Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PANCASILA SILA KE - 5

DOSEN PENGAMPU :
FATMA MUTHIA KINANTI, SH.M.H

DISUSUN OLEH :
RICHO POHAN
RISMA NURYANI
SANDRINA SETIA NINGRUM

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pancasila dirumuskan dari kehidupan bangsa Indonesia yang digunakan untuk
pedoman bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila
memiliki fungsi sebagai dasar filsafah negara dijabarkan juga sebagai jiwa bangsa, sebagai
kepribadian bangsa, sebagai pandangan hidup bangsa, yang kemudian dijadikan sebagai
pedoman hidup bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pengembangan sikap adil terhadap sesama manusia, kesamaan kedudukan terhadap
hukum dan HAM, keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan sikap yang
tercermin dari pengamalan nilai Pancasila yakni sila ke -5 yang berbunyi Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Fungsi dari nilai yang terkandung dalam Pancasila sila ke-5
ini berfungsi sebagai tujuan negara. Namun, apakah nilai –nilai yang terkandung dalam sila
ke lima Pancasila itu sudah terlaksana seutuhnya di lingkungan kita? Kita dapat menilai
dengan mengamati kejadian di sekitar kita. Masih banyak masyarakat Indonesia yang
bersikap tidak sesuai dengan nilai moral Pancasila. Mereka cenderung bersikap
individualis, menghalalkan segala cara walaupun dengan kerja keras, melemahkan
kekuatan hukum, menggunakan sumberdaya dan sumber kekayaan Indonesia dengan
berlebihan, menyelewengkan kekuasaan, dsb. Sungguh ironis memang, Pancasila yang
disepakati bersama sebagai kepribadian bangsa saat ini kenyataan di lingkungan
masyarakat Indonesia bertentangan dengan ajaran Pancasila.
Dalam situasi seperti sekarang ini masyarakat semakin tidak menyadari makna
pancasila, mereka sudah mulai memudarkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
yang telah disepakati bersama. Dalam kehidupan sehari- hari, pengamalan sila kelima
Pancasila terkadang tidak sesuai dengan makna yang terkandung dalam sila tersebut. Hal
ini akan berakibat pada berubahnya sikap masyarat Indonesia. Jika masyarakat Indonesia
bersikap tidak sesuai nilai dan norma Pancasila, maka bisa dikatakan bangsa tersebut
kehilangan jati diri bangsa. Jika suatu bangsa kehilangan jati diri bangsa, mudah bangsa
lain untuk menjajah bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN MENGENAI SILA KE-5 PANCASILA
2.1 Arti lambing sila ke-5
Lambang sila ke-5 Pancasila adalah Padi dan Kapas yang menjadi identitas sekaligus
karakteristiknya. Ilustrasi tersebut dilakukan sebagai impelementasi ekplisit terkait
kebutuhan dasar manusia, yaitu kapas diartikan sebagai sandang dan padi sebagai pangan.
Arti Padi dan Kapas dalam sila ke-5 Pancasila adalah sebagai berikut:

 Padi
Indonesia yang dikenal dengan sebutan negara agraris, memiliki banyak petani
terutama petani tanaman padi. Padi ini adalah tanaman yang menghasilkan
beras atau salah satu bahan pokok di Indonesia. Padi yang berwarna kuning
adalah tanda bahwa tumbuhan padi sudah siap untuk dipanen. Dengan
demikian, padi pada lambang sila ke-5 Pancasila bermakna “pangan” yang
dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
sudah semestinya bangsa Indonesia menjaga kualitas padi supaya makanan
pokok Indonesia selalu bisa terpenuhi dengan baik.
 Kapas
Lambang di sila ke-5 Pancasila berikutnya adalah kapas. Kapas merupakan
bahan utama dalam pembuatan pakaian atau sandang. Oleh karena itu,
lambang sila ke-5 Pancasila berfungsi untuk menjaga rakyat Indonesia supaya
bisa memperoleh kehidupan yang sejahtera. Lambang kapas ini memiliki dua
warna yang berbeda, yaitu warna putih dan juga warna hijau. Warna putih
sendiri dapat dikatakan sebagai lambang dari kedamaian, ketenangan, dan
kerukunan. Sedangkan warna hijau bermakna kesegaran, kesuburan, dan
kehidupan.
Secara sederhana, lambang sila ke-5 Pancasila berupa padi dan kapas memiliki
makna kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana rakyat yang
sejahtera akan memudahkan pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
2.2 Makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Yudi Latif dalam Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila
(2011) berpendapat bahwa sila “Keadilan Sosial” (Sila ke-5) merupakan perwujudan yang
paling konkret dari prinsip-prinisp Pancasila.
Sila ke-5 adalah satu-satunya sila dalam Pancasila yang dilukiskan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dengan menggunakan kata kerja “mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Prinsip keadilan adalah inti dari moral ketuhanan, landasan pokok perikemanusiaan,
simpul persatuan, dan matra kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, keadilan sosial
merupakan perwujudan sekaligus cerminan imperatif etis keempat sila dalam Pancasila
lainnya.
Rumusan itu telah diuraikan Notonegoro melalui buku Pancasila Dasar Filsafat Negara
(1974), bahwa Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidak adilan harus dilawan dan dihukum, banyak
gerakan sosial dan politis diseluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi,
banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa
yang dituntut dari keadilan dan realita ketidak adilan, karena definisi apakah keadilan itu
sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakan segala sesuatunya pada tempatnya.
Cara mengaplikasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yakni:
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong royongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasanterhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayahidup
mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau
merugikankepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dankesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Sila ke lima Pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat indonesia diliputi,
didasari, dijiwai oleh sila ke 1,2,3,4. Dengan demikian makna yang terkandung dalam sila
kelima Pancasila merupakan gambaran terlengkap 5 dari makna keseluruhan Pancasila.
Namun nilai yang terkandung dalam Pancasila selain sila ke 5 juga memiliki keterkaitan
dengan sila lainnya. Dalam kehidupan sehari- hari, pengamalan sila kelima Pancasila
terkadang tidak sesuai dengan makna yang terkandung dalam sila tersebut. Hal ini akan
berakibat pada berubahnya sikap masyarat Indonesia. Jika masyarakat Indonesia bersikap
tidak sesuai nilai dan norma Pancasila, maka bisa dikatakan bangsa tersebut kehilangan jati
diri bangsa.
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf
politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue)
pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" . Tapi,
menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang
adil" . Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan
banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi,
banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa
yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu
sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama adalah
meliputi:
1. Keadilan Distributif.
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang
sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak sama.
Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap
warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan
dalam hidup bersama yang didasrkan atas hak dan kewajiban.
2. Keadilan Legal (Keadilan Bertaat).
Suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam
masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. Plato berpendapat
bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang
membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang
menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya. Pendapat Plato
itu disebut keadilan moral, sedangkan untuk yang lainnya disebut keadilan legal.
3. Keadilan Komulatif.
Suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya, secara timbal
balik. Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asan
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrem menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat.
Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus
diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu
mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan
wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilainilai keadilan
tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di dunia dan
prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar
bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa,
perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama (keadilan bersama).
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak
Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah
apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik,Plato meresmikan alasan bahwa
sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan, keberanian,
pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan. Penambahan kata sosial adalah untuk
membedakan keadilan sosial dengan konsep keadilan dalam hukum.
Keadilan sosial ini diimplementasikan antara lain dalam bentuk kesejahteraan dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat. Tercukupinya pangan, terpenuhinya sandang, dan juga
kebutuhan papan, dalam bingkai kemerdekaan ekonomi. Itu yang diharapkan. Dengan
kemakmuran dan kesejahteraan yang ada dalam suatu negara yang merdeka
perekonomiannya, akan tercipta iklim demokrasi yang sehat, baik dalam sistem politik
maupun kehidupan rakyat. Akan mudah pula dalam menggalang persatuan bangsa.
Kedamaian pun tak lagi menjadi khayalan yang sulit untuk dicapai. Baik itu kedamaian antar-
sesama manusia, maupun kedamaian antar-umat beragama dalam konteks ketuhanan yang
maha-esa.
Secara garis besar sila ke-5 mengalami masalah atau kekurangan dalam bidang
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial yang tidak merata. Untuk contoh konkrit
berdasarkan pasal-pasal yang terkait dengan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pasal 33 UUD 1945, tentang kesejahteraan sosial, dimana di ayat 3 disebutkan bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berarti seharusnya rakyat
Indonesia dapat menggunakan air secara gratis dan merata tapi ternyata sudah rakyat
harus bayar dan tidak merata terbukti banyak terjadi kekeringan dan kekurangan air
didaerah-daerah terpencil contoh NTB. Mereka harus membuat sumber air sendiri
hingga hal tersebut dijadikan sebagai iklan salah satu perusahaan air minum.
b. Pada Pasal 31 UUD 1945 tentang Pendidikan, juga belum terlaksana dengan baik. Biaya
sekolah setiap tahun semakin meningkat, beasiswa juga disalurkan tidak merata kadang
malah salah orang, dan pendidikan pun mengenal kata diskriminasi karena penduduk
kota saja yang dapat merasakan pendidikan dengan baik sedangkan daerah – daerah
tertentu yang sulit dijangkau oleh manusia apalagi teknologi tidak dapat, merasakan
pendidikan itu dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai