Penafsiran Karel Steenbrink Terhadap Ayat Isa DLM Qur'an
Penafsiran Karel Steenbrink Terhadap Ayat Isa DLM Qur'an
Beliau dalam memahami ayat-ayat yang berbicara tentang Isa dalam al-
Qur’an dengan sistematika sebagai berikut:
Metode Penafsiran
Metode yang Karel gunakan secara ringkas akan dipaparkan lewat poin-
poin di bawah ini:
Sumber Penafsiran
• Alkitab
• Al-Qur’an
• Kitab-Kitab Tafsir
Dari ketiga sumber ini, Karel memahami ayat-ayat tentang Isa dengan
mendialogkan antara al-Qur’an dengan al-Qur’an (intratekstualis), dialog al-
Qur’an dengan kitab lain (intertekstualitas), dan memahami ayat al-Qur’an
berdasarkan pada para pandangan sarjana muslim tentang ayat, serta
mendialogkkan ayat dengan konteks turunnya ayat tersebut. Hal ini akan tampak
sekali dalam contoh yang akan dipaparkan di bawah ini.
Contoh Penafsiran
Diperkuat dengan Ruhul Qudus (Tafsir QS. Al-Baqarah: 87, 136 dan 253)
1
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin dan Fejriyan Yazdajird
Iwanebel. Yogyakarta: Suka Press. 2015., hlm. 126.
2
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 51-53.
3
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 77.
4
Karel menguraikan penggambaran sosok Isa dalam al-Qur’an secara paralel dengan misi dakwah
Nabi. Lihat Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 261.
Disamping menjelaskan mengenai tafsir QS. Al-Baqarah ayat 87, Karel
juga menjelaskan ayat setelahnya, yakni ayat 88 dan 89. Dalam hal ini, Karel
menggunakan intratekstualitas (dialog ayat dengan ayat lain) untuk mencari
makna di balik term-term yang ada dalam ayat 87. Term yang dijelaskan oleh
Karel dalam ayat 87 ialah bukti-bukti, ruhul qudus dan utusan yang dibunuh.
Contoh lain dalam QS. an-Nisa tentang kematian Isa dan penyalibannya.
Disebutkan pada ayat 157-158 bahwa Nabi Isa telah dibunuh oleh orang Yahudi
namun sebenarnya yang dibunuh bukanlah Isa, tetapi orang lain yang memiliki
kemiripan dengan Isa. Sedangkan Isa sebenarnya diangkat oleh Allah ke langit.
Pendapat ini diperkuat dengan ayat yang lain yaitu QS al-Mu’minun : 50 bahwa
Allah melindungi Isa dan Maryam pada suatu tanah yang tinggi. Hal ini
menunjukkan adanya penolakan atas kematian Isa dengan penyalibannya.
Sedangkan dalam kajian sejarahnya ditunjukkan dengan adanya lukisan yang
menggambarkan pengangkatan Maryam yang muncul pada abad pertengahan.7
Dalam ayat lain disebutkan bahwa kematian Isa adalah sebuah kelaziman,
dalam hal ini mengutip beberapa ayat yang lain yaitu QS Ali Imran : 55, QS al-
Maidah : 117, dan QS Maryam : 33. Sehingga hal ini menuntut kembali
penafsiran atas ayat 157 di atas.
5
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 37
6
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 42.
7
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 37.
Dari uraian ayat diatas diketahui terdapat dua ayat yang berbeda, Pertama,
penolakan atas penyaliban Isa. Kedua, kematian Isa secara lazim sebagaimana
kematian manusia pada umumnya. Dalam menjelaskan pertentangan dari dua
ayat tersebut, Karel melihat konteks bahwa ayat ini ditujukan kepada orang
Yahudi Madinah yang berbangga telah membunuh Isa, yang dimunculkan QS an-
Nisa: 157 sebagai penolakan atas klaim orang Yahudi Madinah. Kemudian Karel
merujuk pada QS al-Anfal: 17 yang bercerita mengenai klaim orang muslim
bahwa mereka telah berhasil membunuh musuhnya dalam perang Badar namun,
pada hakikatnya yang membunuh adalah Allah atas kehendak-Nya. Ini
menunjukkan bahwa penolakan atas penyaliban tersebut adalah berdasarkan pada
klaim Yahudi Madinah atas meninggalnya Nabi Isa.8
Secara sistematis, pada awal periode Makkah, tidak dijumpai satupun ayat
tentang Isa. Karel menyebutkan bahwa sosok Isa dalam al-Qur’an merupakan
‘pendatang terakhir’. Sosok Isa dalam al-Qur’an pertama kali muncul pada
periode makkah akhir yang digambarkan lewat surat ke-19 (secara kronologis
merupakan surah ke-44) disandingkan dengan Zakaria, disebut dengan kalimah-
kalimah terpuji. Namun, kepercayaan Tuhan mempunyai anak secara eksplisit
sudah ditolak ketika ayat al-Qur’an berbicara tentang dewi-dewi dalam agama
pagan, yaitu surat ke-112 (secara kronologis merupakan surat ke-22).9 Sehingga,
di sini bisa dipahami bahwa al-Qur’an juga secara tegas menolak Isa sebagai anak
Tuhan.
B. Kesimpulan
10
Karel Steenbrink. Nabi Isa dalam Al-Qur’an. terj. Sahiron Syamsuddin..., hlm. 258-259.