Anda di halaman 1dari 18

Nama : Nur izzati Rahma

Nim : 11910821381

Kelas : pgmi 6 a

HAKIKAT IPA

Seperti dikemukakan di atas tentang pengertian IPA yaitu kumpulan pengetahuan tentang alam yang
dibentuk oleh proses penyelidikan berkelanjutan dan mencakup orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan ilmiah. Maka pengertian hakikat IPA perlu dipahami sebagai bentuk perhatian ilmuwan
terhadap Natural of Science yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena hakikat
IPA merupakan proses bagaimana seseorang memperoleh ilmu pengetahuan yang sistematis sehingga
menghasilkan temuan yang diinginkan. Istilah Nature of Science (NOS) didefinisikan sebagai hakikat
pengetahuan merupakan konsep yang kompleks melibatkan filosofis, sosiologi dan histori suatu
pengetahuan. Lederman et al., (2002) menegaskan bahwa NoS merupakan bagian yang berkaitan
dengan pemahaman mengenai hakikat IPA ilmia secara utuh. Pemahaman ini meliputi sifat empiris ilmu
pengetahuan, sifat kreatif, dan imajinatif menanamkan nilai sosial dan budaya, dan bersifat tentatif.
Namun seperti dikemukakan oleh McComas 2015 bahwa NoS adalah bagian yang sering diabaikan
dalam pembelajaran IPA. Padahal NoS dapat memberikan latar belakang yang penting bagi siswa
tentang bagaimana sains dan ilmuwan bekerja dan bagaimana pengetahuan ilmiah tercipta, divalidasi
dan dipengaruhi.

Lebih lanjut McComas (2015) menyatakan bahwa hakikat IPA dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu :

Tool and Product, yang meliputi a) Empirical evidence is required, b) Science shares methods
(inductions, deductions, etc), c) Law/theory distinctions;

Science Knowledge and its Limits yang meliputi a) Science is distinct form technology and engineering, b)
Science is tentative but durable, c) Science cannot address all questions

Human Element of Science yang meliputi a) Creativity is vital in science, b) Subjectivity is frequent
element in science, c) Social and cultural element impact science.

Pengertian IPA

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu natural science, artinya ilmu
pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam,
sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat
disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam
ini. Menurut Rom Harre (Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis, 1993: 4), Science is a collection of
well attested theories which explain the patterns and regularities among carefully studied
phenomena. Bila diterjemahkan secara bebas artinya sebagai berikut: IPA adalah kumpulan teori yang
telah diuji kebenarannya yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam yang diamati
secara seksama. Pendapat Harre ini memuat dua hal yang penting yaitu Pertama, bahwa IPA suatu
kumpulan

yang berupa teori-teori. Kedua, bahwa teori-teori itu berfungsi untuk menjelaskan gejala alam. Lebih
lanjut Jacobson & Bergman (1980: 4), mendefinisikan IPA sebagai berikut: “ Science is the investigation
and interpretation of events in the natural, physical environment and within our bodies”.

IPA  merupakan penyelidikan dan interpretasi dari kejadian alam, lingkungan fisik, dan tubuh
kita. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan
permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam
yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan
oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA
merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang
tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.

Bagai mana siswa sekolah dasar belajar ipa?

Belajar merupakan proses aktif (Rodriguez, 2001). Anak belajar dengan cara mengonstruksi hal yang
dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang diketahuinya, bukan menerima suatu hal dengan pasif.
Pengertian ini berakar dari perspektif konstruktivisma. Konstruktivisma sendiri banyak dijumpai di
berbagai bidang antara lain psikologi, filosofi, sosiologi, dan pendidikan, serta menimbulkan implikasi
yang berarti dalam pembelajaran IPA.

Hal ini menimbulkan pertanyaan bahwa bagaimana cara membuat siswa belajar aktif ? Dan pertanyaan
ini sangat menentukan cara mengajar dan pembelajaran IPA di SD, bahwa pembelajaran IPA tidak hanya
penentuan dan penguasaan materi, tetapi aspek apa dari IPA yang perlu diajarkan dan dengan cara
bagaimana, supaya siswa dapat memahami konsep yang dipelajari dengan baik dan terampil untuk
mengaplikasikan secara logis konsep tersebut pada situasi lain yang relevan dengan pengalaman
kesehariannya.

Minat siswa pada IPA juga penting untuk belajar IPA yang efektif, terutama untuk mengembangkan rasa
percaya diri dalam berpendapat, beralasan, dan menentukan cara untuk mencari tahu jawabannya.
Apabila demikian halnya, selama enam tahun siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang
bermakna sehingga pada tahap ini siswa mampu mengembangkan sikap dan nilai-nilai dari
pembelajaran IPA. Siswa yang berminat pada IPA akan merasakan bahwa belajar IPA itu menyenangkan
sehingga akan antusias mengenai bagaimana pelajaran IPA berimbas pada pengalaman kesehariannya
(Murphy and Beggs, 2003). Bagaimana memantik minat dan motivasi pada siswa yang kurang menyukai
pelajaran IPA ?
Fakta

Pernyataan dalam 1 liter air memiliki massa 1 kilogram, daun tanaman yang sedang tumbuh biasanya
berwarna hijau, logam akan memuai jika dipanaskan, merupakan fakta. Fakta adalah peristiwa yang
terjadi dan dicatat dengan tanpa perbedaan pendapat. Fakta merupakan pernyataan yang nyata dan
benar, atau hal yang dapat ditunjukkan nyata atau benar. Fakta ilmiah diverifikasi dengan pengamatan
atau pengukuran yang cermat (dengan eksperimen atau cara lain). Fakta tentang fenomena alam
merupakan sumber bagi pengembangan IPA. Peran fakta dalam pengembangan IPA adalah dalam hal
landasan verifikasi (membuktikan kebenaran) teori, dan falsifikasi (membuktikan kesalahan) teori,
modifikasi teori agar dapat menjelaskan lebih luas fenomena, bahkan melahirkan teori baru.

Contoh fakta dalam IPA

Jantung kita memompa darah ke seluruh tubuh

Manusia bernapas mengeluarkan gas karbondioksida

Matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat

Contoh pernyataan bukan fakta IPA:

Air selalu datang dari langit

Ada kuda hidup di bulan

2. Data

Data merupakan fakta yang mengacu pada angka yang terkadang tervisualisasikan ke dalam kata, suara
dan gambar. Metadata adalah data tentang data. Metadata ini digunakan untuk mencari data. Data
adalah informasi yang dipertimbangkan relevan untuk suatu penyelidikan, dan dikumpulkan dalam
kondisi-kondisi khusus (Farmer & Farrel, 1980). Data merupakan fakta yang terpilih yang diperoleh
dengan cara khusus untuk tujuan tertentu sesuai yang dipertimbangkan tepat oleh peneliti.

Konsep

Konsep adalah abstraksi sebagai bentuk generalisasi atas sekumpulan ide, objek, atau peristiwa
berdasarkan karakteristik esensial dari proses, objek atau peristiwa tersebut (Farmer & Farrel, 1980).
Lebih lanjut Farmer & Farrel mengklasifikasikan konsep-konsep ke dalam dua kategori yakni konsep
berlandaskan pengamatan (concepts by inspection) dan konsep berdasarkan definisi (concept by
definition), yang sering disebut juga konsep teoritis (theoretical concepts) atau konstruk teoritis. Konsep
berlandaskan pengamatan merupakan abstraksi dari hasil pengamatan terhadap sejumlah proses, objek
atau peristiwa.

Konsep berdasarkan definisi tidak diabstraksi dari hasil pengamatan, melainkan didefinisikan
berdasarkan kesepakatan pakar, contohnya kemagnetan, kepolaran, frekuensi. Contoh label konsep
lainnya adalah listrik, magnet, energi, logam, mamalia, burung. Konsep seringkali dinyatakan dalam
bentuk lambang, seperti halya I (kuat arus), Ar (massa atom relatif), dan λ (panjang gelombang).

Contoh deskripsi konsep:

Konsep burung : “Burung merupakan hewan bertulang belakang yang memiliki sayap dan bulu”.

Konsep energi: “Energi kinetik merupakan energi gerak yang dimiliki pada sebuah benda yang terkena
gaya”.

Konsep meja: “Meja merupakan sebuah perabotan rumah tangga yang terbuat dari susunan kayu yang
memiliki permukaan datar dan kaki-kaku sebagai penyangga, yang bentuk dan fungsinya bermacam-
macam”.

4. Prinsip dan Hukum

Prinsip, hukum dan aturan adalah pernyataan yang memprediksi antar hubungan konsep-konsep
(Farmer dan Farrel, 1980). Terdapat dua kategori prinsip, yakni empirik dan prinsip teoritik. Prinsip
empiris merujuk hanya pada antar hubungan konsep-konsep berdasarkan pengamatan, tetapi tidak
menyediakan penjelasan terhadap antar hubungan yang diprediksikan.

Contoh prinsip:

Logam bila dipanaskan akan memuai

Semakin besar intensitas cahaya, maka semakin efektif proses fotosintesis


Larutan yang bersifat asam bila dicampur dengan larutan yang bersifat basa akan membentuk garam
dan bersifat netral

Semakin besar perbedaan tekanan udara, semakin kuat angin berhembus

Hukum adalah suatu pernyataan di dalam dunia ilmu pengetahuan yang bermula dari suatu hipotesis da
dibuktikan dengan percobaan-percobaan yang menyangkut teori-teori hipotesis. Hasil percobaan dapat
mendukung teori hipotesis dan dapat membuktikan kebenarannya teori hipotesis tersebut. Hukum IPA
dapat berdasarkan suatu percobaan yang dilakukan secara ilmiah, ada juga hukum dibuat berdasarkan
pemikiran kritis atau dengan suatu keadaan coba-coba bahkan atas sesuatu ketidaksengajaan atau
kebetulan.

Contoh hukum

Hukum Archimedes, Hukum Mendel, Hukum Newton

5. Teori

IPA memiliki banyak produk berupa teori. Teori adalah sekelompok ide terkait yang dimaksudkan untuk
menjelaskan sesuatu. Teori merupakan: “generalisasi-generalisasi konseptual” (Mannoia, 1980), oleh
karenanya teori bersifat abstrak dan umum, serta mengeliminasi detail-detail (partikularitas). Teori juga
merupakan generalisasi tentang berbagai prinsip yang dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena
alam.

Contoh

Teori Relativitas Einstein oleh Albert Einstein

Teori atom,: “Atom terdiri atas inti (proton dan neutron) yang dikelilingi oleh elektron yang bergerak
pada orbit tertentu”

Teori pemanasan global: “Akibat atmosfer dipenuhi oleh gas-gas memerangkap panas, maka suhu
atmosfer bumi mengalami peningkatan”

Teori sel: “Semua sel berasal dari sel yang sudah ada, semua makhluk hidup terdiri atas sel atau sel-sel

Teori Big Bang: “Alam semesta, galaksi dan bintang serta tata surya terbentuk melalui peristiwa
dentuman besar”
Teori Evolusi: “Semua spesies makhluk hidup berkembang dari leluhur yang sama”

Kedudukan teori sangat penting dalam riset ilmiah, teori terutama dirujuk untuk menggagas hipotesis
(eksplanasi terhadap fakta) sebagai langkah awal dari keseluruhan proses inkuiri ilmiah

6. Model

Model dalam IPA adalah representasi dari suatu fenomena (objek, proses, sistem) sesuai dengan teori
yang melandasinya. Model dekonstruksi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang fen

Strategi pembelajaran IPA

Hands-on and minds-on approaches  Belajar efektif dengan melakukan ”aktivitas” (learning by


doing). Meskipun demikian, esensi ”aktivitas” dalam pembelajaran IPA adalah ”aktivitas belajar” (Fleer,
2007). Dalam prakteknya tidak jarang bahwa ”aktivitas” (hands-on science) itu sendiri tidak disertai
dengan belajar (Bodrova and Leong, 2007). Dalam artikelnya, Osborne (1997) bertanya secara
provokatif: ”Is doing science the best way to learn science?” Oleh karena itu, guru perlu memberikan
kesempatan bagi siswa untuk menginterpretasi konsep (minds-on approach) (Keogh and Naylor,
1996).  Menempatkan siswa pada pusat proses pembelajaran  

Metoda mengajar tradisional dengan pendekatan ekspositori sebaiknya mulai dikurangi. Guru yang
hanya men-transmisi pengetahuan kurang menstimulasi siswa untuk belajar secara aktif. Hal ini bukan
berarti bahwa metoda ceramah tidak baik, atau siswa tidak mengalami proses belajar. Variasi proses
pembelajaran lebih memicu siswa untuk aktif belajar (Rodriguez, 2001). Menempatkan siswa pada pusat
poses pembelajaran berarti memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengonstruksi hal yang
dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang diketahuinya dan menginterpretasi konsep, bukan
memberikan informasi melalui buku teks (Dickinson, 1997).

Identifikasi pengetahuan awal dan kesalahpahaman siswa Hal ini sama sekali tidak mudah karena
beberapa faktor menyebabkan siswa SD tidak dapat mengartikulasi dengan baik apa yang diketahuinya.
Meskipun demikian, berangkat dari apa yang siswa ketahui bermanfaat untuk menentukan rencana
pembelajaran yang efektif (Harlen, 1996).

Kendala pembelajaran IPA

Pendekatan konstruktivisma dalam pembelajaran IPA tidak mudah diimplementasikan. Persepsi


mengenai peran guru di kelas, peran sekolah dalam pendidikan anak, persepsi dan harapan orang tua
terhadap guru dan sekolah masih sangat kontradiktif dengan perspektif konstruktivisma dan
sangat sukar untuk mengubah paradigma yang berpandangan bahwa guru adalah satu-satunya sumber
belajar.

Keterbatasan guru dalam bidang pengetahuan ilmiah dan perasaan kurang percaya diri untuk mengajar
IPA merupakan kendala yang lain. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru SD merupakan guru kelas yang
mengajar beberapa mata pelajaran (high workload). Persepsi guru terhadap IPA juga sangat
menentukan pembelajaran IPA. Guru yang memandang IPA sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau
teori belaka menyebabkan pembelajaran IPA yang kurang bermakna. Walaupun guru memegang kuat
komitmen untuk mendidik siswa dan memandang bahwa siswa perlu belajar IPA, guru menjadi kurang
antusias dan tidak yakin akan kemampuan mereka dalam pembelajaran IPA. Hal ini kurang menstimulasi
siswa untuk belajar secara aktif (Dickinson, 1997). Komitmen untuk memperbaiki proses pembelajaran
IPA merupakan langkah penting dalam mewujudkan proses pembelajaran yang efektif (Tobin, Briscoe,
and Holman, 1990).

Masalah tersebut, ditambah sistem ujian akhir nasional yang sangat menekankan pada pemahaman
konsep, merupakan suatu dilemma. Sistem tersebut mengakibatkan IPA diajarkan hanya sebagai
sekumpulan fakta, konsep, atau teori (body of knowledge), terutama pada kelas 5 dan 6. Guru merasa
perlu mempersiapkan siswa menghadapi ujian akhir nasional dengan cara drilling supaya mereka dapat
tepat menjawab soal. Dedikasi guru untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa
pada bidang IPA dan memberikan bekal nilai-nilai ilmiah yang terkandung dalam pembelajaran IPA
menurun tajam bersamaan dengan tahap persiapan menghadapi ujian.

Di samping itu, jumlah siswa dalam kelas merupakan kendala utama pembelajaran IPA. Jumlah siswa di
atas 20 anak dalam satu kelas menyebabkan guru kesulitan untuk mengatasi masalah perbedaan
kemampuan individu. Contoh kendala lain adalah ketersediaan waktu; ketidakcocokan antara kurikulum,
pembelajaran, dan evaluasi; keterbatasan sumber belajar; pola hubungan antara guru dan siswa; dan
lain-lain.

Karakteristik IPA

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari
bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari
kata science yang berarti pengetahuan. Science kemudian berkembang menjadi social science yang
dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam
Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA).  

Dalam kamus Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai systematic and formulated knowledge


dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction yang diartikan bahwa
“ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan
disusun 18 Pengembangan Pembelajaran IPA SD. dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang
bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi”. Sumber lain menyatakan
bahwa natural science didefinisikan sebagai a pieces of theoritical knowledge atau seje-nis pengetahuan
teoritis.

IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai
sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan
penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan
metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang
dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam
hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data
terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan
tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya
dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Dalam perkembangan selanjutnya, metode
ilmiah tidak hanya berlaku bagi IPA tetapi juga berlaku untuk bidang ilmu lainnya. Hal yang
membedakan metode ilmiah dalam IPA dengan ilmu lainnya adalah cakupan dan proses perolehannya.

IPA meliputi dua cakupan yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. Science is both of knowledge
and a process (Trowbridge and Sund, 1973:2). Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan
eksperimen. Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas
gejala yang terjadi di alam Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada IPA
tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan
observasi. Metode khusus yang dimaksud merupakan langkah-langkah seorang ilmuwan dalam
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh Pengembangan Pembelajaran IPA SD 19
berdasarkan gejala-gejala alam. Pengetahuan berupa teori yang diperoleh melalui hasil perhitungan
atau pemikiran tidak akan bertahan kalau tidak sesuai dengan hasil observasi, sehingga suatu teori tidak
dapat berdiri sendiri. Teori selalu didasari oleh hasil pengamatan. Planet Neptunus tidak akan dapat
ditemukan secara teoritis jika sebelumnya tidak ada pengamatan yang menyaksikan suatu keanehan
dalam lintasan planet lainya.

. Jika IPA merupakan suatu jenis pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan cara yang khusus, maka
cara tersebut dapat berupa observasi, eksperimentasi, pengambilan kesimpulan, pembentukan teori,
eksperimentasi, observasi dan seterusnya. Cara yang demikian ini dikenal dengan metode ilmiah
(scientific method).

Sebagai ilmu, IPA memiliki karakteristik yang membedakannya dengan bidang ilmu lain.

Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini:

a.      IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang
dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
Contoh: nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar. Artinya benda yang mengalami
perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat dikembalikan ke sifat benda
sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat dikembalikan ke sifat semula.
b.      IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak
hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya “metode ilmiah”
(scientific methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian ”kerja ilmiah” (working scientifically), nilai
dan “sikapi lmiah” (scientific attitudes) (Depdiknas, 2006).

c.       IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau
khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara
yang lain

d.     IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang
telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi
dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).

e.      IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta,
prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah;
metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau
penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan
kesimpulan. Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan
sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang
benar

Karakteristik Utama IPA

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik sangat dipengaruhi oleh sifat
keilmuan yang terkandung pada masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai
mata pelajaran akan menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata
pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk membedakan dengan
mata pelajaran lain. Harlen (Patta Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama
Sains yakni: Pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas
(kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara
hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi
pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan
prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data
yang teruji kebenarannya. Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir
tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada
kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan,
serta pengertian tentang perubahan itu sendiri.
Karakteristik Materi IPA

Ilmu Pengetahuan Alam secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam. James
Conant (Holton dan Roller, 1958) mendefinisikan IPA atau sains (dalam arti sempit) sebagai “suatu
deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan ada yang tumbuh
sebagai hasil eksperimentasi dan observasi serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih
lanjut”. Kemudian A.N. Whitehead (M.T.Zen, 1981) menyatakan bahwa sains dibentuk karena
pertemuan dua orde pengalaman Orde pertama didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/fakta,
dan orde kedua didasarkan pada konsep manusia mengenai alam semesta. Dengan demikian IPA
berupaya membangkitkan minat manusia agar dapat meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya
tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tidak ada habis-habisnya. Dengan tersingkapnya
tabir rahasia alam itu satu per satu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkan jangkauan sains makin
luas dan lahirlah sifat terapannya yaitu teknologi. Dari waktu ke waktu jarak tersebut makin lama makin
sempit sehingga semboyan “sains hari ini adalah teknologi hari esok” merupakan semboyan yang
berkali-kali dibuktikan kebenarannya oleh sejarah. Bahkan kini ilmu

pengetahuan dan teknologi telah manunggal menjadi budaya IPTEK yang saling mengisi. Jelas bahwa IPA
termasuk mata pelajaran yang harus ditekuni dan dikuasai oleh para pemuda (siswa dan mahasiswa)
karena merupakan fondasi teknologi. Pendidikan IPA selain terkait dengan berbagai permasalahan yang
ada di lapangan juga harus mampu mengantisipasi masa depan yang senantiasa berubah dan
berkembang. Keeton dalam Djohar (1989) menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi
sebagai akibat perkembangan IPTEK akan memberi umpan balik kepada perkembangan budaya
manusia, dan dalam kenyataannya evolusi kultural manusia melaju lebih cepat daripada
evolusi biologisnya. Pendidikan IPA berkewajiban membiasakan anak didik menggunakan metode ilmiah
dalam mempelajari IPA. Metode ilmiah merupakan gabungan antara pendekatan induktif-empirik
dengan pendekatan deduktifrasional. Kebenaran ilmiah bukan merupakan kesimpulan rasional yang
koheren dengan sistem pengetahuan yang berlaku, melainkan juga harus sesuai dengan

kenyataan yang ada (Jujun S. Suriasumanti, 1987).

Karakteristik Belajar IPA

Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman
tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah. Sesuai dengan karakteristik
IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri
dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya
berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada Cakupan dan proses
belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik tersendiri.

Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut.

a.      Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai
macam gerakan otot. Contoh, untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan
serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati perubahan ukuran benda
(panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot untuk melakukan pengukuran dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar
diperoleh data pengukuran kuantitatif yang akurat. Misalnya data panjang awal benda sebelum
dipanaskan dan data panjang akhir benda setelah dipanaskan dalam kurun waktu tertentu. Proses ini
melibatkan alat indra untuk mencatat data dan mengolah data agar dihasilkan kesimpulan yang tepat.

b.      Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik). Misalnya, observasi,
eksplorasi, dan eksperimentasi. Termasuk teknik manakah yang Anda gunakan ketika Anda belajar
fenomena gerak jatuh bebas? Mengapa demikian?

c.       Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal ini
dilakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu
bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang
kurang obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektivitas. Misal, pengamatan untuk mengukur
suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer. Alat bantu ini membantu ketepatan
pengukuran dan data pengamatannya dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jika pengukuran dilakukan
berulang-ulang dengan tingkat ketelitian yang sama maka data yang diperoleh akan sama. Jika
pengukuran dilakukan dengan panca indera saja, maka data yang diperoleh akan berbeda-beda dan
datanya bersifat kualitatif karena didasarkan pada hal-hal yang dirasakan orang yang melakukan
pengukuran mungkin keadaan panas benda yang sama, dirasakan oleh dua orang atau lebih yang
berbeda, hasilnya berbeda-beda pula sehingga data yang diperoleh tidak obyektif..

d.     Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah (misal seminar, konferensi atau
simposium), studi kepustakaan, mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya.
Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan kebenaran
temuan yang benar-benar obyektif. Contoh, sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan
kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau
bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan
ahlinya.

e.      Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan,
bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa,
mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji
penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak
lain. Keaktifan dalam belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik atau hands-
on dan aktif berpikir atau minds-on (NRC, 1996:20). Keaktifan secara fisik saja tidak cukup untuk belajar
IPA, siswa juga harus memperoleh pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA.

Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya
melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan
dalam kurikulum IPA yang menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah melibatkan siswa dalam
penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya.

Melalui kegiatan penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk
mengajukan pertanyaan, siswa menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah,
perencanaan, membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa memperoleh asesmen yang konsisten
dengan suatu pendekatan aktif untuk belajar. Dengan demikian, pembelajaran IPA di sekolah yang
berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah persepsi tentang guru
yang selalu memberikan informasi dan menjadi sumber pengetahuan bagi siswa (NRC, 1996:20).

Ditinjau dari isi dan pendekatan kurikulum pendidikan sekolah tingkat pendidikan dasar dan pendidikan
menengah yang berlaku saat ini maupun sebelumnya, pembelajaran di sekolah dititikberatkan pada
aktivitas siswa. Dengan cara ini diharapkan pemahaman dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik. Ke-
nyataan di lapangan, aktivitas siswa sering diartikan sempit. Bila siswa aktif ber-kegiatan, walaupun
siswa sendiri tidak mengetahui (merasa pasti) untuk apa ber-buat sesuatu selama pembelajaran, maka
dianggap pembelajaran sudah menerap-kan pendekatan yang aktif. Proses pembelajaran IPA di sekolah
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena IPA diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang
dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan.

Di tingkat SD/MI diharapkan pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Menurut Piaget (Sugihartono, dkk, 2008: 109), tahap perkembangan berpikir anak dibagi menjadi empat
tahap yaitu:

1.      Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

2.      Tahap praoperasional (2-7 tahun)

3.      Tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan


4.      Tahap operasional formal (12-15 tahun)

Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional
konkret dalam berpikir. Anak pada masa operasional konkret sudah mulai menggunakan operasi
mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual. Anak mampu menggunakan kemampuan
mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Kemampuan berpikir ditandai dengan
adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah. Rita Eka
Izzaty, dkk (2008: 116) membagi masa anak-anak di Sekolah Dasar menjadi dua fase yaitu masa anak
kelas rendah (kelas I sampai dengan kelas 3), dan masa anak kelas tinggi (kelas 4 sampai dengan kelas
6). Masa anak kelas rendah berlangsung antara usia 7-9 tahun, sedangkan masa anak kelas tinggi
berlangsung antara usia 9-12 tahun. Kelas IV Sekolah Dasar tergolong pada masa anak kelas tinggi.

Anak kelas tinggi Sekolah Dasar memiliki  karakteristik sebagai berikut:

1) Perhatian tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari.

2) Ingin tahu, ingin belajar, dan berpikir realitas.

3) Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

4) Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

5) Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka


membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kelas IV Sekolah Dasar
termasuk berada pada tahap operasional konkret dan termasuk pada kelompok kelas tinggi. Anak kelas
IV Sekolah Dasar berpikir secara realistis, yaitu berdasarkan apa yang ada di sekitarnya. Hal yang perlu
diperhatikan oleh guru IPA, bahwa anak pada tahap operasional konkret masih sangat membutuhkan
benda-benda konkret untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Oleh karena itu,
guru seharusnya selalu mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari siswa dengan benda-benda konkret
yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak untuk dapat
mempelajari segala sesuatu yang bersifat konkret adalah pembelajaran dengan memanfaatkan
lingkungan alam sebagai sumber

belajar.

Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Menurut Syaiful Sagala (2010: 61), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar, merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran
merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan
belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12)
menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam
pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang
harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung hanya dalam satu arah, melainkan
dari berbagai arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dari berbagai sumber belajar
yang ada.

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat
pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur
kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-
keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah. Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar
dalam Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai
berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru
untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar. Menurut Sri
Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning)
dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak
didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan,
mengkomunikasikan

sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et


al. (Usman Samatowa, 2006: 146), pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan
ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu

tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan,


dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk
dipelajari. Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 7),

pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segi proses, produk, dan pengembangan
sikap. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik
dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata
bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan
analisis rasional.

Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur
dalam mengumpulkan dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-
penemuan baru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya diberi
pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan
pikiran dalam mempelajari

gejala-gejala alam. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6),


Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:

1.      Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep
IPA yang terkandung di dalamnya;

2.      Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses”


atau metode ilmiah yang sederhana;

3.      Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang
dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya;

4.      Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang


pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau
Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,


keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat


diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan


membuat keputusan

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan


lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010: 111). Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan
kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan
yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan
karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-
hari.
Menurut Hardy dan Fleer (1996: 15-16) sekurang-kurangnya ada 7 ruang lingkup pemahaman IPA yang
peru diperhatikan agar para guru memahami IPA dalam perspektif yang lebih luas.

IPA sebagai kumpulan pengetahuan

IPA sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep yang sangat luas . IPA
dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu
sampai penemuan pengetahuan yang baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi
yang menjelaskan alam

IPA sebagai suatu proses penelusuran (investication)

IPA sebagai proses penelusuran umumnya sebagai suatu pandangan yang menghubungkan gambaran
IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya.

IPA sebagai kumpulan nilai

Pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin
tahu, dan keterbukaan .

IPA sebagai cara untuk mengenal dunia

IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara dimana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia
disekeliling mereka , selain juga sebagai salah satu cara untuk mengetahui dunia beserta isinya denga
segala keterbatasannya.

IPA sebagai Intitusi sosial

Ini berarti bahwa IPA seharusnya dipandang dalam pengertian sebagai kumpulan para professional, yang
melalui IPA mereka didanai, dilatih, dan diberi penghargaan akan hasil karya.

IPA sebagai hasil kontruksi manusia

Pengetahuan ilmiah merupakan hasil kontruksi pemikiran manusia sehingga dapat saja apa yang
dihasilkan IPA memiliki sifat bias dan biasa saja.

IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari

Orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat
dipengaruhi oleh IPA.

Ruang lingkup IPA Sekolah Dasar

Ruang lingkup IPA SD tidak hanya mencakup alam semesta saja, tetapi juga mencakup tentang semua
hal yang ada di alam semesta. Ruang lingkup yang dimaksud yaitu tentang makhluk hidup dan proses
kehidupannya dan lain sebagainya.
Dalam BSNP (2006:162) dijelaskan bahwa ruang lingkup kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut:

Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan
lingkungan, serta kesehatan

Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana

Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar mencakup
tentang makhluk hidup dan proses kehidupan, sifat-sifat dan kegunaan benda, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta.

Ruang lingkup pembelajaran IPA di SD pada Kurikulum 2013 disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
siswa dan peningkatan terhadap hasil belajar yang mengacu kepada aspek spiritual, sikap, pengetahuan
dan keterampilan. Adapun ruang lingkup mata pelajaran IPA di Tingkat SD berdasarkan keputusan dari
Mendikbud (2014: 232) adalah sebagai berikut.

Ruang lingkup materi mata pelajaran IPA SD mencakup Tubuh dan panca indra, Tumbuhan dan hewan,
Sifat dan wujud benda- benda sekitar, Alam semesta dan kenampakannya, Bentuk luar tubuh hewan dan
tumbuhan, Daur hidup makhluk hidup, Perkembangbiakan tanaman, Wujud benda, Gaya dan gerak,
Bentuk dan sumber energi dan energi alternatif, Rupa bumi dan perubahannya, Lingkungan, alam
semesta, dan sumber daya alam, Iklim dan cuaca, Rangka dan organ tubuh manusia dan hewan,
Makanan, rantai makanan, dan keseimbangan ekosistem, Perkembangbiakan makhluk hidup,
Penyesuaian diri makhluk hidup pada lingkungan, Kesehatan dan sistem pernafasan manusia, Perubahan
dan sifat benda, Hantaran panas, listrik dan magnet, Tata surya, Campuran dan larutan.

Berdasarkan pemaparan dari ruang lingkup pembelajaran IPA di SD tersebut, maka dapat di identifikasi
secara garis besar bahwa dalam ruang lingkup pembelajaran IPA di SD terdiri dari konsep alam semesta,
kejadian-kejadian yang terjadi di alam semesta, konsep biologi, konsep fisika, dan konsep kimia yang
dikembangkan secara konseptual dan sederhana. Beberapa ruang lingkup tersebut merupakan bagian
dari pemaparan dasar dari materi pembelajaran IPA yang dikembangkan di Sekolah Dasar

A. Kesimpulan

IPA merupakan mata pelajaran yang harus diajarkan pada tingkat pendidikan dasar serta harus ditekuni
dan dikuasai oleh siswa, karena sains (IPA) merupakan fondasi teknologi. 
DAFTAR PUSTAKA

http://hakikataipa.blogspot.com/2018/03/karakteristik-pembelajaran-ipa-di-sd_13.html

https://www.silabus.web.id/ruang-lingkup-pembelajaran-ilmu-pengetahuan-alam

Anda mungkin juga menyukai