Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PERMASALAHAN MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Dosen Pengampu : Dr. Mohammad Zaini, M.M.

Oleh Kelompok 12 MPI C3 :

1. Devita Fitriani (202101030067)


2. Dindya Vikri Roemaissha (202101030100)
3. Heramuja (T20183098)
4. Salsabila Adira Pricilia (202101030076)
5. Mohammad Rendi Hidayatullah (202101030060)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ (UIN KHAS) JEMBER

MEI 2022
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
nikmat sehat serta imannya sehingga kami dapat menuntaskan tugas makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya pastinya kita tidak mampu menuntaskan
tugas mata kuliah Manajemen Pembiayaan Pendidikan Islam dengan judul
“Permasalahan Manajemen Pembiayaan Pendidikan”.

Kami berharap dengan adanya makalah ini para pembaca dapat memahami
seperti apa saja yang menjadi permasalahan dalam pembiayaan pendidikan, apa
penyebabnya dan bagaimana solusinya.

Tak lupa, kami haturkan terima kasih kepada bapak Dosen Pengampu : Dr.
Mohammad Zaini, M.M selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen
Pembiayaan Pendidikan Islam, yang telah memberikan kepercayaannya bahwa kami
bisa menuntaskan makalah ini tepat waktu.

Akhir kata, kami meminta beribu-ribu maaf jika ada kesalahan kata ataupun
penulisan. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami mengharapkan koreksi untuk bahan evaluasi selanjutnya.

Jember, 22 Mei 2022

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................................... i

Daftar Isi........................................................................................................................ ii

BAB I Pendahuluan ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2

BAB II Pembahasan ..................................................................................................... 3

A. Bentuk masalah pembiayaan pendidikan ..................................................... 3


B. Penyebab masalah pembiayaan pendidikan ................................................ 7
C. Solusi mengatasi masalahpembiayaan pendidikan ..................................... 13

BAB III Penutup ......................................................................................................... 18

A. Kesimpulan ................................................................................................ 18
B. Saran ........................................................................................................... 19

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Population Review mempublikasi data mengenai tingkat pendidikan di


Indonesia pada tahun 2021 lalu. Yang mana Indonesia masih berada di peringkat ke-
54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia.
Setidaknya pada peringkat ini Indonesia mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya
tahun 2020 yakni berada di peringkat ke 55.

Berdasar pada acuan tersebut pula, Indonesia masih kalah unggul dengan
berada di posisi ke-4 jika dibandingkan dengan sesama negara yang berada di
kawasan Asia Tenggara seperti Singapura di peringkat 21, Malaysia di peringkat 38,
dan Thailand di peringkat 46.

Beberapa negara Asia Tenggara dengan sistem dan kualitas pendidikan yang
masih ada di bawah Indonesia di antaranya Filipina di peringkat 55, Vietnam di
peringkat 66, dan Myanmar di peringkat 77.

Sementara itu untuk jajaran 10 negara dengan urutan sistem dan kualitas pendidikan
tertinggi diisi oleh Amerika Serikat, Britania Raya, Jerman, Kanada, Prancis, Swiss,
Jepang, Australia, Swedia, dan Belanda.1

Pengembangan pendidikan yang berkualitas di sebuah sekolah sangat


dipengaruhi sumber dana yang tersedia.Semakin banyak sumber dana yang bisa
dikelola, sebuah sekolah akan mudah menyelenggarakan kegiatan seperti
ekstrakurikuler dan hal-hal lain yang mendukung pendidikan berkualitas. Namun,

1
“Hari Pendidikan Internasional, Bagaimana Tingkat Pendidikan di Indonesia Saat ini?,”
diakses 23 Mei 2022, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/01/24/hari-pendidikan-
internasional-bagaimana-tingkat-pendidikan-di-indonesia-saat-ini.

1
bagaimana jika kondisi keuangan bermasalah? Oleh karena itu, pada makalah ini
penulis akan membahas mengenai permasalahan pembiayaan pendidikan beserta
penyebab dan solusinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk masalah pembiayaan pendidikan ?
2. Bagaimana penyebab masalah pembiayaan pendidikan?
3. Bagaimana solusi mengatasi masalahpembiayaan pendidikan ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bentuk masalah pembiayaan pendidikan
2. Untuk mengetahui penyebab masalah pembiayaan pendidikan
3. Untuk mengetahui solusi mengatasi masalahpembiayaan pendidikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bentuk Permasalahan Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Iskandar menuturkan, lembaga pendidikan merupakan produsen jasa


pendidikan, seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang
sama, yaitu dalam hal biaya produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus
mengenai penerapan perhitungan biaya produksi. Produksi pendidikan diartikan
sebagai unit pelayanan khusus (units of specific services). Unit output harus
meliputi dimensi waktu, seperti tahun belajar atau jam belajar agar biaya-biaya
dalam mempersiapkan output dibandingkan input. Input meliputi barang-barang
yang dibeli dan orang-orang yang disewakan untuk menyediakan jasa. Di antara
masukan (input) yang penting dalam sistem bidang pendidikan ruang, peralatan,
buku, material, dan waktu para guru dan karyawan lain. Output menjadi hasil
tambahan yang diakibatkan oleh suatu kenaikan biaya pendidikan yang diterima
di sekolah, sepanjang masukan (input) menjadi bagian dari biaya kenaikan. Suatu
unsur biaya tambahan, yang ada dalam fungsi produksi yang terdahulu, menjadi
biaya kesempatan dari peserta didik.

Analisis mengenai biaya produksi pendidikan pada dasarnya


menggunakan model teori “input-proses-output” di mana sekolah dipandang
sebagai suatu sistem industri jasa. Menurut Blaug, Idochi dan Anwar, kita
menghadapi suatu kelemahan yang merembes pada fungsi produksi pendidikan,
bahwa hubungan antara input sekolah di satu pihak, dan output sekolah di lain
pihak secara konvensional diukur melalui skors-skors achievement.”

Dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-


faktor yang mempengaruhi pembiayaan pendidikan sekolah dipengaruhi oleh:

1) Kenaikan harga (rising prices).


3
2) Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher’s sallaries).
3) Perubahan dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak di sekolah negeri.
4) Meningkatnya standar pendidikan (educational standards).
5) Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah.
6) Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education).2

Adapun beberapa permasalahan pembiayaan pendidikan sebagai berikut :

1. Rendahnya alokasi anggaran pendidikan

Rendahnya alokasi anggaran pendidikan selalu mengemuka dalam


perdebatan publik. Banyak pihak menuntut agar alokasi anggaran pendidikan
dinaikkan guna mencapai tujuan (1) meningkatkan mutu dan (2) memperluas
akses (pemerataan). Pemerintah telah memberi komitmen untuk
meningkatkan anggaran pendidikan secara bertahap. Namun, kenaikan
anggaran tidak akan berarti bila tidak disertai upaya efisiensi. Isu efisiensi
menyangkut cara memanfaatkan dana yang ada untuk membiayai berbagai
program dan jenis kegiatan dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk
mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi
anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945
mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2. Mahalnya biaya pendidikan

Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai. Lebih khusus lagi


jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, siapa pun mengakui makin
2
Ferdi W. P., “Pembiayaan Pendidikan: Suatu Kajian Teoritis Financing Of Education: A
Theoritical Study” Vol. 19, no. 4 (Desember 2013): 565–78.

4
mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat ini. Memang
tidaklah salah jika, dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya.
Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih
belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti.

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk


menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi
membuat masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan lain keculi tidak
bersekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah atau gratis.
Memang harus diakui jika Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan.
Untuk bidang pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah
menggulirkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah
terbatas. Apalagi jika bicara dana BOS khusus buku yang masih minim untuk
membeli satu buku pelajaran berkualitas. Dengan masih terbatasnya dana BOS
itu mungkin ada yang berdalih jika Pemerintah sekadar membantu dan
meringankan beban masyarakat miskin. Jika benar demikian, maka Pemerintah
bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkret adalah angka drop out anak usia
sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu. Hasil survei menyebutkan
185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu jika program
BOS mulai dirintis sejak 2005.

3. Terjadinya korupsi anggaran pendidikan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai modus korupsi di dunia


pendidikan sejak tahun 1999 sampai tahun 2011 tidak mengalami perubahan,
penyimpangan anggaran, mark up dan penggelapan merupakan modus yang
mendominasi praktek korupsi di dunia pendidikan.

5
Dari ketiga modus tersebut, penyimpangan anggaran adalah modus
yang paling banyak merugikan Negara. Penyimpangan anggaran kerap
dilakukan oleh pemegang kewenangan pengelolaan anggaran pendidikan.
Penyimpangan anggaran adalah penggunaan dana untuk keperluan lain di luar
ketentuan tujuan penurunan dana tersebut, misalnya penggunaan Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk membayar utang.

Modus lain yaitu Mark Up, umumnya modus ini terjadi pada bidang
pengadaan barang dan jasa. Sedangkan modus Penggelapan biasa dipraktikan
pada bidang operasional penyelenggara dan pengelola pendidikan.

Di luar itu masih ada beberapa modus korupsi yang sering ditemukan,
diantaranya kegiatan fiktif dengan laporan yang dimanipulasi, modus
pemerasan dan modus pungutan liar.

Oleh karena itu, alangkah baiknya sebelum terjadi permasalahan dalam


pembiayaan pendidikan kita mengenal bagaimana tanda-tanda pembiayaan
sekolah sedang mengalami permasalah , sehingga proses pencegahan dapat
dilakukan sejak dini. Adapun tanda-tanda tersebut, sebagai berikut :

 Gaji guru menunggak, terutama bagi sekolah swasta


 Kegiatan ekstrakurikuler dan hal-hal lain yang membutuhkan keuangan
sekolah ditiadakan
 Pembangunan fasilitas sekolah mangkrak alias tertunda, bisa juga tak
kunjung selesai
 Laporan keuangan tidak transparan
 Laporan keuangan selalu minus
 Inventaris peralatan di sekolah tidak bertambah padahal jumlah pemasukan
keuangan diperkirakan cukup besar.

6
 Muncul gosip-gosip tak mengenakkan seputar pengelolaan keuangan di
sekolah
 Sekolah mungkin saja berhutang dengan pihak tertentu dan menghadapi
risiko penagihan
 Sekolah tidak berkembang sehingga menyebabkan akreditasi stagnan dan
tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik.
 Bagi pihak luar yang ingin menawarkan kerjasama kegiatan biasanya
cukup sulit dilakukan. Keuangan yang bermasalah menyebabkan pihak
sekolah tidak bisa membuat berbagai kegiatan untuk penyediaan
pendidikan yang berkualitas.3

B. Penyebab Masalah Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Ujung tombak permasalahan pada pembiayaan pendidikan, utamanya


yang terjadi di negara kita ini ialah mahalnya biaya pendidikan. Kesan ini muncul
diakibatkan semakin meningkatnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
orang tua. Hal-hal tersebut disebabkan karena ;

1. Ketimpangan pendanaan pendidikan di daerah

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa proses desentralisasi di bidang


pendidikan diikuti dengan penyerahan pendanaannya yang disalurkan melalui
Dana Alokasi Umum (DAU) yang besarnya lebih didasarkan atas
perimbangan pendapatan dari pertambangan dan kehutanan, jumlah penduduk
dan luas daerah. Berdasarkan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah,
hanya sekitar 30 persen dari sekitar 318 kabupaten/kota yang dapat menikmati
proporsi DAU per-kapita yang cukup lumayan, sehingga APBDnya dapat
membiayai pendidikan di daerahnya dengan baik. Tetapi sisanya, memperoleh

3
S Suryana, “Permasalahan Mutu Pendidikan Dalam Perspepektif Pembangunan Pendidikan,” t.t., 12.

7
pendapatan dari DAU yang terbatas sementara PADnya kecil sehingga dana
pendidikan yang dapat disediakan melalui APBD sangat terbatas, bahkan
sebagian hanya sekedar dapat untuk membiayai gaji guru. Misalnya
penerimaan daerah perkapita yang diterima oleh propinsi Kalimantan Timur
dan kabupaten/ kota dilingkungannya mencapai Rp. 2,6 juta per tahun,
sementara propinsi Banten hanya Rp. 229 ribu atau sekitar sepersebelasnya.

Untuk menutup kekurangan inilah kemudian sekolah, terutama di


kabupaten/kota yang miskin, harus meningkatkan pendanaan dari partisipasi
orang tua dan masyarakat. Secara nasional, biaya operasional pendidikan
sekolah negeri yang dapat diberikan oleh pemerintah hanya sekitar 7% dari
seluruh biaya rutin pendidikan, pada tingkat kabupaten/kota yang DAUnya
kecil prosentase itu bisa jauh lebih kecil. Itulah sebabnya, walaupun
sebenarnya SPP untuk Sekolah Dasar dan SLTP seharusnya dibebaskan dari
orang tua karena berkaitan dengan kebijakan wajib belajar seperti tertuang di
Undang-undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sekolah
tetap memerlukan dukungan biaya dari orang tua yang kemudian dituangkan
dalam berbagai bentuk seperti sumbangan BP3 dll. Untuk sekolah swasta
yang umumnya tidak dapat menikmati subsidi dari pemerintah bahkan harus
menggantungkan biaya operasionalnya dari orang tua peserta didik. Orang tua
siswa MTs dan MA, baik negeri maupun swasta, di propinsi Banten ternyata
harus membayar lebih besar dari orang tua di propinsi Kalimantan Timur
untuk sekolah yang sejenis. Membayarnya lebih dari orang tua di propinsi
Banten akan terasa sangat mahal dibandingkan kemampuan mereka untuk
membayar karena rendahnya pendapatan perkapita. Persoalan demikianlah
yang menimbulkan semakin besarnya ketidakadilan dalam pendidikan. Kalau
kita mau belajar sebenarnya hal yang demikian telah dialami oleh Chili dan
Burkina Faso.

8
2. Kalah kompetisi dengan sektor lain

Dana Alokasi Umum diberikan dalam bentuk paket hibah yang


alokasinya untuk masing-masing sektor di tetapkan di daerah, sehingga berapa
persen daerah akan mengalokasikan APBDnya untuk pendidikan menjadi
kewenangan Daerah. Sebagian daerah mempunyai visi dan misi yang sangat
berpihak kepada sektor pendidikan tetapi sebagian besar kurang. Yang
pertama pada umumnya di Daerah yang kaya sehingga tidak hanya
mencukupi biayai operasionalisasi pendidikan tetapi bahkan ada yang mampu
membebaskan biaya pendidikan dari orang tua, memberikab beasiswa, dan
memberikan tambahan tunjangan bulanan kepada para guru termasuk
mengangkat guru baru sendiri untuk menutup kekurangan guru. Sebaliknya di
sebagian daerah pendidikan tidak dianggap penting karena hasilnya tidak
segera tampak di bandingka dengan investasi di bidng fisik, sementara
pimpinan daerah yang masa jabatannya terbatas ingin segera menunjukkan
kinerjanya yang diwujudkan dalam bentuk pembangunan fisik. Pada skenario
yang kedua inilah beban orang tua untuk membiayai pendidikan mejadi lebih
terasa mahal karena kurang pedulinya daerah di bidang pendidikan.

3. Besarnya beban biaya manajemen

Secara teoritik, desentralisasi pendidikan seharusnya akan


menghasilkan efisiensi pembiayaan pendidikan yang lebih baik karena biaya
pendidikan dari pemerintah langsung diberikan ke kabupaten/kota sehingga
mengurangi kemungkinan kebocoran, berkurangnya biaya manajemen di
tingkat pusat, dan meningkatnya efisiensi pengelolaan di daerah karena dapat
mengatur sendiri, serta memberikan kewenangan kepada sekolah untuk
9
mengelola biaya operasional pendidikan sendiri. Tetapi dalam kenyataannya
di Indonesia hal tersebut tidak terjadi terutama dalam masa transisi dari sistem
sentralisasi ke desentralisasi. Pertama, mungkin betul bahwa dengan
desentralisasi akan berkurang jalur saluran pendanaan pendidikan sehingga
mengurangi kemungkinan kebocoran, tetapi itu harus dibayar dengan
tingginya biaya manajemen yang harus ditanggung. Karena pendekatan
organisasi di daerah masih menggunakan pendekatan birokrasi yang kurang
cocok untuk iklim desentralisasi, maka desentralisasi telah menimbulkan
mengguritanya 318 sistem birokrasi dengan sentralisasi baru di daerah yang
membawa dampak kepada besarnya biaya manajemen termasuk manajemen
pendidikan. Seharusnya, dalam iklim desentralisasi pendekatan organisasi
fungsional lebih ditekankan terutama di bidang pendidikan, sehingga layanan
profesional pendidikan dapat terjamin, bukannya layanan birokratik.
Bayangkan saja dengan desentralisasi telah timbul jabatan eselon II dan III
yang luar biasa jumlahnya, yang semula hanya didominasi di Pusat, yang
harus didukung dengan tunjangan jabatan dan fasilitas lainnya di setiap
kabupaten/kota. Apalagi dengan dinaikkannya tunjangan jabatan yang cukup
besar, maka biaya manajemen dapat secara signifikan menggerogoti
kemampuan daerah untuk membiayai layanan publik termasuk di bidang
pendidikan. Perampingan organisasi pemerintah pusat yang seharusnya
dilakukan karena tugas dan fungsinya berkurang, ternyata tidak mudah karena:
(a) peraturan tentang PNS kita sangat melindungi pegawai negeri sehingga
tidak mudah untuk diberhentikan, (b) kehilangan jabatan masih dipersepsikan
sebagai hukuman, (c) tidak mudahnya menyalurkan pegawainegeri dalam
kondisi ekonomi yang stagnan, dan (d) semakin terbukanya daya tawar
pegawai negeri dalam memperjuangkan nasibnya. Dengan kondisi seperti itu,
maka masih banyak lembaga pemerintah di Pusat yang harus menanggung
inefisiensi manajemen karena kelebihan personel dari yang sesungguhnya

10
diperlukan. Misalnya, sejal dua tahun lalu ada suatu departemen yang akan
merasionalisasikan pegawainya dengan mengurangi pejabat eselon II, III, dan
IV sebanyak 500 orang lebih dan merealokasikan lebih dari 1.500 orang
pegawainya ternyata sudah tiga tahun belum tuntas pula. Kondisi yang
demikian juga akan mengurangi beban biaya operasional pendidikan secara
nasional.

4. Meningkatnya aspirasi orang tua

Dengan diterapkannya sistem manajemen berbasis sekolah yang


dilengkapi dengan perangkat Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dalam
organisasi pendidikan berlandaskan azas demokratisasi, transparansi, dan
partisipasi, maka orang tua dan masyarakat akan lebih mudah memperoleh
akses informasi tersebut orang tua akan merasa memiliki sekolah dan lebih
meningkatkan partisipasinya. Selain itu, dengan semakin maraknya gejala
putus hubungan kerja (PHK), meningkatnya pengangguran, dan semakin
ketatnya persaingan dalam memperoleh pekerjaan, maka berbekal pendidikan
yang bermutu dianggap sebagai salah satu kunci untuk terjun dalam sistem
persaingan yang semakin ketat tersebut. Apalagi dengan sering disebutkannya
bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia sangat rendah baik oleh
pejabat maupun media massa, maka aspirasi orang tua akan mutu pendidikan
akan meningkat untuk memberikan bekal kepada anaknya tidak hanya dalam
rangka persaingan lokal, tetapi juga nasional dan global. Aspirasi mutu ini
mungkin tidak sama di antara orang tua, tetapi karena yang biasanya
mempunyai akses untuk mewakili di Dewan Pendidikan maupun Komite
Sekolah adalah dari kalangan menengah ke atas, maka aspirasi mutu tersebut
menjadi tinggi, yang membawa dampak kepada meningkatnya biaya
pendidikan yang harus ditanggung oleh orang tua. Berkembangnya kegiatan
ekstra kurikuler, tambahan kursus, tambahan pembelian buku penunjang,

11
karya wisata, dll, merupakan upaya untuk menampung aspirasi akan
peningkatan mutu pendidikan oleh orang tua tersebut. Bagi orang tua yang
tingkat daya belinya rendah, maka kenaikan biaya ini akan dirasakan sangat
mahal dan sangat membebani. Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh seorang
siswa yang tidak dapat membayar iuran ekstra kurikuler merupakan dilema
dari gejala ini. Yang harus diwaspadai adalah apakah benar dengan tambahan
beban itu hasil pendidikan akan meningkat kualitasnya. Hasil penelitian
Prawda(1993), misalnya menunjukkan bahwa di New Zealand peningkatan
biaya pendidikan akibat desentralisasi telah berhasil meningkatkan mutu hasil
belajar, tetapi di Chili justru sebaliknya.

5. Rendahnya gaji dan meningkatnya tingkat konsumsi guru

Dengan desentralisasi pendidikan yang diikuti dengan sistem


manajemen berbasis sekolah, maka keputusan pengelolaan termasuk
pengelolaan pembiayaan telah banyak diserahkan ke sekolah. Oleh sebab itu,
Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS) dibuat sendiri oleh sekolah
dengan persetujuan Komite Sekolah. Karena rendahnya gaji guru dan
meningkatnya tingkat konsumsi, sementara itu guru dituntut untuk lebih
memfokuskan diri meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, maka sekolah
berusaha untuk mengusahakan tambahan pendapatan dengan berbagai bentuk
kegiatan sekolah yang meningkatkan mutu pendidikan tetapi juga sekaligus
memungkinkan guru memperoleh tambahan penghasilan. Sekali lagi karena
subsidi yang diperoleh dari pemerintah untuk membiayai kegiatan tambahan
tersebut maka akhirnya diperoleh dari orang tua dan masyarakat. Kalau
dicermati maka pada RAPBS, komponen biaya operasional pendidikan yang
diperoleh dari orang tua siswa, akhirnya prosentase terbesar kembali untuk
meningkatkan kesejahteraan guru baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ini dapat dimengerti selama memang kegiatan itu tidak diciptakan

12
untuk menggantikan kelemahan kegiatan kurikulum yang memang sudah
menjadi tanggungjawannya.

6. Penggunaan kesempatan dalam kesempitan

Kemungkinan lain sebagai dampak dari desentralisasi yang disertai


dengan otonomi ditingkat sekolah untuk mengelola anggaran pendidikan
adalah penggunaan kesempatan dalam kesempitan. Maksudnya sebagian
sekolah yang termasuk kategori superior, misalnya karena favorit, sekolah
unggulan, sekolah berciri khas, mempunyai daya tawar terhadap orang tua dan
masyarakat uang tinggi. Tingginya daya tawar ini kemudian dipergunakan
untuk mengikat orang tua dan masyarakat dengan biaya pendidikan yang
tinggi pula, misalnya mulai pada tingkat pendaftaran, biaya SPP, biaya ekstra
kulikuler, sumbangan membangun masjid sekolah dan biaya-biaya lain yang
kalau dijumlah dalam setahun bisa menjadi sangat besar. Pengumpulan dana
seperti ini memang sangat memberatkan orang tua tetapi ada yang mempunyai
tujuan mulia, yaitu untuk membantu melakukan subsidi silang, ada yang
untuk meningkatkan investasi di bidang pendidikan, tetapi ada juga yang
hanya berorientasi untuk memperoleh keuntungan semata. Disinilah
pentingnya peran pengawasan Komite Sekolah dan badan auditor independen
yang harus jeli mengaudit akuntabilitas penggunaan dana dari orang tua dan
masyarakat agar digunakan dalam porsi yang benar.4

C. Solusi Masalah Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Beberapa solusi yang bisa penulis sampaikan pada makalah ini


diantaranya:

4
Muljani A Nurhadi, “Desentralisasi dan Mahalnya Biaya Pendidikan,” no. 02 (Oktober 2006): 9.

13
1) Community-Based Education

Australia memiliki pengalaman bagus untuk membuat biaya


pendidikan tidak mahal bagi masyarakat. Dengan mengembangkan konsep
CBE, Community-Based Education, maka pemerintah melibatkan tokoh
masyarakat, kaum bisnis, pengusaha, dan kaum berduit lainnya dalam urusan
pendidikan. Mereka diminta membantu pemikiran, gagasan, dan dana untuk
mengembangkan pendidikan baik melalui komite sekolah (school committee),
dewan pendidikan (board of education), atau secara langsung berhubungan
dengan pihak sekolah.5

2) Efisiensi Anggaran

Efisiensi Anggaran menyangkut cara memanfaatkan dana yang ada


untuk membiayai berbagai program dan jenis kegiatan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Memahami efisiensi anggaran harus diletakkan
dalam konteks organisasi penyelenggara pendidikan. Struktur organisasi
Departemen Pendidikan Nasional yang besar dengan jumlah personel amat
banyak jelas menuntut pembiayaan yang besar pula. Untuk itu, hal penting
yang patut diperhatikan adalah bagaimana beban biaya dalam mengoperasikan
organisasi raksasa ini jangan sampai menyedot anggaran yang besar.

Biaya operasional organisasi pendidikan harus ditekan seminimal


mungkin sehingga dana yang ada dapat disalurkan langsung ke pihak-pihak
penerima yang berhak, yaitu sekolah/universitas dan siswa/mahasiswa. Bila
anggaran pendidikan lebih banyak digunakan untuk mengongkosi organisasi,
ini merupakan salah satu bentuk inefisiensi. Karena itu, tuntutan kenaikan

5
Toto Suharto dan Muhammad Isnaini, “Community-Based Education Dalam Perspektif
Pendidikan Kritis,” diakses 23 Mei 2022,
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/dokumen/pendidikankritis.pdf.

14
anggaran pendidikan 20 persen harus diikuti upaya efisiensi, dengan
menetapkan target dan sasaran secara benar dan mengevaluasi pos-pos
anggaran yang menjadi sumber inefisiensi. sekolah harus mampu memenej
keuangan yang ada sehingga dapat menghindari penggunaan biaya yang tidak
perlu. Efektifitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi, program
kegiatan tidak hanya dihitung berdasarkan biaya tetapi juga waktu, dan amat
penting menseleksi penggunaan dana operasional, pemeliharaan, dan biaya
lain yang mengarah pada pemborosan.

3) Skala Prioritas

Sumber daya itu kurang, sedangkan kebutuhan manusia itu banyak,


kita harus mampu membuat skala prioritas dan menentukan program utama
agar sasaran yang telah ditetapkan bisa tercapai.

4) Disiplin Anggaran

Dalam penggunaan anggaran, disiplin anggaran menjadi amat penting


guna menghindari penyaluran dana yang tidak sesuai peruntukannya. Hanya
dengan disiplin anggaran yang dilakukan secara ketat, kesalahan alokasi
anggaran dapat dicegah.

5) Memperbesar dana APBN untuk pendidikan

Dana pendidikan sesuai undang-undang sebesar 20% dari total APBN,


dalam prakteknya memang masih kurang untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan. Memberbesar dana APBN ini bukan berarti harus meningkatkan
presentase dana pendidikan, melainkan juga harus meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat, sehingga penerimaan dana APBN menjadi lebih besar.

6) Pengawasan Anggaran

15
Konsep dasar pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur,
membandingkan, menilai alokasi biaya dan tingkat penggunaannya. Dengan
kata lain melalui pengawasan anggaran diharapkan dapat mengetahui sampai
di mana tingkat efektifitas dan efisiensi dari penggunaan sumber-sumber dana
yang tersedia. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara rencana dengan
realisasinya, maka perlu diambil tindakan perbaikan dan bila perlu diproses
melalui jalur hukum. Secara sederhana proses pengawasan terdiri dari tiga
kegiatan pokok, yaitu :

 Memantau (monitoring).

 Menilai.

 Melaporkan hasil-hasil temuan.

Pada dasarnya beberapa solusi di atas telah dilakukan, namun kurangnya


komitmen masyarakat dan pemerintah maka mengakibatkan solusi-solusi di atas
tidak berjalan sesuai dengan harapan.

Secara tersirat Allah SWT telah menyinggung masalah pembiayaan dalam


pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Mujadilah ayat 12-13 sebagai
berikut:

Artinya : “ Wahai orang yang beriman apabila kamu mengadakan pembicaraan


khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang
miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik
bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan
disedekahkan) maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Apakah

16
kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum
(melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya
dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Maha
teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Ayat (12) memberikan pelajaran kepada kita bahwa pendidikan itu tidak
gratis, akan tetapi membutuhkan dukungan finansial, bahkan dalam sebuah
riwayat berkaitan dengan ayat ini menjelaskan bahwa pendidikan itu jangan
terlalu murah (Seperti sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib). Allah
SWT dalam ayat ini memberikan persyaratan kepada kaum muslimin yang
hendak bertanya (belajar) kepada Rasulullah saw untuk mengeluarkan sedekah
kepada fakir miskin. Mengeluarkan sedekah dalam ayat ini bisa diasumsikan
sebagai biaya pendidikan yang harus dikeluarkan seseorang yang mencari
ilmu.Karena manfaatnya yang begitu luas dan meresap ke berbagai bidang, maka
pembiayaan pendidikan seyogyanya harus menjadi perhatian utama bagi
pemerintah dan masyarakat.6

6
Sudarmono Sudarmono, Lias Hasibuan, dan Kasful Anwar Us, “Pembiayaan Pendidikan” 2, no. 1
(Januari 2021): 226–80, https://doi.org/10.38035/jmpis.v2i1.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan penulis maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan


yagn sering terjadi dalam manajemen pembiayaan pendidikan ialah :

 Rendahnya Alokasi Anggaran Pendidikan

 Mahalnya Biaya Pendidikan

 Terjadinya Korupsi Anggaran Pendidikan

Adapun penyebab permasalahan tersebut, yaitu : ketimpangan pendanaan


pendidikan di daerah, kalah kompetisi dengan sektor lain, besarnya beban biaya
manajemen, meningkatnya aspirasi orang tua, rendahnya gaji dan meningkatnya
tingkat konsumsi guru, serta penggunaan kesempatan dalam kesempitan

Setiap permasalahan pasti ada penyelesainnya, disini penulis memberikan


beberapa solusi untuk menghadapi permasalahn yang sering terjadi dalam
manajemen pembiayaan pendidikan, sebagai berikut :

 Community-based education (pendidikan berbasis masyarakat)

 Efisiensi anggaran

 Skala prioritas

 Disiplin anggaran

 Memperbesar dana APBN untuk pendidikan

 Pengawasan anggaran

18
B. Saran

Salah satu komponen terpenting di dalam dunia pendidikan adalah


pembiyaan. Bagaimana tidak, komitmen pemerintah selalu menjadi harapan besar
bagi dunia pendidikan. Artinya pemerintah agar pemerintah selalu memperhatikan
entah dari segi pembiayaan melalui jalan mengeluarkan kebijakan-kebijakan
terkait pembiayaan pendidikan terutama di Indonesia.

Lain dari pada itu, pemerintah harus sadar semakin baik pembiayaan
pendidikan maka semakin baik pula mutu pendidikan nasional yang akan
dihasilkan. Menurut penulis pemerintah yang baik tentu tidak bisa mengabaikan
pendidikan para putra dan putri bangsa. Sebagai genaris emas bangsa tentunya
pemerintah tidak ingin melihat angka putus sekolah ataupun permasalahan
ekonomi didalam pendidikan terus menjadi alasan masyarakat Indonesia untuk
tidak mengenyam pendidikan yang tinggi.

Dengan ini diharapkan kita dapat mencari segala permasalahan pendidikan


di Indonesia terutama dari segi pembiayaan yang merupakan salah satu masalah
yang ada didalam masyarakat, serta kita selaku mahasiswa dapat mengetahui pula
solusi untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan pendidikan yang
baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang dapat terus
dikembangkan.

Penulis memahami betul makalah yang kami buat ini banyak sekali
kesalahan serta sangat jauh dari kesempurnaan. Pastinya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang bisa dipertanggung
jawabkan nantinya. Oleh sebab itu, penulis mengharapan koreksi dari para
pembaca agar nantinya makalah ini bisa menjadi leih baik dari sebelumnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

“Hari Pendidikan Internasional, Bagaimana Tingkat Pendidikan di Indonesia Saat


ini?” Diakses 23 Mei 2022.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/01/24/hari-pendidikan-
internasional-bagaimana-tingkat-pendidikan-di-indonesia-saat-ini.
Nurhadi, Muljani A. “Desentralisasi dan Mahalnya Biaya Pendidikan,” no. 02
(Oktober 2006): 9.
P., Ferdi W. “Pembiayaan Pendidikan: Suatu Kajian Teoritis Financing Of Education:
A Theoritical Study” Vol. 19, no. 4 (Desember 2013): 565–78.
Sudarmono, Sudarmono, Lias Hasibuan, dan Kasful Anwar Us. “Pembiayaan
Pendidikan” 2, no. 1 (Januari 2021): 226–80.
https://doi.org/10.38035/jmpis.v2i1.
Suharto, Toto, dan Muhammad Isnaini. “Community-Based Education Dalam
Perspektif Pendidikan Kritis.” Diakses 23 Mei 2022.
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/dokumen/pendidikankritis.pdf.
Suryana, S. “Permasalahan Mutu Pendidikan Dalam Perspepektif Pembangunan
Pendidikan,” t.t., 12.

Anda mungkin juga menyukai