Anda di halaman 1dari 17

MEMBENTENGI ANAK DENGAN PENGASUHAN POSITIF

Nama :
Herdin Putra Ramadhan

NIM :
PO.71.20.1.20.087

Kelas 2B

Dosen Pengampuh :
Ns. Yunike, S.Kep.,
M.Kes

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PALEMBANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

JUDUL
DAFTAR ISI........................................................................................................i
BAGIAN 1 : POLA ASUH ANANDA DI MASA PANDEMI
1.1 Definisi Pola Asuh...........................................................................................1
1.2 Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua....................................................................1
1.3 Tips Pola Pengasuhan yang Baik....................................................................3
1.4 Hasil Rangkuman Webinar Pola Asuh Ananda Di Masa Pandemi.................4
BAGIAN 2 : KOMUNIKASI EFEKTIF
2.1 Definisi Komunikasi Efektif............................................................................7
2.2 Tujuan Komunikasi Efektif.............................................................................8
2.3 Tips Komunikasi Efektif Pada Anak...............................................................9
2.4 Hasil Rangkuman Webinar Komunikasi Efektif.............................................10
BAGIAN 3 : PENEGAKAN DISIPLIN POSITIF
3.1 Definisi Disiplin Positif...................................................................................12
3.2 Tips Penegakan Disiplin Positif......................................................................13
3.3 Hasil Rangkuman Webinar Penegakan Disiplin Positif..................................14
DAFTAR PUSTAKA

i
BAGIAN 1
POLA ASUH ANANDA DI MASA PANDEMI

1.1 Definisi Pola Asuh


Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model, sistem, cara kerja,
bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga,
merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri.
Gunarsa (2002) mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua
bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan
serangkaian usaha aktif.
Menurut Thoha (1996:109) menyebutkan bahwa “Pola Asuh orang tua
adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang
tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab
kepada anak.”
Casmini (dalam Palupi, 2007:3) menyebutkan bahwa: Pola asuh sendiri
memiliki definisi bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai
proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang
diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
Dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu proses interaksi
antara orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti memelihara,
mendidik, membimbing serta mendisplinkan dalam mencapai proses
kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

1.2 Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua


Menurut Baumrind (dalam Dariyo, 2004:98) membagi pola asuh orang tua
menjadi 4 macam, yaitu:
Pola Asuh Otoriter (parent oriented) Ciri pola asuh ini menekankan segala
aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-
mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak
boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.

1
1. Pola Asuh Permisif Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala
aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh
anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak.
2. Pola Asuh demokratis Kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu
keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah
pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang
dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.
3. Pola Asuh Situasional Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak
berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan
secara luwes disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat
itu.

Secara luas, Diana Baumrind (Sarwar, 2016) memperkenalkan pola


pengasuhan dalam 3 bentuk yaitu authotitarian, authoritative dan permissive.
1. Authoritarian Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter memiliki ciri
membatasi anak. Berorientasi pada hukuman, sangat jarang memberikan
pujian. Dalam pengasuhan otoriter, orang tua berusaha membentuk,
mengendalikan serta mengevaluasi tindakan anak sesuai dengan kehendak
orang tua. Dampak dari pola asuh otoriter, menjadikan anak yang tidak
stabil emosinya, cenderung pasif, tidak mandiri, penuh dengan konflik,
kurang percaya diri, dipenuhi rasa khawatir jika tidak sesuai dengan
kehendak orang tua, sehingga kurang mengeksplorasi diri dan menghindari
tugas-tugas menantang (Bee & Boyd, 2004).
2. Permissive Orang tua dengan pengasuhan permissive cenderung sedikit
memberikan perintah, jarang menggunakan kekuasaan dalam mencapai
tujuan. Dalam pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan kepada
anak, memanjakan anak, membiarkan anak melakukan apapun tanpa
bimbingan. Akibat dari pengasuhan permissive, anak cenderung menjadi
pribadi agresif dan impulsif karena memiliki kebebasan berlebihan (Bee &
Boyd, 2004). Selain itu, anak menjadi pencemas, karena bingung apa yang
harus dilakukan dan apakah dia sudah melakukan sesuatu yang benar.

2
3. Authoritative Orang tua dengan pengasuhan authoritative disebut dengan
orang tua yang demokratis. Dalam pengasuhan orang tua tetap memiliki
standar perilaku dan juga tetap responsif terhadap kebutuhan anak. Ciri
pengasuhan demokratis, orang tua mendengarkan pendapat anak,
mengarahkan, menghargai, menerapkan standar perilaku dengan jelas dan
konsisten serta tetap mengenali kebutuhan penting bagi anak. Di masa
depan, anak yang mendapatkan pengasuhan demokratis, cenderung
menjadi pribadi yang hangat, merasa dihargai, percaya diri, memiliki
kematangan emosi dan sosial yang baik.

1.3 Tips Pola Pengasuhan yang Baik


Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua untuk dapat memberikan pola
pengasuhan yang baik pada anak adalah:
1. Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan
anak. Hal ini bisa membangun rasa percaya diri anak.
2. Hindari anak dari trauma fisik dan psikis.
Marah kepada anak atas kesalahan yang mereka lakukan adalah
hal yang wajar, sebatas tujuannya adalah untuk mengajarkan anak.
3. Penuh kasih sayang.
Dukung perkembangan anak dengan memberikan kasih sayang
dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan membantu
mengembangkan sel saraf dan kecerdasan anak.
4. Tidak membandingkan anak dengan anak lain.
Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing, sehingga tiap anak
akan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Yang perlu dilakukan
orangtua adalah fokus mengembangkan kelebihannya.
5. Tidak otoriter.
Jangan memaksakan kehendak orangtua kepada anak. Sebaliknya,
orangtua harus menjadi fasilitator yang dapat mengembangkan
bakat anak.

3
6. Berikan tanggungjawab.
Mengajarkan tanggung jawab kepada anak dapat dilakukan
sedini mungkin agar anak dapat perduli terhadap sekitarnya.
7. Penuhi kebutuhan gizi Makanan merupakan faktor penting
yang menentukan kecerdasan anak.
8. Menciptakan lingkungan yang positif.
Lingkungan yang mendukung terhadap bakat dan kreativitas anak,
orangtua yang selalu memberikan pandangan positif pada anak, akan
dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih mandiri dan tidak
mudah putus asa.
9. Aktif berkomunikasi dengan anak.
Ada baiknya bila anak dan orangtua saling terbuka, sehingga anak
akan lebih nyaman untuk bercerita kepada orangtua.

1.4 Hasil Rangkuman Webinar Pola Asuh Ananda Di Masa Pandemi


Hurlock (1999) membagi pola asuh orang tua ke dalam tiga macam yaitu:
1. Pola Asuh Permissif
2. Pola asuh otoriter
3. Pola asuh demokratis.
Nyanyian pandemi sejak dulu
:
1. Ada sumber awal virus (asal – muasal)
2. Pola penularan & penyebaran
3. Menyebabkan sakit
4. Dihubungkan dengan Kematian
5. Ketakutan berlebihan
6. Konsumsi berbagai barang (termasuk yang tak perlu)
7. Krisis ekonomi
8. Ditemukan vaksin
9. Pandemi mereda hingga
hilang. Perjalanan Penyakit
Covid-19 :
1. Fase flu like illness (mirip flu) pada pekan pertama, sangat menular

4
2. Fase critical pada pekan kedua:Yang ringan akan sembuh, yang berat bisa
kritis hingga wafat
3. Pada anak-anak tidak ada bukti adanya fase critical, melainkan hanya fase
flu like kemudian recovery
4. Fase recovery pada pekan
ketiga. Diagnosis :
1. Tracing: Melacak orang yang kontak erat dgn pasien yang positif Covid
(saran saya sejak awal bagi yang bergejala saja)
2. Testing dengan simpulan Dipastikan Covid sesuai kaidah Postolat
Koch dengan mendeteksi adanya virus.
3. Saat ini disepakati dengan metode PCR. Namun sayang sekali, PCR hanya
mendeteksi asam nukleat, bukan mendeteksi virus aktif atau tidak,
sehingga tidak bisa untuk memprediksi perjalanan penyakitnya
(patogenesis). Untuk tahu virus aktif atau tidak dengan pembiakan.
4. Testing dengan simpulan Diduga Covid:Rapid Antibodi, Rapid Antigen,
Genose test.
Treatment :
1. Isolasi Mandiri untuk yang tanpa gejala & gejala ringan
2. Di rumah sakit untuk yang gejala sedang & gejala
berat. Imunitas :
1. Ketahanan (resistensi) tubuh terhadap antigen (zat dari luar tubuh kita) &
patogen (kuman & produknya).
2. Imunitas berupa anatomi (struktur) dan fisiologi (fungsi) yang berfungsi
melindungi tubuh dari penyakit
3. Imunitas mampu membedakan zat yang merupakan bagian dari tubuhnya
(self) dan yang asing (nonself).
Perkembangan imunitas seseorang :
1. Imunitas bayi masih defisiensi (lemah) krn belum terstimuli. Bayi lahir
hanya membawa antibodi IgG (antibodi lainnya tidak bisa menembus
plasenta). Kemudian akan dapat IgA dari ASI yg dapat memproteksi hingga
18 bulan

5
2. Usia 6 – 9 bulan mulai kuat respon imunitasnya terhadap antigen
glikoprotein dan usia 12 – 24 bulan respon imunitasnya kuat terhadap
antigen polisakarida.
3. Imunitas seseorang berkembang pesat menjelang pubertas (baligh) karena
dipicu hormon
4. Imunitas dewasa sudah bekerja baik karena fisik, psikologis dan sistem
imunitas sudah mapan
5. Pada lansia imunitas sudah kehilangan dayanya disebabkan proses
penuaan alami (immunosenescence).
Imunitas seseorang kemungkinan bisa:
1. Lemah
2. Normal
3. Berlebihan
4. Autoimun (gagal mengenali
self). Tujuan pendidikan :
1. Membentuk Generasi Berakhlak : Tanpa akhlak nilai seseorang adalah 0
(nol)
2. Membentuk Generasi Robbani : Pembelajar mandiri yang cerdas berlogika
(bukan sekedar akademik)
3. Menguatkan Jiwa Kepemimpinan : Setiap kita adalah pemimpin yang
akan diminta pertanggungjawabannya
4. Membekali Kemampuan Mencari Nafkah : Agar hidup mulia (tidak
meminta-minta).

6
BAGIAN 2
KOMUNIKASI EFEKTIF

2.1 Definisi Komunikasi Efektif


Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti
menjadikan sesuatu milik bersama. Sama disini maksudnya adalah sama
makna (dalam Onong Uchjana, 2007:9). Jadi dikatakan berkomunikasi jika
antara dua orang terlibat menggunakan bahasa misalnya dalam bentuk
percakapan berlangsung ada kesamaan makna mengenai materi yang
diperbincangkan. Tapi kesamaan bahasa belum tentu menimbulkan kesamaan
makna. Mengerti bahasa saja belum tentu menimbulkan kesamaan makna.
Effendi (1989: 62) menyatakan “Keefektifan komunikasi yaitu kegiatan
komunikasi yang mampu mengubah sikap, pandangan atau perilaku
komunikan, sesuai dengan tujuan komunikator”.Selanjutnya Pidarto (1988:
242) mengatakan tentang komunikasi efektif bahwa suatu komunikasi
dikatakan efektif bila apa yang disampaikan dikomunikasikannya berkualitas
baik, sehingga bisa ditangkap dengan benar oleh yang menerima yang
menjurus kepada penyelesaian tujuan organisasi dan individu baik dalam
waktu dekat maupun dalam jangka panjang.
Komunikasi merupakan proses yang menjadi dasar pertama memahami
hakikat manusia. Dikatakan sebagai proses karena ada aktivitas yang
melibatkan peranan banyak elemen atau tahapan yang meskipun terpisah-
pisah, Namun semua tahapan ini saling terkait sepanjang waktu. Contoh
dalam percakapan yang sederhana saja selalu ada langkah seperti penciptaan
pesan, pengiriman, penerimaan, dan interpretasi terhadap pesan (Liliweri,
2011: 34).
Selain itu, Jhon B. Hoben, berasumsi bahwa komunikasi (harus) berhasil:
“Komunikasi adalah pertukaran verbal pikiran atau gagasan.” Asumsi di balik
definisi tersebut adalah bahwa suatu pikiran atau gagasan secara berhasil
dipertukaran (Mulyana, 2010: 61). Sedangkan menurut Harold Laswell, cara
yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab

7
pertanyaan berikut : Who Says What In Whicy Channel To Whoam With
What Effect? atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa
Dengan Pengaruh Bagaimana? (mulyana, 2010: 69).
Menurut Effendy (2008) komunikasi dikatakan tidak efektif apabila seperti
beberapa indikator berikut:
1. Perbedaan Persepsi
2. Reaksi emosional
3. Ketidak-konsistenan komunikasi verbal dan nonverbal
4. Kecurigaan
5. Tidak adanya timbal balik (feedback).
Komunikasi efektif berkaitan dengan kemampuan (ability) komunikator dan
komunikannya. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita
berusaha dengan diri sendiri (Moeliono, 2005: 707). Menurut Soelaiman
(2007:112) kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang
memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaannya, baik
secara mental ataupun fisik. Aspek-aspek yang paling penting dalam
kemampuan komunikasi secara efektif terdiri dari komunikator, komunikan,
media yaitu alat untuk menyampaikan dan pesan sesuatu yang disampaikan.
Karena selain dari tiga aspek tersebut semuanya sudah mengacu kepada
kurikulum yang berlaku (kompetensi inti dan kompetensi dasar) baik yang
berupa pesan/materi pelajaran ataupun efek komunikasi yang biasanya
berupa nilai prestasi belajar (Handayani, 2011). Strategi komunikasi
mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kegiatan:1. Menyebarluaskan
pesan komunikasi kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
Menjembatani kesenjangan budaya akibat kemudahan yang diperoleh dan
kemudahan dioperasionalkannya media massa. (Achmad, dkk, 2013:33).

2.2 Tujuan Komunikasi Efektif


Membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling
memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi mungkin
dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun
perubahan secara sosial.

8
1. Perubahan sikap (attitude change)
Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah,
baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha
mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap
positif sesuai keinginan kita.
2. Perubahan pendapat (opinion change)
Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman, ialah
kemmapuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan
oleh komunikator. Setelah memahami apa yang di maksud komunikator
maka akan tercipta pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.
3. Perubahan perilaku (behavior change)
Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan
seseorang, Misal: kampanye kesehatan misalnya mengenai merokok
menyebabkan gangguan kesehatan. Setelah mengikuti kampanye tersebut
seorang perokok misalnya kemudian berusaha mengurangi/berhenti
merokok.
4. sosial (social change)
Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain
sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi
yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan
interpesonal.

2.3 Tips Komunikasi Efektif


Komunikasi yang efektif pada anak usia dini syaratnya antara lain :
1. Orang tua perlu memilih waktu yang tepat untuk berkomunikasi pada
anak
2. Bahasa yang digunakan harus bisa dimengerti oleh anak
3. Sikap ketika berkomunikasi
4. Jenis kelompok di mana komunikasi akan dilaksanakan
Gaya komunikasi instruksional yang dikembangkan orang tua dan guru
dilingkungannya masing-masing sangat efektif bagi anak yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif tngkat rendah. Tetapi tidak efektif untuk

9
diterapkan pada anak yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tingkat
sedang. Sedangkan bagi anak yang memiliki kemampuan berpikir kreatif
tingkat tinggi cenderung negatif.
Gaya komunikasi partisipasi yang dikembangkan orang tua dan guru
dilingkungannya masing-masing sangat efektif bagi anak yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif tingkat sedang. Tetapi tidak efektif jika
dikembangkan pada anak yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tingkat
rendah.
Gaya komunikasi delegasi yang dikembangkan orang tua dan guru di
lingkungannya masing-masing sangat efektif bagi anak yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif tingkat tinggi.

2.4 Hasil Rangkuman Webinar Komunikasi Efektif


Permasalahan komunikasi efek pandemi, di antaranya :
1. Di Indonesia sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang
cukup untukberbincang – bincang dengan pasiennya, sehingga hanya
bertanya seperlunya.
2. Umumnya pasien takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri
3. Banykanya orang tua yang tidak tau bagaiaman seharusnya
berkomunikasi ataumenyampaikan sesuatu kepada anak dengan
baik
4. Banyak orang tua yang menjaga jarak tidak berkomunikasi dengan anak
karenasedang isolasi mandiri
Urgensi komunikasi efektif :
1. Meningkatkan kualitas interaksi anak dengan orangtua
2. Mengoptimalkan tumbuh kembang anak
3. Mencegah perilaku-perilaku menyimpang
4. Mendeteksi kelainan pada tumbuh kembang anak
Komunikasi merupakan sebuah media untuk menyampaikan pesan.
Komunikasi harus dikuasai oleh orang tua dalam melakukan pengasuhan
positif pada anak. Melalui komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal orang
tua dapat mengetahui maksud yang akan disampaikan oleh anak.
Klasifikasi komunikasi :

10
1. Komunikasi intrapersonal
2. Komunkasi interpersonal
3. Komunikasi kelompok
4. Komunikasi publik
5. Komunikasi organisasi
6. Komunikasi
massa Jenis
komunikasi :
1. Komunikasi tertulis
2. Komunikasi verbal
3. Komunikasi non verbal
Contoh komunikasi efektif yang baik pada anak :
1. Refleksi pengalaman
“Ibu juga pernah mecahin gelas, kaget banget. Akhirnya ibu selalu berhati-
hati kalau membawanya”
2. Menunjukkan empati
“Ngantuk ya rasanya habis main di luar?”
3. Menyatakan observasi
“Ibu lihat makanan kamu masih agak banyak”
4. Pilihan
“Ibu akan membacakan cerita mengenai binatang, mana yang akan kamu
pilih: ibu bercerita tentang ayam atau sapi?”
Contoh komunikasi tidak efektif yang baik pada anak :
1. Interogasi
“Kok, Makanannya gak dihabiskan? Kenyang? Gak suka?”
2. Perintah
“Tenang! Ayah akan membacakan buku tentang sapi!”
3. Menolak/mengalihkan
perasaan “Masa sih kamu
capek?”
4. Nasihat
“Makanya jangan sambil main-main bawanya!”

11
BAGIAN 3
PENEGAKAN DISIPLIN POSITIF

3.1 Definisi Disiplin Positif


Disiplin positif adalah program yang dirancang untuk mengajarkan anak
untuk menjadi bertanggung jawab serta hormat pada anggota dari komunitas
mereka. Berdasarkan buku Positive Discipline oleh Dr Jane Nelsen, Lynn
Lott, Cheryl Erwin, Kate Ortolano, Mary Hughes, Mike Brock, Lisa Larson,
disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting
bagi anak-anak dan orang dewasa (termasuk orang tua, guru dan pendidik
lainnya).
Disiplin positif merupakan suatu cara penerapan disiplin tanpa kekerasan dan
ancaman yang dalam praktiknya melibatkan komunikasi tentang perilaku
yang efektif antara orang tua dan anak.
Disiplin Positif menurut Joan E. Durrant adalah pendekatan pengasuhan tanpa
menggunakan kekerasan dan memberikan penghormatan kepada anak sebagai
seorang pembelajar. Disiplin positif ini sebagai sebuah pendekatan dalam
pendidikan parenting yang berusaha membantu anak-anak untuk meraih
keberhasilan, dengan memberikan informasi atau panduanpanduan kepada
anak sesuai tumbuh kembangnya dan mendukung keunikan yang dimiliki tiap
anak. Dalam kesempatan yang sama Joan E. Durrant juga mengemukakan
bahwa disiplin positif berarti tanpa kekerasan yang berpusat kepada solusi
menghargai anak berdasarkan pada prinsip tumbuh kembang anak.
Dalam hal ini disiplin positif dalam pendidikan parenting menyediakan
sebuah landasan penting bagi orangtua untuk mengasuh dan mendidik anak
tanpa menggunakan kekerasan. Dengan kata lain, disiplin positif adalah
sebuah pendidikan parenting dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan di
berbagai kesempatan serta situasi yang berbeda dari waktu-ke waktu dan
tempat yang berbeda berdasarkan prinsip tumbuh kembang yang berpusat
kepada penghargaan terhadap hak-hak anak. Seperti dijelaskan dalam modul
Perlindungan Anak dan Good Parenting yang diterbitkan Save The Children,
yang dimaksud dengan disipin positif adalah pendidikan yang terjadi secara

12
terus menerus saat orangtua dan anak berinteraksi dengan kedudukan yang
sama dan bersifat ramah, menghargai serta sensitif supaya efektif.
Disiplin juga terfokus pada upaya agar anak mampu belajar. Disiplin sendiri
sebenarnya merupakan suatu proses, bukan tindakan tunggal. Yang perlu
diperhatikan guru ketika berusaha menerapkan disiplin positif adalah dengan
memulai dari mengidentifikasi kasus dan penyebabnya, sehingga bisa
mencari solusi, langkah maupun metode yang dipakai. Dengan pemahaman
yang komprehensif terhadap suatu kasus guru akan memiliki kesempatan
untuk menentukan pemecahannya dengan tanpa melakukan tindakan yang
justru kontraproduktif terhadap hakekat pendidikan yang berkemajuan dan
menggembirakan.
Dengan kata lain, disiplin menanamkan proses pemikiran dan perilaku positif
sepanjang hidup anak, bukan pendidikan yang instan atau spontan tanpa
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

3.2 Tips Penegakan Disiplin Positif


Berikut ini awal dari penegakan displin positif pada anak :
1. Mengetahui pola anak belajar
2. Merasa senang dan mudah saat mengajar anak
3. Mengetahui dengan baik sifat anak dan dapat mengatasinya saat belajar
4. Mengajarkan anak tanpa paksaan
5. Mengajar anak dengan tepat dan membuat anak mengerti
6. Dalam belajar terkadang menemui hambatan
7. Selalu memberikan pengasuhan yang baik
8. Sering melakukan komunikasi dengan anak
9. Mengajarkan anak untuk dapat disiplin
10. Hubungan orang tua dan anak dekat
11. Memantau proses belajar anak di rumah

13
3.3 Hasil Rangkuman Webinar Penegakan Disiplin Positif
Disiplin adalah proses latihan yang dirancang untuk membentuk kebiasaan
berpikir atau berperilaku. Kontrol perilaku (biasanya pada anak dengan
penerapan hukuman).
Disiplin yang efektif seharusnya memiliki 2 tujuan :
1. Membuat anak mau bekerjasama dan melakukan dengan cara yang
benar
2. Membangun skill baru pada
anak 2W 1H :
1. Why : Mengapa anak sya berperilaku demikian
2. What :Pelajaran/skill apa yang perlu saya berikan dikondisi
tersebut
3. How : Bagaimana cara untuk
mengajarkannya Mengelola kemarahan :
1. Take 5
2. Cari cara untuk menenangkan diri dan tubuh Anda
3. Ubah cara pandang untuk mengubah emosi (2W 1H)
4. Tunggu saat yang tepat untuk mendisiplinkan
anak. Catatan :
1. Terlalu banyak nasehat membuat anak malas mendengarkan
2. Bantu anak membedakan perasaan dengan perilaku
3. Hindari mengulang-ulang aturan, langsung deskripsikan perilaku yang
Anda lihat
4. Hargai pencapaian anak
5. Akan lebih efektif untuk anak-anak yang lebih tua karena sudah lebih
mampu menggunakan “The upstair brain”
6. Seringkali orang tua lebih berfokus pada kesalahan/perilaku negatif
anak dan gagal menangkap perilaku positif anak
7. Orang tua perlu kreatif untuk mencari cara yang menyenangkan atau
menggunakn humor untuk mencairkan situasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, Rabiatul. 2017. Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, FKIP ULM
Banjarmasin
Agustiawati, Isni. 2014. Pengaruh pola asuh orangtua terhadap prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran Akuntansi kelas XI IPS di SMA Negeri 26
Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
Aji, Imanuela Praba & Kimura Patar Tamba. 2020. Penerapan Disiplin Positif
Dalam Pembelajaran Ditinjau Melalui Perspektif Kristen [Positive
Discipline In Learning Reviewed Through A Christian Perspective]. Jurnal
of Holistic Mathematics Education, Universitas Pelita Harapan Indonesia
Diniaty, Amirah. 2018. Mengembangkan Komunikasi Efektif Dalam
Pembelajaran Klasikal Oleh Pendidik. UIN Suska Riau
Dwihartanti, Muslikhah. 2018. Komunikasi Yang Efektif. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Hanum, Rafidhah. 2017. Mengembangkan Komunikasi yang Efektif Pada Anak
Usia Dini. Volume 3, Nomor 1. Jurnal : UIN Ar-Raniry
Hermoyo, Panji. 2015. Membentuk Komunikasi yang Efektif Pada Masa
Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal : FKIP Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
Hidayat, Nur & Danarti, dkk. 2016. Disiplin Positif : Membentuk Karakter
Tanpa Hukuman. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kusumawaty, Ira. 2021. Komunikasi Efektif.
Mareta, Rimas Dian. 2021. Penegakan Disiplin Positif.
Nisa, Hoirun. 2019. Komunikasi Yang Efektif Dalam Pendidikan
Karakter. Santrock, John W. 2009. Perkembangan Anak edisi 11. Jakarta:
Erlangga.
Sonia, Gina & Nurliana Cipta Apsari. 2020. Pola Asuh Yang Berbeda-Beda Dan
Dampaknya Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak. Jurnal
Pengabdian Masyarakat, Program Studi Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP Unpad
Yuwono. 2021. Pola Asuh Ananda Di Masa Pandemi.

Anda mungkin juga menyukai