Anda di halaman 1dari 5

Perilaku Ekonomi Individu Islam

1. Pendahuluan
Individu melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Individu
dapat langsung beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti berburu, menebang
pohon dan memancing ikan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Individu juga dapat
bekerja sehingga memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk membeli barang-
barang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada saat ini yang dimaksudkan sebagai kegiatan ekonomi individu dikhususkan pada
aktivitas bekerja dan memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk membeli barang-
barang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu ada aktivitas individu bekerja
yang dalam istilah yang luas disebut dengan individu sebagai penyedia faktor produksi dan
ada aktivitas individu menggunakan penghasilannya untuk membeli barang-barang untuk
memenuhi kebutuhannya yang dalam istilah luas disebut dengan konsumsi. Tulisan ini
membahas individu sebagai penyedia faktor produksi dan konsumen dalam perspektif Islam.
Islam dipandang sebagai perspektif dengan asumsi bahwa terdapat individu yang secara
Islami menyediakan diri sebagai faktor produksi dan melakukan konsumsi. Terdapat dalil-
dalil yang mendorong individu untuk secara Islami menjadi penyedia faktor produksi dan
konsumen. Sebagai contoh surat Az Zumar ayat 39: “Katakanlah (Muhammad), Wahai
kaumku bekerjalah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan
mengetahui". Contoh lain surat Al Mulk ayat 15: “Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu
yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari
rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”

2. Perilaku Individu Sebagai Penyedia Faktor Produksi dalam Islam


Perilaku individu sebagai penyedia faktor produksi dalam perspektif Islam adalah
perilaku sebagai penyedia sumber daya manusia, penyedia modal dan penyedia bahan
baku/material dalam perspektif Islam. Hal itu karena faktor produksi terdiri atas
kewirausahaan, sumber daya manusia, modal dan bahan baku/material di mana
kewirausahaan tidak digolongkan sebagai perilaku individu, namun perilaku perusahaan
dalam menggunakan faktor produksi. Organisasi dapat juga disebut sebagai faktor produksi.
Demikian juga manajemen organisasi (Kholil, 2016; Mahfuz, 2020). Hanya saja yang
dimaksudkan organisasi dan manajemen organisasi adalah kewirausahaan yang tidak
menunjukan perilaku individu, namun perilaku perusahaan. Dengan demikian perilaku
individu sebagai penyedia faktor produksi dalam perspektif Islam terdiri atas perilaku sumber
daya manusia, penyedia barang modal dan bahan baku/material.
Perilaku sebagai sumber daya manusia dapat dilakukan dalam bentuk sebagai tenaga
kerja dan manajer. Tenaga kerja yang Islami bekerja dengan mengikuti etika kerja yang
Islami seperti memiliki fisik yang kuat, taat, sopan, sabar dan jujur jika merupakan tenaga
kerja umum. Adapun jika merupakan manajer dan tenaga kerja profesional juga harus
memiliki etika integritas, profesional, amanah, bertanggung jawab dan jujur. Allah SWT
berfirman dalam surat AzZumar ayat 39: “Katakanlah (Muhammad), Wahai kaumku
bekerjalah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan
mengetahui".
Manajer juga harus berhati-hati dalam menjalankan manajemen konflik sebab konflik
memiliki potensi menyebabkan perpecahan di mana perpecahan tidak disukai dalam agama
Islam. Hal itu sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imron ayat 103:
“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Alloh dan janganlah bercerai-berai.
Ingatlah akan nikmat Alloh kepada kalian ketika dahulu (masa Jahiliyah) kalian bermusuh-
musuhan. Maka Alloh mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat
Alloh sebagai orang-orang yang bersaudara dan kalian telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Alloh menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.”. Manajer harus mengelola konflik
sedemikian hingga konflik tidak berdampak negatif, namun berdampak positif (BINTI
KHOLIFAH, 2019). Bahkan manajer harus mengelola konflik sedemikain rupa di dalam
organisasi tidak terjadi konflik.
Perilaku Islami sebagai penyedia modal dapat dilakukan dalam bentuk investasi
mudhorobah dan musyarokah. Investasi mudhorobah adalah investasi modal pada suatu
proyek bisnis yang pemiliknya terdiri atas mitra modal dan mitra kerja. Mitra modal
menginvestasikan modalnya pada proyek bisnis yang dijalankan oleh mitra kerja. Investasi
musyarokah adalah investasi modal pada suatu proyek bisnis yang semua pemiliknya adalah
mitra modal. Mitra modal menginvestasikan modalnya sekaligus menjalankannya pada
proyek bisnis. Demikian juga mitra modal yang lain. Semua mitra modal sekaligus mitra
kerja sebab melakukan investasi dan menjalankan proyek bisnis.
Perilaku Islami sebagai penyedia bahan baku dan material dapat dilakukan individu
dalam bentuk memasok bahan baku/material yang halal. Hal ini bukan suatu hal yang sulit,
sebab dalam pandangan filosofis Islam tentang benda-benda dinyatakan bahwa semua barang
halal, kecuali yang sudah ditentukan oleh ajaran agama Islam sebagai barang yang haram.
Aturan dalam ajaran agama Islam menyatakan bahwa hukum asal suatu benda adalah mubah
atau halal, kecuali ada dalil yang mengharamkan” (Ridwan, 2019).
Perilaku ini penting karena menyebabkan perusahaan dapat memproduksi barang yang
halal dan konsumen mengkonsumsi produk yang halal. Jika pasokan bahan baku adalah
barang yang halal, maka hasil produksi perusahaan juga barang yang halal. Selanjutnya, jika
perusahaan memproduksi barang halal, maka konsumen akan mengkonsumsi barang halal.

3. Perilaku sebagai Konsumen


Perilaku sebagai konsumen yang sesuai agama Islam adalah membelanjakan secara
halal pendapatannya. Jadi terdapat dua hal. Pertama adalah pendapatan halal. Kedua adalah
membelanjakan pendapatan secara halal. Pendapatan halal dapat diperoleh dari berbagai
sumber pendapatan yang sudah diperbolehkan dalam Islam seperti bekerja, berbisnis, hadiah,
pemberian dan warisan (Choirunnisak, 2017). Namun, sumber rutin dari pendapatan adalah
bekerja dan berbisnis. Salah satu dalil yang dapat menunjukan memperoleh pendapatan dari
bekerja dan berbisnis adalah surat Az-Zumar 39: "Katakanlah (Muhammad), “Wahai
kaumku! Bekerjalah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan
mengetahui.". Selanjutnya, pendapatan halal yang sudah diperoleh dibelanjakan sesuai ajaran
Islam. Dalil membelanjakan harta dalam Islam adalah surat Al Isra' 29: "Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal". 
Pembelanjaan pendapatan yang benar adalah pembelanjaan yang berdasarkan skala
prioritas kewajiban. Pembelanjaan pendapatan yang wajib didahulukan, sedangkan
pembelanjaan yang tidak wajib diakhirkan. Hal itu menyesuaikan dengan hukum perbuatan
dalam pandangan syariat Islam yang membagi perbuatan menjadi wajib, sunnah, mubah,
makruh dan haram (Amsori, 2017). Perilaku konsumen Islam dalam membelanjakan
pendapatan dimulai dengan pembelanjaan yang wajib seperti membayar zakat bagi yang
wajib membayar zakat, membayar hutang dan membeli barang-barang halal untuk memenuhi
kebutuhan primer dan ibadah yang wajib. Di dalam membeli barang-barang halal jangan
sampai yang halal dinyatakan haram dan yang haram dinyatakan halal. Untuk beberapa hal
bisa dilihat pada https://id.wikipedia.org/wiki/Binatang_haram dan
https://www.youtube.com/watch?v=vTYCeCo8LPQ. Prioritas kedua adalah pembelanjaan
untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Prioritas ketiga adalah pembelanjaan pendapatan untuk
kebutuhan yang akan datang yang dikenal dengan istilah menabung. Prioritas keempat adalah
membelanjakan pendapatan yang belum digunakan untuk melakukan kebaikan seperti infak
dan sedekah. Prioritas kelima adalah pembelanjaan pendapatan untuk menambah kekayaan
melalui investasi syirkah musyarokah dan mudhorobah.
Jika pendapatan dan pembelanjaan pendapatan yang sesuai Islam diformulasikan secara
matematis, maka diperoleh rumus Y= C+ S+ SS. Di mana Y adalah Pendapatan halal, C
adalah semua pembelanjaan harta yang sesuai skala prioritas Islam, S adalah tabungan untuk
kebutuhan yang akan datang dan investasi Syariah yang dapat berguna sebagai surplus
ekonomi di tengah masyarakat, dan SS adalah belanja kebaikan seperti infak dan sedekah
yang dapat berguna sebagai surplus sosial di tengah masyarakat.
Semua orang berhak merencanakan pembelanjaan pendapatannya selama tidak
menyalahi ajaran agama Islam. Perencanaan dapat dari sisi perencanaan pendapatan dan
perencanaan pembelanjaan. Perencanaan pendapatan berupa perencanaan supaya
memperoleh pendapatan halal yang lebih banyak. Perencanaan pembelanjaan berupa
pengetatan pembelanjaan dan pengaturan skala prioritas pembelanjaan. Dalil perencanaan
pembelanjaan adalah surat Al Hasyr ayat 18: “Hai orang-orang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.

4. Penutup
Perilaku ekonomi individu dalam Islam dapat dibagi menjadi dua. Perilaku sebagai
pemilik faktor produksi Islam dan perilaku sebagai konsumen Islam. Perilaku sebagai pemilik
faktor produksi Islam adalah perilaku Islam menjual faktor produksi kepada perusahaan.
Sebagai pemilik faktor produksi sumber daya manusia, individu menjual tenaga sebagai
karyawan yang mengikuti etika kerja Islam dan manajer yang mengikuti etika kerja
profesional, ebagai pemilik faktor produksi barang modal menanamkan modal secara
mudhorobah dan musyarokah, sebagai pemilik faktor produksi bahan baku menjual bahan
baku yang halal.
Perilaku individu sebagai konsumen Islam adalah memiliki pendapatan halal dan
membelanjakan pendapatan secara halal. Memiliki pendapatan halal melalui bekerja yang
halal. Membelanjakan pendapatan secara halal dengan cara mengikuti prioritas pembelanjaan
yang berlandaskan wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
5. Daftar Pustaka
Amsori, A. (2017). AL-AHKAM AL-KHAMS SEBAGAI KLASIFIKASI DAN
KERANGKA NALAR NORMATIF HUKUM ISLAM: TEORI DAN
PERBANDINGAN. PALAR | PAKUAN LAW REVIEW.
https://doi.org/10.33751/.v3i1.400
BINTI KHOLIFAH, Y. (2019). MANAJEMEN KONFLIK PERSPEKTIF PENDIDIKAN
ISLAM. Journal PIWULANG, 2(1), 11. https://doi.org/10.32478/piwulang.v2i1.298
Choirunnisak, C. (2017). Konsep Pengelolaan Kekayaan dalam Islam. Islamic Banking :
Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah.
https://doi.org/10.36908/isbank.v3i1.74
Hadi, S. (2019). STRATEGI PENETAPAN HARGA KOMODITAS DALAM PERSPEKTIF
EKONOMI SYARIAH. Al-Kharaj : Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah, 1(2),
165–181. https://doi.org/10.47467/alkharaj.v1i2.54
Hafid, A. (2015). Konsep Penawaran dalam Perspektif Islam. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis.
Kholil, M. (2016). Faktor-Faktor Produksi Dan Konsep Kepemilikan. LITERASI (Jurnal Ilmu
Pendidikan). https://doi.org/10.21927/literasi.2009.2(1).29-35
Leontief, W. (1991). The economy as a circular flow. Structural Change and Economic
Dynamics, 2(1), 181–212. https://doi.org/10.1016/0954-349X(91)90012-H
Mahfuz, M. (2020). Produksi dalam Islam. El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan
Perbankan Syariah, 4(01), 17–38. https://doi.org/10.34005/elarbah.v4i01.1055
Mashuri, M. (2019). Analisis Permintaan Dengan Pendekatan Maslahah. BALANCA : Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Islam. https://doi.org/10.35905/balanca.v1i1.1041
Muzakkir, M. (2019). Konstruksi At-Tas’īr Al-‘Adl dalam Dialektika Pemikiran Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Khaldun. TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law, 2(2), 147.
https://doi.org/10.21043/tawazun.v2i2.6068
Nurhidayat. (2018). INTEGRASI ILMU PADA PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PERBANKAN SYARIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP KOMPETENSI
LULUSAN. Jurnal Ekonomi Islam, 9(2), 169–196.
Ridwan, M. (2019). NILAI FILOSOFI HALAL DALAM EKONOMI SYARIAH. Profit :
Jurnal Kajian Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 3(1), 14–29.
https://doi.org/10.33650/profit.v3i1.537
RIJALUL FIKRI, A. L., YASIN, M., & JUPRI, A. (2018). KONSEP PENGELOLAAN
KOPERASI PESANTREN UNTUK KESEJAHTERAAN EKONOMI MASYARAKAT:
TELAAH SURAH AL-HASYR AYAT 7. ISLAMICONOMIC: Jurnal Ekonomi Islam.
https://doi.org/10.32678/ijei.v9i2.96
Setyawan, A. A. (2019). No Title. In I. Susila, Triyono, I. Muzakar, & A. A. Setyawan (Eds.),
Membangun Ekonomi yang Mencerahkan (pp. 244–264). Muhammadiyah University
Press. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/11506/e-
Book_Membangun Ekonomi yang Mencerahkan_349p.pdf?sequence=1%0D
Syarifah, L. (2017). TEORI DASAR EKONOMI MIKRO DALAM LITERATUR ISLAM
KLASIK. EkBis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 1(1), 74.
https://doi.org/10.14421/EkBis.2017.1.1.994

Anda mungkin juga menyukai