Anda di halaman 1dari 5

Analisis Wilayah Pertahanan Menggunakan Pendekatan Soft System Methodology

Keberadaan wilayah pertahanan sangatlah penting bagi ketahanan sebuah negara, tak
terkecuali di Indonesia sendiri. Melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022, dijelaskan mengenai apa itu Wilayah Pertahanan. Yang dimaksud dengan
Wilayah Pertahanan adalah keseluruhan wilayah tertentu yang ditetapkan guna
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa dari
ancaman dan gangguan.

Lebih lanjutnya, pada Perpres yang sama juga dijelaskan strategi untuk pengelolaan Wilayah
Pertahanan. Pasal 11 memuat secara jelas apa saja rincian strategi yang efektif serta
bagaimana memperhatikan kelestarian lingkungan. Adapun strategi yang dimaksud adalah
sebagai berikut:

1. Mengendalikan dampak lingkungan di Wilayah Pertahanan yang merupakan daerah


latihan militer dan/atau daerah disposal amunisi serta peralatan pertahanan berbahaya
yang lain
2. Melaksanakan pertahanan dan keamanan secara dinamis
3. Meningkatkan kemampuan kawasan pertahanan negara serta keamanan negara.

Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Wilayah Pertahanan secara lebih dalam dan
ringkas. Indonesia adalah negara yang sangat beragam, buminya terbentang luas dan indah
dari Sabang hingga ke Merauke. Indahnya keberagaman masyarakat Nusantara yang
bernaung di dalam 34 provinsi ini sangat membutuhkan sinergi yang kuat di antara sesama
lapisan masyarakat. Tujuannya tak lain agar kesatuan dalam NKRI dapat terwujud (Guchy,
2021).

Setiap warga negara memiliki hak serta kewajiban untuk ikut berperan dalam upaya
pembelaan negara. Hal ini sebagai cerminan dari kehidupan kebangsaan yang menjamin hak-
hak warga negara untuk hidup dengan setara, adil, aman, damai, juga sejahtera (Samego,
2018). 

Semakin ke sini, muncullah berbagai macam ancaman di dalam masyarakat. Terkhusus pada
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Salah satu ancaman yang patut dipikirkan secara
matang adalah ancaman oleh kehadiran kelompok-kelompok pelaku terorisme sebagai buah
dari paham radikalisme. Permasalahan ini sangat genting, dan harus segera diatasi hingga
tuntas. Dengan begitu, maka keutuhan negara akan terjaga dengan baik (Guchy, 2021).
Salah satu bukti nyata bahwa berkembangnya paham radikalisme adalah aksi kekerasan.
Belakangan ini, kita kerap melihat pemberitaan bahwa maraknya aksi kekerasan yang
dilakukan oleh sekelompok orang dengan mengatasnamakan Islam di dunia Islam. Oleh
karena itu, radikalisme sering sekali dipahami dengan kurang tepat yaitu memperjuangkan
dengan cara kekerasan dan pemaksaan (Guchy, 2021).

Di dalam studi yang diterbitkan oleh Endang Turmudi pada tahun 2005 lalu, kekerasan dan
pemaksaan seperti di atas dibuktikan dengan aksi sekelompok masyarakat yang menolak
sistem sosial dan politik yang berlaku di masyarakat dan negara. Alasan penolakan tersebut
adalah karena anggapan mereka bahwa sistem yang berlaku di negara tidak berasal dari Islam
yang selama ini mereka pahami. Tak hanya itu saja, bahkan ada pula orang-orang tertentu
yang berusaha mengubah sistem yang sudah berjalan dengan cara-cara yang mengandung
unsur kekerasan.

Salah satu lapisan yang memegang porsi penting dalam menjaga keutuhan NKRI adalah
Tentara Nasional Indonesia atau TNI. Sebagai aparatur negara, TNI bertanggung jawab untuk
memastikan bagaimana keutuhan negara tetap terjaga dengan baik. Misalnya saja TNI AL
yang memiliki tupoksi pertahanan kedaulatan di wilayan lautan. TNI AL melaksanakan peran
dan fungsinya melalui Dinas Potensi Maritim. Tanggung jawabnya berupa kegiatan
pembinaan potensi maritim atau Binpotmar yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan
(Guchy, 2021).

Sistem Sishanneg, dalam buku Samego diyakini tetap penting untuk dipertahankan,
mengingat posisinya sebagai suatu sistem pedoman kebijakan di bidang pertahanan dan
keamanan selama ini. Meskipun bisa kita saksikan bahwa sudah terjadi berbagai perubahan
lingkungan yang memang begitu pesatnya. Baik secara illegal maupun secara baik secara
operasionalnya. Sishanneg, masih relevan untuk dipertimbangkan dalam Wilayah Pertahanan
(Samego, 2018). 

Mengingat kompleksitas masalah yang muncul tersebut, perlu adanya sesuatu yang dapat
menganalisis kondisi di masyarakat dan harapan apa yang sebenarnya yang menjadi solusi.
Salah satu metode pendekatan yang sangat cocok untuk digunakan ketika mempelajari
masalah wilayah Pertahanan adalah Soft System Methodology (SSM). SSM merupakan
model analisis yang digunakan untuk membentuk struktur diskusi dengan objek-objek yang
berbeda. Sebut saja seperti kebutuhan, tujuan, ketertarikan, serta suatu nilai yang dapat
dipisahkan antar objek tertentu dan kemudian membahasnya di dalam diskusi (Barusman M.
Yusuf, 2017: 70-73).

Lebih lanjut, metode SSM adalah proses penyelidikan berorientasi pada tindakan ke dalam
situasi bermasalah. Pada metode ini, pengguna akan belajar bagaimana agar mereka mencari
tahu tentang situasi, lalu mengambil tindakan untuk memperbaikinya (Checkland & Poulter,
2020).

Mari kita analisis bagaimana peran Binpotmar dalam upaya mencegah berkembangnya
paham radikalisme. Pada tahun 2020 lalu, Muhammad Hultria Guchy telah melakukan studi
analisis mengenai Peran Kegiatan Potensi Maritim dalam Mencegah Paham Radikalisme di
Wilayah Pantai Barat Sumatera Menggunakan Soft System Methodology. Gerak nyata dari
studi ini adalah melalui komunikasi sosial maritim kepada masyarakat yang berada di
wilayah pantai barat Sumatera, tentunya dengan menggunakan SSM.

Penelitian pun dilaksanakan di wilayah pantai barat Sumatera, berfokus pada wilayah
Sumatera Barat. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara kepada narasumber,
sebagaimana yang termasuk di dalam komunikasi sosial maritim. Kepala Dinas Perikanan
dan Kelautan Provinsi Sumatera Barat yang termasuk ke dalam Komponen Pemerintah
menjadi narasumber pertama. Lalu ada Komponen Masyarakat yang merupakan Kepala
SMKN 10 Padang sebagai tokoh Pendidikan. Selanjutnya, dari komponen Pejabat yang
berwenang dalam hal Binpotmar. Dialah Kadispotmar yang bertugas di wilayah kerja pantai
barat pulau Sumatera.

Tak hanya dengan wawancara saja, peneliti juga mengumpulkan data melalui observasi atau
pengamatan dan studi literatur. Tujuannya adalah untuk mendukung hasil wawancara dengan
beberapa narasumber tadi. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan
Soft System Methodology.

Soft System Methodology terdiri atas 7 tahapan. Adapun tahapan-tahapan metode tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Situasi problem yang tidak terstruktur


2. Pernyataan situasi problem
3. Definisi sistem yang relevan
4. Model konseptual sistem sesuai dengan definisi
5. Perbandingan model dengan dunia nyata
6. Perubahan secara sistematis
7. Tindakan untuk memperbaikai situasi problem.

Untuk lebih jelas, perhatikan gambar yang menunjukkan tahapan dalam metode SSM ini,
yuk.

Gambar 1. Tahapan Soft System Methodology (Barusman, 2017).

Tahapan pada pendekatan SSM pada gambar di atas mencakup antara lain:

1. Mengidentifikasi permasalahan atau situasi yang tidak terstruktur


Tahapan ini menyatakan inti permasalahan yang membutuhkan analisis masalah dan
situasi.
2. Meneliti situasi dan menyusun pernyataan terkait permasalahan dengan menggunakan
rich picture
Tujuan dilakukannya hal ini adalah untuk menangkap struktur dari permasalahan yang
ada, proses yang terlibat serta keterhubungan antara struktur dan proses tersebut.
Metode Rich Picture sendiri bermanfaat untuk mengartikan dan berkomunikasi antara
hubungan yang kompleks antara entitas melalui grafis ataupun gambar. Gambar
tersebut diperoleh dari hasil analisis terhadap dokumen, wawancara dan diskusi antar
pihak yang terkait. Sederhananya, rich picture diharapkan mampu memberikan
gambaran menyeluruh tentang situasi yang terjadi saat ini sesuai tahapan di dalam
Soft Sytem Methodology.
3. Memilih perspektif dan definisikan sistem yang relevan
Tahap ini dilakukan dengan menyatakan root definition. Root definition adalah
identifikasi terhadap elemen situasi dan pihak yang terlibat, yakni menggunakan
CATWOE.
4. Root Definition
Root definition adalah pernyataan singkat yang spesifik dan tidak ambigu.
5. Mengembangkan suatu model konseptual system
6. Membandingkan suatu model dengan fakta yang terjadi di dunia nyata
Pada tahap ini, dilakukan perbandingan suatu konsep konseptual dengan kenyataan
yang ada di publik. Model konseptual dianggap sebagai satu bentuk yang ideal dalam
memberikan inspirasi. Sebagai catatan, model konseptual bukan sebagai kritik atau
bahkan ancaman.
7. Mendefinisikan perubahan secara sistematis atau berurutan.

Berdasarkan data, kompleksitas permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat Sumatera


Barat terbilang tinggi. Kendati demikian, ancaman nyata paham radikalisme belum
sepenuhnya mendapatkan perhatian stakeholder. Baik itu dari kalangan pemerintah,
masyarakat, maupun pihak Dispotmar.

Nah, ini dia gambaran rich picture analisis dengan menggunakan pendekatan Soft System
Methodology.

Gambar 2. Rich Picture (Wawancara dan Teori P. Checkland)

Kesimpulan dari studi analisis ini adalah bahwa pelaksanaan kegiatan Binpotmar oleh
Dispotmar bersama komponen pemerintah DKP Sumatera Barat masih terbilang sebatas
kegiatan normatif saja. Sama halnya dengan program dari DKP provinsi Sumbar bersama
Dispotmar. Lalu, program masih bersifat formal dan belum menyasar ke seluruh lapisan
masyarakat. Namun, perlu diakui bahwa pelaksanaan Binpotmar dalam komponen keluarga
besar TNI sudah berjalan baik.

Anda mungkin juga menyukai