Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENINGKATAN SUHU TUBUH


(HIPERTERMI)

Oleh :

Ni Kadek Gina Ananda Putri

Kelas A15-A

NIM : 213213301

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Hendro Wahyudi, S.Kep.,M.Pd

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Hipertermi
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh yang tinggi abnormal yang
disebabkan oleh kegagalan mekanisme pengatur panas tubuh untuk
mengatasi panas yang berasal dari lingkungan. Sementara itu, hipertermia
yang parah(malignant hyperthermia) adalah peningkatan suhu tubuh yang
akan mengancam jiwa dan biasanya dihasilkan oleh respon hipermetabolik
terhadap penggunaan relaksan otot depolarisasi secara bersamaan dan
anestesi umum hirup yang kuat serta mudah untuk menguap (Tanen,2017).
Resiko untuk mengalami kondisi hipotermia dapat meningkat karena
adanya kombinasi dari suhu luar,kesehatan umum,daya gaya hidup pada
masing-masing individu. Seseorang bisa dikatakan terkena hipotermia berat
jika suhu tubuhnya diatas 40 derajat.Dan sebagai perbandingan suhu tubuh
diatas 35 derajat atau lebih rendah dianggap sebagai hipotermia.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Hipertermi berdasarkan suhu tubuh menurut Kozier (1995),
seseorang dikatakan bersuhu tubuh tinggi/panas jika :
1) Demam jika bersuhu 37,5°C - 38°C.
2) Febris: jika bersuhu 38°C - 39°C
3) Hipertei: jika bersuhu >40°C
3. Penyebab/etiologi
Hipertermia dapat disebabkan oleh beberapa hal menurut (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu : 

1) Dehidrasi.
2) Terpapar lingkungan panas. 
3) Proses penyakit ( misalnya, infeksi, kanker ).
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan. 
5) Peningkatan laju metabolisme.
6) Respon trauma.
7) Aktivitas berlebihan.
8) Penggunaan inkubator.
4. Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme
seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen
klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram
negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan
pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.
Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,
neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005). Proses terjadinya
demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah put ih (monosit, limfosit, dan
neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang
dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti
memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan
penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu
tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Demam
memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan.
Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas
sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu
fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga
yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan bewarna kemerahan.
Pathway :
Infeksi atau cedera jaringan

Akumulasi monosit,
Makrofag, sel T helper dan fibroblas

Pelepasan pirogen endogen (sitokin)

Interleukin-1
Interleukin-6

Merangsang saraf vagus

Sinyal mencapai sistem saraf pusat

Pembentukan prostaglandin otak

Merangsang hipotalamus meningkatkan titik


Patokan suhu (sel point)

Menggigil, meningkatkan suhu basal

HIPERTERMI
5. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013)
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2) Konvulsi(kejang)
3) Kulitkemerahan
4) PertambahanRR
5) Takikardi
6) Saat disentuh tangan terasa hangat
7) Fase–fase terjadinya hipertermia
a. Fase I : awal
1) Peningkatan denyut jantung.
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
4) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
5) Merasakan sensasi dingin.
6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
7) Rambut kulit berdiri.
8) Pengeluaran keringat berlebih.
9) Peningkatan suhu tubuh.
b. Fase II :proses demam
1) Proses menggigil lenyap.
2) Kulit terasa hangat / panas.
3) Merasa tidak panas / dingin.
4) Peningkatan nadi & laju pernapasan.
5) Peningkatan rasa haus.
6) Dehidrasi ringan sampai berat.
7) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf
8) Lesi mulut herpetik.
9) Kehilangan nafsu makan.
10) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot
11) akibat katabolisme protein.
c. Fase III : pemulihan
1) Kulit tampak merah dan hangat.
2) Berkeringat.
3) Menggigil ringan.
4) Kemungkinan mengalami dehidrasi.
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai
ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis.
Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut. (Potter &
Perry, 2010). Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan
(grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah
2) Grade II: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
3) Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah dan kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun
4) Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
7. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Tes laboratorium dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi terjadinya heat
stroke, meliputi :

1) Pemeriksaan pada rectum untuk memeriksa suhu tubuh inti.


Suhu rektal adalah cara paling akurat untuk mengetahui suhu
tubuh seseorang dibandingkan dengan suhu mulut atau dahi.
2) Tes darah untuk memeriksa natrium pada darah atau kalium
serta kandungan gas dalam darah untuk melihat apakah ada
kerusakan dalam tubuh seseorang.
3) Tes urine dilakukan untuk memeriksa urine. Warna urine yang
lebih gelap biasanya akan berkaitan dengan kondisi suhu tubuh
yang meningkat. Tes urine juga berfungsi untuk mengetahui
apakah ginjal berfungsi dengan normal atau tidak.
4) Tes fungsi otot dilakukan untuk memeriksa adanya kerusakan
pada jaringan otot ( rhabdomyolisis)
5) Tes X-Ray dan tes pencitraan yang lain untuk memeriksa
apakah ada kerusakan dari organ-organ internal.
8. Komplikasi
Pada seseorang yang terkena hipertermia yang parah, komplikasi
yang biasanya terjadi seperti hiperkalemia, asidosis pada pernafasan dan
metabolic dan hipokalasemia, rhabdomyolysis dengan adanya peningakatan
kreatinin kinase dan mioglobinemia dapat terjadi. Seperti halnya pada
kelainan koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada klien lansia dan
klien dengan komorditas, DIC dapat meningkatkan resiko kematian
(Tanen,2017).
9. Penatalaksanaan
Pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi,
konveksi, evaporasi.
1) Radiasi
Perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek
yang lain tanpa keduanya bersentuhan, panas akan berpindah melalui
gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti
membawa panas ke kulit danke pembuluh darah permukaan.
2) Konduksi 
Perpindahan panas dari suatu objek lain dengan kontak langsung.
Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin.Ketika suhu
tubuh dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. 
3) Konveksi 
Perpindahan panas karena adanya pergerakan udara. Panas akan
dikonduksikan pertama kali pada molekul udara secara langsung
dalam kontak dengan kulit.
4) Evaporasi 
Perpindahan energy ketika cairan berubah menjadi gas. Selama
evaporasi kira-kira 0,6 kalori panas akan hilang untuk setiap gram air
yang akan menguap. Berkeringat merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui dengan
peningkatan laju metabolik.

Penatalaksanaan difokuskan untuk mendinginkan suhu tubuh


seseorang agar kembali kesuhu tubuh yang normal dan untuk melakukan
pencegahan atau mengurangi kerusakan pada otak serta organ vital.
1) Penggunaan kompres hangat. Teknik ini akan memberika efek
dilatasi, yakni akan membuat pori-pori kulit melebar sehingga akan
mempercepat pengeluaran panas tubuh melalui pengeluaran keringat.
2) Tempatkan klien dalam air dingin, mandi air dingin atau air es,
semakin seseorang cepat dalam melakukan prosedur ini, maka akn
semakin sedikit adanya resiko kematian dan kerusakan organ vital.
3) Gunakan teknik pendinginan evaporasi. Penurunan suhu bisa
menggunakan metode penguapan, yakni pengalihan suhu panas dari
bentuk cair menjadi uap. Uap inilah yang akan berguna untuk
mendinginkan suhu tubuh.
4) Balut klien menggunakan selimut dengan kain yang tipis.
5) Berikan obat agar klien berhanti menggigil. Jika perawatan untuk
menurunkan suhu tubuh membuat klien merasa menggigil, sebaiknya
diberikan obat relaksan otot seperti zodizepine. Cegah klien
menggigil karena dapat membuat perawatan kurang efektif.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian
merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien
pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah
sakit (Widyorini et al. 2017).
a. Identitas
1. Identitas Pasien Meliputi
Nama: Umur :
Agama :
Jenis Kelamin :
Status :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku Bangsa :
Alamat :
Tanggal Masuk :
Tanggal Pengkajian :
No. Register :
Diagnosa Medis :

2. Identitas Penanggung Jawab Meliputi


Nama :
Umur :
Hub. Dengan Pasien:
Pekerjaan :
Alamat :
b. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan saat ini
Yang meliputi : keluhan utama, alasan masuk rumah sakit dan
perjalanan penyakit saat ini, upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya.
2. Status Kesehatan masa lalu
Yang meliputi : penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat,
alergi, kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Diagnosa medis dan terapi
c. Pola kebutuhan dasar (data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
Yang meliputi : pola persepsi dan manajemen kesehatan, pola nutrisi
metabolic, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola kognitif dan
persepsi, pola persepsi konsep diri, pola tidur dan istirahat, pola peran
hubungan, pola seksual reproduksi, pola toleransi stress koping, dan
pola nilai kepercayaan.
d. Pengkajian fisik
Yang meliputi : keadaan umum, tanda-tanda vital, keadaan fisik,
analisis data
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas


mengenai status kesehatan atau masalah aktual, atau risiko dalam
mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
ada pada tanggung jawabnya,(Tarwoto dan Wartonah, 2015). Diagnosis
Keperawatan adalah suatu penilaian klinis tentang respons dari klien
terhadap masalah keperawatan atau proses kehidupan yang didalamnya
baik yang berlangsung actual maupun potensial,(Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016). Diagnosis keperawatan pada penelitian ini adalah hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri salmonella typhosa)
yang ditandai dengan suhu tubuh diatas normal, kulit kemerahan, kejang,
takikardi, dan takipnea,(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Gejala dan Tanda Penyebab Masalah
Gejala dan tanda mayor Proses penyakit (mis, Hipertermia
Subjektif : Tidak tersedia infeksi,kanker) Kategori : lingkungan
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai normal Subkategori : Keamanan
dan proteksi
Definisi : Suhu tubuh
meningkat di atas nilai
normal
Gejala dan tanda Minor
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Kulit merah, kejang, takikardi,
takipnea, dan kulit terasa hangat.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah
penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
mengatasi atau menanggulangi suatu masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan. Perencanaan keperawatan bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien,(Maryam, 2008). Menurut (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018), rencana keperawatan merupakan segala bentuk
terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan
kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas. Berikut adalah intervensi
untuk pasien dengan hipertermia berdasarkan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,(SIKI)
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Perencanaan Keperawatan Hipertermi
Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SLKI) (SIKI)
Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :
dengan proses penyakit keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor suhu tubuh
(infeksi bakteri salmonella jam. 2. Sediakan lingkungan yang
typhosa) Diharapkan termoregulasi dingin
membaik dengan kriteria 3. Longgarkan atau lepaskan
hasil : pakaian
Termoregulasi : 4. Basahi dan kipasi
1. Menggigil menurun permukaan tubuh
2. Kulit merah menurun 5. Berikan cairan oral
3. Pucat menurun 6. Ajurkan tirah baring
4. Suhu tubuh membaik 7. Kolaborasi pemberian
5. Suhu kulit membaik cairan dan elektrolit
6. Tekanan darah membaik intavena
Regulasi Temperatur :
1. Monitor tekanan darah,
frekuensi pernafasan dan
nadi
2. Monitor suhu tubuh anak
tiap dua jam, jika perlu
3. Monitor warna dan suhu
kulit
4. Tingkat asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
5. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu

4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana
tindakan. Tindakan keperawatan meliputi, tindakan keperawatan, observasi
keperawatan pendidikan kesehatan/keperawatan, tindakan medis yang
dilakukan oleh perawat atau tugas limpah,(Suprajitno, 2014).

Implementasi yang dilakukan pada kasus demam typhoiddengan


hipertermi adalah manajemen hipertermia yang meliputi memonitor suhu
tubuh. menyediakan lingkungan yang dingin, melonggarkan atau
melepaskan pakaian, membasahi dan mengipasi permukaan tubuh,
memberikan cairan oral, menganjurkan tirah baring, dan memberikan
cairan dan elektrolit intravena. Implementasi kedua yang dapat dilakukan
adalah regulasi temperatur, yang meliputi memonitor suhu tubuh anak tiap
dua jam, memonitor warna dan suhu kulit, memonitor tekanan darah,
frekuensi pernafasan dan nadi , meningkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat, serta memberikan antipiretik.

5. Evaluasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana
tindakan. Tindakan keperawatan meliputi, tindakan keperawatan, observasi
keperawatan pendidikan kesehatan/keperawatan, tindakan medis yang
dilakukan oleh perawat atau tugas limpah,(Suprajitno, 2014).

Implementasi yang dilakukan pada kasus demam typhoiddengan


hipertermi adalah manajemen hipertermia yang meliputi memonitor suhu
tubuh. menyediakan lingkungan yang dingin, melonggarkan atau
melepaskan pakaian, membasahi dan mengipasi permukaan tubuh,
memberikan cairan oral, menganjurkan tirah baring, dan memberikan
cairan dan elektrolit intravena. Implementasi kedua yang dapat dilakukan
adalah regulasi temperatur, yang meliputi memonitor suhu tubuh anak tiap
dua jam, memonitor warna dan suhu kulit, memonitor tekanan darah,
frekuensi pernafasan dan nadi , meningkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat, serta memberikan antipiretik.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

‌Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Indicator Diagnostic. Jakarta Selatan: DPP PPNI

‌Pustaka, T., Konsep, A. and Hipertermi, D. (n.d.). BAB II. [online] Available at:
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/5103/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf [Accessed 10 Jun. 2022].

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP ANAK 2.1.1 Definisi. (n.d.).


[online] Available at: http://eprints.umpo.ac.id/6169/3/BAB%20II.pdf
[Accessed 10 Jun. 2022].

Anda mungkin juga menyukai