Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

ETIKET BERBICARA, ETIKET BERTELEPON, SIKAP DAN POSTUR


TUBUH SERTA ETIKET TERHADAP ORANG LAIN

DOSEN :

Dr. APRINA, S.Kp.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 13

1. FEBIOLA AMELIA SARI 1914401017


2. FIA FARADILA 1914401037
3. ZHOYA ANISA 1914401047
4. VENTY LIA OKTAVIANA 1914401050

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan
baik dan tepat waktu.Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai
pemenuhan nilai tugasdari mata kuliah Pengembangan Kepribadian. Selain itu,
pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat yang berguna
bagi ilmu pengetahuan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah terlibatdan membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua
dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Selain itu, penulis juga mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap kekurangan dalam makalah
agar selanjutnya penulis dapat memberikan karya yang lebih baik dan sempurna.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan para
pembaca.

Bandar Lampung, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………...
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………….

3.2 Saran ………………………………………………………………………

DAFTRA PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin ethicus
yang berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan
kebiasaan masyarakat. Kenyataannya, banyak orang tertarik untuk mempelajari
etika, sehingga terdapat pengertian lain tentang etika ialah sebagai suatu studi atau
ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia, yang mana dinilai
baik atau buruk.

Etika juga disebut ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-
ketentuan (norma-norma) yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai
tingkah laku, apakah baik atau buruk. Dengan demikian etika diharapkan berperan
untuk membuka wawasan tentang kebaikan dan keburukan atas tindakan
seseorang.

Orang yang tidak memiliki etika, melakukan apapun yang diperlukan untuk
mencapai tujuannya. Orang-orang yang memiliki etika umumnya dapat
dipercaya, adil, dan tidak memihak, menghargai orang lain, dan
menunjukkan kepedulian terhadap dampak atas tindakannya di masyarakat.
Sering kali orang mencampur aduk istilah etika dan etiket. Etika adalah cabang
filsafat yang mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan moral
ataukesusilaan. Sedang etiket ialah tata karma atau sopan santun.kesusilaan.
Sedang etiket ialah tata karma atau sopan santun.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etiket Berbicara
1. Pengertian Etiket Berbicara

Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang artinya adat, kebiasaan.
Sedang secara terminologi terdapat beberapa pengertian etika. Pakar filosofis
mengatakan etika adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai
tindakan manusia yang menurut ukuran rasio dinyatakan dan diakui sebagai
sesuatu yang substansinya paling benar. Sementara itu Walter B. Denny
berpendapat bahwa etika adalah gambaran dan evaluasi alasan yang di
berikan oleh orang atau kelompok untuk penilaian yang mereka buat
mengenai benar dan salah atau baik dan buruk, khususnya ketika
berhubungan dengan tindakan, sikap, dan kepercayaan manusia. Dan dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa etika adalah cara pandang manusia
tentang tingkah laku baik dan buruk dari berbagai cara pandang kemudian
dijadiakan sebagai tolak ukur suatu tindakan dengan pendekatan secara
rasional dan filosofis.

Sedangkan berbicara secara bahasa adalah berkata, bercakap. Secara


istilah, ada beberapa tokoh yang memberikan kontribusinya dalam
mendefinisikan pengertian berbicara. Yaitu sebagai berikut: Pertama, menurut
Tarigan ia mengartikan, berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-
bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan atau menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaan seseorang kepada orang lain.
Kedua, menurut R.A Kartni ia mengartikan, berbicara adalah suatu peristiwa
menyampaikan maksud, gagasan, serta perasaan hati seseorang kepada orang
lain. Dan pembicaraan harus memenuhi empat syarat. Tanpa keempat syarat
itu, pembicaraan akan tergelincir pada kesalahan bicara dan pembicaraan
akan penuh dengan kekurangan dan ketidak serasian. Syarat-syarat itu ialah
sebagai berikut:

1) Berbicara jika ada perlunya, dalam berbicara hendaklah sesuai keperluan


yang akan mendatangkan manfaat dan menolak mudarat.
2) Berbicara pada waktu dan tempatnya
3) Berbicara secukupnya
4) Baik bahasa dan tutur katanya. Inilah keempat syarat berbicara. Jika
berbicara dengan tidak memenuhi salah satu syarat ini, maka akan
merusak ketiga syarat yang telah terpenuhi.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu
sistem komunikasi dimana seseorang mengutarakan pendapat dan perasaan
hati serta mengerti maksud seseorang melalui pendengar. Jadi etika berbicara
adalah tata cara dan aturan seseorang mengungkapkan serta mengutarakan
pendapat, gagasan serta perasaan hati kepada orang lain yang kemudian
dijadikan sebagai tolak ukur suatu tindakan.

2. Prinsip-prinsip Etika Berbicara

Komunikasi merupakan salah satu fitrah manusia, untuk mengetahui


bagaimana manusia seharusnya berkomunikasi dengan baik dan benar, maka
akan dipaparkan prinsip-prinsip yang dalam berkomunikasi. Berikut
paparannya prinsip-prinsip dalam berkomunikasi:

a. Prinsip Pembicaraan yang jujur serta tidak berbelit-belit


Alferd Korzybski seorang peletak dasar teori general semantics
menyatakan bahwa penyakit jiwa baik individual maupun sosial, timbul
karena penggunaan bahasa yang tidak benar. Makin gila seseorang, maka
ia akan semakin menggunakan kata-kata yang salah. Ada beberapa cara
menutup kebenaran dengan komunikasi. Pertama, menggunakan kata-kata
yang abstrak, ambigu, atau menimbulkan penafsiran yang sangat berlainan
apabila seseorang tidak setuju dengan pandangan lawan bicara. Hal itu
bisa jadi timbul karena seseorang tidak senang dengan kritikan, tetapi
kurang nyaman bila mengatakannya, maka ia akan berkata,”Saya sangat
menghargai kritik, tapi kritik harusnya disampaikan secara bebas dan
bertanggung jawab”. Kata bebas dan tanggung jawab merupakan kata
abstrak untuk menghindar dari kritikan.
Kedua, menciptakan istilah yang diberi makna lain berupa
pemutarbalikan makna. Pemutarbalikan makna terjadi bila kata-kata yang
digunakan sudah diberi makna yang sama sekali bertentangan dengan
makna yang lazim. Misalnya saja, seorang pejabat malaporkan kelaparan
di daerahnya dengan mengatakan kasus kekurangan gizi dan rawan
pangan. Contoh lain adalah harga tidak dinaikkan tetapi disesuaikan.

b. Prinsip untuk berkomunikasi secara efektif


Dalam hal ini Aristoteles menyebutkan tiga cara yang efektif untuk
memengaruhi manusia, yaitu ethos, logos, dan pathos. Dengan ethos,
dalam hal ini merujuk pada kualitas komunikator. Komunikator yang
jujur, dapat dipercaya, memeliki pengetahuan yang tinggi, akan sangat
efektif untuk memengaruhi komunikannya. Dengan logos, meyakinkan
orang lain dengan kebenaran argumentasi, berusaha mengajak komunikan
berfikir menggunakan akal sehat serta membimbing sikap kritis. Dengan
pathos, komunikator membujuk komunikan untuk mengikuti pendapat
komunikator. Komunikator menyentuh keinginan dan kerinduan serta
meredakan kegelisahan dan kecemasan komunikan.
c. Prinsip perkataan yang mudah dicerna
Kris Cole mengatakan bahwa simpati melibatkan perasaan
semacam pertalian erat dengan sesorang, apapun yang memengaruhi
seseorang akan memengaruhi orang lain juga. Dalam sebagian besar
situasi komunikasi, simpati lebih jauh dari yang diperlukan atau bahkan
yang diinginkan. Sedang empati membutuhkan kemampuan untuk melihat
situasi dari sudut pandang orang lain. Tidak selalu setuju atau mungkin
sepenuhnya tidak setuju, akan tetapi masih dapat memahami perspektif
orang lain.
Empati akan membuat komunikator semakin dekat dengan
komunikan, sehingga dapat memahami dan mempertimbangkan sudut
pandang komunikan ketika berkomunikasi dengannya. Dengan empati,
komunikator mampu berkomunikasi dengan orang lain sehingga orang itu
tidak egois mempertahankan pribadinya.
Dengan begitu komunikan akan lebih siap mendengarkan segala
sesuatu yang akan disampaikan oleh komunikator. Dari paparan diatas
dapat dipahami bahwasanya simpati dan empati titik beratnya adalah
berkenaan dengan sikap seseorang yang meleburkan diri kepada perasaan
orang lain yang mengalami kesedihan atau kebahagiaan. Misalnya saja,
ketika orang lain bahagia karena sedang mendapatkan nikmat dari Tuhan,
misalnya dia lulus dalam mengikuti ujian, naik pangkat atau anaknya
menjadi umum dalam suatu lomba, kita pun merasakan kebahagiaan itu.
Pentingnya sikap empati dan simpati dalam komunikasi adalah
kecenderungan alamiah komunikator atau komunikan untuk menghakimi,
menilai, menyetujui, atau membantah pernyataan orang lain ataupun
pernyataan kelompok. Kegagalan komunikasi antara lain, dianggap karena
kurangnya kemampuan mendengarkan dengan empati.

3. Bentuk-bentuk Etika Berbicara


a. Perkataan Kuantitas (Quantity Maxim)
Maxim kuantitas adalah bentuk penyajian informasi atau pemberian
kontribusi sesuai atau secukupnya yang dibutuhkan oleh lawan tutur.
Pemberian informasi dilakukan secara efektif dan efisien, serta tidak
berlebihan. Perkataan kuantitas terdiri dari dua maxim, yaitu:
1) Menjadikan sumbangan pembicara seinformatif yang diperlukan
Ketika berbicara komunikator haruslah berbicara sesuai keperluan
yang di butuhkan oleh komunikan, tidak berlebihan dan tidak
kurang. Ini dimaksudkan untuk menghindari kejenuhan
komunikan terhadap apa yang di sampaikan oleh komunikator.
2) Tidak memberikan kontribusi kepada lawan bicara lebih
informatif dibanding yang diperlukan
Siapa banyak omong ia banyak bohong. Barang siapa banyak
bohong maka banyaklah dosanya. Barang siapa banyak dosanya
maka buruklah perangainya, dan barang siapa buruk perangainya
maka ia akan sengsara (disiksa).

b. Perkataan kualitas (Quality Maxim)


Maxim kualitas adalah penyajian informasi secara benar, nyata, dan
sesuai fakta yang sebenarnya. Dengan kata lain baik penutur maupun
lawan tutur tidak mengatakan apa-apa yang dianggap salah, dan setiap
kontribusi percakapan hendaknya didukung oleh bukti yang memadai.
Perkataan kualitas terdiri dari dua maxim, yaitu:
1) Tidak berkata hal yang salah
Salah satu bentuk perkataan yang salah ialah dusta. Dusta adalah
mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Perbuatan ini tidak diragukan lagi bahwa merupaka dosa buruk
dan aib terhina.
2) Tidak berbicara tanpa ada bukti yang memadai
Sebagian dari pelanggaran percakapan ialah berbicara tanpa
adanya bukti yang akurat. Penuduhan akan berakibat fatal bagi
komunikator juga komunikan. Kesemuanya itu mempunyai
dampak yang buruk diantaranya: hilangnya suatu kepercayaan,
timbulnya keretakan persaudaraan juga akan menciptakan benih-
benih permusuhan.

c. Perkataan relevan (Relevancy Maxim)


Perkataan relevan adalah perkataan yang sesuai antara pemilihan kata
dan strukturnya, sehingga memberikan makna yang lengkap. Hal dapat
dilakukan dengan cara menggunakan struktur kalimat yang sesuai dan
memilih kata yang sesuai dengan keadaannya. Perkataan relevan terdiri
dari satu macam, yaitu:
1) Berusaha untuk selalu relevan
Dalam maxim yang ketiga ini, perkataan haruslah selalu
berhubungan dengan topik yang sedang dibicarakan. Misalnya,
seseorang bertanya tentang pekerjaan, maka haruslah menjawab
yang sesuai dengan pertanyaan tersebut, bukan menjawab dan
bercerita tentang sekolah.
2) Perkataan perilaku (manner maxim)
Maxim perilaku ini mengharuskan perserta pertuturan bertutur
secara langsung, jelas dan tidak kabur. Jika tidak mengindahkan
hal tersebut, maka dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice
karena tidak mematuhi maxim pelaksanaan. Perkataan perilaku
terdiri dari empat maxim, yaitu:
a) Menghindari ungkapan yang kabur
Sebagian pelanggaran yang harus dihindari dalam percakapan
ialah menghindari ungkapan yang kabur. Jika komunikator
tidak menghindari hal tersebut maka akan berdampak buruk
pada proses percakapan, diantaranya ialah: terjadinya
kesalahfahaman, timbulnya permusuhan dan juga akibat yang
sedikit fatal bisa terjadi perkelahian karena adanya
kesalahfahaman akibat kaburnya suatu ungkapan.
b) Menghindari hal-hal yang membingungkan
Di dalam berbicara larangan yang selanjutnya ialah larangan
untuk berbicara ambigu, berlisan dua. Maksudnya adalah
bicara yang membingungkan diantara dua pihak yang
berselisih, sehingga pihak-pihak yang berselisih sama-sama
menafsirkannya sesuai dengan kehendak dan hawa nafsu
masing-masing. Jarang sekali saksi yang terlepas dari hal
semacam itu.
c) Meringkas pembicaraan
Selanjutnya dalam berbicara hendaknya berbicara sesuai
dengan kebutuhan, tanpa harus menambahi ataupun
mengurangi isi dan maksud pembicaraan.
d) Berusaha untuk mengatur pembicaran
Hal yang tak kalah penting dalam aturan percakapan ialah
mengatur pembicaraan. Komunikator hendaknya mahir
menyesuaikan dan memahami kondisi dan nalar komunikan,
kesemuanya itu dilakukan dengan tujuan, agar maksud dan
tujuan komunikator tersampaikan dengan baik dan dapat
dipahami oleh komunikan.

B. Etiket Bertelepon
1. Pengertian Etiket Bertelepon

Etika bertelepon adalah tata krama, sopan-santun tata


pergaulan dalam bertelepon (menerima-melakukan kontak telepon) yang
meliputi berbicara dengan jelas, tegas, terkesan ramah, hangat dan
bersahabat. Disini dijelaskan bahwa saat kita menelepon atau menerima
telepon kita harus menggunakan bahasa yang sopan, tegas, ramah dan lain-
lain sehingga menimbulkan kesan bersahabat.menimbulkan kesan
bersahabat.

2. Hal-hal Penting dalam Etika Bertelepon


a) Jangan biarkan telepon berdering lebih dari 3 kali. Disini kita
disarankan apabila telepon berbunyi, kita harus segera mengangkat
telepon tersebut dan kita tidak boleh membiarkan telepon itu berbunyi
terlalu lama.
b) Dengarkan mitra bicara dan berkonsentrasi dengan pihak
penelepon. Kita harus mendengarkan dengan baik apa yang
penelepon katakan. Dan kita juga harus bias berkonsentrasi pada pada
pihak yang yang menelepon supaya tidak terjadi kesalah-pahaman
antara penelepon dengan kita dan supaya tidak timbul kesan acuh tak
acuh.
c) Berkata dengan sopan dan hangat. Saat menjawab pihak
penelepon kita harus menggunakan bahasa yang sopan dan hangat,
supaya penelepon merasa nyaman dan dihargai saat berbicara dengan
kita.
d) Hindari kata-kata yang bisa menyinggung perasaan penelepon.
Kita harus bisa memilih kata yang baik saat kita berbicara dengan
penelepon supaya penelepon tidak merasa terhina dengan apa yang
yang kita katakana.

3. Langkah-Langkah Dan Teknik Menelepon


a) Siapkan nomor telepon. Sebelum kita menelepon sebaiknya kita
siapkan dulu nomor yang akan kita tuju, supaya saat kita menelepon
tidak terjadi kesalahan atau yang sering disebut salah sambung.
b) Tekan nomor telepon yang dituju. Setelah nomor telepon yang ingin
kita tuju dirasa sudah benar, barulah kita tekan nomor yang ingin
kita hubunggi tersebut.
c) Ucapkan salam, sebutkan identitas diri Anda. Setelah telepon
tersambung segera ucapkan salam dan identitas diri Anda.
d) Mengutarakan maksud dan tujuan bertelepon. Setelah pihak
penerima telepon menjawab salam kita, langsung kita ucapkan
maksud dan tujuan kita menelepon, tentu harus dengan bahasa yang
baik dan benar.
e) Ucapkan salam penutup untuk mengakhiri pembicaraan. Setelah
selesai berbicara dan tidak ada lagi yang ingin dikatakan serta tidak
ada pertanyaan dari pihak penerima segera ucapkan salam penutup
untuk mengakhiri pembicaraan.

4. Langkah-Langkah Dan Teknik Menerima Telepon


a) Segera angakat telepon jika berdering. Saat Anda mendengar telepon
Anda berdering, segera angkat telepon tersebut.
b) Ucapkan salam begitu Anda menjawab telepon. Setelah pihak
penelepon mengucapkan salam segera Anda balas salam tersebut.
c) Tanyakan nama dan identitas penelepon serta maksud dan tujuan
penelepon. Sebelum Anda mengobrol dengan dia, tanyakan dahulu
siapa namanya dan apa maksud atau tujuannya menelepon.
d) Apabila orang yang dituju tidak ada ditempat maka beritahukan
dengan sopan dan tawarkan pada penelepon untuk meninggalkan
pesan. Apabila pihak penelepon ingin berbicara dengan pimpinan
Anda, sedangkan pimpinan Anda tidak ada ditempat, beritahukan
kepada dia bahwa pimpinan Anda sedang tidak ada ditempat tapi
tetap dengan bahasa yang sopan, dan jangan lupa tawarkan pada
penelepon untuk meninggalkan pesan.
e) Mengucapkan salam penutup. Setelah selesai berbicara, ucapkan
salam penutup dan segera tutup telepon.

5. Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Pada Saat Komunikasi


Menggunakan Telepon
a) Suara terlalu keras. Saat berbicara di telepon, kita tidak boleh
berbicara terlalu keras.
b) Bicara ditelepon sambil makan atau berdecak. Saat berbicara di
telepon kita tidak boleh sambil makan atau berdecak.
c) Berbicara dengan orang lain selagi berbicara ditelepon. Kita tidak
boleh berbicara dengan orang lain saat bertelepon, supaya tidak
terjadi kesalah-pahaman
d) Berbicara dengan nada kasar atau membentak. Saat berbicara kita
tidak boleh menggunakan nada yang kasar, bahkan sampai
membentak pihak lawan bicara.
e) Berbicara dengan nada memerintah. Jangan pernah saat menelepon
kita menggunakan nada yang memerintah.
f) Membirkan penelepon menunggu terlalu lama tanpa penjelasan. Saat
bertelepon jangan membuat lawan bicara kita menunggu terlalu
lama.

C. Sikap dan Postur Tubuh


Menurut kamus besar bahasa indonesia postur tubuh adalah bentuk, keadaan
tubuh, sikap perawakan, perawakan seseorang. Tubuh adalah seluruh jasad
manusia atau binatang yang kelihatan dari ujung kaki sampai ujung rambut.
sedangkan menurut Sugiyanto dan Sudjarwo (1993 : 109) bahwa postur tubuh
merupakan perpaduan antara tinggi badan, berat badan, serta berbagai ukuran
anthropometrik lainnya yang ada pada diri seseorang. Jadi pengertian postur tubuh
adalah bentuk tubuh atau sikap badan yang terlihat dari ujung kaki sampai ujung
rambut dan merupakan perpaduan antara tinggi badan, berat badan dan ukuran
antrhopometrik lainnya yang ada pada diri seseorang.
Evaluasi postur dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu statis dan
dinamis. Evaluasi statis dilakukan terhadap postur seseorang pada saat yang
gersangkutan dalam posisi diam (fixed position), sedangkan evaluasi yang
sifatnya dinamis dilakukan pada saat yang bersangkutan sedang bergerak, yang
meliputi gerak pada saat berjalan, berlari, memanjat, turun tangga, dan berdiri
(Johnson L. and Jack K. Nelson, 1970 : 372). Penilaian postur tubuh merupakan
hal yang subyektif, tetapi penilaian dibekali kriteria khusus yang dapat digunakan
sebagai pedoman untuk mengevaluasi unsur-unsur pada postur seseorang pada
saat sedang berjalan, berlari, duduk dan memanjat tangga. test ini menggunakan
pendekatan prkatis untuk menaksir postur seseorang ketika sedang bergerak atau
melakukan aktivitas sehari-hari, bukan hanya ketika seseorang berdiri atau tegak
dengan suatu posisi diam dan tetap (Johnson dan Nelson, 1970 : 37).

Tabel 1.
Kriteria Penilaian Tes Postur Tubuh

No Kriteria Inversal Skor


1 Bagus >22
2 Sedang 14-22
3 Jelek <14

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu ada dua faktor


yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal adalah faktor yang
ditimbulkan dari pengaruh ibu sejak masih dalam kandungan, kondisi ibu yang
berpengaruh seperti gizi makanan, aktivitas fisik dan kondisi emosional. Faktor
eksternal adalah faktor yang ditimbulkan dari pengaruh lingkungan (keturunan,
gizi makanan, sistem kelenjar hormon, musim dan iklim, suku bangsa, kondisi
sosial ekonomi, kondisi psikososial dan kecenderungan sekuler (Husdarta dan
Yudha M Saputra, 2000 : 21).
Setiap individu mempunyai tingkat postur tubuh yang berbeda-beda, adapun
pandangan yang mengungkapkan perbedaan itu meliputi perbedaan 8 10 kualitatif
dan kuantitatif, perbedaan kualitatif menunjukkan bahwa pada dasamya memang
berbeda sedangkan perbedaan kuantitatif menunjukan semata-mata karena adanya
perbedaan dalam proses, adanya persamaan dari keduanya mengakui bahwa tiap-
tiap individu akan berbeda tingkat postur tubuhnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://etheses.iainkediri.ac.id/871/3/933310711-bab2.pdf

https://id.scribd.com/document/436015427/Kelompok-11-Makalah-Etika-Telepon

http://scholar.unand.ac.id/32909/2/BAB%201.pdf

https://www.quora.com/What-is-difference-between-posture-and-gesture

http://www.differencebetween.net/language/the-difference-between-posture-and-
gesture/

https://phyxphysio.com.au/blog/reasons-keep-good-posture/

https://clearlytalking.com/good-posture-improves-public-speaking/

https://www.armstrongamerika.com/pages/how-to-improve-my-posture

Anda mungkin juga menyukai