Anda di halaman 1dari 9

ETIKA BISNIS ISLAM dalam FUNGSI OPERASI

a. Konsep, Teori
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang
menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini maupun di masa yang akan
mendatang. Dengan pengertian yang luas tersebut, kita memahami bahwa
kegiatan produksi tidak terlepas dari keseharian manusia. Meskipun
demikian,pembahasan tentang produksi dalam ilmu ekonomi konvensional
senantiasa mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama, meskipun
sangat banyak kegiatan produktif atas dasar definisi di atas yang memiliki motif
lain dari hanya sekadar memaksimalkan keuntungan.Motif maksimalisasi
kepuasan dan maksimalisasi keuntungan yang menjadipendorong utama sekaligus
tujuan dari kepuasan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukannya
salah ataupun dilarang di dalam Islam. Islam ingin mendudukkannya pada posisi
yang benar yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan
kauntunngan di akhirat.
Tidak terlepas dari proses produkai yang mulai diterapkan sesuai dengan
ajaran Islam, ada etika yang mengatur tentang nilai-nilai dan moral yang bersifat
normatif sebagai batasan-batasan dalam berbisnis secara Islami. Sebagaimana
yang telah dinyatakan dalam Al-Qur‟an tentang kerja secara umum dan bisnis
atau perdagangan secara khusus. Islam memberikan ruang yang demikian luas
dan menganggap penting semua kerja yang produktif. Sikap Islam terhadap kerja
bisa dilihat dari firman Allah QS. Al-Baqarah/2: 62, sebagai berikut:
‫هّٰلل‬
‫الِحًا فَلَهُ ْم‬9‫ص‬ َ ‫ل‬9َ 9‫ ِر َو َع ِم‬9‫وْ ِم ااْل ٰ ِخ‬99َ‫ص ٰرى َوالصَّابِــِٕ ْينَ َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْالي‬
ٰ َّ‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َوالَّ ِذ ْينَ هَا ُدوْ ا َوالن‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُوْ ن‬ٌ ْ‫اَجْ ُرهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ۚ ْم َواَل خَ و‬
Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka
akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Berbicara tentang etika bisnis Islam pada berbagai sektor menjadikan
suatu pokok pembahasan khusus tentang etika bisnis yang diterapkan sesuai
dengan kode etik yang berlaku dalam Islam. Melihat banyaknya petani dan
pengusaha muslim di Indonesia yang bergerak di sektor agribisnis tersebut, maka
perlu diterapkan nilai-nilai moralitas dan aspek-aspek normatif atau etika bisnis
yang berlaku dalam ajaran agama Islam. Karena dalam Islam semakin beretika
seseorang maka orang tersebut semakin berproduksi.
Muslich mengatakan bahwa etika bisnis yang terkait dengan fungsi
produksi adalah berkaitan dengan upaya memberikan solusi permasalahan
aktivitas produksi.Solusi dari produksi adalah berorientasi pada pencapaian
harmoni atau keseimbangan bagi semua atau beberapa pihak yang berkepentingan
dengan masalah produksi.Secara grafis hubungan etika dengan fungsis produksi
dapat digambarkan sebagai berikut:Akhlak utama dalam produksi yang wajib
diperhatikan kaum muslimin, baiksecara individual maupun secara bersama, ialah
bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah. Tidak melampaui apa yang
diharamkan-Nya. Dengan demikian tujuan produksi, menurut Qardhawi, adalah:
(1) untuk memenuhi kebutuhan setiap individu,dan (2) mewujudkan kemandirian
umat.Terkait dengan tujuan yang pertama, ekonomi (bisnis) Islam sangat
mendorong produktivitas dan mengembangkannya baik kuantitas maupun
kualitas. Islammelaranng menyia-nyiakan potensi material maupun potensi
sumber daya manusia.Bahkan Islam mengerahkan semua itu untuk kepentingan
produksi. Di dalam bisnis Islam kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik dan
istimewa, sebab di dalamnyaterdapat faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai
Allah dan ihsan yang diwajibkanAllah atas segala sesuatu
Bisnis dengan segala bentuknya ternyata tanpa disadari telah terjadi dan
menyelimuti aktivitas dan kegiatan kita setiap harinya. Sejak mulai bangun tidur
sampai tidur lagi tak bisa terlepas dari cakupan bisnis. Contohnya saja, mulai dari
tempat tinggal (rumah seisinya), segala pakaian yang kita pakai, beraneka ragam
makanan yang kita makan tiap hari, mobil untuk ke kantor, tempat kita bekerja
dan sebagainya hasil dari proses bisnis. Intinya segala apa yang ada dan dimiliki
serta dilakukan manusia tak lepas dari hasil dan produk bisnis.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara
keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat
serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus
berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan
untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan
keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan
prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material.
Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan
tersebut para ahli fiqh memandang bahwa pengembangan dibidang ilmu,
industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya
manusia bisa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun
mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya,
kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik
mencakup kekuatan fisik, kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut
Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatankekuatan lainnya, sehingga
membina kekuatan rohiah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
Akhlak utama dalam produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin,
baik secara individual maupun secara bersama-sama, ialah bekerja pada bidang
yang dihalalkan oleh Allah. Tidak melakukan apa yang diharamkan-Nya. Banyak
produsen-produsen di bawah naungan sistem ekonomi buatan manusia tidak
mengenal batas-batas halal dan haram. Keinginan mereka hanyalah
memanfaatkan apa saja yang bisa diproduksi dalam berbagai macam usaha dan
keuntungan material. Tidak penting apakah produksi yang mereka lakukan
membawa manfaat atau mudharat, baik atau buruk, sesuai dengan nilai moral dan
akhlak atau tidak. Bahkan menurut mereka, mengaitkan antara ekonomi dan
akhlak, atau antara produksi dengan nilai moral itu tidak dapat diterima dan tidak
ada gunanya.

b. Isu- isu
1. Isu Penistaan Agama
2. Isu Lingkungan – Pencemaran Udara
3. Isu Ketenagakerjaan – Agama
4. Isu Hak-Hak Sipil (Civil Right)
5. Isu Etika Perubahan Kerja (Changing Work Ethic)
6. Isu Hak Asasi Manusia (Human Rights)
7. Isu Korupsi (Corruption)
8. Isu Suap (Bribery)
9. Isu Pembajakan Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual property theft )
10. Isu Keselamatan Kerja dalam berproduksi
11. Isu Kecurangan dalam Keuangan (Financial Fraud)
12. Isu Pemalsuan Bahan Baku
13. Isu Perlindungan Produksi
14. Isu Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime)
15. Isu Pemalsuan Produksi (Laws)
Contoh isu
Marjinalisasi Buruh produksi: Nekat Shalat Jumat, Dipecat
2013 - Kasus bermula dari kebijakan PT. Hasil Fastindo yang dianggap
melanggar hak para buruh yang ingin menjalankan sholat Jumat. Keinginan
ibadah tanpa diskriminasi ini kemudian direspon dengan kebijakan yang
mengatur jadwal ibadah sholat Jumat secara bergilir sehingga tiap karyawan
pria yang beragama Islam hanya bisa melaksanakan sholat Jumat sekali dalam
tiga minggu. Jika kebijakan ini dilanggar maka sanksi PHK akan melayang
pada para buruh. Dua orang buruh yang di-PHK karena menentang kebijakan
tersebut adalah Saiful Romadhon dan Christian Dicky Susanto. Keduanya
merupakan anggota Serikat Buruh Kerakyatan (SBK). Seorang buruh PT.
Hasil Fasstindo, Mahfud Zakaria, yang juga sekaligus sebagai sekretaris dari
SBK memimpin demo untuk menentang kebijakan tersebut pada tanggal 15
Maret 2012. Tidak hanya demo, namun Mahfud juga melaporkan PT. Hasil
Fastindo ini ke pihak Dinas Tenaga Kerja. Tuntutan yang dilayangkan pihak
buruh ini adalah nondiskriminasi atas buruh dalam melaksanakan ibadah
berdasar dengan pasal 28 Junto Pasal 43 UU 21/2000 tentang Serikat
Pekerja/Buruh dan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU 39/1999
(change.org). Namun hal tersebut tidak berbuah manis dengan adanya laporan
oleh PT. Hasil Fastindo ke Polda Jatim yang ditujukan pada Mahfud Zakaria
atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Tuduhan oleh pihak Mahfud
yang dirasa tidak kuat itu serta tidak adanya tindakan lanjut oleh Dinas
Tenaga Kerja berlanjut pada meja hijau. Pada tanggal 12 Januari 2013,
perkara ini diproses dan menetapkan Mahfud Zakaria sebagai tersangka atas
pencemaran nama baik. Akhirnya sidang pun digelar untuk memproses
perkara buruh ini. Oleh Jaksa, Mahfud dianggap tidak memiliki bukti yang
kuat sehingga ia dituntut 4 tahun penjara berdasar 311 ayat 1 KUHP. Jalannya
konflik ini dirasa aneh oleh sebagian pihak, karena proses penanganan perkara
Mahfud jauh lebih cepat dibanding penanganan Disnaker terhadap kasus
kebijakan PT Hasil Fastindo. Alhasil, kondisi ini pun memunculkan pro dan
kontra. Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Kerakyatan
(SBK) mengecam penetapan status Mahfud Zakaria sebagai tersangka.
Berbagai aksi protes pun dilakukan. Koordinator SBK, Andi Peci,
menyatakan bahwa penetapan tersebut sangat tidak realistis. Padahal Mahfud
dipandang telah memperjuangkan kepentingan buruh yang telah dirugikan
oleh adanya kebijakan sholat jum’at tersebut. Namun setelah sekian lama
kasus berjalan, pada akhirnya Mahfud justru ditetakan oleh tersangka. Tidak
hanya itu, dukungan terhadap Mahfud pun mengalir dari lembaga seperti MUI
sebagai tuntutan atas penistaan agama. Demo pun dilaksanakan untuk
memprotes keputusan yang menyatakan Mahfud sebagai tersangka ini.
Kondisi ini segera direspon oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Kejari
menegaskan akan mengusut kasus yang menjerat Mahfud ini. Bahkan Kejari
siap menyidangkan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya. Respon ini
segera dilancarkan setelah dikirimkannya tuntutan balik oleh kelompok SBK
beserta delapan organisasi masyarakat lainnya. Mereka menuntut kasus
pelarangan solat jumat tersebut dicabut dan Mahfud dibebaskan dari dari
proses hukum.

c. Contoh Kasus
UD XYZ untuk dijadikan sebagai contoh kasus. Hal ini disebabkan karena
pertama, UD ini memiliki jumlah tengkulak lebih banyak, sehingga
diasumsikan jumlah produksinya juga lebih banyak. Kedua, dilihat dari lama
waktu produksinya, UD tersebut lebih dahulu berdiri daripada produsen lain,
yaitu sejak tahun 2003 lalu. Ketiga, hanya UD ini yang memiliki Pangan
Industri Rumah Tangga (P-IRT). Kemudian, hal yang selanjutnya menarik
bagi penulis untuk melakuakan penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui
perilaku produsen dalam memproduksi krupuk. Mulai dari proses
penggorengan, pengemasan produk, sampai produk siap dipasarkan. Apakah
produsen menjalankan produksi tersebut sesuai dengan etika bisnis Islam atau
tidak Beberapa permasalahan tentang kecurangan maupun perilaku yang
belum sesuai etika sebenarnya bukan hal yang asing lagi bagi dunia bisnis.
Karena sebagian besar banyak oknum yang melakukan beberapa kecurangan.
Berdasarkan informasi dari beberapa tengkulak yang memasarkan krupuk
milik pengusaha krupuk di desa-desa, bahwa dalam menjaga kualitas krupuk
memang kurang baik. Diantaranya yaitu menggoreng krecek yang menjamur,
menggoreng salah satu jenis krupuk dengan minyak sisa dari semua
penggorengan, dan juga krupuk yang mlempem dicampur dengan krupuk
yang renyah.

d. Kesimpulan
Salah satu kegiatan ekonomi ialah produksi. Produksi adalah suatu
kegiatandimana mengolah atau menciptakan suatu benda untuk menambah
nilai gunasehingga lebih bermanfaat untuk memenuhi kenutuhan. Islam
memandangpentingnya peranan produksi dalam memakmurkan kehidupan
suatu bangsa dan tarafhidup manusia sehingga pada prinsipnya islam juga
lebih menekankan berproduksiuntuk memenuhi kebutuhan orang banyak,
bukan hanya untuk sebagian orang yangmemiliki uang sehingga memiliki
daya beli yang lebih baik. selain itu berproduksijuga terdapat di dalam ayat
Al-Qur'an dan hadits. Menurut Yusuf Qardhawi, faktorproduksi yang utama
menurut Al-Quran adalah alam dan kerja manusia. Adapun motif-motif
produksi islam ialah produksi dalam ilmu ekonomi konvensional senantiasa
mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama,meskipun sangat
banyak kegiatan produktif atas dasar definisi di atas yang memiliki motif lain
dari hanya sekadar memaksimalkan keuntungan. Islam sesungguhnya
menerima motif berproduksi sebgaimana motif dalam sistem ekonomi
konvensional,hanya saja lebih jauh Islam juga menambahkan nilai-nilai moral
di samping utilitasekonomi. Bagi Islam memproduksi sesuatu bukanlah
sekedar untuk dikonsumsisendiri atau dijual di pasar, tetapi lebih jauh
menekankan bahwa setiap kegiatanproduksi harus pula mewujudkan fungsi
sosial. Sebagaimana dalam Al-Quran surah57/al-Hadiid ayat 7. selain itu,
dalam kegiatan islami, perlunya landasan moral dalam kegiatan produksi
dengan alasan kegiatan produksi tidak hanya bergerak ke ranah
keuntungandari produksi itu, akan tetapi juga merupakan tanggung jawab
sosial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta manifestasi
keterhubungan manusia dengan tuhan
Daftar Pustaka
A.Karim, A. 2011. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT RajGrafindo Persada.
Abdullah. Boedi, Ekonomi Syariah. Cv Pustaka Setia: Bandung, 2016
Idri.2017. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Persfektif Hadis Nabi. Jakarta:Kencana.
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Rajawali Pers: Jakarta, 2011.
Muhammad. 2004. Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Akademi Manajemen
PerusahaanYKPN.
http://koranopini.com/antitesis/marjinalisasi-buruh-nekat-shalat-jumat-dipecat

Anda mungkin juga menyukai