggil saja bapak aku selaku“ bunda”, tidak bisa jadi. Meski demikian, bila dalam wujud kalimat,
langue tidak sepenuhnya semena sebab langue merupakan sesuatu sistem; serta sistem mempunyai
nalar tertentu. Misalnya: Aku makan nasi( S+P+K), tidak bisa jadi aku balik: makan nasi aku. Namun
malah sebab alibi inilah warga tidak sanggup mengganti langue semau hatinya.
Kedua, prinsip kelinearan ciri bahasa. Perihal ini sangat terlihat dalam signifiant, ialah dalam
rangkain wicara. Serta, perihal ini yang membedakan bahasa dengan ciri lain( entah parole serta pula
langage). Indikator akustis cuma terdapat dalam garis waktu; unsur- unsurnya terungkap satu
persatu. Seluruh itu membentuk sesuatu rangkain.
Ketiga, prinsip tidak tertukarkan( ketakterubahan). Saussure berikan 4 alibi kenapa ciri tidak
tertukarkan:
2) meski terdapat mungkin orang mau mengganti sistem tulisan yang sifatnya arbitrer sebab unsur-
unsurnya terbatas, tetapi sebab ciri bahasa tidak terbatas jumlahnya, hingga ketakterbatasan
tersebut membatasi pergantian bahasa;
4) bahasa merupakan salah satunya sistem sosial yang dipergunakan seluruh orang. Oleh karena itu,
di antara penutur ada perilaku konservatif dalam mengalami pergantian Kerutinan bahasa. Dengan
kata lain, bahasa diwarisi. Serta penerima peninggalan itu menerima begitu saja( pasif) serta apalagi
jadi bahasa konvensional. Indikator seakan dipisah secara leluasa namun bila ditatap dari warga
bahasa yang memanfaatkannya, indikator bahasa tidak leluasa, dia dipaksakan. Indikator yang
diseleksi oleh langue tidak bisa jadi ditukar dengan yang lain.
Contoh: memilih!, tidak bisa jadi aku ubah ciri bahasa di dalam kata itu jadi“ memilih?”. Jadi, warga
tidak bisa memaksakan kemauannya pada satu kata, warga terikat pada langue semacam apa
terdapatnya.
Singkatnya, bahasa tidak terikat kontrak, itulah yang membuat pembelajaran bahasa isyarat begitu
menyenangkan. Karena jika kita ingin menunjukkan bahwa hukum yang diterima secara sosial adalah
hal yang kita ikuti, bukan aturan yang dibuat oleh individu secara bebas, bahasa adalah analogi yang
paling tepat. Bahasa atau tanda-tanda bahasa tidak terikat oleh kehendak kita, itu adalah warisan
abad terakhir. Misalnya, memberi nama pada benda atau benda merupakan warisan zaman dahulu.
Oleh karena itu, bahasa juga merupakan hasil dari faktor sejarah, sehingga bahasa tidak dapat
diubah.
Keempat, prinsip kemampuan berubah: karakteristik ini muncul jika dari sudut pandang
historis, ada perubahan dalam hubungan antara petanda dan petanda sebagai akibat dari
perubahan analogi yang wajar. Tanda selalu berubah karena tanda itu terus menerus.
Pergantian tanda selalu mengakibatkan perubahan hubungan antara petanda dan penanda.
Misalnya, kata “nēcare” (Latin) dikemudian hari berubah menjadi “necare”. Atau contoh
lain adalah kata “dritteil” (kata Jerman klasik) berubah menjadi “drittel” (kata Jerman
modern). Jadi, penanda berubah, baik secara material maupun secara gramatikal.
Namun, sebuah langue sama sekali tidak berkekuatan untuk mempertahankan diri terhadap faktor-
faktor yang setiap waktu mengubah hubungan antara penanda dan petanda; hal ini adalah salah
satu konsekuensi dari kesemenaan lambang. Prinsip dasar bahasa adalah tata nama. Artinya, sebuah
kata mewakili “hal” atau “benda”. Prinsip ini mengandaikan adanya “benda” sebelum ada kata.
Tetapi kata tak jelas apakah berwujud bunyi atau psikis
Linguistik sinkronis adalah tentang bagian statis dari ilmu pengetahuan. Sementara Linguistik
diakronis adalah segala sesuatu yang memiliki atribut perkembangan. Ada panduan berbeda
untuk menggambarkan dualisme ke dalam (sinkronis dan diakronis). Misalnya, kata Latin
crép-, yang membingkai kata kerja crépir 'melucuti', dan décrépir, 'melucuti lepa'. Pada suatu
waktu, Prancis meminjam kata Latin décrepitus, 'lelah karena usia', untuk membentuk
décrépit; namun jelas individu gagal untuk mengingat awal kata ini.
Model lain dalam bahasa Jerman. Di Old High German, bentuk jamak gast, 'have', awalnya
gasti, dan jamak hant 'hand' awalnya hanti, dan seterusnya. Bagaimanapun, kemudian, I
menjadi um laut yang menyebabkan a menjadi e pada suku kata yang lalu: gasti menjadi
gesti, hanti menjadi berhenti, namun pada saat itu (sekali lagi) I-kehilangan bunyinya dan
mengantarkan gesti menjadi geste , dll. Dengan demikian, saat ini ada kata-kata Gäst: Gaste,
Händ: Hande, dan banyak kelompok kata termasuk jamak dan khusus. Ini adalah aspek
bahasa diakronis. Diakronis tidak mengubah kerangka kerja karena kata yang diubah adalah
kerangka kerja dalam struktur alternatif dari kerangka masa lalu. Perubahan kata-kata terjadi
Sinkronisitas dapat dipahami dengan cara ini: dalam bahasa Prancis, tekanan bergantung pada
suku kata terakhir, kecuali jika suku kata terakhir mengandung e pepet (seperti "ə"). Ini
adalah realitas sinkronis, atau setidaknya, hubungan antara kumpulan kata Prancis dan stres.
Namun kenyataan ini juga datang dari zaman dahulu (diakronis). Langue adalah instrumen
yang terus bekerja meski disakiti. Sebuah langue adalah kerangka kerja yang bagian-
bagiannya dapat dan harus dilihat dalam hubungan simultan. Dalam bahasa, setiap komponen
memiliki nilai yang bertentangan dengan komponen yang berbeda. Perbedaan hände dengan
hanti adalah tidak dibatasi atau kebetulan atau tanpa proses pemikiran, tanpa tujuan.
Ada kasus luar biasa dalam etimologi sinkronis dan diakronis, misalnya: poutre (poni jantan)
kemudian diubah artinya menjadi "poros pendukung" (jadi pentingnya berubah). Kata itu
tetap ada, tetapi pemahaman orang mungkin menafsirkan kata itu telah berubah. Jadi realitas
Seperti yang ditunjukkan oleh Saussure, kata perlawanan hanyalah kata ganda, juga bukan
dualisme. Dengan demikian, kaum sinkronis menganggap gast berlawanan dengan gäste,
gebe berlawanan dengan gib, dll. Sedangkan diakronis menganggap gast berubah menjadi
gaste. Diakronis hanya hadir dalam pembebasan bersyarat. Karena semua perubahan pertama
Misalnya, bahasa Jerman memiliki: ich war, wir waren, sedangkan bahasa Jerman Kuno
hingga abad keenam belas mencirikannya: ich was, wir waren dan dalam bahasa Inggris: I
was, we were. Secara keseluruhan, bagaimana penggantian terjadi dari pertempuran ke was?
Kemudian, pada saat itu, kata Saussure, harus ada individu-individu tertentu yang
terpengaruh oleh waren dan kemudian melakukan pertempuran melalui kesamaan; ini adalah
kenyataan dalam pembebasan bersyarat. Namun karena kata tersebut sering diulang-ulang
dan diakui oleh masyarakat setempat, maka pada saat itulah kata tersebut menjadi kenyataan
dalam bahasa.
Jika seseorang hanya melirik sisi diakronis bahasa, yang dilihatnya saat ini bukanlah bahasa
yang dilihatnya melainkan rangkaian "kejadian" yang secara tak terduga adalah paroles.
Etimologi diakronis akan melihat hubungan antara komponen progresif yang tidak terlihat
oleh kesadaran bersama yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membingkai
kerangka di antara mereka. Kemudian lagi, semantik sinkronis akan mengelola koneksi
cerdas dan mental yang menghubungkan komponen yang tersedia bersama dan menyusun
kerangka kerja, seperti yang ditemukan dalam pola pikir bersama yang serupa.
3. syntagmatic (sintakmatik) dan associative (paradigmatik);
Hubungan Asosiatif
Setiap koneksi dalam suksesi wacana membantu individu untuk mengingat unit dialek lain.
Selanjutnya, dengan alasan bahwa unit tersebut berbeda dari yang lain dalam struktur dan
kepentingan, ini disebut hubungan afiliasi atau paradigmatik. Hubungan afiliasi juga dibawa
secara in absentia, karena beberapa hal yang terkait muncul, beberapa tidak dalam wacana.
Associativity adalah unsur yang sama dalam pembentukkannya, memiliki pilihan untuk
berbicara dengan diri sendiri tanpa memperhatikan bibir dan perkembangan seseorang ketika
seseorang berbicara. Contoh koneksi afiliasi dalam kehidupan sehari-hari biasa ditemukan
dalam kata burung. "Burung" dapat dikaitkan dengan alat kelamin laki-laki. Dengan
ada komponen yang serupa dalam penyusunannya, misalnya: perahu dapat dikaitkan dengan
burung, spanduk, dll. Dix-neuf (sembilan belas) adalah ketabahan dengan dix-huit (delapan
belas) dan soixante (tujuh puluh, dst, dan Secara sintagmatis, solider dengan komponen-
memberinya sebagian dari valensinya, dan cutoff ketabahan ini menunjukkan keleluasaan.
Sedangkan hubungan sintagmatik adalah koneksi antar join dalam progresi ekspresi.
Hubungan sintagmatik disebut juga hubungan in prasentia karena hal-hal yang terkait tersedia
dengan wacana. Dalam pembicaraan, kata-kata bergabung untuk kemajuan, suatu hubungan
dalam pandangan gagasan langsung dari langue, yang menghalangi kesempatan untuk
mengartikulasikan dua komponen ganda. Komponen mengatur diri mereka sendiri dalam
dijunjung tinggi keluasan itu bisa disebut sintagma. Dengan cara ini, sintagma terus-menerus
dibingkai oleh dua atau berbagai unit kata yang berurutan, misalnya: relire (baca sekali lagi),
contre tous (melawan segalanya), la bersaing humaine (keberadaan manusia): Dieu est bon
(Tuhan itu Baik) , s 'il fait lover temps, nous sortirons (dengan asumsi kondisi cuaca bagus,
kita akan keluar), dan seterusnya. Ketika terletak di dalam sintagma, sebuah istilah
kehilangan valensinya karena muncul secara berbeda dalam kaitannya dengan istilah yang
CONTOH PARADIGMATIK ; Kamu Makan Nasi ,Dia Makan Nasi ,Kita Makan Nasi
1.Langue; sifatnya fakta sosial, satu sistem instituasi, atuaran ucapan dan tulisan, ejan tata bahasa,
sintaksis, tata baca
Maka ;
a. Langage
Langage adalah perpaduan parole dan langue (campuran peristiwa dengan aturan bahasa atau
tanda baca, atau struktur bahasa). Seperti yang dikemukakan Saussure, bahasa tidak
memenuhi syarat sebagai realitas sosial karena dalam bahasa terdapat faktor-faktor individu
bahasa yang bersumber dari karakter penutur. Memang, bahkan bahasa tidak memiliki aturan
kelengkapan yang memungkinkan kita untuk menjelajahinya secara logis.
Langage menggabungkan apa pun yang dikomunikasikan serta pencegah yang mencegahnya
mengomunikasikan hal-hal yang bukan linguistik. Misalnya, kata materi. Kata ini pasti dan
secara umum terlibat secara sosial meskipun dipandang sebagai bahasa biasa. Sejujurnya,
"materi" tidak standar, tidak sesuai dengan ejaan yang ditingkatkan (EYD).
Langage memiliki perspektif tunggal (parole) dan sudut sosial (langue), namun kita tidak
dapat menganalisis yang satu tanpa yang lain. Dengan demikian, bahasa memiliki banyak
b. Langue
Langue adalah bahasa biasa, bahasa sesuai ejaan yang lebih baik, bahasa yang menjaga
pedoman aturan tanda baca bahasa. Lebih lanjut Saussure mengatakan bahwa langue adalah
seluruh kecenderungan (kata) yang diperoleh secara laten yang ditunjukkan dalam bahasa
daerah setempat, yang memungkinkan penutur untuk melihat satu sama lain dan
bercampur dengan kehidupan individu secara normal. Dengan cara ini, daerah setempat
Dalam langue ada batas-batas negatif (misalnya, tergantung pada pedoman bahasa,
ketabahan, afiliasi dan sintagmatif) untuk apa yang harus dikatakan ketika seseorang
menggunakan bahasa secara sintaksis. Langue adalah semacam kode, matematika berbasis
variabel murni atau kerangka nilai. Langue adalah sekumpulan acara yang kami akui, siap
untuk digunakan, dari pembicara sebelumnya. Langue telah dan dapat diselidiki; langue juga
konkret karena pada umumnya merupakan kumpulan tanda bahasa yang disepakati. tanda
bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional.
Motivasi di balik semantik adalah untuk melacak konstruksi kerangka (langue) dari realitas
substansial (parole). Ini menunjukkan struktur premis pendekatan strukturalis. Kata struktur
pertama kali diungkapkan oleh Jean Piaget: struktur adalah permintaan makhluk yang
tetapi karena setiap bagian dari konstruksi tunduk pada aturan. - prinsip yang melekat dan
menjadi gambaran bahasa yang substansial; pekerjaan yang dapat dideteksi dan dilihat
mengkomunikasikan pikiran. Model: pergi! Dalam kata ini, pikiran kita adalah perlu untuk
mengusir, mengatur, Memang kata pergi!, kita juga dapat berkomunikasi dengan tuli dengan
set surat tuli, atau dengan gambar atau dengan tanda-tanda militer.
Langue menyerupai putaran catur, dengan asumsi saya mengambil sedikit catur, itu akan
berubah dan, yang mengejutkan, permainannya akan kacau; Sama halnya dengan bahasa, jika
kita mengubah konstruksi (kerangka) maka akan bergejolak juga. Misalnya: Saya makan
nasi, dengan asumsi saya mengubah kalimat ini menjadi: makan nasi saya, kalimatnya
tampak ganjil. Atau sebaliknya dalam bahasa Latin: laudate (acclaim be), jelas jika kita
mengubahnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip permainan dalam bahasa Latin, maka akan
Misalnya kata-kata: tten, fuolen dan stōzen; kata-kata ini kemudian berbeda dengan tölen,
füolen dan stōzen. Dari mana datangnya perubahan itu? Memang langue lebih suka tidak tahu
dengan perubahan itu, yang penting sudah digunakan secara rutin, memang langue.
Langue penting agar pembebasan bersyarat dapat dilihat satu sama lain; dan pembebasan
bersyarat sangat penting bagi langue to frame. Pada akhirnya, pada umumnya, realitas
tetapi juga merupakan bahasa karena kerangka tanda ada dan pentingnya ada di sana. Langue
tersedia sepenuhnya sebagai berbagai pukulan disingkirkan di setiap pikiran; sesuatu seperti
referensi kata yang duplikatnya tidak dapat dibedakan (salinan), yang akan dibagi di antara
orang-orang. Oleh karena itu, bahasa adalah sesuatu yang ada pada setiap orang tetapi orang-
1… .= 1. Artinya, kata-kata yang diungkapkan secara lisan oleh orang diucapkan dengan cara
yang sama oleh banyak individu, serta implikasinya, semua individu bahasa tahu. Penataan
bahasa juga dipengaruhi oleh faktor luar, misalnya: penjajahan (bahasa penjajah
mempengaruhi bahasa yang dijajah). Selain itu, Saussure berpendapat bahwa langue diakui
secara laten, tanpa menyebutkan dari mana langue berasal. Misalnya, "get": kita tidak perlu
tahu dari mana kata ini dibuat dan kita tidak perlu tahu dari negara (klan) mana kata itu
Terlepas dari kenyataan bahwa kita tidak tahu dari mana asalnya, itu tidak menghalangi kita
untuk mempelajarinya. Perlu diingat bahwa bahasa berubah namun penutur tidak dapat
mengubahnya; atau langue tertutup untuk impedansi namun terbuka untuk kemajuan.
Tanda-tanda yang membentuk langue bukanlah artikel dinamis melainkan item substansial.
Misalnya: pohon (yang besar, berbatang, bisa kita lihat) dan "pohon" lainnya adalah dialek
berbentuk yang kita bicarakan, kita artikulasikan. Jenis bahasa hanya ada karena ada
partisipasi antara penanda dan yang dimaksud. Dalam langue, sebuah ide adalah sifat dari zat
suara, sama seperti suara tertentu adalah sifat dari sebuah ide. Jadi, gagasan tentang rumah,
putih, penglihatan, sangat penting untuk penelitian otak. Ide tersebut mungkin berubah
menjadi suatu jenis bahasa jika dikaitkan dengan gambar akustik (cenderung dalam struktur
tersusun maupun dalam suara). Di bawahnya, kami akan memeriksa instrumen bahasa
Saussure.
Untuk memulainya, Syntagmatic Fortitude. Pada umumnya, perbedaan bunyi dan gagasan
yang membentuk langue adalah akibat dari dua jenis pemeriksaan: kenal dan sintagmatik.
Pengelompokan yang akrab dan sintagmatik sebagian besar terbuat dari langue. Ini mengatur
struktur dan mengarahkan kerja langue. Dalam ketabahan sintagmatik, hampir semua unit
bahasa (kata-kata) bergantung pada apa yang melingkupinya saat diucapkan atau pada
bagian-bagian berurutan yang membentuknya. Model: unit seperti désireux (yang
membutuhkan) terdiri dari unit bawahan, khususnya désir-eux, tetapi mereka bukan dua
bagian bebas yang ditambahkan satu sama lain (bukan wash + eux)
Satuan adalah suatu barang, campuran dari dua komponen kuat, yang hanya memiliki valensi
karena hubungannya dalam satu kesatuan yang lebih besar. Kata "- eux" adalah postfix, dan
dengan asumsi penambahan diisolasi dari akar kata, itu tidak penting. Misalnya: unit, sulit
untuk dikomposisikan: one-an. Sama seperti kata dasar, tidak independen semua hal
dipertimbangkan. Itu hanya ada dalam campuran dengan tambahan (misalnya: roul-is 'swing';
Kedua, dua jenis koleksi yang bekerja pada waktu yang sama (bersama-sama). Saussure
berpendapat bahwa dalam langue, antara berafiliasi dan sintagmatif juga terjadi sepanjang
waktu (hadir bersama dalam langue). Misalnya, struktur dé-faire 'menghancurkan', kata ini
mengandung aspek sintagmatik dan kooperatif, karena dapat menyebabkan hubungan di
penghujung hari. Marilah kita lihat bagan berikut:
Dé–faire
DécollerDéplacerDécoudredsb. FaireRelafaireContrefairedsb.
Contoh model sebagai kalimat: que vous dit-il? 'apa yang dia katakan padamu?' bisa diganti
dengan kalimat: que te dit-il? 'apa yang dia katakan padamu?' bisa diganti dengan kalimat:
que nous dit-il? 'apa yang dia katakan pada kita?' dan seterusnya. Jadi kita bisa menggantikan
Ketiga, penegasan langsung dan mediasi relatif. Tak terbantahkan berarti tak menentu tanpa
proses berpikir apa yang agak inkonsisten. Meskipun demikian, hanya sebagian dari tanda-
tanda yang tidak menentu, sementara di tempat lain ada efek samping yang memungkinkan
umum tidak konsisten. Misalnya: vingt 'twenty' tidak dirancang, namun dix-neuf 'nineteen'
tidak memiliki tingkat intervensi yang sama dengan vingt karena kata tersebut dibingkai dari
komponen yang berbeda yang dapat digabungkan dengan komponen yang berbeda, untuk
contoh: dix-neuf 'sembilan belas' , vingt-neuf '29', dix-huit 'delapan belas', soinxante-dix
'tujuh puluh', dan seterusnya. Setiap kali diisolasi, dix 'sepuluh' dan neuf 'sembilan' memiliki
situasi yang sama dengan vingt 'dua puluh', namun kata dix-neuf adalah contoh dari proses
berpikir relatif.
parole adalah keseluruhan dari apa yang diinstruksikan kepada individu termasuk
pengembangan tunggal yang muncul dari keputusan pembicara, dan ekspresi yang
diharapkan untuk menyampaikan perkembangan ini dalam pandangan keputusan bebas juga.
Parole adalah indikasi tunggal bahasa. Misalnya, bahasa pembebasan bersyarat, saya bisa
melakukannya tanpa itu, apakah Anda siap, dll. Sepanjang garis ini, pembebasan bersyarat
adalah lidah. Pembebasan bersyarat tentu saja bukan kebenaran sosial karena itu sepenuhnya
merupakan hasil dari individu yang sadar, termasuk kata-kata yang diungkapkan secara lisan
Pertama-tama, perpaduan kode bahasa (tanda aksentuasi) digunakan oleh penutur untuk
mengkomunikasikan pikirannya sendiri. Misalnya: perang, saya katakan, perang! Kalimat ini,
setiap kali diucapkan oleh individu yang sama, kata Saussure, menyampaikan dua hal yang
berbeda dalam elokusi (konflik utama diartikulasikan secara unik berbeda dengan konflik
berikutnya).
campuran-campuran ini. Parole membuat perubahan bahasa: kesan yang kita dapatkan ketika
kita mendengar orang lainlah yang mengubah kecenderungan bahasa kita. Jadi, antara langue
dan parole terhubung; langue serta peralatan dan barang pembebasan bersyarat. Orang: semua
penampilan melayang dan heterogen dan terdiri dari cara berperilaku individu.
Pembebasan bersyarat dapat diketahui: (1' + 1'' + 1''' + 1''''… ..). yaitu, kata yang serupa
diartikulasikan dengan cara yang tidak terduga, baik oleh individu yang sama atau oleh
banyak individu.
Sistem Aksara
Menurut Saussure, ada dua kerangka konten, khususnya: Pertama, kerangka ideografis: kata-
kata dikomunikasikan oleh gambar tunggal dan tidak ada hubungannya dengan suara yang
Kedua, kerangka fonetik: pengulangan urutan bunyi progresif dalam sebuah kata (dalam
beberapa kasus suku kata dan berurutan) menyiratkan bahwa itu tergantung pada komponen
pembebasan bersyarat akhir. Langue tumbuh terus-menerus dan karakter umumnya akan
tetap ada. Selanjutnya, pada titik ini tidak seperti apa yang diwakilinya, yang konsisten pada
waktu tertentu, menjadi konyol dalam seratus tahun berikutnya. Beberapa waktu yang lalu
individu mengubah gambaran realistik agar sesuai dengan wacana yang berkembang.
Misalnya, dalam 100 tahun XI di Prancis ada perbedaan antara cara membaca dengan teliti
Selain model-model di atas, ada tambahan kesalahan antara membaca (elokusi) dan
mengarang (desain), misalnya diucapkan veyẻr namun kata tersebut berakhir dengan
diucapkan "eveiller". Demikian juga, ada juga masalah dengan pengucapan, misalnya, dalam
bahasa Jerman ada huruf-huruf yang hanya berdasarkan sifatnya yang dibuat-buat.
Fonologi
Menurut Saussure, fonetik adalah penyelidikan tentang kemajuan suara, sains yang dapat
kata Saussure, fonologi berada di luar waktu dengan alasan bahwa mekanisme elokusi selalu
serupa. Namun fonologi hanyalah disiplin asisten dan bergerak di tingkat pembebasan
bersyarat. Apa yang Saussure perlu selidiki lebih pada bahasa, sebenarnya. Karena, langue
adalah kerangka berdasarkan resistensi mistik suara, misalnya, bordir adalah penghenti
pertunjukan yang dibuat oleh resistensi visual antara string nada yang berbeda. Namun, yang
Aturan persona fonologis persona harus diwakili oleh tanda, setiap komponen dalam suksesi
wacana. Konten fonologis harus tetap dimanfaatkan oleh para etimolog. Naskah dihubungkan
dengan jenis karangan sedangkan fonologi dihubungkan dengan wacana atau fonetik atau
cara membaca.
(2). Fonem
Pembatasan bunyi wacana harus dibuat berdasarkan kesan akustik, tetapi penggambaran
harus dilakukan dengan memperhatikan tindakan penjelasan karena unit akustik ditangkap
sebagai suksesi yang tidak dianalisis. Dalam suara ada konsistensi yang setara dalam tugas
laring dan depresi hidung; meskipun ketidakkekalan serupa terjadi di lubang mulut. Namun,
apa yang menciptakan variasi fonologis yang memungkinkan kita mengenali petunjuk bahasa
adalah suara laring yang seragam. Menurut Saussure, hidung berfungsi sebagai resonator
untuk getaran suara yang melewatinya; Dengan demikian, hidung juga merupakan pembuat