Anda di halaman 1dari 7

1.

Berapakah nilai PDB Negara Hipotetik jika dihitung dengan tiga pendekatan yang berbeda
dan hal apa saja yang harus diperhatikan dalam menggunakan tiap pendekatan tersebut?

Pendekatan Dalam Menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) ada tiga :

1. Pendekatan produksi dalam Produk Domestik Bruto

Di bawah pendekatan produksi, PDB mewakili nilai semua barang dan jasa akhir dalam
perekonomian selama periode tertentu. PDB mengecualikan nilai akhir barang perantara.
Itu karena semua nilai tambah selama proses produksi terkandung dalam harga jual barang
jadi. Untuk menghitung PDB, kita dapat menambahkan nilai akhir dari semua barang dan
jasa. Atau, kita menjumlahkan nilai tambah pada setiap tahap proses produksi dan
distribusi. Nilai tambah sama dengan harga output dikurangi biaya input yang dikonsumsi
dalam proses produksi. Adapun PBD dari negara hipotetik berdasarkan tabel diatas
adalah :
Nama Nilai Input Nilai Output Nilai Tambah
Perusahaan Roti 0 50 50
Perusahaan Keju 0 35 35
Perusahaan Pizza 85 200 115

Y = NTB1 + NTB2 + NTB3 + …. + NTBn


Y = 50 + 35 + 115
= 200
Sehingga dapat disimpulkan bahwa PBD dari Negara Hipotetik berdasarkan
pendekatan produksi adalah sebesar Rp 200.
2. Pendekatan Pengeluaran

Di bawah pendekatan ini, PDB adalah jumlah uang yang dihabiskan untuk barang dan
jasa akhir. Pembeli berasal dari rumah tangga, bisnis, dan sektor pemerintah. Harap
dicatat, PDB mengukur total barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu ekonomi. Oleh
karena itu, untuk ekonomi terbuka, kita juga harus memasukkan ekspor dan impor. Ekspor
merupakan barang dan jasa domestik yang dikonsumsi oleh orang asing. Sementara itu,
impor merupakan barang dan jasa asing yang dibeli oleh konsumen dalam negeri. GDP
atau PDB memiliki empat komponen dalam perhitungan dengan pendekatan pengeluaran,
yaitu pengeluaran konsumsi (C), pengeluaran investasi (I), pengeluaran pemerintah (G),
dan ekspor bersih (NX). Karena PDB dapat diartikan sebagai total pengeluaran dalam
perekonomian, maka perhitungan PDB dapat dilakukan mengikuti rumus:

PDB = C + I + G + NX
= 85 + (15 + 20 + 75)

= 195

3. Pendekatan pendapatan

Di bawah pendekatan pendapatan, kita menghitung PDB dengan menjumlahkan


semua pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi. Faktor-faktor
produksi terdiri dari tenaga kerja, modal, tanah, dan kewirausahaan. Buruh menerima upah
dan tunjangan. Pemilik modal mendapat bunga, pemilik tanah menerima sewa. Akhirnya,
pengusaha memperoleh sebagian dari keuntungan. Karena PDB merupakan penjumlahan
dari seluruh kompone pendapatan yang terdapat dalam perekonomian, maka perhitungan
PDB dengan pendekatan pendapatan dapat dilakukan dengan mengikuti formula:

PDB =w+r+S+π

= (15 + 20 + 75) + 85 + (50 + 35 + 200)

= 480

Dimana w adalah upah, r adalah bunga modal, S adalah sewa, dan phi adalah laba
usaha.

Hal yang harus diperhatikan tiap menggunakan 3 pendekatan diatas adalah :

Kita juga memasukkan statistik diskrepansi dalam rumus. Ini untuk menyamakan


angka akhir dalam tiga pendepatan tersebut. Adanya perbedaan sumber data yang tidak
akurat dan metode perhitungan membuat tiga pendekatan belum tentu menghasilkan angka
yang persis sama.

Referensi BMP ESPA4110/MODUL 2


2. Apabila realisasi investasi bertambah hingga menjadi sebesar Rp 383 triliun di triwulan III
dan pada saat tambahan investasi terjadi, terjadi pula perubahan tabungan (saving) sebesar Rp
40 triliun, berapakah besarnya perubahan PDB saat terjadinya peningkatan investasi dan
berapa pula total perubahan konsumsi (consumption) setelah bekerjanya sistem pengganda
(multiplier effect)? Gambarkan dan jelaskan perubahan kurva permintaan agregat dengan
adanya tambahan investasi tersebut!

Jawab :

Dari kasus diatas maka perubahan PBD adalah sebesar :

ketika permintaan agregat mengalami peningkatan akibat kenaikan pendapatan, kurva


AD bergeser dari AD1 ke AD2, tetapi begitu efek pembatasan paksa muncul permintaan
agregat bergeser ke AD3. pergeseran tersebut menggambarkan bahwasanya peningkatan
permintaan agregat tidak tepat sebesar $ 40 triliun melainkan kurang dari itu.

Permintaan agregat merupakan total permintaan barang/jasa dalam sebuah


perekonomian pada tingkat harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Permintaan
agregat ini pada dasarnya merupakan penjumlahan dari permintaan oleh berbagai individu,
yaitu konsumen, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat luar negeri untuk berbagai tujuan
pengeluaran, baik untuk konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, maupun untuk
memperoleh barang ekspor/impor. Secara matematis, permintaan agregat dituliskan dalam
bentuk persamaan linier:
Y = C + I + G + NX

dimana C merupakan konsumsi, I investasi, G pengeluaran pemerintah, dan NX


ekspor bersih. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konsumsi (C) ditentukan oleh
besarnya pendapatan disposabel. Hasil studi mengindikasikan bahwa, saat tingkat harga
mengalami kenaikan, konsumen cenderung untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah
sedikit karena kenaikan harga barang tidak sebanding dengan tingkat pendapatan mereka.
Pada fungsi konsumsi dapat terjadi pergeseran-pergeseran yang disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu perubahan selera, perubahan harapan dan suku bunga, perubahan pajak dan
perubahan pembayaran transfer. Pengeluaran investasi (I) ialah pembelian barang-barang
modal seperti gedung dan perlengkapan serta penambahan inventori. Analisa permintaan
agregat menyarankan penentu utamanya adalah tingkat output, biaya yang dikeluarkan untuk
membeli barang modal, dan harapan di masa yang akan datang.

Referensi ESPA4110/MODUL 4

3. Permintaan dan penawaran uang berada dalam posisi keseimbangan (equilibrium) di titik E0
saat ekonomi Indonesia mulai keluar dari resesi. Dengan menggunakan diagram awal berikut,
jelaskan dengan disertai diagram, apa yang akan terjadi terhadap suku bunga (r) jika Bank
Indonesia tetap mempertahankan jumlah uang beredar sebanyak MS0.

Jawab :

Berdasarkan hasil penelitian Perlambang (2012) Konsumsi, suku bunga, kurs, dan
jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Dengan arti kata,
apabila terjadi peningkatan terhadap konsumsi, kurs (terdepresiasi) dan jumlah uang beredar
sedangkan suku bunga turun maka akan berdampak peningkatan inflasi di Indonesia.
Sehingga dapat disimpulkan jika Bank Indonesia terus mempertahankan jumlah uang yang
beredar akan berdampak menurunnya suku bunga yang kemudian mengarah pada terjadinya
inflasi.
Referensi Palembang, Heru. (2010). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga
Sbi, Nilai Tukar Terhadap Tingkat Inflasi: Universitas Trisakti

4. Jelaskan dengan menggunakan diagram hubungan jangka pendek (sort term) antara
pencetakan uang oleh Bank Indonesia (BI) dengan terjadinya inflasi sebagaimana
pemberitaan tersebut di atas!

Jawab :
Mencetak uang berarti meningkatkan Jumlah Uang Beredar (JUB) di dalam
masyarakat. Menurut Mankiw (2003), keeratan hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar
tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam jangka
panjang, bukan dalam jangka pendek. Dengan demikian, hubungan antara pertumbuhan uang
dan inflasi dalam data bulanan tidak akan seerat hubungan keduanya jika dilihat selama
periode 10 tahun. Dalam Nopirin (2014), Bahwa Keynes tidak melihat Jumlah uang beredar
merupakan faktor eksogen dalam kegiatan suatu perekonomian. Menurut Keynes, uang
beredar sebagai faktor yang sangat ditentukan oleh kegiatan ekonomi suatu masyarakat. Jadi
menurut Keynes besarnya angaka pelipat uang dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi.

Artinya apabila kebijakan mencetak uang dilakukan maka JUB yang berada dalam
masyarakat akan tinggi, dan sesuai teori maka tingkat inflasi akan tinggi dikarenakan dalam
masa pandemic ini permintaan akan suatu barang akan melemah dikarenakan konsumsi turun
akibat resesi, produsen pun akan mengalami penurunan produksi maka menurut Afrizal
(2017) akan terjadi  Cost Push Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
produksi.

Hasil penelitian Afrizal (2017) menunjukkan bahwa jumlah uang beredar di Indonesia
tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi, namun tingkat inflasi di Indonesia berpengaruh
terhadap jumlah uang beredar. Hasil penelitian Perlambang (2012) Konsumsi, suku bunga,
kurs, dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Dengan
arti kata, apabila terjadi peningkatan terhadap konsumsi, kurs (terdepresiasi) dan jumlah uang
beredar sedangkan suku bunga turun maka akan berdampak peningkatan inflasi di Indonesia.

Indonesia pernah mengalami Hiperinflasi pada tahun 1963-1965 dikarenakan terdapat


beberapa proyek ambisius dari pemerintah yaitu pembangunan GBK, HI, Monas, dan Asian
Games membuat Indonesia mencetak uang untuk likuiditas. Namun dampaknya adalah
terkena hiperinflasi 600% (Sejarah Bank Indonesia: Moneter :1959 -1966). Kesimpulannya
adalah apabila Indonesia masih mampu mempunyai cadangan likuiditas tidak perlu mencetak
uang dikarenakan stimulus moneter masih dapat dilakukan seperti obligasi SBN, dll

Referensi

Mankiw, N. G. (2003). Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Nopirin. (2014). Ekonomi Moneter Buku I, Edisi 1, Cetakan 14. Yogyakarta: Bpfe
Afrizal. (2017). Analisis Kausalitas Inflasi Dan Jumlah Uang Beredar Di Indonesia Periode
Tahun 2000.1--2014.4. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan 2017, Vol. 6, No. 3, 236-
250

Samuelson, P. A., & Nordhaus. W. D. (2009). Economics. Nineteenth Edition. New York:
Mcgraw-Hill Irwin.

Palembang, Heru. (2010). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga Sbi, Nilai
Tukar Terhadap Tingkat Inflasi: Universitas Trisakti

Anda mungkin juga menyukai