Anda di halaman 1dari 14

PERPAJAKAN II

PPN dan PPnBM

Oleh :

KELOMPOK I

NI KADEK OKI SUASTI DEWI 1802622010618


GUSTI AYU DIAH WULANDEWI 1802622010616
NI KOMANG PUSPITA DEWI 1802622010617
NI WAYAN ARI SUARNINGSIH 1802622010621
I MADE WASUDEWA 1802622010622

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2018
DAFTAR ISI

JUDUL..................................................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

PPN dan PPnBM..................................................................................................1

9.1 Dasar Pengenaan Pajak.................................................................1

9.2 Tarif Pajak.....................................................................................2

9.3 Mekanisme Pengenaan PPN.........................................................3

9.4 Cara Menghitung PPN dan PPnBM..............................................3

9.5 Saat Terutang Pajak......................................................................4

9.6 Tempat Terutang Pajak.................................................................4

9.7 Faktur Pajak..................................................................................5

9.8 Mekanisme Kredit Pajak...............................................................6

9.9 PPN Masukan dan PPN Keluaran.................................................6

9.10 PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.......................................8

9.11 Contoh Kasus dan Variasi Perhitungan PPh Pasal 25..................9

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................12

ii
PPN dan PPnBM

9.1 Dasar Pengenaan Pajak


Untuk menghitung besarnya pajak PPN atau PPn BM yang terutang perlu
adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai
Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
1. Harga Jual
Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPn BM dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai Ekspor
Nilai ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor,
misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
4. Nilai Impor
Nilai impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan
Perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPnBM.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang
sebagaimana berikut :
1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga
jual.
2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.

1
3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
4. Untuk ekspor, yang mrnjadi DPP adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300 m 2 atau
lebih, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% (empat puluh persen) dari
jumlah  biaya yang dikeluarkan untuk membangun (tidak termasuk harga
perolehan tanah).
6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual
rata-rata.
9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
11. Untuk BKP berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
adalah harga pasar wajar.
12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan atau
penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan.
13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli.
14. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang.
15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.
16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yabg seharusnya ditagih.

9.2 Tarif Pajak


1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

2
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif
PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas :
1. Ekspor BKP Berwujud
2. Ekspor BKP Tidak Berwujud
3. Ekspor JKP
2. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Tarif PPn BM dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu tarif paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Atas ekspor
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).

9.3 Mekanisme Pengenaan PPN


Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP
penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut
merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan Pajak Masukan.
Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut
PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak keluaran. Sebagai bukti telah
memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu
bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak
Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas Negara.
4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada
jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau
dikompensasikan ke masa pajak berkutnya.
5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan
PPN
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
=
Dasa
9.4 Cara Menghitung PPN Dan PPnBM
r
Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut:
Peng
enaa
n
Pajak
x 3
Tarif
Pajak
Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut:
PPnBM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

9.5 Saat Terutang Pajak


Pajak terutang pada saat :
1. Penyerahan BKP atau JKP
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
4. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
5. Ekspor BKP Berwujud
6. Ekspor BKP Tidak Berwujud
7. Ekspor JKP
8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum
penyerahan JKP.

9.6 Tempat Terutang Pajak


1. Untuk penyerahan BKP/JKP :
a. Tempat tinggal
b. Tempat kedudukan
c. Tempat kegiatan usaha
d. Tempat lain
2. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak
dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan atau
JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat
tinggal atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha.
4. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat
bangunan tersebut didirikan.

4
9.7 Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Faktur Pajak dibuat pada :
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP
dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
4. PPN yang dipungut;
5. PPnBM yang dipungut;
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak harus dibuat pada :
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. Surat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak;
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan;
4. Untuk Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
5. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.

5
9.8 Mekanisme Kredit Pajak
Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang
Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti pungutan
pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan
Pajak Masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor
Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama
3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Apabila dalam satu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus
disetorkan oleh PKP ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. Sedangkan
apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.

9.9 PPN Masukan dan PPN Keluaran


Pajak Masukan
Pajak Masukan merupakan salah satu komponen dari pajak pertambahan nilai
(PPN). Pajak masukan sama dengan utang pajak. Dalam hal tertentu, pajak masukan
tidak dapat dikreditkan. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Istilah pajak masukan
ini mengartikan penerimaan pajak dari orang/badan yang membayar pajak akibat dari

6
pembelian barang kena pajak dari pengusaha kena pajak. Pengusaha kena pajak akan
mencatat utang pajak di sisi kredit.
Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar
oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak dan atau penerimaan
jasa kena pajak dan atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean dan atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan atau impor
barang kena pajak.
Pajak masukan sendiri berfungsi sama seperti jenis pajak pada umumya
yaitu budgetair, regulerend, fungsi stabilitas dan fungsi redistribusi pendapatan. Tata
cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengusaha kena pajak
mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa
pajak yang sama.
Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak
keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut
pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.

Pajak Keluaran
Pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang kena pajak
yang ditambahkan sebesar 10% dari harga jual. Pajak keluaran dikenakan ketika
Pengusaha Kena Pajak melakukan penjualan terhadap barang kena pajak atau jasa kena
pajak. 
Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak keluaran tersebut
adalah tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang
cukup leluasa untuk melakukan pengkreditan pajaknya. Pajak Keluaran sendiri
berfungsi sama seperti jenis pajak pada umumya yaitu budgetair, regulerend, fungsi
stabilitas dan fungsi redistribusi pendapatan. 
Pajak keluaran sama dengan pajak dibayar di muka. Istilah pajak keluaran ini
mengartikan bahwa orang/badan yang membeli barang/jasa kena pajak sekaligus
membayar pajak kepada pengusaha kena pajak. Pembeli ini akan mencatat pajak
dibayar di muka di sisi debit.

7
Batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak masukan adalah tiga bulan setelah
masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup lama untuk melakukan
pengkreditan pajaknya. 

9.10 PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri


Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. Yang
dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Sedangkan yang dimaksud
dengan bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
1. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan
sejenis, dan/atau baja;
2. Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
3. Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan
tarif 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang setiap bulan dihitung dengan cara:
PPN = (40% x jumlah biaya yang dikeluarkan) x 10%
Catatan :
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak
dapat dikreditkan.
Saat dan Tempat Terutang PPN
Saat terutang PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah pada saat memulai
dibangunnya bangunan. Sedangkan Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri harus
menyetorkan PPN yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi

8
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak Kegiatan membangun sendiri wajib dilaporkan
kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut
dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

9.11 Contoh Kasus


PPN
Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai BKP kepada Pengusaha Kena Pajak “B”
dengan harga jual Rp. 25.000.000,00. PPN yang terutang :
10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut
merupakan pajak Masukan

PPnBM
PKP “ABC” sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual
Rp. 10.000.000,00. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan
tarif  PPn BM sebesar 40%. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai
berikut :
PPN = 10% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPnBM = 40% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00

Kredit PPN
Contoh 1 :
Selama bulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:
Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100.000.000,00.
Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp 60.000.000,00
Pajak Masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:
10% x Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
Pajak Keluaran yang harus dipungut:
10% x Rp 60.000.000,00 = Rp 6.000.000,00

9
PPN yang lebih dibayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan:
Rp 10.000.000,00 – Rp 6.000.000,00 = Rp 4.000.000,00
Kelebihan tersebut dapat dikompensasi pada Masa Pajak berikutnya atau dapat diminta
kembali (restitusi).
Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka
selisihnya merupakan pajak yang harus disetor ke Kas Negara oleh PKP.
Contoh 2 :
Selama bulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:
Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 150.000.000,00
Menyerahkan BKP hasil produksi dengan harga jual Rp 200.000.000,00
Pajak Masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:
10% x Rp 150.000.000,00 = Rp 15.000.000,00
Pajak Keluaran yang harus dipungut:
10% x Rp 200.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
PPN yang masih harus disetor ke Kas Negara:
Rp 20.000.000,00 – Rp 15.000.000,00 = Rp 5.000.000,00

PPN Membangun Sendiri


Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas 400m2 yang
akan digunakan sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada bulan
April 2010 (di luar pembelian tanah) adalah sebesar Rp 50.000.000,00. PPN yang harus
disetorkan adalah :
PPN = (Rp 50.000.000,00 x 40%) x 10%
= Rp 20.000.000,00 x 10%
= Rp 2.000.000,00

PPN atas Ekspor


PKP X melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp. 75.000.000,00.
PPN yang terutang = 0% x Rp. 75.000.000 = Rp. 0,00
PPN sebesar Rp. 0,00 tersebut merupakan pajak keluaran

10
PPN atas Impor
PT Wiro mengimpor barang dari Jepang. PT Wiro tidak memilki Angka pengenal
Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang
sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan
biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur.
Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPN terutang?
Harga faktur 20 x $500 = $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000 = $500
Biaya angkut 10% x $10.000 = $1.000
                                                                                         ------------
CIF                                                                                    $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000 =
Rp.103.500.000,00
Pungutan pabean lainnya = Rp.22.500.000,00
                                                                         ---------------------
Nilai Impor = Rp.126.000.000,00
PPN yang terutang = 10% x Rp. 126.000.000 = Rp. 12.600.000,00

11
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi.Yogyakarta: Andi.

Waluyo.2009.Akuntansi Pajak(Edisi 2). Jakarta: Salemba.

Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang


Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah

12

Anda mungkin juga menyukai