Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Definisi Antropometri

Istilah antropometri berasal dari dua kata yaitu “anthro” yang artinya

manusia dan “metri” yang artinya ukuran. Secara definitif antropometri

dinyatakan sebagai studi yang berkaiatan dengan pengukuran dimensi

tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995). Menurut Sanders dan McCormick

(1987) serta Pheasant (1988) dan Pulat (1992), antropometri adalah

pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya relevan

dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang (Tarwaka et al, 2004).

Antropometri secara luas digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan

ergonomis dalam interaksi manusia. Data antropometri akan menentukan

bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang

dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan produk tersebut.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Data Antropometri

Secara umum, manusia memiliki bentuk dan dimensi ukuran tubuh

yang berbeda-beda. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi ukuran

tubuh manusia, adalah (Wignjosoebroto, 1995) :

5
6

a. Umur

Manusia akan tumbuh bertambah besar seiringan seiring dengan

bertambahnya umur yaitu sejak awal lahir sampai berumur 20 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di USA diperoleh kesimpulan

bahwa laki-laki tumbuh dan bertambah tinggi sampai umur 21,2 tahun

dan wanita sampai dengan umur 17,3 tahun, meskipun terdapat sekitar

10% yang masih bertambah tinggi hingga umur 23,5 tahun bagi laki-

laki dan 21,1 tahun bagi wanita (Roche dan Davila, 1972 dalam

Wignjosoebroto, 1995). Setelah mencapai umur tersebut tidak terjadi

lagi pertumbuhan, namun sekitar umur 40 tahunan manusia akan

mengalami penurunan ataupun penyusutan.

b. Jenis kelamin

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya lebih besar

dibandingkan wanita, kecuali beberapa bagian tubuh tertentu seperti

pinggul, dan sebagainya.

c. Suku/bangsa

Setiap suku, bangsa atau kelompok etnik memiliki karakteristik

fisik yang berbeda satu dengan lainnya. Salah satu pengaruhnya yaitu

gaya hidup yang berbeda, jenis makanan dan sebagainya.

d. Posisi tubuh
7

Sikap atau posisi tubuh berpengaruh terhadap dimensi ukuran

tubuh, sehingga posisi standar harus diterapkan untuk survei

pengukuran. Posisi tubuh dikenal dua cara pengukurannya yaitu :

1) Pengukuran dimensi struktur tubuh.

2) Pengukuran dimensi fungsional tubuh.

e. Cacat tubuh

Data antropometri khusus diperlukan untuk merancang produk

bagi orang-orang cacat seperti kursi roda, kaki atau tangan palsu, dan

lain-lain.

f. Tebal atau tipisnya pakaian yang dikenakan

Iklim yang berbeda akan mempengaruhi variasi yang berbeda-

beda dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Sehingga

dimensi manusia akan berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat

lainnya.

g. Kehamilan

Kondisi kehamilan akan mempengaruhi dimensi ukuran dan

bentuk tubuh wanita. Hal tersebut memerlukan perhatian yang khusus

terhadap perancangan produk yang dirancang

3. Metode Pengukuran Dimensi Tubuh

Metode pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi dua

jenis yaitu pengukuran yang sifatnya statis dimana subjek diukur dalam.
8

kondisi diam atau disebut juga sebagai pengukuran dimensi struktural.

Pengukuran lainnya adalah pengukuran dimensi tubuh yang sifatnya

dinamis atau disebut sebagai dimensi fungsional.

a. Pengukuran dimensi statis

Pengukuran dimensi tubuh statis lebih mudah dilakukan

dibandingkan dengan pengukuran dimensi dinamis. Pengukuran

dimensi tubuh statis mencakup pengukuran seluruh bagian tubuh dalam

posisi standar dan diam baik dalam posisi berdiri maupun posisi duduk.

Penggunaan data dimensi tubuh statis antara lain dalam proses

perancangan peralatan, perancangan alat-alat dan perlengkapan kerja

industri, perancangan tempat duduk, perancangan peralatan rumah

tangga dan lain sebagainya.

Berbagai dimensi tubuh manusia yang sering digunakan dalam

berbagai proses perancangan antara lain :

1) Tinggi badan (Tb)

Dimensi ini diukur dari lantai sampai kepala bagian atas secara

vertikal dalam posisi berdiri dengan kepala tegak. Dimensi ini

digunakan untuk perancangan peralatan atau fasilitas yang berbasis

vertikal dengan posisi berdiri.

2) Tinggi mata berdiri (Tmb)

vertikal dalam posisi berdiri dengan kepala tegak. Dimensi ini


9

digunakan untuk merancang peralatan yang membutuhkan

pandangan lurus ke depan dalam posisi berdiri.

3) Tinggi bahu berdiri (Tbb)

Dimensi ini diukur dari lantai sampai dengan bahu subjek

secara vertikal dalam posisi berdiri. Titik pengukuran bahu pada

acromion yaitu tulang bahu bagian atas, dimana tulang acromion

dapat perpindah tempat mengikuti gerakan rotasi ke atas dan ke

bawah.

4) Tinggi siku berdiri (Tsb)

Dimensi ini diukur dari lantai sampai bagian bawah siku secara

vertikal dalam posisi berdiri. Dimensi ini digunakan untuk

merancang ketinggian maksimum permukaan meja kerja untuk posisi

berdiri.

5) Tinggi pinggul (Tp)

Dimensi ini diukur dari lantai sampai pinggul secara vertikal

dalam posisi berdiri. Titik pengukuran tulang pinggul terletak pada

tulang greater trochanter. Pengukuran tinggi pinggul digunakan

sebagai dasar untuk menentukan panjang tungkai.

b. Pengukuran dimensi dinamis

Dimensi dinamis atau fungsional merupakan dimensi tubuh yang

diukur dalam kondisi kerja atau adanya pergerakan yang dibutuhkan

dalam suatu kerja. Pengukuran antropometri dimensi dinamis atau


10

fungsional cukup sulit karena harus mempertimbangkan gerakan tubuh.

Dilakukannya pengukuran dimensi tubuh secara dinamis dengan

pertimbangan bahwa manusia pada dasarnya terus menerus dalam

keadaan bergerak. Secara nyata tubuh manusia sebenarnya tidak pernah

dalam kondisi diam atau statis. Meskipun seseorang melakukan kerja

dalam kondisi diam, namun tubuh manusia pada saat tertentu akan

meregang, di saat yang lain akan melakukan relaksasi.

Pengukuran dimensi dinamis atau fungsional yang sering

dilakukan antara lain :

1) Panjang badan tengkurap (Pbt)

Pengukuran panjang badan tengkurap dilakukan dengan cara

badan tengkurap dengan posisi tangan terlentang kedepan dengan

posisi kaki lurus. Panjang badan tengkurap diukur dari tangan ( ujung

jari tengah atau kepalan tangan, sesuai kebutuhan) sampai dengan

ujung jari kaki secara horizontal.

2) Tinggi badan tengkurap (Tbt)

Pengukuran tinggi badan tengkurap dilakukan dengan cara

yang sama seperti Ptt, namun posisi kepala terangkat keatas

maksimal. Tinggi badan tengkurap diukur dari lantai sampai dengan

bagian atas kepala secara vertikal.

3) Tinggi badan jongkok (Tbj)


11

Pengukuran tinggi badan jongkok dilakukan pada posisi

jongkok dengan badan tegak. Kaki kanan atau kiri menumpu pada

lantai sedangkan kaki lainya bertumpu pada jari kaki. Tbj diukur dari

lantai sampai kepala bagian atas secara vertikal.

4) Panjang badan merangkak (Pbm)

Pengukuran panjang badan merangkak dilakukan dengan

posisi badan merangkak yang ditopang oleh kedua tungkai bawah

dan kedua tangan. Pbm diukur dari kepala bagian depan sampai

ujung jari kaki.

5) Tinggi badan merangkak (Tbm)

Tinggi badan merangkak dilakukan dengan cara yang sama

seperti Pbm. Tbm diukur dari lantai sampai kepala bagian atas pada

posisi merangkak.

4. Distribusi Normal

Distribusi normal disebut Gauss atau disebut juga sebagai kurva

lonceng, karena bentuk grafik dilihat dari fungsi kepekatan probabilitas

seperti bentuk lonceng. Dalam banyak pengujian hipotesis sering kali

mengasumsikan data berdistribusi normal. Begitu juga dalam analisis

statistik penggunaan data antropometri mengasumsikan bahwa bahwa data

berdistribusi normal.
12

Dua parameter kunci distribusi normal adalah nilai rerata dan

simpang baku. Dimana nilai rerata dihitung dari jumlah ukuran dimensi

tubuh dibagi dengan jumlah responden.

Rumus nilai rerata adalah :


x=

Di mana:

Xi = Dimensi tubuh yang diukur

N = Jumlah responden

Sedangkan simpang baku adalah akar kuadrat variansi yang

merupakan bilangan tak-negatif. Simpang baku merupakan variasi sebaran

data. Jika nilai simpang baku kecil maka dinyatakan bahwa variasi data

mendekati sama. Begitu juga sebaliknya jika simpang baku besar maka

data semakin bervariasi. Data yang sama atau tidak bervariasi mempunyai

simpang baku sama dengan nol (0).

Simpang baku diformulasikan sebagai berikut :

∑( )
SB =

Di mana:

SB = Simpang baku (Standar deviasi)


13

Xi = Dimensi tubuh yang diukur

N = Jumlah responden

5. Nilai Persentil

Persentil adalah nilai yang didapat dari pembagian sejumlah

pengamatan menjadi seratus (100) bagian yang sama. Nilai persentil

dilambangkan sebagai P1, P2, P3, P4……P99, yang berarti bahwa 1% dari

seluruh data terletak di bawah P1, 2% terletak di bawah P2, ....dan

seterusnya. Nilai persentil dapat dihitung dengan statistik dimana rumus

untuk menghitung persentil adalah:

PX = x ± ZX (SB)

Dengan:

PX = Nilai persentil ke-x

x = Nilai rerata

ZX = Nilai standar normal

SB = Simpang baku

± = Tanda (+) jika menggunakan persentil besar, tanda (-) jika

menggunakan persentil kecill


14

B. Kerangka Berfikir

PERMASALAHAN
1. Belum diketahui Hasil Distribusi Normal pengukuran pria sebanyak 40 orang
dari data 27 pengukuran dengan tingkat ketelitian 2% dan keyakinan 98%
2. Belum diketahui Hasil Distribusi Normal pengukuran wanita sebanyak 40 orang
dari data 27 pengukuran dengan tingkat ketelitian 2% dan keyakinan 98%
3. Belum diketahui nilai persentil 5, 50, 95 pada tiap pengukuran

DATA
Data yang diproleh dari hasil
penelitian ini adalah data
antropometri 40 orang pria dan 40
orang wanita mahasiswa unindra
dengan menganalisa bagian
bagian tubuh.

PENGOLAHAN DATA
Pada modul ini, kami mengolah data antropometri pria dan wanita
dengan menggunakan distribusi normal dan aplikasi MS. Excel.

ANALISIS
Pada modul ini, kami menganalisis hasil perhitungan dari data
antropometri 40 pria dan 40 wanita dan menyimpulkan hasil
distribusi normal dari masing masing antropometri pria dan wanita,
Untuk mengetahui nilai persentil 5, 50 dan 95 pada pengukuranan
antropomotri pria dan wanita pada tiap tiap anggota tubuh.

HASIL YANG DIHARAPKAN


Diharapkan setelah proses pembuatan modul ini, dapat mengetahui
hasil Distribusi Normal pengukuran pria sebanyak 40 orang dari
data 27 pengukuran dengan tingkat ketelitian 2% dan keyakinan
98%, dapat mengetahui hasil dari pengukuran wanita Distribusi
Normal sebanyak 40 orang dari data 27 pengukuran dengan tingkat
ketelitian 2% dan keyakinan 98%, dan dapat mengetahui hasil dari
nilai persentil 5, 50, 95 pada tiap pengukuran.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Sumber : Penelitian
15

C. Penelitian yang Relevsan

1. Akhmad Sokhibi 2017, Perancangan Kursi Ergonomis Untuk Memperbaiki

Posisi Kerja Pada Proses Packaging Jenang Kudus, Vol 3 no 1. ISNN 2477-

2089. Jenang merupakan salah satu makanan khas dari Kota Kudus Provinsi

Jawa Tengah. Proses dari pembuatan jenang melalui beberapa tahapan yaitu

proses penyisipan bahan, pencampuran bahan, bahan saat dimasak dengan

campuran, proses pencetakan di loyang dan pengemasan proses. Dalam

proses pengemasan jenang ini dikerjakan oleh pekerja yang duduk di kursi

kayu dengan tidak ada bantalan busa dan tidak ada penyangga punggung.

Posisi duduk, dilihat dari aspek ergonomis duduk posisinya kurang nyaman.

Oleh karena itu, perlu dirancang tempat duduk agar jenang ergonomis

operator pengemasan. Metode yang digunakan dalam perancangan kursi ini

adalah dengan analisis deskriptif, dengan pendekatan dimensi kursi

terhadap antropometri tubuh pekerja. Data yang diperlukan meliputi

antropometri data dimensi tubuh kemasan pekerja dan data yang diperoleh

dari penelitian yang ada. Kemudian data diproses untuk diterapkan pada

desain. Desain ini merupakan prototipe yang akan diukur dan diterapkan

pada tudung pengemasan pekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah

menerapkan ergonomi kursi untuk pekerja pengemasan jenang, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan posisi kerja pengemasan jenang pekerja

dan mengurangi ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan kelelahan.


16

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapan desain kursi

ergonomis pada pekerja pengemasan jenang, terdapat peningkatan posisi

kerja pada pekerja pengemasan jenang dan menurunkan tingkat

ketidaknyamanan yang terjadi ke leher, punggung, bulat, pantat dan siku

pekerja pengemasan jenang.

2. Jennie Hasimjaya, Mariana Wibowo, Dodi Wondo 2017, Kajian

Antropometri & Ergonomi Desain Mebel Pendidikan Anak Usia Dini 3-4

Tahun di Siwalankerto, Vol 5 no 2. ISNN 449-459. Mebel anak usia dini di

Siwalankerto tidak sesuai dengan antropometri anak didik mereka serta

mebel tersebut tidak ergonomis apabila digunakan terutama untuk anak usia

3-4 tahun yang aktivitas belajarnya lebih banyak dan lebih sering

berinteraksi dengan mebel. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan yaitu

dikaji berdasarkan antropometri dan ergonomi pada mebel anak 3-4 tahun

di paud Siwalankerto. Pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

antropometri anak usia dini 3-4 tahun dan digunakan untuk menentukan

ukuran mebel yang ergonomis dengan pengguna sehingga dapat

mengurangi rasa tidak nyaman dan menghindari munculnya kelainan

dikarenakan kesalahan serta ketidak sesuaian dalam menggunakan mebel.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif format eksplanasi survey.

Hasil dari penelitian ini adalah ukuran tubuh dari anak-anak paud
17

Siwalankerto usia 3-4 tahun dan ukuran mebel yang sesuai dengan mereka

berdasarkan dari antropometri tersebut.

Anda mungkin juga menyukai