Anda di halaman 1dari 10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kehamilan Kembar


Kehamilan kembar adalah kehamilan yang terdapat dua janin atau lebih dalam
kandungan dalam waktu yang sama (Saffira et al. 2020). Kehamilan multiple dapat berupa
kehamilan ganda/gemelli (2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), Quintiplet (5 janin)
dan seterusnya (Cunningham, 2012).
3.2 Etiologi dan Klasifikasi
Janin kembar dua biasanya terjadi akibat pembuahan dua ovum terpisah disebut
kembar dizigot atau fraternal. Meskipun lebih jarang, kembar dua dapat berasal dari satu
ovum yang dibuahi yang kemudian terbelah disebut kembar monozigot atau identik. Kedua
proses ini dapat terjadi pada kehamilan dengan jumlah janin lebih banyak.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan janin kembar antara lain (Cunningham,
2018):
1. Ras
Frekuensi kelahiran multijanin sangat bervariasi diantara berbagai ras dan kelompok
etnis.
2. Hereditas
Sebagai penentu terjadinya kehamilan kembar, riwayat keluarga dari pihak ibu jauh
lebih penting riwayat ayahnya.
3. Usia dan Paritas Ibu
Meningkatnya paritas juga terbukti meningkatkan insiden pembentukan janin kembar.
4. Faktor gizi
Ibu dengan postur tubuh besar dan tinggi, lebih besar kemungkinan untuk
mendapatkan kehamilan kembar daripada ibu dengan postur pendek dan kecil.
5. Gonadotropin Hipofisis
Faktor umum yang berhubungan dengan ras, usia, berat, dan fertilitas dengan
kehamilan multijanin adalah kadar FSH. Angka kehamilan kembar dizigot yang lebih
tinggi pernah dikemukakan untuk wanita yang hamil dalam waktu 1 bulan sesudah
menghentikan pemakaian kontrasepsi oral, namun ini tidak berlaku untuk bulan-bulan
berikutnya (Rothman, 1977). Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan mendadak
gonadotropin hipofisis dalam jumlah yang lebih besar daripada biasa, selama siklus
spontan yang pertama setelah penghentian kontrasepsi hormonal.
6. Terapi Infertilitas
Induksi ovulasi dengan FSH plus gonadotropin korionik atau kklommifen sitrat sangat
meningkatkan kemungkinan ovulasi multipel.
Klasifikasi kehamilan kembar yaitu kembar monozigotik dan kembar dizigotik.
Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang dibuahi,
kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing dengan potensi untuk
berkembang menjadi suatu individu yang terpisah. Hasil akhir dari proses kembar
monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut:
-  Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio,
dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan dichorionik.
Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang
menyatu.
-  Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi,
masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion Bersama, dengan demikian
menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
-  Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka
pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion Bersama, atau
kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
-  Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk,
maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.

Sedangkan kembar dizigotik atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang
terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik dan
insidensnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat keluarga, usia
maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas (Cunningham, 2012).

3.3 Patofisiologi Kehamilan Kembar


Kehamilan kembar lebih sering terjadi sebagai akibat fertilisasi dua ovum yang terpisah,
yang dikenal dengan kembar dizigot. Walaupun beberapa ahli mengatakan bahwa kembar
dizigot bukanlah kembar sejati oleh karena berasal dari maturasi dan fertilisasi dua buah
ovum selama siklus ovulatoir tunggal. Sedangkan sekitar sepertiga diantara kehamilan kembar
berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua buah
struktur serupa, masing-masing dengan kemampuan untuk berkembang menjadi ovum
tunggal tersendiri (kehamilan monozigot atau kembar identik).
Kembar monozigot terjadi saat satu telur yang dibuahi membelah selama 2 minggu
pertama setelah konsepsi yang akan menghasilkan bayi dengan rupa yang sama atau bayangan
cermin dimana mata, kuping, gigi, rambut, kulit dan ukuran antropologik pun sama. Satu bayi
kembar mungkin kidal dan yang lainnya kanan karena lokasi daerah motoric di korteks serebri
pada kedua bayi berlawanan. Jenis kembar monozigotik berhubungan dengan waktu
terjadinya faktor penghambat dalam segmentasi atau pembelahan, misalnya hambatan dalam
tingkat segmentasi (2-4 hari), hambatan dalam tingkat blastula (4-7 hari) serta hambatan
setelah amnion dibentuk tapi sebelum primitif streak. Kembar monozigot timbul dari
pembelahan ovum yang sudah dibuahi pada berbagai tahap perkembangan awal sebagai
berikut:

1. Bila pembelahan terjadi sebelum innercell mass terbentuk dan lapisan luar blasyokist
belum berubah menjadi korion, yaitu dalam 72 jam pertama setelah fertilisasi, maka
akan terbentuk dua embrio dengan dua amnion dan dua korion. Keadaan ini
menghasilkan kehamilan kembar monozigot dan diamnion dan dikorion. Bisa terdapat
dua plasenta yang berbeda atau satu plasenta. Sekitar sepertiga dari kembar
monozigotik memiliki 2 amnion dan 2 korion dan 2 plasenta yang kadang-kadang 2
plasenta tersebut menjadi satu. Keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar
dizigotik.
2. Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan yaitu setelah inner cell
mass dibentuk dan sel-sel yang akan menjadi korion sudah mengalami diferensiasi
namun sel-sel yang akan menjadi amnion belum, maka akan terbentuk dua buah
embrio, masing-masing dalam kantong ketuban yang terpisah. Kedua kantong ketuban
akhirnya akan diselubungi oleh satu korion bersama, sehingga terjadi kehamilan
kembar monozigot, diamnion, monokorion.
3. Namun, jika amnion sudah terbentuk, yang terjadi sekitar hari ke-8 sesudah fertilisasi,
pembelahan akan menghasilkan dau embrio di dalam satu kantong ketuban Bersama
atau mengakibatkan kehamilan kembar monozigot, monoamnion, monokorion.

Bila pembelahan terjadi lebih belakangan lagi yaitu sesudah diskus embrionik terbentuk,
pada hari ke 9-12 setelah fertilisasi maka akan timbul 1 korion 1 amnion. Pembelahan
berlangsung tidak lengkap dan akan terbentuk kembar siam (Cunningham, 2012).

3.4 Diagnosis Kehamilan Kembar


3.4.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar adalah
riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas,
adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri >4cm dari amenorea, gerakan anak yang
terlalu ramai dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak disebabkan
obesitas atau edema.
Pemeriksaan klinis dengan pengukuran tinggi fundus perlu dilakukan. Pada janin
multipel, ukuran uterus biasanya lebih besar selama trimester kedua daripada yang
diperkirakan. Antara 20 dan 30 minggu, tinggi fundus rata-rata sekitar 5 cm lebih daripada
yang diperkirakan untuk kehamilan janin tunggal dengan usia janin yang setara. Pada wanita
dengan uterus yang tampaknya lebih besar daripada usia gestasi, perlu mempertimbangkan
kemungkinan sebagai berikut (Cunningham, 2018).:
1. Janin multipel
2. Elevasi uterus oleh kandung kemih yang penuh
3. Riwayat haid yang tidak akurat
4. Hidramnion
5. Mola hidatiformis
6. Leiomioma uterus
7. Massa adneksa yang melekat
8. Makrosomia janin (pada akhir kehamilan)
Secara umum, kembar sulit didiagnosis dengan palpasi bagian-bagian janin sebelum
trimester ketiga. Bahkan menjelang akhir kehamilan, kembar mungkin sulit diidentifikasi
melalui palpasi abdomen, terutama jika salah satu kembar terletak di atas kembar lainnya, jika
wanita tersebut obesitas atau hidramnion. Diagnosis kembar dapat ditegakkan dengan palpasi
uterus paling sering karena terdeteksinya dua kepala janin, umumnya di kuadran uterus yang
berbeda (Cunningham, 2018).
Pada akhir trimester pertama, kerja jantung janin dapat terdeteksi dengan ultrasound
Doppler. Setelah itu, kedua denyut jantung janin menjadi dapat dideteksi jika kecepatan
keduanya jelas berbeda satu sama lain dan berbeda dari ibunya. Pemeriksaan dengan
stetoskop janin aural dapat mendeteksi bunyi jantung janin pada kembar dini 18 sampai 20
minggu (Cunningham, 2018). Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda perlu
dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal- hal berikut; besarnya uterus melebihi
lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak bagian kecil
teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua balotemen, serta terdengan 2 DJJ dengan
perbedaan 10 atau lebih.
3.4.2 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan USG
Berdasarkan pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1
atau 2 kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6- 8 minggu
dapat menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong
gestasional yang terlihat.
 Sonografi
Dengan pemeriksaan sonografi, kantong-kantong gestasi yang terpisah dini dapat
teridentifikasi pada kehamilan kembar. Pemeriksaan sonografi dapat menteksi hampir
semua jumlah kembar (Cunningham, 2018).
3.5 Penatalaksanaan Kehamilan Kembar
Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal pada kehamilan kembar, perlu
dilakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya komplikasi seawal mungkin.
Diagnosis dini kehamilan kembar harus dapat ditegakkan sebagai perencanaan pengelolaan
kehamilan. Mulai umur kehamilan 24 minggu pemeriksaan antenatal dilakukan tiap 2 minggu,
dan sesudah usia kehamilan 36 minggu pemeriksaan dilakukan tiap minggu. Istirahat baring
dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat agar
pertumbuhan janin baik.
Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak essential harus cukup
oleh karena kebutuhan yang meningkat pada kehamilan kembar. Kebutuhan kalori harus
ditingkatkan sebesar 300 kalori perhari. Pemberian 60 sampai 100 mg zat besi perhari, dan 1
mg asam folat diberikan untuk menambah zat gizi lain yang telah diberikan. Pemeriksaan
ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui adanya diskordansi pada kedua janin pengukuran
lingkar perut merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan diskordansi.
Pada kehamilan kembar terjadi peningkatan risiko persalinan preterm, sehingga
dilakukan pemberian kortikosteroid diperlukan untuk pematangan paru berupa betamethsone
12 mg/hari, untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone dapat diberikan dexamethasone
serta pemberian tokolitik.

Percepatan Pematangan Fungsi Paru

-  Berdasarkan observasi sebelumnya bahwa kortikosteroid yang diberikan kepada domba


betina dapat mempercepat pematangan paru janin preterm, Liggins dan Howie (1972)
melakukan studi acak untuk mengevaluasi efek betametason yang diberikan pada ibu (12 mg
secara intramuskular dalam dua dosis, selang 24 jam) untuk mencegah gawat nafas pada bayi
preterm yang kemudian dilahirkan. Bayi-bayi yang dilahirkan sebelum minggu ke-34
mengalami penurunan signifikan insiden gawat nafas dan kematian neonatal akibat penyakit
membran hialin bila kelahirannya ditunda sekurang-kurangnya 24 jam setelah selesai
pemberian betametason 24 jam kepada ibu sampai 7 hari setelah selesai terapi steroid.
-  Glack (1979) menekankan bahwa produksi surfaktan kemungkinan dipercepat jauh sebelum
aterm pada kehamilan yang dipersulit oleh sejumlah kondisi dan stress pada ibu atau janin.
Seperti penyakit ginjal kronis, kardiovaskuler kronis, hipertensi kehamilan, kecanduan heroin,
pertumbuhan janin terhambat, infark plasenta, korioamnionitis, atau ketuban pecah preterm.
Pandangan ini dianut secara luas meskipun data terbaru menyangkal hubungan ini.

-  Owen dak (1990) menyimpulkan bahwa suatu kehamilan yang mengalami “stress”
(terutama hipertensi pada kehamilan) tak banyak memberi keuntungan terhadap ketahanan
hidup janin. Demikian pula Hallal dan Bottoms (1993) mengkaji 1395 kehamilan yang
dilahirkan pada usia gestasi antara 24 dan 35 minggu serta menemukan bahwa ketuban pecah
dini tidak berkaitan dengan pematangan paru yang lebih cepat.

-  Kortikosteroid mempercepat produksi surfaktan dari pneumosit dan mengurangi insiden


kematian neonatus, perdarahan intraserebral, dan enterokolitis. Dosis betametason yang
dianjurkan adalah 12.0 mg intramuskular, diulang dalam 24 jam.7 Deksametason diberikan
dalam dosis 5 mg dengan interval 6 jam hingga tercapai dosis total 20 mg. Pemberian
kortikosteroid harus dimulai 24-48 jam sebelum persalinan.8 Kortikosteroid diberikan untuk
menginduksi pematangan paru janin pada kehamilan 24 sampai 34 minggu jika tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi. Pemberian kortikosteriod pada kehamilan kurang dari 23
minggu masih kontroversi. Pemberian kortikosteroid pada kehamilan kurang dari 23 minggu
tidak berguna untuk memperbaiki keadaan pernafasan karena pada janin kurang dari 23
minggu belum terbentuk sel pneumosit yang memproduksi surfaktan.

-  Penelitian-penelitian yang dimulai tahun 1970an, yang menindaklanjuti perkembangan


anak-anak yang diberi terapi antenatal kortikosteroid sampai umur 12 tahun tidak
memperlihatkan efek buruk dibidang perkembangan saraf jangka panjang. Hal ini diukur
berdasarkan adanya gangguan belajar, perilaku, dan motorik atau sensorik (National Institute
of Health Consensus Development Panel, 1995). Namun terdapat efek jangka pendek pada
ibu, antara lain edema paru, infeksi dan pengendalian glukosa yang lebih sulit pada ibu
diabetik. Tidak dilaporkan adanya efek jangka panjang pada ibu.

-  Kortikosteroid tidak hanya mempengaruhi pematangan paru saja, melainkan juga


merangsang persalinan. Jenssen dan Wright (1977), Mati dkk (1973) melaporkan bahwa
kortikosteroid dapat menginduksi persalinan pada manusia lebih dari 20 tahun yang lalu.
Selain itu, Elliot dan Radin (1995) mengkonfirmasi bahwa kortikosteroid menginduksi
kontraksi uterus dan persalinan preterm pada manusia.
-  Esplin dkk (2000) membandingkan perkembangan mental dan psikomotor pada 429 bayi
dengan berat lahir rendah yang terpajan dua kali atau lebih pemberian kortikosteroid antenatal
dengan bayi yang terpajan satu kali pemberian atau tidak mendapatkan pajanan sama sekali.
Mereka tidak menemukan adanya manfaat pada dosis berulang. Pajanan terhadap pemberian
kortikosteroid berulang secara independen dan signifikan diikuti dengan perkembangan
psikomotor yang abnormal.

-  Vermillion dkk (2000) dalam sebuah analisis terhadap 453 bayi, menetapkan bahwa sepsis
neonatorum awitan dini, korioamnionitis dan kematian neonatal secara signifikan
berhubungan dengan pemberian betametason dosis multiple pada ibu. Thorp (2000) dan
Guinn (2001) dkk melakukan percobaan prospektif besar dan tidak menemukan manfaat pada
pemberian steroid berulang. Dilaporkan terdapat penurunan lingkar kepala yang signifikan
pada bayi-bayi yang terpajan steroid.

Tokolitik berguna untuk mengurangi kontraksi uterus dan menahan pembukaan serviks. Pada
pemberian tokolitik, pasien harus dirawat di rumah sakit untuk observasi dan tirah baring.
Pemberian tokolitik yang dianjurkan meliputi (NICE, 2011) :

1. Nifedipine 10 mg, diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya


hanya diperlukan 20 mg, dan dosis perawatan 3 x 10mg.
2. B-mimetik : terbutalin atau salbutamol.
3.5.1 Penanganan Persalinan
Persiapan perawatan bayi prematur dan keadaan kemungkinan perdarahan postpartum
harus tersedia dalam pertolongan persalinan kembar. Kala I diperlakukan seperti biasa bila
janin letak memanjang. Episiotomi mediolateral dilakukan untuk mengurangi trauma kepala
pada janin prematur.
Setelah janin pertama lahir, presentasi janin kedua, dan taksiran berat janin harus
segera ditentukan dengan pemeriksaan bimanual. Biasanya dalam 10 sampai 15 menit his
akan kuat lagi, bila his tidak timbul dalam 10 menit diberikan 10 unit oksitosin yang
diencerkan dalam infus untuk menstimulasi aktifitas miometrium.
Apabila janin kedua letak memanjang, tindakan selanjutnya adalah melakukan pecah
ketuban dengan mengalirkan ketuban secara perlahan-lahan. Penderita dianjurkan mengejan
atau dilakukan tekanan terkendali pada fundus agar bagian bawah janin masuk dalam
panggul, dan pimpinan persalinan kedua seperti biasa (Cunningham, 2012).
Apabila janin kedua letak lintang dengan denyut jantung janin dalam keadaan baik,
tindakan versi luar intrapartum merupakan pilihan. Setelah bagian presentasi terfiksasi pada
pintu atas panggul, selaput ketuban dipecah selanjutnya dipimpin seperti biasanya. Bila janin
kedua letak lintang atau terjadi prolap tali pusat dan terjadi solusio plasenta tindakan obsterik
harus segera dilakukan, yaitu dengan dilakukan versi ekstraksi pada letak lintang dan
ekstraksi vakum atau forseps padaletak kepala (Cunningham, 2012).
Seksiosesarea dilakukan bila janin pertama letak lintang, terjadi prolap tali pusat,
plasenta previa pada kehamilan kembar atau janin pertama presentasi bokong dan janin kedua
presentasi kepala, dikhawatirkan terjadi interloking dalam perjalanan persalinannya.
Sebaiknya pada pertolongan persalinan kembar dipasang infus profilaksis untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partumnya. Pada kala empat
diberikan sintikan 10 unit sintosinon ditambah 0,2 mg methergin intravena.1 Kemungkinan
lain pada persalinan kembar dengan usia kehamilan preterm dengan janin pertama presentasi
bokong adalah terjadinya aftercoming head oleh karena pada janin prematur lingkar kepala
jauh lebih besar dibandingkan lingkar dada, disamping itu ukuran janin kecil sehingga
ektremitas dan tubuh janin dapat dilahirkan pada dilatasi servik yang belum lengkap,
prolapsus tali pusat juga sering terjadi pada persalinan preterm. Apabila kemungkinan-
kemungkinan ini dapat diprediksikan, tindakan seksiosesarea adalah tindakan yang bijaksana.
Prinsip penanganan kehamilan ganda (Cunningham, 2012 dan Wiknjosastro dkk,
2014).
Bayi I
 Cek persentasi
1. Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan
lakukan monitoring dengan partograph
2. Bila persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal
presentasi bokong
3. Bila letak lintang lakukan seksio sesaria
 Monitoring janin dengan auskurtasi berkala DJJ
 Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer laktat/
10 tts /mt.
Bayi II
 Segera setelah kelahiran bayi I
1. Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya
2. Bila letak lintang lakukan versi luar
3. Periksa DJJ
4. Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban pecah
atau intak, presentasi bayi.
 Bila presentasi vertex
1. Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual
2. Ketuban dipecah
3. Periksa DJJ
4. Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat
sampai his adekuat
5. Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang
ada (vakum, forceps, seksio)
 Bila presentasi bokong
1. Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut
tidak lebih besar dari bayi I
2. Bila tak ada konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin dipercepat sampai
his adekuat
3. Pecahkan ketuban
4. Periksa DJJ
5. Bila gawat, janin lakukan ekstraksi
6. Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio
secarea.
 Bila letak lintang
1. Bila ketuban intak, lakukan versi luar
2. Bila gagal lakukan seksio secarea
 Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit
atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan
lakukan manajemen aktif kala II. Untuk mengurangi perdarahan pasca persalinan.
3.6 Prognosis
Pada kehamilan kembar akan meningkatkan komplikasi baik pada ibu maupun janin.
1. Cunningham, F. Gary. 2012. Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta : EGC.

2. Wiknjosastro, dkk. 2014. Ilmu Kebidanan. (4th ed.). Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

3. Cunningham, F. Gary. 2018. Obstetri Williams. Edisi 23, Vol 2. Jakarta : EGC.

4. National Institute for health and Clinical Excellence. 2011. Multiple Pregnancy : The
Management of twin and triplet pregnancies in the antenatal periode. NICE ClinicalGuideline:
UK.

Anda mungkin juga menyukai