Anda di halaman 1dari 19

Ferdinand de Saussure lahir di Genewa pada tanggal 26 November 1857 dari keluarga Protestan

Perancis( Huguenot) yang ber- emigrasi dari wilayah Lorraine pada saat perang agama pada akhir
abad ke- 16. Sejak kecil, Saussure benar telah tertarik dalam bidang bahasa. Pada tahun 1870, dia
masuk Institut Martine, di Paris. 2 tahun setelah itu( 1872), dia menulis“ Essai sur les langues” yang
dia persembahkan buat pakar linguistik pujaan hatinya( yang membantu ia buat masuk ke Institut
Martine, Paris), ialah Pictet. Pada tahun 1874 dia belajar fisika serta kimia di universitas
Genewa( cocok tradisi keluarganya), tetapi 18 bulan setelah itu, dia mulai belajar bahasa sansekerta
di Berlin. Warnanya, Saussure terus menjadi tertarik pada riset bahasa, hingga pada 1876- 1878 dia
belajar bahasa di Leipzig; serta pada tahun 1878- 1879 di Berlin. Di akademi besar ini, dia belajar dari
tokoh besar linguistik, ialah Brugmann serta Hübschmann.

Pada saat masih mahasiswa, dia sudah membaca karya pakar linguistik Amerika, William Dwight
Whitney yang membahas tentang The Life and Growth of Language: and outline of Linguistic
Science( 1875); novel ini sangat pengaruhi teori linguistiknya di kemudian hari. Pada tahun 1878,
Saussure menulis novel tentang Mémoire sur le systéme primitif des voyelles dans les langues indo-
européennes( Catatan Tentang Sistem Vokal Purba Dalam Bahasa- bahasa Indo- Eropa). Pada tahun
1880 dia menemukan gelar doktor( dengan prestasi gemilang: summa cum laude) dari universitas
Leipzig dengan disertasi: De l’ emploi du génetif absolu en sanscrit( Permasalahan Genetivus Dalam
Bahasa Sansekerta) serta pada tahun yang sama, dia berangkat ke Paris. Tahun 1881 jadi dosen di
salah satu universitas di Paris. Setelah lebih dari 10 tahun mengajar di Paris, dia dianugrahkan gelar
prof dalam bidang bahasa Sansekerta serta Indo- Eropa dari Universitas Genewa. Berkat
ketekunanya mendalami struktur serta filsafat bahasa, Saussure didaulat selaku ayah
strukturalis.Bagi dia, prinsip bawah strukturalisme merupakan kalau alam semesta terjalin dari
kedekatan( forma) serta bukan barang( substansial).

Ferdinand de Saussure( 1857- 1913) mengungkapkan semiotika didalam Course in General Lingustics
sebagai“ ilmu yang mengkaji tentang kedudukan ciri sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit
dari definisi tersebut merupakan suatu kedekatan, jika seandainya ciri ialah bagian kehidupan sosial
yang berlaku. Terdapat sistem ciri( sign system) serta terdapat sistem sosial( social system) yang
keduanya silih berkaitan. Dalam perihal ini, Saussure berdialog menimpa konvesi sosial( social
konvenction) yang mengendalikan pemakaian ciri secara sosial, ialah pemilihan pengkombinasian
serta pemakaian isyarat dengan metode tertentu sehingga dia memiliki arti serta nilai sosial( Alex
Sobur, 2016: 7).

Contoh: apabila orang menyebut kata“ anjing”( signifier) dengan nada mengumpat hingga perihal
tersebut ialah ciri kesialan( signified). Bahasa di mata Saussure tidak ubahnya suatu karya musik.
Buat menguasai suatu simponi, wajib mencermati keutuhan karya musik secara totalitas serta bukan
kepada game individual dari tiap pemain musik. Agar dapat menguasai bahasa, wajib dilihat secara“
sinkronis”, suatu jaringan ikatan antara bunyi serta arti. Kita tidak boleh melihatnya secara atomistik,
secara individual( Sobur, 2016: 44).
Prinsip- prinsip linguistik Saussure bisa disederhanakan ke dalam butir- butir uraian selaku selaku
berikut:

1. Bahasa merupakan kenyataan sosial.

2. kenyataan sosial, bahasa laten, bahasa tidaklah terdapat gejala-gejala permukaan melainkan
kaidah- kaidah yang memastikan tanda- tanda permukaan, yang diucap sengai langue. Langue
tersebut terman- ivestasikan selaku parole, ialah aksi berbahasa ataupun tuturan secara individual.

3. Bahasa merupakan sesuatu sistem ataupun struktul isyarat. Oleh Sebab itu, bahasa memiliki
satuan- satuan yang bertingkat- tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, sampai wacana.

4. Unsur- unsur dalam tiap tingkatan tersebut silih menjalakan lewat metode tertentu yang diucap
dengan ikatan paradigmatik serta sintagmatik.

5. Kedekatan ataupun hubungan- hubungan antara faktor serta tingkatan seperti itu yang sebetulnya
membangun sesuatu bahasa. Kedekatan menentuka nilai, arti, penafsiran dari tiap faktor dalam
bangunan bahasa secara totalitas.

6. untuk mendapatkan pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-prinsipnya yang sudah diucap
diatas, bahasa bisa dikaji lewat sesuatu pendekatan sikronik, ialah pengkajian bahasa yang
menghalangi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam
pertumbuhan dari waktu ke waktu( diakronis).

Ferdinand de Saussure( 1857- 1913) menguraikan semiotika didalam Course in General Lingustics
selaku“ ilmu yang mengkaji tentang kedudukan ciri selaku bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dari
definisi tersebut merupakan suatu kedekatan, ciri ialah bagian kehidupan sosial yang berlaku.
Terdapat sistem ciri( sign system) serta terdapat sistem sosial( social system) yang keduanya saling
berkaitan. Dalam hal ini, Saussure berdialog menimpa konvesi sosial( social konvenction) yang
mengendalikan pemakaian ciri secara sosial, ialah pemilihan pengkombinasian serta pemakaian
isyarat dengan metode tertentu sehingga dia memiliki arti serta nilai sosial( Alex Sobur, 2016: 7).

Contoh: Apabila orang menyebut kata“ anjing”( signifier) dengan nada mengumpat hingga perihal
tersebut ialah ciri kesialan( signified). Bahasa di mata Saussure tidak ubahnya suatu karya musik.Jika
menguasai suatu simponi, wajib mencermati keutuhan karya musik secara totalitas serta bukan
kepada game individual dari tiap pemain musik. Untuk menguasai bahasa, wajib dilihat secara“
sinkronis”, selaku suatu jaringan ikatan antara bunyi serta arti. Kita tidak boleh melihatnya secara
atomistik, secara individual( Sobur, 2016: 44).

Mengapa Perlu Semiotika STUKTURALISME

 Agar Membantu memahami realitas penampakan, perlu sikap objektif, bersih, dan masuk
dalam interprestasi manusia;
 Hidup didunia adalah simbol, maka diperlukan membongkar realitas tanda untuk
mengungkap ketersembunyiannya
 Sebuah paham menyatakan masy & kebudayaan memiliki suatu struktur yg sama dan tetap
 Manusia dipengaruhi oleh sistem dalam lingkungannya
 Sebagai Produk dr struktur regulaitas yang diramalkan terletak dalam jangkaun manusia;
 Bersifat subjektivitas

3 Prinsip Semiotika Ferdinand de Saussure

1. Sign“ Ciri”; konsep campuran citra bunyi, apa yang dilihat/ dimengerti manusia

bahasa ialah sesuatu sistem ciri( sign). Suara- suara, baik suara manusia, fauna, ataupun bunyi-
bunyian, hana dapat dikatakan bahasa ataupun berperan bahasa apabila suara ataupun bunyi
tersebut mengekspresikan, melaporkan, ataupun menyampaikan ide- ide, pengertian- pengertian
tertentu. Oleh karena itu, suara- suara tersebut wajib yaitu bagian dari suatu sistem kesepakatan,
sistem konvensi serta ialah bagian dari suatu sistem ciri.

apabila diklasifikasikan jadi icon, index, serta symbol. Icon merupakan ciri yang menegaskan
maknanya bersumber pada kualitasnya itu sendiri. Misalnya dalam program pc, icon keranjang
sampah mewakili tempat sampah file pc. Index merupakan ciri yang mengindikasikan suatu yang
berarti lain. Misalnya merupakan ciri foto siluet laki- laki buat menunjukkan wc laki- laki. Simbol
merupakan ciri yang berarti tertentu. Misalnya foto HoBo yang menunjukkan penguasa Kesultanan
Yogyakarta ialah Sri Sultan Hamengku Buwono

2. Signifier( YANG MENANDAI_“ Indikator”) _ Gimana manusia

Ciri-Ciri merupakan kesatuan dari sesuatu wujud indikator( signifier) dengan suatu ilham ataupun
petanda( signified). Dengan kata lain indikator merupakan„bunyi- bunyi yang bermakna‟
ataupun„coretan yang bermakna‟. jadi indikator merupakan aspek material dari bahasa: apa yang
dikatakan ataupun didengar serta apa yang ditulis ataupun dibaca. Petanda merupakan cerminan
mental, benak, ataupun konsep. Jadi petanda merupakan aspek mental dari bahasa( Bartens, 2001:
180). Yang wajib dicermati merupakan kalau dalam ciri bahasa yang senantiasa memiliki 2 segi;
indikator ataupun petanda; signifier ataupun signified; signifiant ataupun signifie.

Sesuatu indikator tanpa petanda tidak berarti apa- apa serta sebab itu tidak ialah ciri kebalikannya,
sesuatu petanda tidak bisa jadi di informasikan ataupun ditangkap lepas dari indikator; petanda
ataupun yang ditandakan itu tercantum ciri sendiri serta dengan demikian ialah sesuatu aspek
linguistis.
Misalnya;“ indikator serta petanda ialah kesatuan semacam 2 sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
Jadi, walaupun antara indikator serta petanda nampak selaku entitas yang terpisah- pisah tetapi
keduanya cuma terdapat selaku komponen ciri. Tandalah yang ialah kenyataan bawah dari bahasa.
Hingga itu, tiap upaya buat menguraikan teori Saussure menimpa bahasa pertama- tama wajib
membicarakan pemikiran Saussure menimpa hakikat ciri tersebut

3. Signified( YANG DITANDAI_” Petanda”) _ Konsep,

Ciri tersebut manusia bisa dimaknai ciri kebahasaan, bagi Saussure, pada dasarnya menyatukan
suatu konsep( concept) serta sesuatu citra suara( sound image), bukan melaporkan suatu dengan
suatu nama. Suara yang timbul dari suatu kata yang diucapkan ialah indikator( signifier), lagi
konsepnya merupakan petanda( signified). 2 faktor ini tidak dapat dipisahkan sama sekali.
Pembelahan cuma hendak menghancurkan„kata‟ tersebut.

Misalnya, suatu kata apa saja, hingga kata tersebut tentu membuktikan tidak cuma sesuatu konsep
yang berbeda( distinct concept), tetapi pula suara yang berbeda( distinct sound).

 Dalam hal ini terdapat lima pandangan dari Saussure yang kemudian menjadi peletak
dasar dari strukturalisme Levi-Strauss yaitu pandangan tentang

Sign (Tanda), Signifier (Penanda) dan Signified (Petanda)

Strukturalisme Perancis tidak dapat dipisahkan dari semiologi Saussure. Untuk dia, semiologi
merupakan ilmu pengetahuan universal tentang ciri. Serta, ciri tidak cuma hanya kata, namun ciri
mencakup kata serta konsep. Dengan kata lain, ciri merupakan campuran antara konsep serta
cerminan akustik. Misalnya, arbor( maksudnya tumbuhan) merupakan ciri bahasa. Sebaliknya“
tumbuhan” merupakan konsep.

Linguistik yang ilmiah merupakan linguistik yang wajib cocok dengan ujaran- ujaran serta pola- pola
yang dipaksakan( diterapkan secara konvensional) oleh warga bahasa. Langue merupakan objek
linguistik yang konkret serta integral; dia ialah khasanah ciri sebab dia didasarkan pada kesepakatan
sosial. Dengan metode pandang semacam ini, sesungguhnya pemikiran Saussure sejalan dengan
Whitney: ciri bahasa merupakan bentuk psikis sebab dia tidak memikirkan bentuk dari parole.
Dalam ciri bahasa wajib dibedakan: Awal, citra akustis( image acoustique) yang nobene
bersangkutan dengan ingatan ataupun kesan bunyi yang bisa kita dengar dalam khayal, bukan dalam
ujaran yang diucapkan. Salah satu khasiat konsep citra akustis merupakan kalau komponennya jelas
batasnya.

Citra akustis bisa ditafsirkan dengan tulisan secara teliti, sebaliknya bunyi tidak( contohnya: bunyi
gemuruh, gimana menuliskannya dengan perkata?). Citra bunyi merupakan totalitas faktor fonem
yang jumlahnya terbatas serta bisa diwujudkan dengan lambang tertulis yang jumlahnya
proporsional. Kedua, bagian lain dari ciri bahasa merupakan konsep. Konsep lebih abstrak daripada
citra akustis. Konsep bertabiat pembeda sekedar, serta secara langsung tergantung pada citra bunyi.
Seperti itu sebabnya Saussure berkata kalau ciri memiliki 2 muka yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain: konsep itu signifie( yang diisyarati ataupun petanda) serta citra akustis itu signifiant( yang
menandai ataupun indikator).

Ciri merupakan konkret dalam makna tidak terdapat satupun yang ditinggalkan dari defenisi yang
dibutuhkan oleh sudut pandangnya sebab sudut pandangnya seperti itu yang menghasilkan objek:
sudut pandang memastikan apa yang dikira konkret( merata) selaku lawan dari abstrak( sebagian).
Saussure berkomentar kalau ciri merupakan berbentuk kalimat, klausa, frasa, morfem( afiks,
inflektif, derivatif). Terdapat 2 tipe ciri: ciri tunggal serta ciri sintagma. Seluruh ciri tersebut
mempunyai watak utama, ialah:

Awal, prinsip arbitrer( kesemenaan). Kesemenaan ciri bahasa dalam makna tidak terdapat motivasi
aspek bunyi dalam barang yang ditandainya serta cuma ada dalam ciri tunggal. Sebaliknya dalam
sintagma, semacam kata majemuk, frasa ada motivasi relatif, misalnya wujud inflektif( pergantian
nada suara) diwujudkan secara sama buat penuhi ikatan arti yang sama ataupun konstruksi sintaksis
yang dipergunakan dalam suasana yang sama diwujudkan secara sama pula. Kesemenaan ialah
wujud universal dari keahlian biologis manusia buat mengkoordinasikan serta
mengasosiasikan( pada waktu yang sama) sehingga melahirkan sistem bahasa yang berbeda untuk
tiap warga. Dengan kata lain, tempat manusia membuat sejarah pada dirinya. Namun wajib
dicermati kalau karakteristik lambang tidak senantiasa semena, tidak hampa. Karena, terdapat
sesuatu bawah dari jalinan natural antara indikator serta petanda. Misalnya, lambang keadilan,
timbangan, tidak bisa jadi ditukar dengan sembarang lambang, misalnya dengan lambang kereta.
Meski demikian, semena bukan berarti indikator bergantung dari opsi leluasa penutur melainkan
semena merupakan tanpa motif.

Buat paham gimana sesuatu kata diucap semena, marilah kita ikuti uarian ini: seketika aku berteriak
kepada bapak aku yang kebetulan melalui di depan aku“ bapak, tunggu saya!”. Kata bapak di sana
bertabiat semena ataupun tanpa motif sebab buat menyebut kata“ bapak” pasti aku tidak butuh
berpikir terlebih dulu serta tidak butuh aku mencari- cari kata apa yang wajib aku serukan buat
memanggil pria yang melalui di depan aku; serta tidak bisa jadi aku mengatakan: ya telah, aku
panggil saja bapak aku selaku“ bunda”, tidak bisa jadi. Meski demikian, bila dalam wujud kalimat,
langue tidak sepenuhnya semena sebab langue merupakan sesuatu sistem; serta sistem mempunyai
nalar tertentu. Misalnya: Aku makan nasi( S+P+K), tidak bisa jadi aku balik: makan nasi aku. Namun
malah sebab alibi inilah warga tidak sanggup mengganti langue semau hatinya.

Kedua, prinsip kelinearan ciri bahasa. Perihal ini sangat terlihat dalam signifiant, ialah dalam
rangkain wicara. Serta, perihal ini yang membedakan bahasa dengan ciri lain( entah parole serta pula
langage). Indikator akustis cuma terdapat dalam garis waktu; unsur- unsurnya terungkap satu
persatu. Seluruh itu membentuk sesuatu rangkain.

Ketiga, prinsip tidak tertukarkan( ketakterubahan). Saussure berikan 4 alibi kenapa ciri tidak
tertukarkan:

1) sebab ciri bertabiat arbitrer;

2) meski terdapat mungkin orang mau mengganti sistem tulisan yang sifatnya arbitrer sebab unsur-
unsurnya terbatas, tetapi sebab ciri bahasa tidak terbatas jumlahnya, hingga ketakterbatasan
tersebut membatasi pergantian bahasa;

3) bahasa ialah sistem yang sangat rumit;

4) bahasa merupakan salah satunya sistem sosial yang dipergunakan seluruh orang. Oleh karena itu,
di antara penutur ada perilaku konservatif dalam mengalami pergantian Kerutinan bahasa. Dengan
kata lain, bahasa diwarisi. Serta penerima peninggalan itu menerima begitu saja( pasif) serta apalagi
jadi bahasa konvensional. Indikator seakan dipisah secara leluasa namun bila ditatap dari warga
bahasa yang memanfaatkannya, indikator bahasa tidak leluasa, dia dipaksakan. Indikator yang
diseleksi oleh langue tidak bisa jadi ditukar dengan yang lain.

Contoh: memilih!, tidak bisa jadi aku ubah ciri bahasa di dalam kata itu jadi“ memilih?”. Jadi, warga
tidak bisa memaksakan kemauannya pada satu kata, warga terikat pada langue semacam apa
terdapatnya.

Singkatnya, bahasa tidak terikat kontrak, itulah yang membuat pembelajaran bahasa isyarat begitu
menyenangkan. Karena jika kita ingin menunjukkan bahwa hukum yang diterima secara sosial adalah
hal yang kita ikuti, bukan aturan yang dibuat oleh individu secara bebas, bahasa adalah analogi yang
paling tepat. Bahasa atau tanda-tanda bahasa tidak terikat oleh kehendak kita, itu adalah warisan
abad terakhir. Misalnya, memberi nama pada benda atau benda merupakan warisan zaman dahulu.
Oleh karena itu, bahasa juga merupakan hasil dari faktor sejarah, sehingga bahasa tidak dapat
diubah.

Keempat, prinsip kemampuan berubah: karakteristik ini muncul jika dari sudut pandang
historis, ada perubahan dalam hubungan antara petanda dan petanda sebagai akibat dari
perubahan analogi yang wajar. Tanda selalu berubah karena tanda itu terus menerus.
Pergantian tanda selalu mengakibatkan perubahan hubungan antara petanda dan penanda.
Misalnya, kata “nēcare” (Latin) dikemudian hari berubah menjadi “necare”. Atau contoh
lain adalah kata “dritteil” (kata Jerman klasik) berubah menjadi “drittel” (kata Jerman
modern). Jadi, penanda berubah, baik secara material maupun secara gramatikal.
Namun, sebuah langue sama sekali tidak berkekuatan untuk mempertahankan diri terhadap faktor-
faktor yang setiap waktu mengubah hubungan antara penanda dan petanda; hal ini adalah salah
satu konsekuensi dari kesemenaan lambang. Prinsip dasar bahasa adalah tata nama. Artinya, sebuah
kata mewakili “hal” atau “benda”. Prinsip ini mengandaikan adanya “benda” sebelum ada kata.
Tetapi kata tak jelas apakah berwujud bunyi atau psikis

2.synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik)

Sinkronik dan Diakronik

Linguistik sinkronis adalah tentang bagian statis dari ilmu pengetahuan. Sementara Linguistik

diakronis adalah segala sesuatu yang memiliki atribut perkembangan. Ada panduan berbeda

untuk menggambarkan dualisme ke dalam (sinkronis dan diakronis). Misalnya, kata Latin

"cripus" (bergelombang, bergelombang, bergelombang), mengarah ke akar bahasa Prancis

crép-, yang membingkai kata kerja crépir 'melucuti', dan décrépir, 'melucuti lepa'. Pada suatu

waktu, Prancis meminjam kata Latin décrepitus, 'lelah karena usia', untuk membentuk

décrépit; namun jelas individu gagal untuk mengingat awal kata ini.

Model lain dalam bahasa Jerman. Di Old High German, bentuk jamak gast, 'have', awalnya

gasti, dan jamak hant 'hand' awalnya hanti, dan seterusnya. Bagaimanapun, kemudian, I

menjadi um laut yang menyebabkan a menjadi e pada suku kata yang lalu: gasti menjadi

gesti, hanti menjadi berhenti, namun pada saat itu (sekali lagi) I-kehilangan bunyinya dan

mengantarkan gesti menjadi geste , dll. Dengan demikian, saat ini ada kata-kata Gäst: Gaste,

Händ: Hande, dan banyak kelompok kata termasuk jamak dan khusus. Ini adalah aspek

bahasa diakronis. Diakronis tidak mengubah kerangka kerja karena kata yang diubah adalah
kerangka kerja dalam struktur alternatif dari kerangka masa lalu. Perubahan kata-kata terjadi

di luar kemampuan siapa pun.

Sinkronisitas dapat dipahami dengan cara ini: dalam bahasa Prancis, tekanan bergantung pada

suku kata terakhir, kecuali jika suku kata terakhir mengandung e pepet (seperti "ə"). Ini

adalah realitas sinkronis, atau setidaknya, hubungan antara kumpulan kata Prancis dan stres.

Namun kenyataan ini juga datang dari zaman dahulu (diakronis). Langue adalah instrumen

yang terus bekerja meski disakiti. Sebuah langue adalah kerangka kerja yang bagian-

bagiannya dapat dan harus dilihat dalam hubungan simultan. Dalam bahasa, setiap komponen

memiliki nilai yang bertentangan dengan komponen yang berbeda. Perbedaan hände dengan

hanti adalah tidak dibatasi atau kebetulan atau tanpa proses pemikiran, tanpa tujuan.

Ada kasus luar biasa dalam etimologi sinkronis dan diakronis, misalnya: poutre (poni jantan)

kemudian diubah artinya menjadi "poros pendukung" (jadi pentingnya berubah). Kata itu

tetap ada, tetapi pemahaman orang mungkin menafsirkan kata itu telah berubah. Jadi realitas

yang dapat diverifikasi atau diakronis mengikuti realitas sinkronis.

Seperti yang ditunjukkan oleh Saussure, kata perlawanan hanyalah kata ganda, juga bukan

dualisme. Dengan demikian, kaum sinkronis menganggap gast berlawanan dengan gäste,

gebe berlawanan dengan gib, dll. Sedangkan diakronis menganggap gast berubah menjadi

gaste. Diakronis hanya hadir dalam pembebasan bersyarat. Karena semua perubahan pertama

kali dilakukan oleh orang-orang sebelum menjadi biasa.

Misalnya, bahasa Jerman memiliki: ich war, wir waren, sedangkan bahasa Jerman Kuno

hingga abad keenam belas mencirikannya: ich was, wir waren dan dalam bahasa Inggris: I

was, we were. Secara keseluruhan, bagaimana penggantian terjadi dari pertempuran ke was?

Kemudian, pada saat itu, kata Saussure, harus ada individu-individu tertentu yang

terpengaruh oleh waren dan kemudian melakukan pertempuran melalui kesamaan; ini adalah

kenyataan dalam pembebasan bersyarat. Namun karena kata tersebut sering diulang-ulang
dan diakui oleh masyarakat setempat, maka pada saat itulah kata tersebut menjadi kenyataan

dalam bahasa.

Jika seseorang hanya melirik sisi diakronis bahasa, yang dilihatnya saat ini bukanlah bahasa

yang dilihatnya melainkan rangkaian "kejadian" yang secara tak terduga adalah paroles.

Etimologi diakronis akan melihat hubungan antara komponen progresif yang tidak terlihat

oleh kesadaran bersama yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membingkai

kerangka di antara mereka. Kemudian lagi, semantik sinkronis akan mengelola koneksi

cerdas dan mental yang menghubungkan komponen yang tersedia bersama dan menyusun

kerangka kerja, seperti yang ditemukan dalam pola pikir bersama yang serupa.
3. syntagmatic (sintakmatik) dan associative (paradigmatik);

3. syntagmatic (sintakmatik) dan associative (paradigmatik);

Hubungan Asosiatif

Setiap koneksi dalam suksesi wacana membantu individu untuk mengingat unit dialek lain.

Selanjutnya, dengan alasan bahwa unit tersebut berbeda dari yang lain dalam struktur dan

kepentingan, ini disebut hubungan afiliasi atau paradigmatik. Hubungan afiliasi juga dibawa

secara in absentia, karena beberapa hal yang terkait muncul, beberapa tidak dalam wacana.

Associativity adalah unsur yang sama dalam pembentukkannya, memiliki pilihan untuk
berbicara dengan diri sendiri tanpa memperhatikan bibir dan perkembangan seseorang ketika

seseorang berbicara. Contoh koneksi afiliasi dalam kehidupan sehari-hari biasa ditemukan

dalam kata burung. "Burung" dapat dikaitkan dengan alat kelamin laki-laki. Dengan

demikian, afiliasi mengandung kepentingan demonstratif.Afiliasi memang bermaksud agar

ada komponen yang serupa dalam penyusunannya, misalnya: perahu dapat dikaitkan dengan

burung, spanduk, dll. Dix-neuf (sembilan belas) adalah ketabahan dengan dix-huit (delapan

belas) dan soixante (tujuh puluh, dst, dan Secara sintagmatis, solider dengan komponen-

komponennya, khususnya dix (sepuluh) dan neuf (sembilan).Hubungan ganda ini

memberinya sebagian dari valensinya, dan cutoff ketabahan ini menunjukkan keleluasaan.

Sedangkan hubungan sintagmatik adalah koneksi antar join dalam progresi ekspresi.

Hubungan sintagmatik disebut juga hubungan in prasentia karena hal-hal yang terkait tersedia

dengan wacana. Dalam pembicaraan, kata-kata bergabung untuk kemajuan, suatu hubungan

dalam pandangan gagasan langsung dari langue, yang menghalangi kesempatan untuk

mengartikulasikan dua komponen ganda. Komponen mengatur diri mereka sendiri dalam

perkembangan yang stabil dalam perkembangan pembebasan bersyarat. Campuran yang

dijunjung tinggi keluasan itu bisa disebut sintagma. Dengan cara ini, sintagma terus-menerus

dibingkai oleh dua atau berbagai unit kata yang berurutan, misalnya: relire (baca sekali lagi),

contre tous (melawan segalanya), la bersaing humaine (keberadaan manusia): Dieu est bon

(Tuhan itu Baik) , s 'il fait lover temps, nous sortirons (dengan asumsi kondisi cuaca bagus,
kita akan keluar), dan seterusnya. Ketika terletak di dalam sintagma, sebuah istilah

kehilangan valensinya karena muncul secara berbeda dalam kaitannya dengan istilah yang

mendahului dan mengikuti atau dengan keduanya.

CONTOH PARADIGMATIK ; Kamu Makan Nasi ,Dia Makan Nasi ,Kita Makan Nasi

CONTOH SINTAMATIK; Aku makan Nasi

Analogi Semiotika Ferdinand de Saussure;

1.Langue; sifatnya fakta sosial, satu sistem instituasi, atuaran ucapan dan tulisan, ejan tata bahasa,
sintaksis, tata baca

2. Parole:bersifat individu, manifestasi aktual dr Langue;

3. Langage: aktivitas lingustik, gabungan langue dan porole;

Maka ;

LANGUE; KESADARRAN SOSIAL

PAROLE; KESADARAN INDIVIDU

LANGAGE SEBAGAI KESADARAN BUDAYA,

a. Langage

Langage adalah perpaduan parole dan langue (campuran peristiwa dengan aturan bahasa atau
tanda baca, atau struktur bahasa). Seperti yang dikemukakan Saussure, bahasa tidak
memenuhi syarat sebagai realitas sosial karena dalam bahasa terdapat faktor-faktor individu
bahasa yang bersumber dari karakter penutur. Memang, bahkan bahasa tidak memiliki aturan
kelengkapan yang memungkinkan kita untuk menjelajahinya secara logis.
Langage menggabungkan apa pun yang dikomunikasikan serta pencegah yang mencegahnya
mengomunikasikan hal-hal yang bukan linguistik. Misalnya, kata materi. Kata ini pasti dan
secara umum terlibat secara sosial meskipun dipandang sebagai bahasa biasa. Sejujurnya,
"materi" tidak standar, tidak sesuai dengan ejaan yang ditingkatkan (EYD).

Langage memiliki perspektif tunggal (parole) dan sudut sosial (langue), namun kita tidak

dapat menganalisis yang satu tanpa yang lain. Dengan demikian, bahasa memiliki banyak

struktur dan bersifat heteroklit; dan mistik.

b. Langue

Langue adalah bahasa biasa, bahasa sesuai ejaan yang lebih baik, bahasa yang menjaga

pedoman aturan tanda baca bahasa. Lebih lanjut Saussure mengatakan bahwa langue adalah

seluruh kecenderungan (kata) yang diperoleh secara laten yang ditunjukkan dalam bahasa

daerah setempat, yang memungkinkan penutur untuk melihat satu sama lain dan

menghasilkan komponen-komponen yang dirasakan oleh penutur dan masyarakat. Bahasa

bercampur dengan kehidupan individu secara normal. Dengan cara ini, daerah setempat

adalah pemelihara langue.

Dalam langue ada batas-batas negatif (misalnya, tergantung pada pedoman bahasa,
ketabahan, afiliasi dan sintagmatif) untuk apa yang harus dikatakan ketika seseorang
menggunakan bahasa secara sintaksis. Langue adalah semacam kode, matematika berbasis
variabel murni atau kerangka nilai. Langue adalah sekumpulan acara yang kami akui, siap
untuk digunakan, dari pembicara sebelumnya. Langue telah dan dapat diselidiki; langue juga
konkret karena pada umumnya merupakan kumpulan tanda bahasa yang disepakati. tanda
bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional.

Motivasi di balik semantik adalah untuk melacak konstruksi kerangka (langue) dari realitas

substansial (parole). Ini menunjukkan struktur premis pendekatan strukturalis. Kata struktur

pertama kali diungkapkan oleh Jean Piaget: struktur adalah permintaan makhluk yang

mencakup kelengkapan, perubahan (dinamis) dan pedoman diri, seharusnya menjadi

"keseluruhan" dengan alasan bahwa permintaan kehadiran bukan sekadar bermacam-macam.

tetapi karena setiap bagian dari konstruksi tunduk pada aturan. - prinsip yang melekat dan

tidak memiliki kehadiran bebas di luar konstruksi.


Langue tidak bisa dipisahkan antara suara dan perkembangan mulut. Langue juga bisa

menjadi gambaran bahasa yang substansial; pekerjaan yang dapat dideteksi dan dilihat

(khususnya untuk gangguan pendengaran). Langue adalah kerangka tanda yang

mengkomunikasikan pikiran. Model: pergi! Dalam kata ini, pikiran kita adalah perlu untuk

mengusir, mengatur, Memang kata pergi!, kita juga dapat berkomunikasi dengan tuli dengan

set surat tuli, atau dengan gambar atau dengan tanda-tanda militer.

Langue menyerupai putaran catur, dengan asumsi saya mengambil sedikit catur, itu akan

berubah dan, yang mengejutkan, permainannya akan kacau; Sama halnya dengan bahasa, jika

kita mengubah konstruksi (kerangka) maka akan bergejolak juga. Misalnya: Saya makan

nasi, dengan asumsi saya mengubah kalimat ini menjadi: makan nasi saya, kalimatnya

tampak ganjil. Atau sebaliknya dalam bahasa Latin: laudate (acclaim be), jelas jika kita

mengubahnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip permainan dalam bahasa Latin, maka akan

rusuh. Langue tidak bergantung pada karakter.

Misalnya kata-kata: tten, fuolen dan stōzen; kata-kata ini kemudian berbeda dengan tölen,

füolen dan stōzen. Dari mana datangnya perubahan itu? Memang langue lebih suka tidak tahu

dengan perubahan itu, yang penting sudah digunakan secara rutin, memang langue.

Langue penting agar pembebasan bersyarat dapat dilihat satu sama lain; dan pembebasan

bersyarat sangat penting bagi langue to frame. Pada akhirnya, pada umumnya, realitas

pembebasan bersyarat umumnya mendahului langue. "Pergi!" adalah pembebasan bersyarat

tetapi juga merupakan bahasa karena kerangka tanda ada dan pentingnya ada di sana. Langue

tersedia sepenuhnya sebagai berbagai pukulan disingkirkan di setiap pikiran; sesuatu seperti

referensi kata yang duplikatnya tidak dapat dibedakan (salinan), yang akan dibagi di antara

orang-orang. Oleh karena itu, bahasa adalah sesuatu yang ada pada setiap orang tetapi orang-

orang juga mengetahuinya.


Langue, adalah agregat: homogen, percakapan tradisional. Resepnya adalah: 1 + 1 + 1 +

1… .= 1. Artinya, kata-kata yang diungkapkan secara lisan oleh orang diucapkan dengan cara

yang sama oleh banyak individu, serta implikasinya, semua individu bahasa tahu. Penataan

bahasa juga dipengaruhi oleh faktor luar, misalnya: penjajahan (bahasa penjajah

mempengaruhi bahasa yang dijajah). Selain itu, Saussure berpendapat bahwa langue diakui

secara laten, tanpa menyebutkan dari mana langue berasal. Misalnya, "get": kita tidak perlu

tahu dari mana kata ini dibuat dan kita tidak perlu tahu dari negara (klan) mana kata itu

berasal. "Dapatkan" dikenal oleh semua jaringan bahasa.

Terlepas dari kenyataan bahwa kita tidak tahu dari mana asalnya, itu tidak menghalangi kita

untuk mempelajarinya. Perlu diingat bahwa bahasa berubah namun penutur tidak dapat

mengubahnya; atau langue tertutup untuk impedansi namun terbuka untuk kemajuan.

Tanda-tanda yang membentuk langue bukanlah artikel dinamis melainkan item substansial.

Misalnya: pohon (yang besar, berbatang, bisa kita lihat) dan "pohon" lainnya adalah dialek

berbentuk yang kita bicarakan, kita artikulasikan. Jenis bahasa hanya ada karena ada

partisipasi antara penanda dan yang dimaksud. Dalam langue, sebuah ide adalah sifat dari zat

suara, sama seperti suara tertentu adalah sifat dari sebuah ide. Jadi, gagasan tentang rumah,

putih, penglihatan, sangat penting untuk penelitian otak. Ide tersebut mungkin berubah

menjadi suatu jenis bahasa jika dikaitkan dengan gambar akustik (cenderung dalam struktur

tersusun maupun dalam suara). Di bawahnya, kami akan memeriksa instrumen bahasa

Saussure.

Untuk memulainya, Syntagmatic Fortitude. Pada umumnya, perbedaan bunyi dan gagasan

yang membentuk langue adalah akibat dari dua jenis pemeriksaan: kenal dan sintagmatik.

Pengelompokan yang akrab dan sintagmatik sebagian besar terbuat dari langue. Ini mengatur

struktur dan mengarahkan kerja langue. Dalam ketabahan sintagmatik, hampir semua unit

bahasa (kata-kata) bergantung pada apa yang melingkupinya saat diucapkan atau pada
bagian-bagian berurutan yang membentuknya. Model: unit seperti désireux (yang

membutuhkan) terdiri dari unit bawahan, khususnya désir-eux, tetapi mereka bukan dua

bagian bebas yang ditambahkan satu sama lain (bukan wash + eux)

Satuan adalah suatu barang, campuran dari dua komponen kuat, yang hanya memiliki valensi

karena hubungannya dalam satu kesatuan yang lebih besar. Kata "- eux" adalah postfix, dan

dengan asumsi penambahan diisolasi dari akar kata, itu tidak penting. Misalnya: unit, sulit

untuk dikomposisikan: one-an. Sama seperti kata dasar, tidak independen semua hal

dipertimbangkan. Itu hanya ada dalam campuran dengan tambahan (misalnya: roul-is 'swing';

roul tidak dapat diuraikan sebagai ayunan tanpa penyempurnaan - adalah).

Kedua, dua jenis koleksi yang bekerja pada waktu yang sama (bersama-sama). Saussure
berpendapat bahwa dalam langue, antara berafiliasi dan sintagmatif juga terjadi sepanjang
waktu (hadir bersama dalam langue). Misalnya, struktur dé-faire 'menghancurkan', kata ini
mengandung aspek sintagmatik dan kooperatif, karena dapat menyebabkan hubungan di
penghujung hari. Marilah kita lihat bagan berikut:

Dé–faire
DécollerDéplacerDécoudredsb. FaireRelafaireContrefairedsb.

Contoh model sebagai kalimat: que vous dit-il? 'apa yang dia katakan padamu?' bisa diganti

dengan kalimat: que te dit-il? 'apa yang dia katakan padamu?' bisa diganti dengan kalimat:

que nous dit-il? 'apa yang dia katakan pada kita?' dan seterusnya. Jadi kita bisa menggantikan

"kamu" (vous) dengan - mu.

Ketiga, penegasan langsung dan mediasi relatif. Tak terbantahkan berarti tak menentu tanpa

proses berpikir apa yang agak inkonsisten. Meskipun demikian, hanya sebagian dari tanda-

tanda yang tidak menentu, sementara di tempat lain ada efek samping yang memungkinkan

untuk memahami tingkat intervensi tanpa menghapusnya: 'tanda-tanda' mungkin secara

umum tidak konsisten. Misalnya: vingt 'twenty' tidak dirancang, namun dix-neuf 'nineteen'

tidak memiliki tingkat intervensi yang sama dengan vingt karena kata tersebut dibingkai dari

komponen yang berbeda yang dapat digabungkan dengan komponen yang berbeda, untuk
contoh: dix-neuf 'sembilan belas' , vingt-neuf '29', dix-huit 'delapan belas', soinxante-dix

'tujuh puluh', dan seterusnya. Setiap kali diisolasi, dix 'sepuluh' dan neuf 'sembilan' memiliki

situasi yang sama dengan vingt 'dua puluh', namun kata dix-neuf adalah contoh dari proses

berpikir relatif.

2.c. pembebasan bersyarat

Pembebasan bersyarat dikomunikasikan dalam bahasa, bahasa sehari-hari. Sederhananya,

parole adalah keseluruhan dari apa yang diinstruksikan kepada individu termasuk

pengembangan tunggal yang muncul dari keputusan pembicara, dan ekspresi yang

diharapkan untuk menyampaikan perkembangan ini dalam pandangan keputusan bebas juga.

Parole adalah indikasi tunggal bahasa. Misalnya, bahasa pembebasan bersyarat, saya bisa

melakukannya tanpa itu, apakah Anda siap, dll. Sepanjang garis ini, pembebasan bersyarat

adalah lidah. Pembebasan bersyarat tentu saja bukan kebenaran sosial karena itu sepenuhnya

merupakan hasil dari individu yang sadar, termasuk kata-kata yang diungkapkan secara lisan

oleh pembicara; itu juga heterogen dan tidak dapat diperiksa .


Dalam pembebasan bersyarat komponen yang menyertainya harus diakui:

Pertama-tama, perpaduan kode bahasa (tanda aksentuasi) digunakan oleh penutur untuk

mengkomunikasikan pikirannya sendiri. Misalnya: perang, saya katakan, perang! Kalimat ini,

setiap kali diucapkan oleh individu yang sama, kata Saussure, menyampaikan dua hal yang

berbeda dalam elokusi (konflik utama diartikulasikan secara unik berbeda dengan konflik

berikutnya).

Kedua, instrumen aktual mistik yang memungkinkan seseorang mengomunikasikan

campuran-campuran ini. Parole membuat perubahan bahasa: kesan yang kita dapatkan ketika

kita mendengar orang lainlah yang mengubah kecenderungan bahasa kita. Jadi, antara langue

dan parole terhubung; langue serta peralatan dan barang pembebasan bersyarat. Orang: semua

penampilan melayang dan heterogen dan terdiri dari cara berperilaku individu.
Pembebasan bersyarat dapat diketahui: (1' + 1'' + 1''' + 1''''… ..). yaitu, kata yang serupa

diartikulasikan dengan cara yang tidak terduga, baik oleh individu yang sama atau oleh

banyak individu.

Sistem Aksara

Menurut Saussure, ada dua kerangka konten, khususnya: Pertama, kerangka ideografis: kata-

kata dikomunikasikan oleh gambar tunggal dan tidak ada hubungannya dengan suara yang

membentuknya, misalnya karakter Cina.

Kedua, kerangka fonetik: pengulangan urutan bunyi progresif dalam sebuah kata (dalam

beberapa kasus suku kata dan berurutan) menyiratkan bahwa itu tergantung pada komponen

pembebasan bersyarat akhir. Langue tumbuh terus-menerus dan karakter umumnya akan

tetap ada. Selanjutnya, pada titik ini tidak seperti apa yang diwakilinya, yang konsisten pada

waktu tertentu, menjadi konyol dalam seratus tahun berikutnya. Beberapa waktu yang lalu

individu mengubah gambaran realistik agar sesuai dengan wacana yang berkembang.

Misalnya, dalam 100 tahun XI di Prancis ada perbedaan antara cara membaca dengan teliti

(cara berkomunikasi) dan cara menulis.

Abad Orang mengucapkan Orang menulis


XI Rei, lei Rei, lei
XIII Roi, loi Roi, loi
XIV Roe, loe Roi, loi
XIX Rwa, lwa Roi, loi

Selain model-model di atas, ada tambahan kesalahan antara membaca (elokusi) dan

mengarang (desain), misalnya diucapkan veyẻr namun kata tersebut berakhir dengan
diucapkan "eveiller". Demikian juga, ada juga masalah dengan pengucapan, misalnya, dalam

bahasa Jerman ada huruf-huruf yang hanya berdasarkan sifatnya yang dibuat-buat.

Fonologi

Menurut Saussure, fonetik adalah penyelidikan tentang kemajuan suara, sains yang dapat

diverifikasi, pemecahan peristiwa, perubahan yang bergerak seiring waktu. Bagaimanapun,

kata Saussure, fonologi berada di luar waktu dengan alasan bahwa mekanisme elokusi selalu

serupa. Namun fonologi hanyalah disiplin asisten dan bergerak di tingkat pembebasan

bersyarat. Apa yang Saussure perlu selidiki lebih pada bahasa, sebenarnya. Karena, langue

adalah kerangka berdasarkan resistensi mistik suara, misalnya, bordir adalah penghenti

pertunjukan yang dibuat oleh resistensi visual antara string nada yang berbeda. Namun, yang

penting adalah putaran perlawanan dan bukan cara nada disampaikan.

(1). Karakter fonologis

Aturan persona fonologis persona harus diwakili oleh tanda, setiap komponen dalam suksesi

wacana. Konten fonologis harus tetap dimanfaatkan oleh para etimolog. Naskah dihubungkan

dengan jenis karangan sedangkan fonologi dihubungkan dengan wacana atau fonetik atau

cara membaca.

(2). Fonem

Pembatasan bunyi wacana harus dibuat berdasarkan kesan akustik, tetapi penggambaran

harus dilakukan dengan memperhatikan tindakan penjelasan karena unit akustik ditangkap

sebagai suksesi yang tidak dianalisis. Dalam suara ada konsistensi yang setara dalam tugas

laring dan depresi hidung; meskipun ketidakkekalan serupa terjadi di lubang mulut. Namun,

apa yang menciptakan variasi fonologis yang memungkinkan kita mengenali petunjuk bahasa

adalah suara laring yang seragam. Menurut Saussure, hidung berfungsi sebagai resonator

untuk getaran suara yang melewatinya; Dengan demikian, hidung juga merupakan pembuat

suara. Rongga mulut berfungsi sebagai generator dan resonator.

Anda mungkin juga menyukai