Anda di halaman 1dari 3

NAMA: OTRIANA YUSMINA ATOK

NIM : 2001060054
KELAS : B
TUGAS KESETIMBANGAN KIMIA

MATERI :
HUKUM DISTRIBISI NERNST DAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

A. Hukum distribusi Nernst

Hukum distribusi Nernst adalah suatu hukum yang memberikan generalisasi yang


mengatur distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang tidak larut. Undang-
undang ini pertama kali diberikan oleh 'Nernst' yang mempelajari distribusi
beberapa zat terlarut di antara pasangan yang sesuai yang berbeda dari pelarut.

Koefisien distribusi
C1/C2=Kd
Di mana Kd disebut koefisien distribusi atau koefisien partisi. Konsentrasi X dalam
pelarut A / konsentrasi X dalam pelarut B = Kď Jika C1 menunjukkan konsentrasi zat
terlarut X dalam pelarut A & C 2 menunjukkan konsentrasi zat terlarut X dalam
pelarut B; Hukum distribusi Nernst dapat dinyatakan sebagai C 1 / C 2 = K d. Hukum
ini hanya berlaku jika zat terlarut berada dalam bentuk molekul yang sama di kedua
pelarut. Kadang-kadang zat terlarut berdisosiasi atau berasosiasi dalam
pelarut. Dalam kasus seperti itu, hukum diubah menjadi D (Faktor distribusi)
= konsentrasi zat terlarut dalam semua bentuk dalam pelarut 1 / konsentrasi zat
terlarut dalam semua bentuk dalam pelarut 2.

B. Sifat Koligatif Larutan


Hukum Roult merupakan dasar dari sifat koligatif. Kata koligatif berasal dari kata
Latin colligare yang berarti berkumpul bersama. Maka dari itu, sifat ini bergantung pada
pengaruh kebersamaan (kolektif) semua partikel dan tidak pada sifat dan keadaan partikel.
Secara teori sifat koligatif adalah sifat suatu larutan yang tidak dipengaruhi oleh jenis zat
tersebut, melainkan dipengaruhi oleh konsentrasi. Selain itu, larutan yang memiliki sifat
koligatif harus memenuhi dua asumsi yaitu zat terlarut tidak mudah menguap sehingga
tidak memberikan kontribusi pada uapnya. Asumsi yang kedua adalah zat terlarut tidak larut
dalam pelarut padat. Terdapat 4 macam sifat koligatif larutan, yaitu:

 Penurunan Tekanan Uap Jenuh (∆P)


Tekanan uap pelarut akan turun harganya jika pelarut ditambahkan zat pelarut. Rumus yang
digunakan untuk menghitung penurunan tekanan uap jenuh:

∆P = P^0 - P
∆P = X_t.P^0
PL=Xp.P0
Xt = fraksi mol zat terlarut
Xp= fraksi mol pelarut
P0 = tekanan uap jenuh pelarut
 Penurunan Titik Beku (∆Tf)
Titik beku adalah suhu pada saat tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut murni.
Turunnya suhu beku larutan dari titik beku pelarutnya disebut dengan penurunan titik beku
larutan. Rumus yang digunakan untuk menghitung penurunan titik beku:

∆ Tf = Tf0 – TfL
∆ Tf = m.k f. I

Di mana,
Tf0 = titik beku pelarut
TfL = titik beku larutan
m = molalitas larutan
i = faktor Van't Hoff

 Kenaikkan Titik Didih (∆Tb)


Titik didih adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan sama dengan tekanan uap. Naiknya
titik didih larutan dari titik didih pelarutnya disebut dengan kenaikan titik didih larutan. Rumus
yang digunakan untuk menghitung kenaikan titik didih:

ΔTb=TbL−Tb0
ΔTb=m.Kb.i
Di mana,

Tb0 = titik didih pelarut


TbL = titik didih larutan
m = molalitas larutan
i = faktor Van't Hoff

 Tekanan Osmotik (𝞹)


Tekanan Osmotik merupakan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan partikel zat
pelarut agar tidak berpindah ke larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi. Besarnya tekanan
osmosis suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus :

π=M.R.T.i
Di mana,

M = molaritas larutan


R = tetapan umum gas ( 0,082 atm.L/mol.K )
T = suhu larutan
i = faktor Van't Hoff

Anda mungkin juga menyukai