Anda di halaman 1dari 5

A. Penafsiran Karel Steenbrink terhadap Ayat-Ayat Isa.

Berikut akan dipaparkan mengenai penafsiran Karel Steenbrink terkait


dengan metode, sumber, contoh serta sosok Nabi Isa sendiri menurut Karel.

Beliau dalam memahami ayat-ayat yang berbicara tentang Isa dalam al-
Qur’an dengan sistematika sebagai berikut:

• Mengumpulkan dan menyebutkan ayat-ayat tentang Isa dan yang berhubungan


dengannya, berdasarkan tartib mushafi dalam satu surat, atau dalam istilah lain
disebut dengan tematik surat dan menempatkannya pada satu judul tertentu.
• Menjelaskan konten surat secara global, seperti termasuk surat makkiyah atau
madaniyyah serta konteks historis pada saat turunnya suatu ayat atau
keseluruhan surat secara global.
• Menafsirkan kata atau penggambaran sosok Isa yang menurutnya menarik
(identik atau bersifat menolak kepercayaan tertentu) dan familiar dalam
Alkitab, seperti anak Tuhan, penyaliban Isa, Mesiah/Masih.
• Dalam beberapa tempat, ia menjelaskan bagaimana term dan penggambaran
sosok Isa tersebut dipahami oleh orang Muslim sendiri melalui kitab-kitab
tafsir yang ada. Selanjutnya membandingkan term dan penggambaran tersebut
dengan penggunaan term yang identik dalam Alkitab dan penggambaran sosok
Isa di dalam aliran-aliran Teologi Kristen awal yang ada (Nestorian, Monofisit
dan Bizantyum).

Metode Penafsiran

Metode yang Karel gunakan secara ringkas akan dipaparkan lewat poin-
poin di bawah ini:

 Pertama, ia menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lain yang


relevan. Metode semacam ini sudah biasa dalam Islam yang dikenal dengan
ungkapan “al-Qur’an yufassiru ba’dluhu ba’dlan”. Dalam hal ini, secara
eksplisit Karel mengatakan
“komparasi internal mengenai bagian-bagian al-Qur’an yang berbeda-beda itu
harus menjadi perangkat yang paling penting untuk penafsiran al-Qur’an”. 1
Metode ini tampak jelas ketika ia menjelaskan tentang kisah Nabi Zakaria.2
 Kedua, Karel menafsirkan ayat al-Qur’an dengan metode intertekstualitas,
yaitu membandingkan ayat dengan teks-teks Bibel yang relevan. Dalam hal
ini, Karel hanya memaparkan apakah ayat tersebut sama dengan teks-teks
Bibel. Metode ini tampak jelas ketika ia berbicara mengenai eksistensi Isa
sebagai Nabi ataukah Tuhan.3
 Ketiga, ia menjelaskan ayat-ayat tentang Isa dengan mengaitkan konteks
historis ayatnya di beberapa tempat. Dalam hal ini, konteksnya ialah
perjalanan dakwah Nabi Muhammad.4

Sumber Penafsiran

Terkait dengan sumber yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-


Qur’an, Karel menggunakan berbagai macam sumber, diantaranya ialah:

• Alkitab
• Al-Qur’an
• Kitab-Kitab Tafsir

Dari ketiga sumber ini, Karel memahami ayat-ayat tentang Isa dengan
mendialogkan antara al-Qur’an dengan al-Qur’an (intratekstualis), dialog al-
Qur’an dengan kitab lain (intertekstualitas), dan memahami ayat al-Qur’an
berdasarkan pada para pandangan sarjana muslim tentang ayat, serta
mendialogkkan ayat dengan konteks turunnya ayat tersebut. Hal ini akan tampak
sekali dalam contoh yang akan dipaparkan di bawah ini.

Contoh Penafsiran

Diperkuat dengan Ruhul Qudus (Tafsir QS. Al-Baqarah: 87, 136 dan 253)

1
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin dan Fejriyan Yazdajird
Iwanebel. Yogyakarta: Suka Press. 2015., hlm. 126.
2
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 51-53.
3
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 77.
4
Karel menguraikan penggambaran sosok Isa dalam al-Qur’an secara paralel dengan misi dakwah
Nabi. Lihat Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 261.
Disamping menjelaskan mengenai tafsir QS. Al-Baqarah ayat 87, Karel
juga menjelaskan ayat setelahnya, yakni ayat 88 dan 89. Dalam hal ini, Karel
menggunakan intratekstualitas (dialog ayat dengan ayat lain) untuk mencari
makna di balik term-term yang ada dalam ayat 87. Term yang dijelaskan oleh
Karel dalam ayat 87 ialah bukti-bukti, ruhul qudus dan utusan yang dibunuh.

Karel menjelaskan bahwa dalam QS al-Baqarah: 87 terdapat penekanan


yang lebih terhadap aspek kemukjizatan (bukti-bukti) dibandingkan dengan kisah
Nabi yang lain. Di antaranya ada ‘bukti kebenaran’ yang merupakan sebutan
tetap dari mukjizat Isa. Disebutkan bahwa Isa menerima kitab sebagai bukti
kebenaran ajaran Isa (mu’jizat) yang kemudian diperkuat dengan term ruhul
qudus yang sering muncul bersamaan dengan nama Isa, bahkan kadang-kadang
justru menjadi nama sendiri bagi Isa.5 Ketika menjelaskan term ruhul qudus,
Karel merujuk pada penafsiran muslim yang mengidentifikasi term tersebut
sebagai malaikat Jibril. Sedangkan ayat 136 dan 253 sebagian besar merupakan
pengulangan secara harfiyah dari apa yang dikatakan dalam ayat 87.6

Diselamatkan dari Penyaliban: Penolakan atas Trinitas (Q.S.4: 153-162;


171-172)

Contoh lain dalam QS. an-Nisa tentang kematian Isa dan penyalibannya.
Disebutkan pada ayat 157-158 bahwa Nabi Isa telah dibunuh oleh orang Yahudi
namun sebenarnya yang dibunuh bukanlah Isa, tetapi orang lain yang memiliki
kemiripan dengan Isa. Sedangkan Isa sebenarnya diangkat oleh Allah ke langit.
Pendapat ini diperkuat dengan ayat yang lain yaitu QS al-Mu’minun : 50 bahwa
Allah melindungi Isa dan Maryam pada suatu tanah yang tinggi. Hal ini
menunjukkan adanya penolakan atas kematian Isa dengan penyalibannya.
Sedangkan dalam kajian sejarahnya ditunjukkan dengan adanya lukisan yang
menggambarkan pengangkatan Maryam yang muncul pada abad pertengahan.7

Dalam ayat lain disebutkan bahwa kematian Isa adalah sebuah kelaziman,
dalam hal ini mengutip beberapa ayat yang lain yaitu QS Ali Imran : 55, QS al-
Maidah : 117, dan QS Maryam : 33. Sehingga hal ini menuntut kembali
penafsiran atas ayat 157 di atas.
5
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 37
6
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 42.
7
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 37.
Dari uraian ayat diatas diketahui terdapat dua ayat yang berbeda, Pertama,
penolakan atas penyaliban Isa. Kedua, kematian Isa secara lazim sebagaimana
kematian manusia pada umumnya. Dalam menjelaskan pertentangan dari dua
ayat tersebut, Karel melihat konteks bahwa ayat ini ditujukan kepada orang
Yahudi Madinah yang berbangga telah membunuh Isa, yang dimunculkan QS an-
Nisa: 157 sebagai penolakan atas klaim orang Yahudi Madinah. Kemudian Karel
merujuk pada QS al-Anfal: 17 yang bercerita mengenai klaim orang muslim
bahwa mereka telah berhasil membunuh musuhnya dalam perang Badar namun,
pada hakikatnya yang membunuh adalah Allah atas kehendak-Nya. Ini
menunjukkan bahwa penolakan atas penyaliban tersebut adalah berdasarkan pada
klaim Yahudi Madinah atas meninggalnya Nabi Isa.8

Nabi Isa Menurut Karel

Secara sistematis, pada awal periode Makkah, tidak dijumpai satupun ayat
tentang Isa. Karel menyebutkan bahwa sosok Isa dalam al-Qur’an merupakan
‘pendatang terakhir’. Sosok Isa dalam al-Qur’an pertama kali muncul pada
periode makkah akhir yang digambarkan lewat surat ke-19 (secara kronologis
merupakan surah ke-44) disandingkan dengan Zakaria, disebut dengan kalimah-
kalimah terpuji. Namun, kepercayaan Tuhan mempunyai anak secara eksplisit
sudah ditolak ketika ayat al-Qur’an berbicara tentang dewi-dewi dalam agama
pagan, yaitu surat ke-112 (secara kronologis merupakan surat ke-22).9 Sehingga,
di sini bisa dipahami bahwa al-Qur’an juga secara tegas menolak Isa sebagai anak
Tuhan.

Pada periode madinah awal, al-Qur’an berbicara mengenai sosok Isa


sebagai manusia biasa yang mengemban misi kenabian sebagaimana abi-nabi lain
sebelum Muhammad diutus (QS. Al-Baqarah). Pada periode ini juga secara
eksplisit, al-Qur’an menolak atas kemungkinan Tuhan memiliki anak (surah ke-4
dan ke-5).

Pada periode setelahnya, sosok Isa dipertentangkan dengan Yahudi dan


Kristen di lingkungan sekitar Nabi Muhammad. Klaim orang Yahudi Madinah
yang telah membunuh Isa dalam surah ketiga dan keempat ditolak dengan penuh
8
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 99.
9
Lihat tabel kronologis surat terkait ayat Isa dalam Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an.
terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 257.
kemarahan. Dan penggambaran sosok Isa yang ‘sudah diperbaharui’ ini muncul
secara eksplisit di awal surah ke-61 (di mana Isa mengabarkan datangnya Nabi
terakhir yang namanya bisa dibaca sebagai Muhammad).10

B. Kesimpulan

Karel dalam menjelaskan ayat-ayat Isa menggunakan intratekstualitas,


intertekstualitas, serta mendudukkan konteks ayat (historis-kritis). Karel
menjelaskan ayat-ayat tersebut dengan corak ijmaly (menjelaskan konten surat
secara global) kemudian tahlily (menjelaskan dan menafsirkan secara rinci term-
term tertentu ayat-ayat Isa). Bermula dari penentuan judul dan pengumpulan ayat-
ayat tertentu bedasar surat (tematik surat) kemudian mengupas ayat dengan
mendialogkkan dengan ayat lain, teks dari kitab lain serta mendudukkan
konteksnya dalam misi kenabian Muhammad. Sehingga tujuan Karel untuk
memperoleh pemahaman standar secara dialogis-apresiatif mengenai sosok Isa
yang selama ini diperdebatkan dan diperebutkan oleh para umat beragama.

10
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 258-259.

Anda mungkin juga menyukai