Anda di halaman 1dari 7

2.

LANDASAN TEORI

2.1 Job Burnout


2.1.1 Pengertian Job Burnout
Menurut Harun (2011), job burnout adalah sindrom yang berhubungan
dengan stres yang terjadi sebagai respon stres terhadap pekerjaan. Job burnout
sangat umum terjadi di antara orang-orang yang bekerja dan berhubungan dengan
orang lain (Misal: polisi, perawat, guru, dan dokter) juga bagi mereka yang
pekerjaannya membutuhkan usaha dan waktu yang besar dalam menangani
masalah secara terus-menerus. Banyak penelitian telah mengungkapkan efek
negatif dari job burnout terhadap turnover intention, kinerja pekerjaan dan
kepuasan kerja
Job burnout diakui sebagai sindrom psikologis yang muncul saat karyawan
berada pada lingkungan kerja penuh stres dengan tuntutan pekerjaan yang tinggi
dan kuantitas sumber daya yang rendah. Job burnout diakui sebagai bahaya
pekerjaan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan industri jasa, dan
memiliki risiko kelelahan yang tinggi. Selain itu, job burnout juga dianggap
berkaitan dengan memburuknya kinerja suatu pekerjaan, menurunnya
produktivitas, meningkatnya absensi, dan berdampak negatif pada rekan kerja
(Ding et al., 2015). Kreitner dan Kinicki (2010) berpendapat bahwa job burnout
dapat terjadi ketika karyawan mulai mempertanyakan nilai-nilai pribadinya
sebagai akibat dari stress yang berkepanjangan. Job burnout karyawan secara
general mempunyai dampak negatif bagi kesehatan karyawan serta kinerja
karyawan itu sendiri (Kang, 2012). Dari beberapa definisi job burnout di atas,
dapat disimpulkan bahwa job burnout adalah keadaan stress dalam kurun waktu
tertentu dimana terjadi karena kelelahan fisik, mental dan emosional serta
rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.
Baron dan Greenberg (2003) membagi indikator job burnout menjadi empat
indikator, sedangkan Maslach, Jackson dan Leiter (2001) membaginya menjadi 3
indikator saja. Perbedaan dari teori mereka adalah bahwa Maslach et al. (2001)

5
Universitas Kristen Petra
menganggap physical exhaustion sebagai salah satu dampak yang ditimbulkan
oleh job burnout.

2.1.2 Dimensi Job Burnout


Menurut Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001), job burnout memiliki tiga
dimensi yakni sebagai berikut:
1. Emotional Exhaustion (Kelelahan Emosional)
Suatu kondisi yang ditandai dengan depresi, merasa tidak berdaya, dan me-
rasa terkungkung dengan pekerjaan tersebut. Kelelahan emosional biasanya terjadi
karena adanya tuntutan pekerjaan yang tinggi.
2. Depersonalization (Depersonalisasi)
Depersonalization merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang yang
mengalami job burnout ditandai dengan munculnya kelelahan dalam melakukan
hubungan sosial dengan orang lain. Orang tersebut biasanya menunjukkan sikap
negatif seperti sinis, dan apatis pada orang lain.
3. Reduced in Personal Accomplishment (Kurangnya Penghargaan Atas Diri
Sendiri)
Karyawan yang mengalami job burnout, dapat dinilai dengan berkurangnya
penghargaan atas diri sendiri dan profesi yang dijalani. Biasanya ditandai dengan
ketidakpuasan terhadap diri sendiri, menganggap tidak mampu melakukan
pekerjaan, serta merasa tidak mampu meraih kesuksesan di masa depan.

2.2 Organizational Citizenship Behavior


2.2.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior
Menurut Robbins dan Judge (2005, p. 27) mengemukakan bahwa
organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku pilihan yang tidak
menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun
mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Dengan kata lain,
OCB merupakan perilaku seorang karyawan bukan karena tuntutan tugasnya
namun lebih didasarkan pada kesukarelaannya. Perusahaan yang sukses
membutuhkan karyawan yang dapat bekerja melebihi tugas utama mereka.
Karyawan dengan OCB yang tinggi akan cenderung untuk membantu timnya,

6
Universitas Kristen Petra
mau bekerja ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, menghormati satu sama
lain, dan toleransi terhadap perbedaan. Organ (2005, p. 40) berpendapat bahwa
OCB adalah perilaku bebas karyawan yang tidak secara langsung diakui oleh
sistem reward formal (perilaku yang tidak mendapatkan reward).
Berdasarkan definisi diatas dapat diartikan bahwa OCB adalah perilaku
karyawan yang dilakukan karena kesadaran diri dan rasa sukarela bukan karena
tuntutan tugas seorang karyawan dan tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja
formal seorang karyawan.
2.2.2 Indikator Organizational Citizenship Behavior
Menurut Sekaran (2006) dalam Noor (2011) indikator dapat berupa
perilaku, aspek, atau sifat/karakteristik. Dimensi OCB yang dipaparkan oleh
Organ merupakan ciri-ciri perilaku karyawan yang memiliki OCB. Oleh karena
itu, indikator penelitian ini mengadaptasi 5 dimensi OCB yang dikemukakan oleh
Organ (2005, p. 123), yaitu:
1. Altruism
Merupakan perilaku yang membantu orang lain menghadapi masalah dalam
pekerjaannya. Orang lain yang dimaksudkan disini adalah rekan kerja. Misalnya
karyawan memiliki keinginan untuk membantu rekan kerja, baik karena tidak
masuk ataupun karena tidak mengetahui, menyelesaikan pekerjaannya tanpa
mengharapkan mendapatkan imbalan.
2. Courtesy
Menunjukkan hubungan yang baik antar rekan kerja agar terhindar dari
masalah interpersonal. Courtesy lebih kearah kepedulian terhadap rekan kerja,
seperti menanyakan rekan kerja terhadap masalah yang dihadapi, serta
menawarkan rekan kerja untuk sharing serta bertukar pikiran.
3. Sportsmanship
Menunjukkan perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang
kurang ideal dalam perusahaan tanpa mengajukan keberatan. Misalnya, tidak
mengeluh terhadap kondisi sulit, tidak mudah percaya terhadap isu-isu yang
belum pasti.
4. Civic Virtue

7
Universitas Kristen Petra
Merupakan perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab terhadap kehi-
dupan organisasi. Dimensi ini mengarah kepada tanggung jawab yang diberikan
organisasi kepada karyawan untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang
ditekuni. Seperti aktif dalam aktivitas perusahaan, bersedia menghadiri
pertemuan, memiliki inisiatif untuk meningkatkan kinerja.
5. Conscientiousness
Mengacu pada perilaku seseorang yang ditunjukkan dengan berusaha mele-
bihi yang diharapkan perusahaan. Dimensi ini dapat dilihat dengan adanya
kemauan dari karyawan untuk tiba lebih awal di perusahaan, sehingga siap
bekerja pada saat jam kerja dimulai, juga bersedia datang jika mengetahui
perusahaan sedang sibuk pada saat jam kerja.

2.3 Kinerja Karyawan


2.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan menjadi isu yang penting dalam sebuah perusahaan. Hal
ini terjadi karena kinerja karyawan memegang peranan penting terhadap
pentingnya efektivitas atau keberhasilan sebuah perusahaan (Sudarmanto, 2009, p.
6). Mangkunegara (2013, p. 67) mengatakan kinerja adalah prestasi kerja yang
dicapai oleh seseorang. Kemudian definisi kinerja menurut Sedarmayanti (2013)
merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Definisi lain mengenai
kinerja juga diungkapkan oleh Colquitt, LePine, dan Wesson (2011) yang
menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah serangkaian perilaku karyawan yang
memberi kontribusi, baik secara positif maupun negatif terhadap penyelesaian
tujuan organisasi.
Indikator kinerja karyawan menurut Miner (dalam Sudarmanto, 2009, p. 11)
dalam bukunya yang membahas sumber daya manusia dibagi menjadi empat.
Alasan digunakannya indikator versi ini karena salah satu indikatornya adalah
kerjasama dengan rekan kerja, sehingga memiliki hubungan dengan salah satu
varibel penelitian ini yaitu OCB. Kemampuan untuk bekerjasama merupakan

8
Universitas Kristen Petra
salah satu ukuran yang penting dalam menilai kinerja karyawan di dalam
lingkungan kerja industri hotel berbintang dua.

2.3.2 Indikator Kinerja Karyawan


Menurut Miner (dalam Sudarmanto, 2009, p. 11), ada beberapa indikator ki-
nerja karyawan, yaitu:
1. Kualitas Kerja
Indikator ini diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
karyawan. Hal ini dilihat dari kemampuan seorang karyawan dalam mengerjakan
pekerjaannya dengan baik dan teliti.
2. Kuantitas Kerja
Indikator ini diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang
ditugaskan beserta hasilnya. Ukuran kuantitas melibatkan perhitungan output dari
proses atau pelaksanaan kegiatan, hal ini berkaitan dengan jumlah output yang di-
hasilkan. Dapat dilihat dari kemampuan karyawan dalam menyelesaikan beberapa
tugas yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3. Pemanfaatan Waktu
Waktu kerja merupakan dasar bagi seorang karyawan dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan atau layanan yang menjadi tanggung jawabnya. Indikator ini diu-
kur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal
waktu sampai menjadi output sesuai pada waktu yang telah ditetapkan serta
memaksimalkan waktu yang tersedia.
4. Kerjasama dengan Rekan Kerja
Indikator ini diukur dari kemampuan karyawan dalam bekerjasama dengan
rekan kerja dan lingkungannya. Kemampuan bekerjasama bisa menciptakan ke-
kompakan sehingga bisa meningkatkan rasa kerja tim antar karyawan.

2.4 Hubungan antar Konsep


2.4.1 Pengaruh Job Burnout terhadap Kinerja Karyawan
Job burnout merupakan stress kerja yang berkepanjangan dimana dapat
berdampak pada pekerjaan karyawannya. Hal tersebut membuat adanya hubungan

9
Universitas Kristen Petra
negatif antara job burnout dengan kinerja karyawan. Dapat dilihat dari penelitian
yang dibuat oleh Sani (2011) menunjukkan bahwa job burnout dan emotional
intelligence secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja pegawai. Dengan R2 disesuaikan sebesar 0,468 artinya variasi perubahan
nilai variable kinerja pegawai yang dapat dijelaskan oleh seluruh variable bebas
(job burnout dan emotional intelligence) sebesar 46,8 persen. Artinya semakin
tinggi job burnout, maka semakin rendah kinerja dari karyawan tersebut.
2.4.2 Pengaruh Job Burnout terhadap Organizational Citizenship Behavior
Depersonalisasi dimana merupakan salah satu dimensi dari job burnout
yang dapat mengakibatkan terjadinya kurangnya kerja sama antar karyawan.
Apabila hal ini terjadi akan menyulitkan perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan dengan efektif dan efisien. Hal ini terlihat dari penelitian yang
dilakukan oleh Aslam, Ahmad, dan Anwar (2012), dimana dikatakan bahwa
depersonalisasi berpengaruh langsung terhadap dimensi-dimensi dari OCB. Selain
itu, terdapat pula Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2015) dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh job burnout terhadap OCB di Rumah Sakit Premier
Surabaya. Adapun hasil penelitian ini mengatakan bahwa job burnout
memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap OCB. Hal ini didapat dari
101 sampel yang digunakan sebagai penelitian.
2.4.3 Pengaruh Organizational Citizenship Behavior terhadap Kinerja
Karyawan
OCB dinilai penting karena secara langsung dapat mempengaruhi kinerja
karyawannya. Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Utami (2017) pada Rumah
Sakit Baptis Batu mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja karyawan
mengatakan bahwa adanya pengaruh signifikan pada uji F antara variabel OCB
terhadap kinerja karyawannya.

2.5 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan hubungan antar variabel di atas, maka ditetapkan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H1: Diduga job burnout memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan.

10
Universitas Kristen Petra
H2: Diduga job burnout memiliki pengaruh terhadap organizational
citizenship behavior karyawan.
H3: Diduga organizational citizenship behavior memiliki pengaruh terhadap
kinerja karyawan.
H4: Diduga organizational citizenship behavior berperan sebagai variabel
intervening pada hubungan job burnout terhadap kinerja karyawan

2.6 Kerangka Penelitian

Organizational Citizenship
Behavior (Z)
1. Altruism
2. Courtesy
H2 3. Sportsmanship H3

4. Civic Virtue
5. Conscientiousness

Job burnout (X)


Kinerja Karyawan (Y)
1. Emotional
1. Kuantitas
Exhaustion H1
2. Kualitas
2. Depersonalization
3. Pemanfaatan waktu
3. Reduce in Personal
4. Kerjasama
Accomplishment

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian


Sumber: Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001), Organ (2006, p. 123), Sudarmanto
(2009, p. 11)

11
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai