Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Perilaku Organisasi
1.1. Definisi Perilaku Organisasi

Wijaya (2017:1) menyatakan perilaku organisasi sebagai salah satu


bidang studi yang mendalami perilaku individu pada sebuah organisasi atau
perusahaan, serta dapat mengetahui dampaknya terhadap kemampuan
karyawan baik secara individual, kelompok, dan atau organisasi. Dalam hal
ini, perilaku organisasi memiliki dampak yang positif terhadap kinerja
individu dalam organisasi atau perusahaan. Dalam teori lain yang disampaikan
oleh Hanggreni (2011:1) mengemukakan bahwa perilaku organisasi
merupakan ilmu khusus yang didalamnya memiliki inti utama sebuah ilmu
pengetahuan umum yang melibatkan tiga faktor sebagai penentu dalam sebuah
organisasi, seperti: individu, kelompok, dan bentuk impelementasinya sebagai
organisasi yang sistem kerjanya lebih efektif.

1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi

Perilaku dalam organisasi dapat terjadi ini disebabkan tentunya dari


faktor-faktor. Menurut Subekhi dan Jauhar (2013:24) membagi ke beberapa
faktor yang mempengaruhi perilaku organisasi, sebagai berikut:

A. Peningkatan kepuasan kerja

Terjadinya peningkatan dalam kepuasan kerja yang hal ini


memunculkan pengaruh terhadap perilaku individu karyawan
dalam suatu perusahaan. Kepuasan kerja dipengaruhi atas hak yang
didapatkan oleh masing-masing individu karena hasil dari
pekerjaan yang telah dituntaskan.

B. Pengurangan Kealpaan

Perbuatan absensi yang sering diperbuat oleh individu


pegawai dalam perusahaannya memiliki dampak yang negatif
terhadap tingkat efektifitas dan efisiensi produksi perusahaan. Hal
ini tentu harus dikurangi untuk bisa mencapai pada produktivitas
individu dan perusahaan.

C. Penurunan Turn over

Dalam hal ini makna dari turn over berarti pegawai


melakukan resign atau pengunduran diri dari perusahaan yang
mengakibatkan pada perilaku perusahaan tersebut.

D. Peningkatan Produktivitas
Sebuah organisasi bisa dikatakan memiliki tingkat
produktivitas tinggi apabila mampu mencapai target secara baik
dengan melampaui perencanaan yang telah dibuat dan disetujui
oleh perusahaan. Perencanaan tersebut meliputi: waktu, biaya, dan
hasil. Indikator perusahaan mampu mencapai tingkat
produktivitasnya dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang dimana
salah satunya berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi pekerjaan
dalam suatu organisasi atau perusahaan.
2. Stres
2.1. Definisi Stres

Stres adalah suatu kepanikan atau kondisi yang dialami oleh individu
karena tingkat emosionalnya tertekan, hal ini disebabkan individu tersebut
sedang dihadapkan pada tugas dan tanggung jawab yang sangat besar atau
memiliki kesempatan untuk menjalankan sebuah aktivitas yang sangat vital
tentu didalamnya memiliki rintangan dan juga kendala serta sebuah
ketidakpastian yang dapat mempengaruhi sentiment, pikiran, dan keadaan fisik
seseorang (Badeni, 2003). Kemudian, stres dalam pengertian lain dikatakan
bahwa ini merupakan sebuah keadaan yang mampu berubah-ubah dialami oleh
individu ketika menghadapi sebuah kesempatan, permintaan, atau sumber
daya yang memiliki keterkaitan atas apa yang menjadi keinginan individu dan
menjadi hasilnya dilihat tidak pasti dan penting (Robbin, Stephen, dan Judge,
Timothy A.; 2007).
2.2. Faktor-Faktor Mempengaruhi Stres

Spector beranggapan bahwa stres kerja dipicu oleh kelima faktor berikut:

a) Role Ambiguity and Role Conflict


Faktor pertama ini disebabkan karena adanya sebuah
ketidakjelasan atau para pekerja tidak mengetahui secara jelas apa
tugas dan tanggung jawab utamanya pada suatu posisi pekerjaan
tertentu.
b) Workload
Pada faktor ini mengungkapkan bahwa stres dipicu karena
adanya pengarahan beban kerja terhadap tuntutan kerja. Dalam hal
ini, dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yakni beban
kerja kualitatif dan juga kuantitatif. Pada beban kerja kualitatif,
beban kerja menjadi berat karena sangat sulit penempatan tugas
pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki karyawan. Sedangkan,
pada beban kerja kuantitatif, beban kerja menjadi berat karena
individu memiliki jumlah tugas atau pekerjaaan yang banyak dan
diharapkan bisa dikerjakan saat itu juga.
c) Control
Tahap control merupakan suatu tahap yang memiliki
sebuah bentuk kebebasan bagi para pekerja untuk menentukan
keputusan mengenai pekerjaannya. Seorang pekerja yang memiliki
tingkat control, akan mudah mengatur jadwal pekerjaannya sendiri,
menseleksi pekerjaan yang ingin dikerjakan, dan bagaimana cara
menyelesaikan sebuah tanggung jawab di dalam pekerjaannya
tersebut. Sedangkan bagi pekerja yang tidak memiliki tingkat
control cenderung menjalankan sebuah pekerjaannya dengan apa
yang telah dijadwalkan.
d) Machine Pacing
Pada machine pacing ini memiliki sebuah keterkaitan
dengan pengawasan terhadap mesin-mesin yang wajib ditanggapi
cepat oleh para karyawan. Karyawan yang machine paced nya
memiliki daya rendah, maka akan menimbulkan tingkat adrenalin
dan non adrenalin para karyawan semakin meningkat dibandingkan
dengan karyawan yang machine-paced nya tinggi. Machine pacing
memiliki hubungan dengan strain fisik dan simptom kesehatan,
tingkat rasa cemas dan rasa ketidakpuasan.
e) The demand
Menurut Winarsunu (2008) ini terdapat pengaruh luas yang
saling mempengaruhi terhadap control kerja yang disebut dengan
job stressor. Apabila dalam kontrol tinggi, maka hal tersebut tidak
menimbulkan strain. Sebaliknya, apabila kontrol rendah, maka
stressor ini akan meningkat.
2.3. Dimensi Stres

Cordes dan Dougherly menerangkan stres bisa timbul karena beberapa faktor
berikut:

1) Kecocokan individu dengan organisasi.


Setiap individu memiliki pengetahuan, kemampuan, kompetensi
yang beraneka ragam dan tentunya berbeda-beda. Namun untuk
menghasilkan kinerja yang maksimal, perlu adanya sinkronisasi
kemampuan yang dimiliki oleh individu dengan kesepakatan visi dan
misi dari perusahaan. Apabila nilai-nilai, kompetensi, keahlian tersebut
tidak memiliki kecocokan dengan budaya yang dimiliki oleh
perusahaan akan menimbulkan ketidakpuasan kerja dan mengalami
stres yang dapat meningkatkan turn over karyawan (Loverace &
Rosen, 1996. Bretz & Judge, 1994).
2) Lingkungan kerja
Lingkungan dalam organisasi yang tidak sehat dan tidak
mendukung menjadi salah satu faktor timbulnya stres.
3) Sistem shift
Bekerja tidak pada waktu produktif seperti malam hari akan
berdampak pada karyawan, seperti: kelelahan, performa kesehatan
menurun, kesehatan mental yang dalam hal ini bisa stres (Nicholson,
Jackson, Howes, 1978. Frese & Semmer, 1986. Jamal, 1981).
4) Perubahan
Pemicu terjadinya karyawan stres karena adanya perubahan, baik
disebabkan oleh perubahan internal organisasi maupun eksternal
organisasi. Bentuk penawaran solusi yang diberikan oleh perusahaan
agar karyawan tidak merasa stres dengan menggunakan sistem
pelatihan kerja.
5) Hubungan dengan orang lain
Seringnya terjadi konflik di dalam perusahaan, baik permasalahan
mengenai rekan kerja yang tidak bisa diajak kerja tim, mendapatkan
komplen dari konsumen yang marah dengan hasil produk dihasilkan
tidak sesuai ekspetasi, tidak adanya keadilan yang diciptakan oleh
perusahaan juga menjadi faktor stres karyawan meningkat.
2.4. Gejala Stres

Gejala stres bisa kita lihat pada tiga indikator ini menurut Beehr dan
Newman, sebagai berikut:

 Gejala psikologis, meliputi: kecemasan, rasa bingung, ketegangan.


perasaan yang sensitif, depresi, miscommunication, dan merasa bosan.
 Gejala fisiologis, meliputi: merasa lelah, hipertensi, insomnia,
gangguan pernapasan.
 Gejala perilaku, meliputi: tingkat produktivitas karyawan menurun,
malas, gelisah (Umam, 2010).
3. Dual-Earner
3.1. Definisi Dual-Earner
Harpel (1984) menjelaskan dual earner sebuah situasi yang dimana
seorang suami dan istri sama-sama mencari nafkah. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika dan Handayani (2012), Daeng
(2010), Hidayati (2016), serta Luthfia dan Kinanthi (2016). Hester &
Dickerson (dalam Eremie & Kennedy, 2015) mengungkapkan dual earner ini
dikatakan sebagai sebuah bentuk komitmen dari sepasang suami istri untuk
melanjutkan serta mempertahankan perjalanan karir mereka guna menjaga
situasi dan kondisi dalam keluarganya agar tetap stabil.
Menurut data dari Biro Ketenagakerjaan Amerika Serikat pada tahun
2006 mendeskripsikan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah dual earner di
dalam lingkungan bermasyarakat. Di Indonesia sendiri, dilansir dari Badan
Statistik tahun 2013 mendapati hasil bahwa ternyata istri yang memutuskan
untuk bekerja di Indonesia mencapai 56,01%. Dalam hasil lainnya,
mengatakan mencapai 85,20 %. Kondisi yang harus dihadapi oleh dual
earner ini dinilai sangat sulit karena sepasang suami dan istri yang bekerja
harus membagi waktu antara pekerjaannya dengan urusan yang ada dalam
keluarganya.

3.2. Bentuk-Bentuk Konflik dari Dual Earner


Konflik peran yang sering dihadapi oleh individu dalan dual earner menurut
Gibson, dkk dibagi ke dalam tiga bagian, sebagai berikut:
 Person Role Conflict. Dimana bagian pertama ini terjadi karena
individu melanggar atas persyaratan yang dibuat dalam peran
fundamental, sikap, dan kebutuhan dari individu tersebut.
 Intra Role Conflict. Hal ini terjadi disebabkan karena individu dalam
menentukan sebuah perannya berlandaskan tingkatan harapan yang
tentunya berbeda, yang kemudian hal tersebut tidak akan mungkin bagi
seorang individu yang mendapati perannya dalam memenuhinya.
 Inter Role Conflict. Bagian terakhir ini terjadi disebabkan karena
individu menjalankan banyaknya peran sekaligus, yang masing-masing
peran dijalankannya tersebut terdapat harapan serta tanggung jawab
berbeda dari tiap perannya.
4. Kecerdasan Emosional
4.1. Definisi Kecerdasan Emosional
Kecerdasan enosional ialah sebuah situasi dimana kemampuan
individu dalam menyelesaikan serta membuat sebuah keputusan yang mampu
menyelesaikan sebuah permasalahan dalam sudut pandang situasi dan kondisi
atas fakta yang berlandaskan pada pengalaman serta bentuk penyeuasaian
terhadap lingkungannya (Hamidah.,et.al. 2016). Sedangkan dalam pendapat
Goleman (2005: 512) menyatakan kecerdasan emosional mengambil refensi
atas kemampuan untuk mengenal tentang perasaan sendiri dan mengerti akan
perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta memanage emosi yang ada
pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang banyak.
4.2. Karakteristik Kecerdasan Emosional
Berikut hal-hal yang menjadi sebuah karakter dalam sebuah kecerdasan
emosional:
a. Kemampuan dalam hal mempelajari mengenai pembelajaran atas
manfaat suatu pengalaman.
b. Kemampuan dalam hal berfikir secara abstrak
c. Kemampuan dalam hal penyesuaian diri dari hal-hal yang muncul atas
suatu bentuk ketidakpastian lingkungan.
d. Kemampuan untuk memacu diri sendiri agar dapat menyelesaikan
tanggung jawab nya secara efektif dan efisien tentunya.
5. Keinginan untuk Keluar
5.1. Definisi Keinginan Untuk Keluar
Tet dan Meyer (2013) berpendapat keinginan keluar merupakan sebuah
bentuk kesadaran dalam hal ingin mencari bentuk lain dari pekerjaan saat ini
pada organisasi lain. Peneliti lain (Poza & Hennenberger, 2002) mengeluarkan
sebuah pernyataan bahwa keinginan untuk keluar merupakan sebuah
gambaran yang dinilai secara subjektif kepada pegawai yang dalam hal ini
merubah tanggung jawabnya untuk periode waktu tertentu.
Dampak dari hal tersebut membuat sebuah dampak yang negatif
dimana perusahaan harus mengeluarkan kembali biaya-biaya seperti:
 Biaya administrasi
 Biaya rekrutmen
 Biaya seleksi
 Biaya penggantian selama posisi yang ditinggalkan kosong
 Administrasi selama proses rekrutmen
 Biaya pelatihan dan pengembangan terhadap calon pegawai
baru

Selain dampak yang sudah disebutkan diatas, dampak lainnya berupa


terhambatnya proses operasional perusahaan, dan redupnya kemampuan,
pengalaman serta knowledge yang dimiliki oleh perussahaan.

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Untuk Keluar

Pada dasarnya, pegawai memiliki sebuah keinginan untuk keluar


disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

a. Kepuasan kerja
Tentu dalam sebuah pekerjaan, pegawai harus merasakan kepuasan
atas pekerjaannya, hal ini bisa didukung oleh lingkungan
organisasinya. Namun, apabila pegawai ini tidak merasakan hal
tersebut, dapat memicu pegawai akan memiliki keinginan untuk keluar
dari pekerjaaanya.
b. Komitmen organisasi
Dalam sebuah organisasi, bentuk komitmen ini menjadi peranan
penting dalam menjalankna operasionalnya. Karena para pegawai akan
menjadikan komitmen organisasi sebagai sebuah landasan dalam
motivasi kerja pegawai. Apabila dalam organisasi tidak memiliki
sebuah komitmen yang kuat, ini juga bisa membuat pegawai
mengalami intention to quit.
c. Stres kerja
Banyak sekali pegawai yang memiliki keinginan untuk keluar ini
karena faktor stress. Pekerjaan yang tak kunjung selesai, memiliki
waktu yang sedikit untuk liburan yang menjadi faktor terjadinya stress
yang kemudian berdampak pada pegawai keluar.
d. Keterlibatan kerja
Perusahaan perlu melibatkan pegawai dalam setiap program yang telah
dirancang, agar pegawai merasa dianggap dan dibutuhkan di
perusahaan tersebut. Jika perusahaan jarang atau bahkan tidak
melibatkan sama sekali pegawai, ini juga bisa menjadi penyebab
pegawai mengalami intention to quit.
6. Work-Life Balance
6.1. Definisi Work-Life Balance

Work life balance sering dipandang sebagai gambaran dalam tingkatan


individu yang menyetarakan antara bentuk keseimbangan dengan minim nya
permasalahan atau adanya ketidakcocokan pekerja dengan peran dari pekerja
itu sendiri (Saroj dan Greenhaus, 2002; Allen, 2012).

Robbins dan Coulter (2012) mengungkapkan bahwa program dari


work life balance telah melalui sumber daya dari perawatan orang tua dan juga
anak kemudian bentuk dari kesehatan serta kesejahteraan karyawan, serta hal-
hal lainnya. Di dalam sebuah perusahaan tidak sedikit pula yang menawarkan
sebuah program family friendly benefits yang ditujukan kepada karyawan guna
menyelaraskan antara kehidupan sehari-hari dan segala bentuk pekerjaan,
sehingga membuat karyawan mendapatkan sebuah kesempatan dalam
menjalani aktivitas sehari-harinya dengan beban tanggung jawab atas
pekerjaannya.

Keuntungan yang bisa dicapai melalui program work life balance ini
menurut Lewison dalam Kurniawan (2014), antara lain:

a. Meminimalisasikan bentuk ketidakhadiran


Faktor yang menyebabkan mengapa banyak karyawan yang
malas untuk masuk kerja ialah dikarenakan stres pribadi dan juga
tanggung jawab atas keluarganya. Dari permasalahan tersebut
dapat diatasi dengan mengatur jam kerja senyaman mungkin.
b. Mencegah karyawan untuk keluar
Dengan mengatur jam kerja se fleksibel mungkin bisa
berdampak pada komitmen para karyawan untuk perusahaan
semakin meningkat.
c. Tingkat produktivitas yang meningkat
Mengurangi tingkat stres kerja mampu berdampak pada
produktivitas karyawan yang semakin naik.
d. Biaya lembur berkurang
Pengaturan jadwal kerja yang baik berdampak positif pada
jam kerja yang berkurang sehingga ini bisa berbanding lurus
dengan produktivitas karyawan yang meningkat.
B. Penelitian Terdahulu
No Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
1. Pengaruh Yanrizal, 2020 Variabel Menggunakan Terdahulu:
kecerdasan kecerdasan metode menggunakan
emosional dan emosional kuantitatif. Teknik
stress kerja berpengaruh analisis data
terhadap kinerja positif dan tidak uji reabilitas.
pegawai dengan signifikan
motivasi sebagai terhadap Terbaru:
variabel motivasi kerja. Teknik
moderasi (Studi Variabel stres analisis data
kerja menggunakan
Pada Kantor
berpengaruh
Kesyahbandaran negatif dan analisis
tidak regresi linier.
Utama
signifikan
Belawan). terhadap
motivasi kerja
JRMB: Jurnal
pegawai
Riset Kantor
Kesyahbandaran
Manajemen dan
Utama
Bisnis Vol. 5 No Belawan
.
1. 2020.

2. An Analysis of Helen Novita Variabel Meneliti Terdahulu:


The Factors Sandhy, kepuasan kerja, dampak menggunakan
Influenced The Mashadi, komitmen terhadap variabel
Turnover Zulkifli.N, organisasi, keinginan untuk kepuasan
Intention of 2019. stress kerja, dan keluar pegawai. kerja,
SMP IT iklim organisasi komitmen
Employee in memberikan organisasi,
Pekanbaru. dampak positif iklim
JUMPED: Jurnal terhadap organisasi.
Manajemen turnover
Pendidikan. Vol intention. Terbaru:
2 No 7. 2019. P- menggunakan
ISSN 2338- variabel
5278. stress kerja,
dual-earner,
emotional
intteliegence.
3. Kecerdasan Sudung Kecerdasan Meneliti Terdahulu:
Emosional Serta Simatupang& emosional pengaruh dari Teknik
Dampaknya Efendi, 2020. berpengaruh kecerdasan analisis
Untuk Kinerja terhadap kinerja emosional. menggunakan
C. Keterkaitan Variabel
1. Pengaruh Stres Terhadap Intention to Quit

Stres kerja merupakan sebuah keadaan yang timbul karena adanya


interaksi antara seorang individu dengan suatu bentuk pekerjaannya, yang
didalamnya ditemukan adanya ketidaksesuaian sebuah karakteristik serta
perubahan yang abstrak didalam organisasi atau perusahaan (Beer and Newman
dalam Luthans, 1998). Dari pendapat yang telah dikemukakan oleh seorang ahli,
ini menjadi tugas bagi seorang manajemen perusahaan, menciptakan sebuah
kondisi yang nyaman dalam lingkungan organisasinya agar mengurangi tingkat
stres sehingga hal ini pula mampu meminimalisasikan tingkat keinginan untuk
keluar bagi pegawai.

Hal ini kemudian didukung atas penelitian yang dilakukan oleh I Gede
Bayu Wijaya tahun 2020 dengan judul “Pengaruh Stres Terhadap Keinginan
Keluar Karyawan (Studi Kasus Pada Adira Quantum Mataram)” beliau
menuliskan bahwa stres yang terjadi secara jangka panjang dapat mendukung
meningkatnya jumlah pegawai yang ingin keluar.

2. Pengaruh Dual Earner dan Stres Terhadap Intention to Quit


Berdasarkan dari hasil yang dijelaskan oleh Harpel (1984) mengatakan bahwa
dual earner sebuah situasi yang dimana seorang suami dan istri sama-sama
mencari nafkah. Artinya, setiap individu haruslah mengatur pembagian tugas dan
tanggung jawabnya secara jelas dan menyeluruh, agar keduanya memiliki
komitmen untuk menjaga kestabilan.
Bilamana dalam kedua individu ini tidak mampu untuk menjaga hal tersebut,
akan berdampak pada dirinya sendiri, sehingga setiap individu akan merasakan
sebuah kondisi dimana mereka cemas, memiliki kekacauan yang kemudian
berujung pada stres yang meningkat. Selanjutnya, jika stres ini muncul akan
timbul kembali rasa ingin untuk keluar dari organisasi atau perusahaan ini.

D. Kerangka Berfikir

H1
Stres Kerja (X1)

H2
Dual Earner (X2) H4 H3H5 Intention to Quit (Y)

H6
E. Hipotesis
Hasil dari hipotesis sementara peneliti mengungkapkan bahwa variabel x1,x2,x3
memiliki pengaruh terhadap variabel y dan telah melalui variabel moderating.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al Amanah Al Gontory yang
beralamat pada Jl. Pesantren Al Amanah Al Gontory, Perigi Baru, Tangerang
Selatan, Banten.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan dilakukan pada jam kerja yakni 08.00-15.00 WIB dan
dilakukan secara offline.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Malhotra (dalam Amirullah, 2015) mengatakan populasi ialah bentuk
atas keseluruhan kelompok orang-orang, peristiwa, benda-benda yang disukai oleh
peneliti dalam penelitiannya. Dalam penelitian kali ini, peneliti mengambil jumlah
populasi 150 orang dengan spesifikasi: Laki-laki sebanyak 70 orang dan
perempuan sebanyak 80 orang.
2. Sampel
Menurut Amirullah (2015) menyatakan bahwa populasi merupakan bagian
terkecil dalam sebuah populasi yang digunakan dalam penelitian. Sampel yang
digunakan dalam hal ini sebanyak 75 orang dengan spesifikasi sebagai berikut:
Laki-laki 35 orang dan perempuan sebanyak 40 orang. Sampel diambil dengan
menggunakan Teknik pengambilan sampel acak.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan bahwa data ialah sebuah
fakta yang diketahui dari kesimpulan penelitian yang digunakan sebagai bahan
kajian atau pendapat. Adapun jenis-jenis data dalam sebuah penelitian sebagai
berikut:
i. Data Kualitatif
Merupakan sebuah data yang dapat memberikan gambaran atau
mendeskripsikan suatu hal dilakukan dalam bentuk narasi dan bukan
merupakan numerik.
ii. Data Kuantitatif
Merupakan data yang diperoleh dari pengkolektifan angka yang disajikan
dalam bentuk tabel, grafik, dan lain-lain.

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Karena, peneliti ingin mendapatkan


hasil yang jelas, terperinci, serta terstruktur dengan baik guna melihat sebuah
kesimpulan yang valid sesuai fakta dilapangan.

2. Sumber Data
Dalam hal ini, sumber data dalam sebuah penelitian dibagi ke dalam dua sumber:
i. Data Primer
Sebuah data yang didapatkan dari hasil penyebaran kuesioner yang
dibagikan kepada jajaran pimpinan maupun pegawai yang sesuai dengan
penelitian ini atau menggunakan teknik wawancara dalam pengambilan
data.
ii. Data Sekunder
Ialah sebuah data yang diperoleh dari sumber-sumber ilmiah, seperti:
jurnal, buku untuk mendukung dari segi teori.

Adapun penelitian ini menggunakan sumber keduanya, karena untuk


mendapatkan hasil yang diinginkan, penulis menggabungkan keduanya untuk
melihat bagaimana hasil dari teori-teori yang sudah tersedia.

D. Instrumen Penelitian
Arikunto (2000:134) menerangka intrumen penelitian ialah alat yang membantu
peneliti dalam melakukan penelitiannya yang diselektif dan digunakan dalam mencari
data-data diperlukan. Sedangkan menurut Suryabrata (2008:52) beliau menjelaskan
bahwa instrumen merupakan alat yang dipakai untuk menangkap secara kuantitatif
suatu kondisi dan kegiatan pendukung psikologis. Kegiatan pendukung psikologis
yang dimaksud kemudian digolongkan kedalam kognitif dan non kognitif.

Anda mungkin juga menyukai