Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL PENELITIAN

“Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Produk Gula Kristal Putih (Studi
Kasus PT Muria Sumba Manis)”

Oleh
ADI UMBU HAPU
Nim : 19030200185

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Sebagian besar gula dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber energi, pemberi cita rasa, dan
sebagian lagi digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman (Purwanto, 2006).
Gula yang sering digunakan masyarakat sebagai pemanis kebanyakan adalah gula pasir yang
terbuat dari sari tebu yang dikristalkan membentuk serbuk-serbuk seperti pasir.

PT Muria Sumba Manis (MSM) adalah salah satu anak perusahaan dari Hartono
Plantation Indonesia (HPI Agro – Djarum Group) yang bergerak dalam kegiatan perkebunan
tebu dan pabrik gula terintergrasi dengan kapasitas 6,000 ton cane per hari yang berlokasi di
Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, dengan luas tertanam pada saat ini seluas 2,500 Ha.

Pada umumnya tujuan didirikan suatu perusahaan antara lain adalah untuk mendapatkan
keuntungan yang diinginkan. Pencapaian tujuan perusahaan itu sendiri dapat dilakukan melalui
kegiatan pemasaran untuk menjual hasil produknya.Kegiatan pemasaran mempunyai arti yang
sangat penting bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak perusahaan.
Tujuan lain dari perusahaan Muria Sumba Manis juga adalah untuk membantu
pemerintah dalam menyiapak lapangan perkerjaan. Dengan kehadiran PT MSM juga sudah
cukup membantu masyarakat sumba timur yang selama ini tidak punya pekerjaan, bagi pemda
sumba timur sendiri juga mendapat pemasukan dari perusahaan tersebut dengan pajak yang di
bayar kepada PEMDA Sumba Timur.

Harapan masyarakat terhadpan bukan saja pada persidaan lapangan pekerjaan tetapi
juga kehadiran pabrik gula disumba timur adalah harapan besar masyarakat untuk memperoleh
yang lebih dekat dan ekonomis. Terlpeas dari hal tersebut masyarakat juga pasti sangat
mengharapkan harga gula cukup terjangkau dengan alasan bahwa pabriknya dekat. Seperti yang
kita tau bahwa perilaku konsumen itu cukup beragam, misalnya ada yang mengharpkan produk
yang kualitasnya bagus tapi dengan harga yang murah karena menyesuaikan dengan
pendapatannya, tetapi juga konsumen yang mau membeli produk yang mahal intinya kualitas
produknya bagus.

Pasar yang kompleks, kompetisi yang gencar, dan konsumen yang banyak keinginan,
semuanya adalah gambaran tentang persaingan pasar saat ini. Menurut Kaplan dan Norton
(dalam Rangkuti, 2006:8), persaingan global pada saat ini sudah merupakan fenomena yang tak
terhindarkan dalam dunia industri, yang ditandai dengan perubahanperubahan yang serba cepat
di bidang komunikasi, informasi dan teknologi.
Dalam era komunikasi, informasi dan teknologi ini, baik itu perusahaan manufaktur
maupun perusahaan jasa sangat membutuhkan kemampuan baru agar perusahaan dapat berhasil
secara kompetitif. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas barang atau jasa yang
dikehendaki pelanggan, sehingga jaminan kualitas menjadi prioritas utama bagi setiap
perusahaan, yang pada saat ini di jadikan tolok ukur keunggulan daya saing perusahaan
(Supranto, 2001:224). Hasil penelitian Oliver dalam Balqiah (2002:10) menyatakan bahwa
pengalaman pembelian yang memuaskan menjadi salah satu alasan untuk tetap tertarik pada
produk tersebut, yang pada akhirnya mengarah pada pembelian ulang. Pelanggan yang puas
mungkin juga memberitahu pada yang lain tentang pengalaman yang 2 mnguntungkan mereka,
dengan demikian menghasilkan informasi dari mulut ke mulut yang positif. .
Persaingan yang semakin ketat dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus
menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai tujuan utama (Fandy Tjiptono,
2000:24). Dengan semakin banyaknya produsen yang menawarkan produk dan jasa, maka
konsumen memiliki pilihan yang semakin banyak untuk menentukan jadi tidaknya pembelian.
Perusahaan yang mampu memahami perilaku pembelian konsumen, mereka yang akan
memenangkan persaingan. Perusahaan yang memahami keinginan dan kebutuhan konsumen
akan lebih mengerti bagaimana melakukan strategi-strategi yang efektif agar melakukan
pembelian dan selanjutnya melakukan pembelian ulang. Menurut Kotler, dalam persaingan
perekonomian yang persaingannya maha hebat dengan banyaknya pembeli rasional, perusahaan
hanya dapat menang dengan menciptakan dan memberikan nilai yang unggul (Kotler, 2005:79).
Dengan demikian perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen pada pasar
sasarannya.
Persoalannya, masyarakat sumba timur khususnya seabagi konsumen perusahaan PT
MSM mengininkan harga gula yang lebih di bandingkan harga gula yang selama ini digunakan
atau di kosumsi. Konsumen merasa bahwa harga gula yang ditetapkan perusahaan terlalu mahal
karena menganggap seharusnya lebih murah dari harga gula yang dari jawa karena
perusahaannya dekat.
Harga merupakan salah satu faktor penting dalam penjualan.. Banyak perusahaan yang
bangkrut dikarenakan mematok harga yang tidak cocok di pasar. Untuk mengetahui harga yang
cocok untuk konsumen, perusahaan harus melakukan riset yang mendalam agar dapat
menentukan harga yang cocok untuk konsumen Sehingga perusahaan dapat melakukan
transaksi jual beli secara lancar. Bagi perusahaan harga tersebut akan memberikan hasil dengan
menciptakan sejumlah pendapatan dan keuntungan bersih,. Swasta (2000:148).
Konsumen menggunakan harga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
pembelian produk-produk atau tidak, kapan sebaiknya pembelian dilakukan serta berapa besar
kebutuhan akan produk yang dibeli sesuai dengan kemampuan daya beli konsumen. Suatu
produk harus tepat dalam penentuan dan penetapan harga jualnya sehingga dapat diterima oleh
konsumen dengan tidak mengabaikan kualitas produk tersebut
Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Tjiptono (2006)
kualitas produk adalah totalitas dari karakteristik produk yang meliputi kinerja produk, fungsi
produk, kehandalan produk, dan sebagainya untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen yang diharapkan.
Berbicara tentang kualitas produk tentu ini adalah harapan dari semua konsumen yang
menggunakan barang. Keputusan konsuemn dalam membeli atau menggunakan barang adalah
tida terlepas dari pertimbangan akan kualitas produk. Begitu dengan produk gula kristas putih
di sumba timur pasti kualitas adalah salah yang menyebabkan konsumen ingin membelinya.
Begitupula dengang tanggung jawab perusahaan tidak semata-mata menyediakan barang
kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari tetatapi kepuasan dan loayalitas
konsumen terhadap produk yang di pasarkan sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk
produksi yang berkelanjutan. Secara khususnya PT MSM adalah perusahaan yang baru
didirikan kepuasan konsumen sangat penitng untuk meningkat hubungan yang luas dengan para
konsumen.

Berdasarkan gambaran yang telah di kemukan diatas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Produk Gula
Kristal Putih (Studi Kasus PT Muria Sumba Manis)”.
1.2. Perumusan Masalah
Dari gambaran yang telah dijelaskan diatas dapat dikemukan permaslahan yang penting
yaitu: Mengapa Harga Gula Kristal Putih PT Muria Sumba Manis lebih dari harga gula yang
berasal dari luar Sumba Timur? Dan Bagaimana dengan kualitas produk Gula Kristal Putih?
1.3 Tujuan Peneltian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :
Untuk mengetahui dan menganalisis apa penyenbab Harga Gula Kristal Putih lebih
mahal dan kualitas produk Gula Kristasl Putih.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini, yaitu :
1. Pihak manajemen Pt Muria Sumba Manis sebagai bahan masukan dalam
pengembangan produknya dan bahan masukan dalam membentuk bauran pemasaran
2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat memanfaatkan hasil maupun input sebagai bahan
pertimbangan ataupun evaluasi penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gula

Gula adalah bentuk dari karbohidrat dengan rumus umum Cm(H2O)n, yang

dikelompokan ke dalam tiga golongan yakni : monosaccharida, oligosaccharida dan

polysaccharida. Dari ketiga golongan tersebut, monosaccharida merupakan

karbohidrat yang paling sederhana di mana fruktosa merupakan salah satu pemanis

dari golongan ini. Sedangkan oligosaccharida merupakan kondensasi dari beberapa

monosaccharida yang dapat dipecah menjadi dua (disacharida) dan seterusnya.

Salah satu bagian dari disacharida adalah sukrosa, bahan yang paling banyak

digunakan dalam pembuatan gula pasir (Hafsah, 2002). Gula dapat dibuat dari tebu,

bit atau aren dengan pemrosesan pemurnian.

2.1.1 Gula Tebu

Gula ini dihasilkan dari tebu yang dihancurkan dan diperas, sarinya

dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan

tambahan, (biasanya digunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidak

kemurnian, campuran tersebut kemudian dimurnikan dengan belerang oksida.

Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang

mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan

dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat

dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses

kristalisasi.
2.1.2 Gula Bit

Gula ini dihasilkan dari bit. Bit dicuci terlebih dahulu, kemudian di potong

potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse.

Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida. dan

karbon dioksida. Setelah penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan

hingga kandungan air yang tersisa hanya tinggal 30 persen saja. Gula kemudian

diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama-tama dipisahkan

dengan mesin sentrifugal dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan pada

proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi

diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah

gula putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk

kemudian dijual.

2.1.3 Gula Merah (Gula Jawa)

Istilah gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang

dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga

palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Secara umum cara pengambilan cairan ini

sebagai berikut.

2.1.3.1 Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan

dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga

menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran

bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak.


2.1.3.2 Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk

mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan

timba yang terbuat dari daun palma tersebut.

2.1.3.3 Cairan yang ditampung diambil secara bertahap, biasanya 2-3 kali.

Cairan ini kemudian dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-

benar kental, cairan dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari

daun palma dan siap dipasarkan. Gula merah sebagian dipakai sebagai

bahan baku kecap manis3.

2.2 Sejarah industri Gula Indonesia

Industri gula di Indonesia dimulai pada ke -17 ketika VOC mengusahakan

kira-kira seratus perkebunan gula di sekitar Batavia. Ketika VOC dibubarkan pada

akhir abad ke-18, pemerintah hindia Belanda melanjutkannya bersamaan dengan

hal-hal lain yang serupa, untuk meningkatkan penanaman tebu dan mengekspor gula

dalam rangka cultuur stelsel. Dengan stelsel ini para petani diharuskan untuk

menanam tebu atau tanaman perdagangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah

di atas tanah mereka. Hasil panen diserahkan kepada pemerintah sebagai

pembayaran pajak in natura. Pemerintah memiliki dan menyelenggarakan pabrik

gula dan dapat pula memerintahkan kerja paksa kepada pendudukan desa untuk

menjalankan pabrik.

Setelah agrarische Wet tahun 1870, secara berangsur-angsur pemerintah

menarik diri industri gula yang berarti terbukanya kesempatan bagi capital swasta

Belanda .Paksaan untuk menanam jenis-jenis tanaman perdagangan di atas tanah

milik petani diganti dengan paksaan jenis lain dalam bentuk keharusan menyewakan
tanah kepada perusahaan-perusahaan perkebunan. Perusahaan-perusahaan tersebut

juga berhak memperoleh tenaga kerja paksaan dari petani.

Walaupun sekitar tahun 1870 “tanah kosong” sudah sangat sedikit yang bisa

disewa untuk jangka panjang dari pemerintah dan ada undang-undang pemindahaan

milik tanah ke tangan asing yang ketat yang melarang penjualan tanah kepada pihak

bukan Indonesia, tetapi perusahaan-perusahaan itu dengan bantuaan pemerintah bisa

memperoleh tanah yang cukup luas untuk menanam tebu melalui sistem sewa -

menyewa yang banyak lika likunya. Ketika kerja paksa telah dihapus, keharusan

menyewakan tanah untuk tebu masih diteruskan, kemudian diganti dengan sistem

tanam tebu bebas sejak tahun 1870 yaitu dengan dikeluarkannya undang-undang

agraria.

Antara tahun 1830 sampai 1870 produksi gula terus meningkat dari produksi

40.500 ton menjadi 405.000 ton setahun. Perkembangan terjadi dalam periode itu,

baik dalam areal penanaman ataupun yang lebih penting lagi dalam produktivitas per

hektar, yang menimbulkan peningkatan produksi yang optimal sehingga pada tahun

1895 mencapai 1.458.000 ton. Perkembangan demikian itu dimungkinkan oleh

penanaman dan pemeliharaan tebu yang intensif dan oleh peralatan serta mesin-

mesin yang efisien. Untuk hal yang terakhir itu, karena membutuhkan modal yang

sangat besar, baru bisa dilaksanakan setelah banyak perusahaan-perusahaan

perkebunan kecil, sebagai akibat jatuhnya harga gula sekitar tahun 1880 terpaksa

menjual perusahaan besar seperti HVA dan CMV yang mengusai kapital-kapital

raksasa. Perusahaan-perusahaan besar inilah yang berjasa menciptakan jaringan-

jaringan irigasi, jalan kereta api dan lembaga-lembaga penelitian yang memberikan

perkembangan besar terhadap efisiensi industri gula.


Hasil gula per hektar yang tinggi bisa dicapai berkat sistem penanaman yang

efisien karena ada sistem irigasi yang baik, penggunaan tanah paling subur di setiap

daerah dan last but not least dengan menggunakan stek tebu yang paling unggul

dikembangkan oleh lembaga penelitian yang dibiayai dan diselenggarakan oleh

pabrik-pabrik gula.

Dalam masa pendudukan Jepang areal penanaman tebu berkurang separuh

dari keadaan sebelum perang. Jepang tidak mendorong penanaman tebu dan

kebanyakan tanah-tanahnya dialihkan untuk penanaman padi dan tanaman-tanaman

makanan lainnya. Pada masa awal kemerdekaan, banyak pabrik gula yang dibumi

hanguskan oleh pemuda dan tentara dalam perang melawan Belanda.

Setelah perang, berbagai usaha telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

yang bersangkutan untuk merehabilitasi industri gula akan tetapi tidak begitu

berhasil. Masyarakat yang membutuhkan lebih banyaknya kesulitan dalam

memperoleh tanah untuk menanam tebu, kemudian tebu rakyat sebagai tanaman

perdagangan mulai memegang peranan yang lebih penting terutama di Jawa.

Pada tahun 1928 terdapat 178 pabrik gula yang diusahakan perkebunan-

perkebunan di Jawa dengan luas areal tebu yang dipanen kira-kira 200.000 hektar

dan menghasilkan hampir tiga juta ton gula dimana hampir setengahnya diekspor.

Akan tetapi pada masa depresi sekitar awal tahun tiga puluhan, industri gula hampir

hancur. Luas areal penanaman merosot dari 200.000 hektar pada tahun 1931 menjadi

hanya 30.000 hektar pada tahun 1935 dengan total produksi yang anjlok dari ton

menjadi hanya 500.000 ton saja. Pada tahun 1936 pabrik gula menyusut menjadi 35

pabrik. Kebutuhan gula dalam negeri makin lama makin


bnayak yang dipenuhi oleh gula rakyat baik Jawa maupun luar Jawa. Namun pada tahun

1937 industri gula pulih kembali.

Pada tahun 1957 sebagai akibat semakin gentingnya hubungan antara

Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat pabrik-pabrik gula diambil alih oleh

Perusahaan Pemerintah (PN). Pemimpin-pemimpin pabrik gula Belanda

meninggalkan Indonesia, pabrik-pabrik tersebut dan pengusahaannya sepenuhnya

ada di tangan bangsa Indonesia. Ganti rugi dibayarkan kepada pemihak-pemihak

Belanda sesuai dengan hasil persetujuan antara pemerintah Indonesia dan Belanda

pada tahun 1963. Tahun 1967 industri gula mengalami kerugian lebih dari lima

milyar rupiah dan pada tahun 1968 harus meminta bantuan tambahan sebesar empat

setengah milyar untuk membayar sewa tanah tahun 1969.

Sejak tahun 1975, pabrik gula telah dinyatakan secara resmi sebagai usaha

pemroses dan pengolah tebu sehingga menjadi gula pasir. Selain itu pabrik gula juga

berfungsi sebagai pembimbing petani yang bekerja sama dengannya untuk

mendapatkan tebu dengan jumlah dan kualitas yang diharapkan. Sebagai imbalan

atas pemrosesan tebu menjadi gula pasir, pihak pabrik mendapat “ongkos giling”

yang dinyatakan dalam persen dari hasil. Sistem pembagian ini ditetapkan oleh

pemerintah. Adanya prinsip dasar yang digunakan dalam proses pembagian adalah

semakin tinggi rendemen tebu yang digilingkan, semakin banyak bagian petani.

Meskipun beberapa kali telah dilakukan peninjauan, ketentuan bagi hasil ini tidak

banyak berubah. Ketentuan bagi hasil yang tercantum dalam SK mentan

No.03/SK/Mentan/BIMAS/VI/87 menjelaskan bahwa :


1. Petani tebu akan mendapatkan 62 persen gula yang dihasilkan dari tebu yang

berendemen sampai dengan 8 persen, apabila rendemen melebihi 8 persen

maka petani akan mendapatkan tambahan hasil.

2. Petani tebu akan mendapatkan bagian tetes sebanyak 4,5 kg untuk setiap

kuintal tebu yang diinginkan.

Seiring dengan semakin kurangnya pasokan tebu dan menurunnya produksi

gula maka banyak pabrik gula yang ditutup. Sampai sekarang ini jumlah pabrik gula

di Jawa maupun di luar Jawa sekitar 12 pabrik gula. Pada umumnya pabrik-pabrik

yang ada beroperasi di bawah kapasitas giling. Sebagian besar PG mempunyai

kapasitas giling yang kecil (kurang dari 3000 TCD = Ton Cane Day) hal ini

disebabkan oleh mesin yang telah berumur lebih dari 75 tahun serta tidak mendapat

perawatan yang memadai sehingga mengakibatkan biaya produksi per kg gula

tinggi.

Setelah mengalami berbagai perubahan pasang surut, industri gula Indonesia

sekarang hanya didukung oleh 58 pabrik gula yang aktif. yaitu 42 PG yang dikelola

BUMN dan 16 PG yang dikelola oleh swasta (DGI, 2005).

2.2 Perilaku Konsumen

Konsumen didefinisikan oleh Kotler (2005b) sebagai individu atau kelompok

yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan

pribadi atau kelompoknya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku

diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan.

Perilaku konsumen memiliki beberapa definisi. Menurut Engel et al. (1994a),

perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan,

mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan

yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi dan
dibentuk oleh pengaruh lingkungan (budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi,

keluarga, dan situasi), perbedaan individu (sumberdaya konsumen, motivasi dan

keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi), dan

proses psikologis (pengolahan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap dan

perilaku). Secara sederhana, hubungan ketiga faktor tersebut dengan proses

keputusan konsumen dan implikasinya pada strategi pemasaran dapat dijelaskan

pada Gambar 2.
Pengaruh
Lingkungan
-Budaya
-Kelas sosial
-Pengaruh pribadi
-Keluarga
-Situasi

Proses Psikologis
Perbedaan Individu Proses Keputusan -Pemrosesan
-Sumberdaya konsumen -Pengenalan kebutuhan informasi
-Motivasi dan -Pencarian informasi -Pembelajaran
keterlibatan -Evaluasi alternatif -Perubahan sikap dan
-Pengetahuan -Pembelian perilaku.
-Sikap -Hasil
-Kepribadian, gaya hidup

Strategi Pemasaran
-Produk
-Harga
-Promosi
-Distribusi

Gambar 2. Model Perilaku Konsumen.


Sumber : Engel et al. (1994)

Peter dan Olson (1999) menyebutkan bahwa American Marketing

Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara

pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia

melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Paling tidak ada tiga ide penting

dalam definisi di atas :

2.2.1.1 Perilaku konsumen adalah dinamis, ini berarti bahwa seorang konsumen, grup

konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang

waktu. Hal ini memiliki implikasi pada studi perilaku konsumen, demikian

pula pada pengembangan strategi pemasaran.

2.2.1.2 Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku

dan kejadian di sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan

mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang

mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka
lakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang

mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan

dilakukan konsumen.

2.2.1.3 Perilaku konsumen melibatkan pertukaran diantara individu. Hal ini membuat

definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang

sejauh ini juga menekankan pertukaran.

2.2.2 Hubungan Harga-Kualitas

Nilai sebuah produk yang dirasakan konsumen merupakan trade off antara

manfaat kualitas yang diperoleh (perceived quality) dengan pengorbanan (perceived

sacrifice). Konsumen sering mengidentifikasikan harga adalah indikator kualitas.

Makin tinggi harga yang ditawarkan suatu produk, maka makin tinggi pula kualitas

yang terdapat pada produk tersebut (Schiffman dan Kanuk,2004).

Saat ini harga tidak lagi menjadi indikator tunggal dalam mempersepsikan

suatu produk. Persepsi konsumen terhadap kualitas dapat diperkuat dengan merek

yang sudah kokoh dibenak mereka. Kekuatan merek dapat membantu konsumen

dalam mempersepsikan kualitas suatu produk. Persepsi konsumen terhadap harga-

kualitas dapat dikuatkan oleh persepsi konsumen terhadap merek suatu produk

sehingga akan menimbulakn kepuasan konsumen dalam memperoleh nilai suatu

produk. Hal ini digambarkan pada Gambar 3.


Merek Persepsi Merek

Perceived Quality

Perceived Value Willingness


Harga Persepsi Harga
to buy
Perceived Sacrivice

Gambar 3. Hubungan Harga-Kualitas yang diperluas dengan Merek.

2.2.3 Karakteristik Konsumen

Karakteristik konsumen menurut Sumarwan (2004), meliputi pengetahuan

dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakteristik demografi

konsumen. Karakteristik demografi meliputi beberapa variabel seperti jenis kelamin,

umur, tempat tinggal, pendidikan terakhir, pekerjaan, status, pendapatan dan lain

sebagainya. Pengetahuan akan berbagai variabel tersebut akan sangat membantu

perusahaan dalam memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran

pelayanannya.

Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak

mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia

sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan.

Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang mencari

informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi

lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting.
Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang banyak

mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya.

Sumarwan (2004) juga menyatakan bahwa semua penduduk berapapun

usianya adalah konsumen. Oleh sebab itu pemasar harus memahami distribusi usia

penduduk dari suatu wilayah yang akan dijadikan target pasarnya. Perbedaan usia

akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap produk. Usia

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi dan persepsi konsumen

dalam proses keputusan untuk menerima sesuatu yang baru, baik produk maupun

jasa. Seseorang yang berumur relatif muda, lebih cepat menerima sesuatu yang baru.

Preferensi terhadap pangan bersifat plastis pada orang yang berusia muda, tetapi

permanen bagi mereka yang sudah berumur.

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan yang

dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli seorang

konsumen. Dengan alasan inilah para pemasar perlu mengetahui pendapatan

konsumen yang menjadi sasarannya (Sumarwan, 2004). Besar kecilnya pendapatan

yang diterima konsumen dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaannya.

Pekerjaan akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang akan

diperoleh. Pendidikan formal penting dalam membentuk pribadi dengan wawasan

berpikir yang lebih baik, semakin tinggi pendidikan formal maka seseorang akan

lebih banyak mendapatkan pengetahuan tentang gizi. Hal ini berdampak positif

terhadap ragam pangan yang akan dikonsumsi (Sumarwan, 2004).


2.2.4 Karakteristik Produk

Produk pada dasarnya merupakan kumpulan atribut-atribut dan setiap

produk, baik barang atau jasa dapat didefinisikan dengan menyebutkan atribut-

atributnya. Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian

konsumen. Keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Atribut

produk terdiri atas tiga tipe, (1) ciri-ciri atau rupa (features), dapat berupa ukuran,

tampilan, harga, servis atau jasa,komposisi, nilai estetika, warna, dan lain lain, (2)

manfaat (benefit), dapat berupa kegunaan atau kesenangan yang berhubungan

dengan panca indera, dapat juga manfaat yang tak berwujud seperti kesehatan dan

penghematan waktu. (3) fungsi (function), atribut ini jarang digunakan dan lebih

sering diperlakukan sebagai ciri-ciri atau manfaat.

Dalam mengevaluasi atribut suatu produk, perlu memperhatikan dua sasaran

pengukuran yang penting, yaitu ; (1) mengidentifikasi kriteria yang mencolok, (2)

memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing atribut produk (Engel et al.,

1994). Kriteria evaluasi yang mencolok ditentukan dengan menentukan atribut yang

menempati peringkat tertinggi. Sedangkan saliensi biasanya diartikan sebagai

kepentingan yaitu konsumen diminta untuk menilai kepentingan dari berbagai

kriteria evaluasi.

Atribut produk dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap

suatu produk. Setelah melakukan penilaian melalui evaluasi konsumen akan

memberikan kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh

suatu produk. Kepercayaan konsumen inilah yang merupakan kekuatan harapan dan

keyakinan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Selanjutnya
kekuatan kepercayaan ini akan tercermin pada pengetahuan konsumen dan manfaat

yang sudah diberikan oleh suatu produk.

Konsumen biasanya menguraikan suatu produk berupa barang atau jasa

dengan menggunakan persyaratan beberapa dimensi atau karakteristiknya.

Kebutuhan pelanggan (customer requirement) dapat diartikan sebagai

karakteristik/atribut barang atau jasa yang mewakili dimensi yang oleh pelanggan

dipergunakan sebagai dasar pendapat mereka mengenai jenis barang atau jasa.

Sangat penting untuk mengetahui dimensi mutu, sehingga akan diketahui bagaimana

pelanggan mendefinisikan mutu barang atau jasa (Supranto, 2001).

Menurut Sunarto dalam Suryana (2007), kualitas produk (product quality)

didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan kinerja barang

atau jasa. Isu utama dalam menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang

digunakan konsumen untuk melakukan evaluasinya. Dimensi kualitas jasa maupun

produk dijelaskan sebagai berikut :

a. Dimensi Kualitas Jasa

1. Berwujud: termasuk fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan perorangan.

2. Reliabilitas: kemampuan personil untuk melaksanakan secara bebas dan

akurat.

3. Tanggapan: konsumen diberikan pelayanan dengan segera.

4. Jaminan: Pengetahuan dan etika pegawai, serta kemampuan mereka untuk

membangkitkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.

5. Empati: Kepedulian akan kemampuan pegawai dan perhatian individu.


b. Dimensi Kualitas Produk

1. Kinerja: Kinerja utama dari karakteristik pengoperasian.

2. Fitur: Jumlah panggilan dan tanda sebagai karakteristik utama tambahan.

3. Reliabilitas: Profitabilitas kerusakan atau tidak berfungsi.

4. Daya tahan: Umur produk.

5. Pelayanan: Mudah dan cepat diperbaiki.

6. Estetika: Bagaimana mudah dilihat, dirasakan, dan didengar.

7. Sesuai dengan spesifikasi: Setuju akan produk yang menunjukkan tanda

produksi.

8. Kualitas penerimaan: Kategori tempat termasuk pengaruh citra merek dan

faktor-faktor tidak berwujud lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi

konsumen atas kualitas.

Konsumen biasanya menguraikan suatu produk berupa barang atau jasa dengan

menggunakan persyaratan beberapa dimensi atau karakteristiknya. Kebutuhan

pelanggan (customer requirement) dapat diartikan sebagai karakteristik/atribut

barang atau jasa yang mewakili dimensi yang oleh pelanggan dipergunakan sebagai

dasar pendapat mereka mengenai jenis barang atau jasa. Sangat penting untuk

mengetahui dimensi mutu, sehingga akan diketahui bagaimana pelanggan

mendefinisikan mutu barang atau jasa (Supranto, 2001).

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian

Engel et al. (1994a) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan pembelian pada konsumen menjadi tiga, yaitu pengaruh lingkungan,

perbedaan individu, dan proses psikologis.


Pengaruh Lingkungan

Pengaruh lingkungan memiliki peranan yang cukup besar terhadap perilaku

konsumen karena konsumen hidup didalam lingkungan yang kompleks. Perilaku

proses keputusan konsumen dipengaruhi oleh (1) budaya; (2) kelas sosial; (3)

pengaruh pribadi; (4) keluarga; (5) situasi (Engel et al,1994a) :

1. Budaya

Budaya adalah kumpulan nilai, persepsi, preferensi, serta perilaku

keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Budaya adalah penentu

keinginan dan perilaku yang paling mendasar (Kotler, 2005a). Menurut Engel et

al. (1994a) budaya mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain

yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan

penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya melengkapi orang

dengan rasa identitas dan pengertian akan perilaku yang dapat diterima di dalam

masyarakat.

Beberapa sikap dan perilaku yang lebih penting yang dipengaruhi oleh

budaya, yaitu : rasa diri dan ruang, komunikasi dan bahasa, pakaian dan

penampilam, makanan dan kebiasaan makan, waktu dan kesadaran akan waktu,

hubungan (keluarga, organisasi, pemerintah, dan sebagainya), nilai dan norma,

kepercayaan dan sikap, proses mental dan pembelajaran, dan kebiasaan kerja dan

praktek. Budaya menentukan konsumsi dari kegiatan penting seperti apa, kapan,

dimana dan dengan siapa. Oleh karena itu, budaya apa yang cocok dan efektif

untuk dikerjakan oleh pemasar dalam memberikan barang dan jasa. Ini adalah

titik tolak yang baik untuk mengetahui perilaku konsumen.


Kelas sosial

Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri atas

individu dan berbagai nilai, minat dan perilaku yang sama, atau kelompok-

kelompok yang relatif homogen dalam suatu masyarakat lama yang tersusun

secara hierarki (Kotler, 2005). Kelas sosial yang berbeda cenderung

memunculkan perilaku konsumen yang berbeda.

Kelas sosial mengacu kepada pengelompokan orang yang sama dalam

perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi dalam pasar. Kelompok status

mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan masing-

masing kelas dan juga estimasi sosial yang positif atau negatif mengenai

kehormatan yang diberikan kepada masing-masing kelas.

Dalam pemasaran, sistem status merupakan faktor yang sangat menarik

untuk diketahui karena mereka dapat mengusahakan pengaruh yang besar pada

apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh orang. Determinan apa yang dapat dibeli

oleh konsumen sangat ditentukan oleh kelas sosial, yaitu pendapatan atau

kekayaan konsumen sehingga variabel kelas sosial mendapat penekanan yang

cukup besar dalam penelitian pemasaran.

Pengaruh pribadi

Perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu

dimana konsumen melibatkan dirinya. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994)

terdapat lima kelompok relevan dari konsumen. Pertama, kelompok keluarga

yang mampu menyediakan rasa aman, kesempatan untuk berdiskusi, serta

keinginan untuk ditemani. Kedua, kelompok teman atau sahabat. Dalam hal ini

konsumen cenderung mencari informasi dari teman yang mereka percayai


memiliki nilai yang sama dengan mereka. Ketiga, grup sosial formal yang

diperlukan konsumen untuk mencapai tujuannya, seperti memperluas wawasan.

Keempat, kelompok belanja dimana konsumen biasanya akan memilih kelompok

dengan pengalaman atau pengetahuan tentang produk yang hendak dibeli.

Kelima, kelompok kerja yang dapat mempengaruhi konsumen akibat banyaknya

waktu yang dihabiskan dengan teman-teman sekerja, sehingga pendapat mereka

akan sangat berpengaruh.

Keluarga

Keluarga sangat penting di dalam studi perilaku konsumen karena dua

alasan. Pertama, keluarga adalah unit pemakaian dan pembelian untuk banyak

konsumen. Kedua, keluarga adalah pengaruh utama pada sikap dan perilaku

individu. Menurut Engel et al. (1994a) keluarga adalah kelompok yang terdiri

atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan atau

adopsi, dan yang tinggal bersama. Rumah tangga berbeda dengan keluarga

berdasarkan pendeskripsian semua orang, baik yang berkerabat maupun tidak,

yang menempati suatu unit perumahan. Proses pengambilan keputusan mungkin

sama dengan masing-masing kategori, walaupun kategori rumah tangga

mencakup kelompok non-tradisional yang jauh tumbuh lebih cepat dari keluarga.

Situasi

Menurut Engel et al. (1994a) situasi yang mempengaruhi konsumen dapat

dibagi menjadi tiga jenis utama. Tiga jenis utama tersebut adalah situasi

konsumsi, situasi pembelian, dan situasi komunikasi. Situasi konsumsi adalah

situasi dimana pemasar harus dapat menentukan dalam situasi seperti apa produk
atau jasa itu dapat dikonsumsi, sehingga dapat memberikan kesenangan bagi

konsumen.

Situasi pembelian mengacu kepada latar dimana konsumen memperoleh

suatu produk atau jasa. Misalnya, ketersediaan produk, perubahan harga, dan lain

sebagainya. Situasi komunikasi didefinisikan sebagai latar dimana konsumen

dihadapkan kepada komunikasi pribadi atau non-pribadi, seperti media-media

yang digunakan konsumen untuk menerima dan menyampaikan informasi pada

saat berkomunikasi.

Perbedaan Individu

Engel et al. (1994a) menyatakan ada lima cara dimana konsumen akan

berbeda dalam mengambil keputusan belanja sehingga berpengaruh terhadap

perilaku konsumen yaitu sumberdaya, pengetahuan, sikap, motivasi, serta

kepribadian, gaya hidup, dan demografi.

1. Sumberdaya

Sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen atau apa yang tersedia di masa

yang akan datang berperan penting dalam keputusan pembelanjaan. Sumberdaya

konsumen terdiri atas waktu, uang, dan perhatian (penerimaan informasi dan

kemampuan pengolahaan). Ketiga sumberdaya ini dibawa dalam setiap situasi

pengambilan keputusan. Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan

kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika

ada ketidakcocokan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual

( Engel et al.,1994a).
Pengetahuan

Pengetahuan dapat diartikan secara sederhana sebagai informasi yang

disimpan dalam ingatan. Pengetahuan konsumen mencakup informasi, seperti

ketersediaan dan karakteristik produk, dimana dan kapan untuk membeli serta

bagaimana menggunakan produk. Pengetahuan adalah faktor penentu utama

perilaku konsumen. Apa yang dibeli, dimana mereka membeli dan kapan mereka

membeli bergantung pada pengetahuan yang relevan dengan keputusan. Menurut

Engel et al. (1994a), pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan

dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi

konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen.

Sikap

Sikap konsumen didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh yang

memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan secara konsisten

berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap diekspresikan

orang suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap sangat penting dalam

membentuk pangsa pasar atau pasar target. Sikap merupakan keseluruhan

evaluasi yang dilakukan oleh konsumen (Engel et al.,1994a). Definisi lain

menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi perasaan emosional dan

kecenderungan tindakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dan

bertahan lama terhadap beberapa objek atau gagasan (Kotler, 2005 a).

Motivasi

Menurut Sumarwan (2002) motivasi muncul karena adanya kebutuhan

yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen

merasakan ketidaknyamanan antara yang seharusnya dirasakan dengan yang


sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong

seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang

disebut sebagai motivasi.

Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi

Masing-masing orang memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda

yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kotler (2005a) mengartikan

kepribadian sebagai ciri bawaan psikologi manusia yang berbeda-beda dan

menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap

rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan

menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi,

kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemampuan

beradaptasi. Konsumen cenderung akan memilih produk yang sesuai dengan

kepribadian mereka.

Menurut Engel et al. (1994a) gaya hidup adalah pola yang digunakan

untuk hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Kotler (2005 a) mengartikan

gaya hidup adalah pola seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas,

minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang”

yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara

produk mereka dan kelompok gaya hidup.

Demografi menurut Engel et al. (1994a) sasarannya adalah

mendeskripsikan pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pendapatan, dan

pendidikan. Penekanannya selalu pada trend didalam perilaku dan pengeluaran.


Proses Psikologis

Engel et al. (1994 a) menyatakan terdapat tiga hal yang menjadi bagian dari

proses psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen, yaitu pemrosesan

informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku.

1. Pemrosesan Informasi

Menurut Engel et al. (1994 a) pemrosesan informasi adalah suatu proses

yang mengacu pada bagaimana stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam

ingatan dan kemudian diambil kembali. Pemrosesan informasi dapat dirinci

menjadi lima tahap dasar, didasarkan pada model proses informasi yang

dikembangkan oleh William McGuire. Tahapan ini terdiri atas tahap pemaparan,

perhatian, pemahaman, penerimaan dan retensi.

Pemaparan adalah pencapaian kedekatan terhadap suatu stimulus

sehingga muncul peluang diaktifkannya satu atau lebih dari kelima indera

manusia. Tahap selanjutnya adalah perhatian yaitu alokasi kapasitas proses untuk

stimulus yang baru masuk. Kemudian masuk ke tahap pemahaman atau tafsiran

atas stimulus. Tahap berikutnya dari pemrosesan informasi adalah tahap

penerimaan yaitu menyatakan tingkat sejauh mana stimulus mempengaruhi

pengetahuan dan sikap orang bersangkutan. Tahap terakhir adalah retensi yaitu

pemindahan tafsiran stimulus ke dalam ingatan jangka panjang.

2. Pembelajaran

Menurut Engel et al. (1994a) pembelajaran merupakan proses dimana

pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau

perilaku. Pembelajaran merupakan proses memahami bagaimana konsumen

belajar. Menurut Kotler (2005a) pembelajaran meliputi perubahan perilaku


seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku adalah hasil

dari belajar.

3. Perubahan Sikap dan Perilaku

Perubahan dalam sikap dan perilaku adalah sasaran pemasaran yang

lazim. Proses ini mencerminkan pengaruh psikologis dasar yang menjadi subjek

dari beberapa dasawarsa penelitian yang intensif (Engel et al., 1994 a).

2.2.6 Proses Keputusan Pembelian

Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam bentuk tindakan membeli

tidak muncul begitu saja tetapi melalui suatu tahapan tertentu. Berdasarkan model

Engel et al. (1994 b), terdapat lima tahapan proses keputusan pembelian konsumen

beserta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut. Proses pengambilan

keputusan konsumen terdiri atas lima tahap proses, yaitu pengenalan kebutuhan,

pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil. Pada Gambar 4 dapat

dilihat dengan jelas tahapan dalam proses pembelian.

Proses Keputusan

Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian


Hasil

Gambar 4. Tahap-Tahap dalam Proses Keputusan Pembelian.


b
Sumber : Engel et al. (1994 )
2.2.7 Kepuasan Konsumen

Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki

parasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya.

Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk

tersebut. Sebaliknya, perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen

kecewa dan menghentikan konsumsi dan pembelian kembali produk tersebut.

Kotler (2005 b) mendefinisikan kepuasan sebagi perasaan senang atau

kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil)

produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja

berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan,

pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Menurut Engel et al, (1994 b), kepuasan konsumen merupakan evaluasi pasca

konsumsi, dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui

harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan konsumen muncul apabila hasil tidak

memenuh harapan. Tingkat kepuasan konsumen dapat digambarkan seperti yang

ditunjukkan oleh Gambar 5.

Walaupun setiap pemasaran yang berhasil ingin memberikan produk dan

jasa yang memuaskan konsumen, ini bukanlah satu-satunya sasaran. Perusahaan

tidak dapat melupakan sasaran bisnis mendasar lainnya, seperti mencapai

keunggulan bersaing atau mencetak keuntungan. Kepuasan konsumen memberikan

banyak manfaat bagi perusahaan dan tingkat kepuasan konsumen yang makin tinggi

akan menghasilkan kesetiaan yang lebih besar. Dalam jangka panjang, akan lebih

menguntungkan mempertahankan konsumen yang setia daripada terus menerus

menarik dan membina konsumen baru untuk menggantikan konsumen yang pergi.
Konsumen yang sangat puas akan menyebarkan cerita positif dari mulut ke mulut

sehingga juga dapat berfungsi sebagai iklan untuk menarik konsumen baru. Selain

itu, mengukur kepuasan konsumen juga sangat bemanfaat dalam rangka

mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing serta

menemukan bagian mana yang membutuhkan peningkatan.

Tujuan perusahaan Kebutuhan dan


keinginan konsumen

Produk
Harapan konsumen
terhadap produk
Nilai produk
bagi konsumen

Tingkat kepuasan konsumen

Gambar 5. Tingkat Kepuasan Konsumen.

3.1.8. Loyalitas Konsumen

Mowen dan Minor (1998) dalam Suryana, loyalitas konsumen adalah tingkat

intensitas dimana konsumen akan tetap menggunakan suatu merek dari produk

tertentu. Loyalitas merek merupakan elemen penting yang membentuk perilaku

membeli konsumen. Dengan membuat konsumen loyal, maka perusahaan dapat

meningkatkan profitabilitasnya, karena konsumen akan membeli lebih banyak lagi,

sehingga penjualan meningkat. Durianto, et al. (2004) loyalitas merupakan hasil

akumulasi pengalaman penggunaan produk.


Berdasarkan Gambar 6, tingkatan loyalitas merek adalah sebagai

berikut :

1. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah)

Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah) adalah tingkat

loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah

dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal,

semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang

kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah

mereka membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek

tersebut karena harganya murah.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) adalah pembeli yang

tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak

ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah

merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan

lain. Jadi, la membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) adalah kategori

pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat

saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya peralihan),

seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek

tersebut. Untuk menarik peminat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi
biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai

manfaat sebagai kompensasi.

4. Liking the Brand (menyukai merek)

Liking the Brand (menyukai merek) adalah kategori pembeli yang sungguh-

sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang

berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu

sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi.

5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen)

Committed buyer (pembeli yang berkomitmen) adalah kategori pembeli

yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek.

Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun

sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori

ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan/ mempromosikan merek

yang dia gunakan kepada orang lain.

Committed buyer

Liking the brand

Satisfied buyer
Habitual buyer

Switcher

Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek.

Sumber : David A. Aaker dalam Durianto et al. (2004)


Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan:

1. Mengurangi biaya pemasaran.

Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen akan lebih murah

dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru.

2. Meningkatkan perdagangan.

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan

memperkuat keyakinan perantara pemasaran.

3. Menarik konsumen baru.

Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan

yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya

akan merekomendasikan/mempromosikan merek yang dia pakai kepada orang

lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.

4. Memberi waktu untuk merespons ancaman persaingan.

Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal

akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan

memperbarui produknya.

Mengurangi Biaya Pemasaran

Meningkatkan Perdagangan
Loyalitas
Merek
Menarik Konsumen Baru

Menberi Waktu untuk Merespon


Ancaman Persaingan

Gambar 7. Nilai Loyalitas Merek.

Sumber : Durianto et al. (2004)


Menurut Sumarwan (2004) loyalitas adalah jika konsumen melakukan

pembelian ulang terhadap suatu produk karena merasa puas terhadap produk atau

merek yang dikonsumsi. Loyalitas terhadap merek menjadi suatu ukuran keterkaitan

konsumen kepada suatu merek (Durianto, et al., 2004). Dengan ukuran tersebut

kemungkinan seorang konsumen beralih ke merek lain dapat digambarkan terutama

jika suatu merek menghadapi adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun

atribut produk lainnya.

Konsep Kepuasan Pelanggan

Kebutuhan Dan Keinginan Pelanggan


Tujuan Perusahaan

Produk

Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk
Pelanggan

Tingkat Kepuasan Pelanggan

Sumber : Freddy Rangkuty, Measuring Customer Satisfaction,2006 ( Dalam Jurnal

Study Manajemen Dan Organisasi ) Volume 3, Nomor 1, 2006, Hal. 44.


III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan study kasus.
Peneliti akan mengumpilkan data lapangan mengenai kepuasan konsumen. Data, hasil penelitian
tersebut, selanjutnya diorganisir dan diklasifikasi oleh peneliti untuk menemukan sebuah solusi
sekaligus membantu memecahkan masalah dalam kepuasan konsumen.

3.2. Lokasi Penelitian, Populasi, Sampel, Responden Dan Infrorman

3.2.1. Lokasi Penelitian

Peneltian ini akan dilakukan di PT Muria Sumba Manis Kabupaten Sumba Timur.

3.2.2. Populasi Dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di
tarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut, (Sugyono, 2007:90).

3.3 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh
peneliti
kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.Validasi terhadap
peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif,
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek
penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Dalam penelitian naturalistik, peneliti berperan sekaligus sebagai instrument
pengumpulan data.Untuk memudahkan penelitian sebagai instrument pengumpulan data maka
beberapa cara peneliti lakukan yaitu:
1. Mempersiapkan daftar pertanyaan sesuai permasalahan dan tujuan penelitian yang
hendak dicapai.
2. Mengidentifikasi informan yang hendak diwawancarai.
3. Mempersiapkanalat-alat kelengkapan untuk menulis atau merekam hasil wawancara.
4. Menghubungi informan dan meminta kesediaan waktu untuk di wawancarai.
5. Meminta kesediaan informan untuk memberikan data/dokumen sesuai yang
dibutuhkan dalam penelitian.

3.4 Informan Penelitian


Penentuan informan penelitian ini dimaksudkan agar penelitian dapat sebanyak mungkin
memperoleh informasi yang dipandang mengetahui dan ikut serta dalam proses pelaksanaan
tugas dan fungsi pada bagiannya masing-masing, yang dengan pengalaman dan pengetahuan itu
mereka bisa memberikan informasi berkenaan dengan data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Dengan segala kompleksitas yang berkaitan dengan strategi pemasaran di Aitami
Residence.Informan internal pada penelitian ini adalah pimpinan dan karyawan Aitami
Residence yang dianggap dapat memberikan informasi atau masukan data yang dapat
dipergunakan dalam penulisan penelitian ini yang berjumlah 4 orang.Dan informan ekternal pada
penelitian ini yang diambil dari konsumen dari Aitami Residence sendiri yang berjumlah kurang
lebih 5 orang, dan masyarakat Aitami Residence yang berjumlah kurang lebih 5 orang dalam
bentuk kuesioner. Untuk lebih jelasnya informan internal pada penelitian ini dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Manager Marketing
2. Marketing
3. Konsumen

Teknik Pengumpulan Data Teknik


pengumpulan data dapat dilakukan dengan :
1. Teknik wawancara, penulis melakukan tanya jawab dan diskusi secara langsung

dengan pihak-pihak terkait, khususnya dengan bagian yang berhubungan dengan objek

penelitian.

2. Teknik observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas yang berhubungan dengan strategi

pemasaran di Aitami Residence.

3. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data menggunakan alat perekam suara dan

foto.
DAFTAR PUSTAKA

Basu, Swata. 2000. Manajemen Pemasran Modern. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Ciptono, Fandy, 2000. Strtegi Pemasaran. Andi Offset. Yogyakarta.

Durianto, D dkk. 2004. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Engel, J.F., D.B. Roger, dan W.M. Paul.1994 a. Perilaku Konsumen. Edisi keenam. Jilid 1.
Binarupa Aksara. Jakarta

Engel, J.F., D.B. Roger, dan W.M. Paul.1994 b. Perilaku Konsumen. Edisi keenam.Jilid 2.
Binapura Aksara. Jakarta

Hafsah, M. J. 2002. Bisnis Gula di Indonesia. Pustaka sinar Harapan, Jakarta.

Hendrayani, Imas Nunik. 2008. Analisis Tingkat Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen
Terhadap Produk Gula Pasir Merek Gulaku Di Kota Bogor(Studi Kasus Di Giant
Botani Square Dan Ramayana Btm ) Skripsi Mahasiswa Program Studi Manajemen
Agribisnis, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Kaplan, R. And Norton, D. 2006 Aligment : Using The Balanced Scorecard To Create Corporate
Synergies, Harvard Bussines School Press, Boston. MA.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jilid 1 Dan 2. Jakarta : PT Indeks Kelompok
Gramedia
Kotler, P. 2005 a. Manajemen Pemasaran. Edisi kesebelas. Jilid 1. Indeks. Jakarta

Kotler,P. 2005 b . Manajemen Pemasaran. Edisi kesebelas. Jilid 2. Indeks. Jakarta


Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis, Edisi Ketiga, Erlangga. Jakarta.

Purwoto, 2006. Analisis Peramalan Konsumsi dan Produksi Gula Serta Implikasinya Terhadap
Pencapaian Swasembada Gula di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Faperta IPB. Bogor.

Schiffman, L G dan L.L Kanuk. 2004. Costumer Behavior. Eight Edition. Prentic Hall
Internasional Inc, Upper Saddle River. New Jersey.

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran.Ghalia


Indonesia. Ciawi-Bogor

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikan Pangsa Pasar.
Jilid 1. Rneka Cipta Jakarta.

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Rineka Cipta. Jakarta.

Suryana, 2007. Analisis Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Terhadap Produk Minuman
Isotonik Merek Pocari Sweat. Skripsi. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Faperta IPB. Bogor.

JURNAL
Selawat, Dewi. 2017. Analisis Strategi Pemasaran Dalam Meningkatkan Jumlah Penjualan
Rumah Di Aitami Residence Jatiranggon. Vol. 1. No.2. November 2017.

Anda mungkin juga menyukai