Anda di halaman 1dari 50

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MAMA

Jl. Lembing Blok F No. 15 Kampus Palembang


Telp. 0711-357351, 0711-5730051
Email: rsiamamaplg@gmail.com 081271296321

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MAMA PALEMBANG
NOMOR : ……………….

Tentang

PANDUAN ASESMEN PASIEN


RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MAMA PALEMBANG

Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Mama Palembang

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien agar tepat sesuai
dengan kebutuhan pasien maka diperlukan proses asesmen pasien saat pasien
pertama kali masuk rumah sakit ;
b. Bahwa asesmen dapat terlaksana dengan baik perlu adanya pedoman
pelaksanaan asesmen pasien ;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud hurf a dan huruf b
perlu mengatur pelaksanaan asesmen pasien dalam bentuk panduan asesmen
pasien pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Mama ;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran ;


2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ;
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ;
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ;
5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang undangan ;
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun
2015
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Nomor 74 Tahun 2012

1
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG ASESMEN PASIEN DI
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MAMA .

KESATU : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Apabila dalam keputusan ini
terdapat kesalahan atau kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Palembang
Pada Tanggal : ……..2021
Direktur,

………………….

2
KATA PENGANTAR

Dalam rangka mewujudkan Kesehatan masyarakat yang optimal, perlu


pelayanan yang bermutu, merata dengan jangkauan luas.
Rumah Sakit sebagai suatu Instalasi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat
pakar dan padat modal karena menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan
dan penelitian serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin.
Dalam pelaksanaan Identifikasi Pasien dirumah sakit yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan pelayanan yang lain di rumah sakit, melibatkan
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda menurut fungsi masing-
masing. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengarahkan kesatuan pandang
menuju terwujudnya peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan standar yang
ditetapkan guna mencapai peningkatan derajat Kesehatan masyarakat.
Sesuai dengan pasal 8 PERMENKES RI NOMOR 1691 TAHUN 2011, tentang
keselamatan pasien Rumah Sakit. Panduan ini bertujuan untuk mempermudah dalam
menyelenggarakan pelayanan identifikasi pasien dirumah sakit.
Kami sadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan panduan ini,
untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.

Palembang,
2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................................
KEBIJAKAN RUMAH SAKIT...................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................
BAB II : DEFINISI.................................................................................................
BAB III : RUANG LINGKUP DAN TATALAKSANA........................................
BAB IV : DOKUMENTASI....................................................................................
BAB V: PENUTUP

BAB I
PENDAHULUAN

4
A. Pendahuluan
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah
layanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rerata penduduk, serta yang
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi
yang telah ditetapkan.
Asesmen pasien merupakan tanggung jawab seluruh petugas di unit
pelayanan di rumah sakit. Asesmen pasien dilakukan untuk mengetahui alasan
pasien masuk rumah sakit baik di rawat jalan, IGD maupun pasien di rawat
inap. Dalam rangka meningkatkan pelayanan petugas pemberi pelayanan akan
melakukan asesmen dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien saat
diberikan pelayanan serta bekerjasama dalam memberikan intervensi pada
pasien yang memerlukan pelayanan baik di IGD, rawat jalan, maupun rawat
inap.
Proses asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang
pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan
berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan
ketika kondisi pasien berubah. Proses asesmen pasien adalah proses yang
terus menerus dan dinamis yang digunakan pada sebagian besar unit kerja
rawat inap dan rawat jalan.
Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama :
1. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial,
dan riwayat kesehatan pasien.
2. Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan imaging
diagnostic (radiologi ) untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
pasien.
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien
yang telah di identifikasi.
Asesmen pasien sudah benar bila memperhatikan kondisi pasien, umur,
kebutuhan kesehatan, dan permintaan atau prefensinya. Proses–proses ini
paling efektif dilaksanakan bila berbagai professional yang bertanggung jawab
atas pasien melakukan Kerjasama.
Penyusunan buku pedoman asesmen pasien sangat penting sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasein.

5
Asesmen pasien merupakan tanggung jawab seluruh petugas pemberi
pelayanan di RSIA MAMA.

B. Definisi
1. Asesmen pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase
pre-rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
2. Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
tenaga medis saat tiba di tempat kejadian.
3. Berdasarkan kapan dilakukannya suatu asesmen, maka asesmen
terdiri dari asesmen awal dan asesmen ulang.
4. Asesmen awal adalah asesmen yang dilakukan pada awal ketika
pasien datang ke rumah sakit.
5. Asesmen ulang adalah asesmen yang dilakukan pada pasien selama
proses pelayanan pada interval tertentu berdasarkan kebutuhan dan
rencana pelayanan atau sesuai kebijakan dan prosedur rumah sakit.
Berdasarkan jenis asesmen di rumah sakit, maka asesmen terdiri
dari :
1. Asesmen medis yaitu asesmen yang dilakukan oleh dokter yang kompeten.
2. Asesmen keperawatan yaitu asesmen yang dilakukan oleh perawat
(termasuk bidan) yang kompeten.
3. Asesmen yang lain, antara lain :
a. Asesmen gizi/asesmen nutrisional merupakan asesmen atau
pengkajian untuk mengidentifikasi status nutrisi pasien.
b. Asesmen farmasi merupakan asesmen atau asuhan untuk
mengidentifikasi kebutuhan farmasi (obat atau alkes).
c. Asesmen fisioterapi merupakan asesmen untuk menilai
kebutuhan atau status fungsional pasien.
d. Asesmen nyeri merupakan asesmen atau pengkajian untuk
mengidentifikasi rasa nyeri/sakit pasien

6
e. Asesmen risiko jatuh merupakan proses asesmen awal risiko
pasien jatuh dan asesmen ulang terhadap pasien yang diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
f. Asesmen gawat darurat merupakan asesmen atau pengkajian
terhadap pasien dengan kondisi gawat darurat atau emergensi.
g. Asesmen khusus yaitu asesmen individual untuk tipe-tipe pasien
atau populasi pasien tertentu yang didasari atas karakteristik yang
unik, yaitu pada pasien-pasien : anak-anak, dewasa, sakit terminal,
wanita dalam proses melahirkan, wanita dalam proses terminasi
kehamilan.

C. TUJUAN
Tujuan dilakukannya asesmen awal adalah :
1. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
2. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien.
3. Menetapkan diagnosis awal.
4. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.
Tujuan dilakukannya asesmen ulang :
1. Asesmen ulang merupakan kunci untuk memahami apakah
keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif.
2. Untuk menentukan respon terhadap pengobatan.
3. Untuk perencanaan pengobatan/tindakan lanjutan atau
pemulangan pasien.

7
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Asesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ) yang berkompeten
memberikan pelayanan secara professional dan melibatkan ahli lain bila diperlukan.
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, dan
fisioterapis.
2. Lingkup asesmen pasien meliputi pasien di rawat jalan, IGD dan Rawat inap serta melibatkan
unit penunjang lain seseuai dengan kebutuhan pasien.

ASESMEN PASIEN

ASESMEN ASESMEN ASESMEN GIZI ASESMEN ASESMEN


KEPERAWATAN/ FISIOTERAPI
MEDIS FARMASI

RENCANA TERAPI BERSAMA

MENGEMBANGKAN

MELAKUKAN EVALUASI

MELAKUKAN ASESMEN ULANG BILA TERJADI

PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI KLINIS

8
9
1. Alur Masuk Rawat Jalan

Mulai

Pasien Masuk
Poliklinik

Keperawatan
Mengecek kelengkapan administrasi
Melakukan assesmen awal rawat jalan

Prosedur
DPJP
Asesmen medis : Anamnesis & Penunjang

Prosedur Pemeriksaan fisik


Tindakan/ DPJP
One Day Care ya Menulis surat pengantar
Perlu Penunjang?
pemeriksaan penunjang
Tidak

ya Perlu Tindakan?

tidak

Perlu rawat inap ?


DPJP
tidak Menulis surat permintaan
ya MRS
DPJP
Menulis resep /
surat kontrol / Prosedur
rujuk balik Pendaftaran
di Sentral Admisi

Selesai Ruang
Rawat Inap

10
3. Alur Masuk Instalasi Gawat Darurat

PENDAFATRAN

PENDERITA MASUK

TRIAGE
(PEMILIHAN DERAJAT KEGAWATDARURATAN
PENDERITA)

Pelayanan Penderita Kasus


Pelayanan Penderita Pelayanan Penderita tidak
Gawat Darurat Dan Gawat
Gawat Darurat akut dan tidak gawat (label
Ringan Tidak Mengancam
Mengancam Nyawa hijau) trauma, non trauma,
Nyawa (Label Kuning)
(Label Merah) kebidanan
Trauma, Non Trauma,
Resusitasi
Kebidanan

 Rawat Inap
 Operasi

 Supervisi
 Kasir

 Pulang
 Rawat Jalan
 Meninggal

11
BAB III
TATA
LAKSANA

A. ASESMEN AWAL
1. Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat asesmen awal
sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSIA
Samudra Husada
2. Asesmen awal minimal meliputi:
a. Rawat Jalan
1)Identitas pasien
2)Tanggal dan waktu
3)Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
4)Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic
5)Diagnosis
6)Rencana penatalaksanaan
7)Pengobatan dan/atau tindakan
8)Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
9)Persetujuan tindakan bila diperlukan

b. Rawat Inap:
1) Identitas pasien
2) Tanggal dan waktu
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit d.
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
4) Diagnosis
5) Rencana penatalaksanaan
6) Pengobatan Dan Atau Tindakan

12
7) Persetujuan tindakan bila diperlukan
8) Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan
9) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu

c. Gawat darurat
1) Identitas pasien
2) Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
3) Identitas pengantar pasien
4) Tanggal dan waktu
5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic
7) Diagnosis
8) Pengobatan dan/atau tindakan
9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat
dan tindak lanjut
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan
11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain
12) Pelayanan lain yang diberikan kepada pasien

Asesmen awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang


sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan asesmen,
keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care) serta
adanya diagnosis awal.

13
B. ASESMEN ULANG
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi
dan pengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatan dan untuk
merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Asesmen ulang dilakukan di rawat inap atau di ruang perawatan intensif dalam
bentuk catatan perkembangan terintegrasi dengan para pemberi asuhan yang lain.
1. Catatan perkembangan berisi catatan data subjektif dan objektif dari perjalanan
dan perkembangan penyakit. Secara umum catatan perkembangan berisikan hal-
hal sebagai berikut :
a. apakah keluhan dan gejala pasien sekarang ? Adakah perubahan ?
b. Adakah perubahan dalam penemuan pemeriksaan fisik ?
c. Apakah ada data laboratorium baru ?
d. Adakah perubahan formulasi kasus atau hubungan dari berbagai masalah
medis satu dengan yang lain ?
e. Adakah rencana yang baru dalam rencana diagnostik dan pengobatan pasien ?

2. Suatu catatan lanjutan yang baik dapat segera memberikan keterangan untuk
berbagai hal penting dan paling sedikit bisa menjawab hal-hal sebagai berikut :
a. Apakah ada keterangan diagnostik baru ?
b. Apakah pasien menjadi lebih baik atau lebih buruk ?
c. Apakah obat yang dipilih bekerja dengan baik ?
d. Apakah tindak lanjut diagnostik dan pengobatan berjalan atau direncanakan ?

3. Cara penulisan data dengan format problem oriented dikenal dengan konsep SOAP.
Konsep SOAP terdiri dari 4 bagian :
a. S = Subjective
Data subyektif yang berisikan keluhan pasien. Seringkali perkataan pasien ditulis
dalam tanda kutip supaya dapat menggambarkan keadaan pasien.
b. O = Objective
Data obyektif yang berisikan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
c. A = Assement
Penilaian yang berisikan diagnosa kerja dan/atau diagnosa banding sebagai hasil
integrasi pemikiran dokter (berdasarkan pengetahuannya mengenai patofisiologi,
epidemiologi, presentasi klinis penyakit, dan lain sebagainya) terhadap data subjektif
dan objektif yang ada.
d. P = Planing (Rencana/Instruksi)
Rencana yang berisikan rencana diagnosa, rencana terapi (medikamentosa dan non
medikamentosa), rencana monitoring, dan rencana edukasi/penyuluhan.

14
C. ASESMEN GAWAT DARURAT
1. Asesmen gawat darurat dilakukan di instalasi gawat darurat untuk pasien dengan
kategori triase prioritas 1 (merah) dan prioritas 2 (kuning)..
2. Asesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RSIA MAMA, atau perawat yang
terlatih dalam melakukan asesmen gawat darurat.
3. Asesemen gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat
darurat, survei primer (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, disabilitas, dan eksposur).
Untuk asesmen di IGD, asesmen tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di
Formulir Asesmen Gawat Darurat.
4. Asesmen gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5 menit sejak pasien
tiba di RSIA MAMA untuk pasien prioritas 1 dan maksimal 15 menit untuk pasien
prioritas 2.
5. Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi :
a. Persiapan
b. Triase
c. Survei primer
d. Resusitasi
e. Tambahan terhadap survei primer dan resusitasi
f. Pertimbangkan kemungkinan rujukan
g. Survei sekunder (pemeriksaan head to toe dan anamnesis)
h. Tambahan terhadap survei sekunder
i. Pemantaun dan re-evaluasi berkesinambungan
j. Penanganan definitif
6. Baik survei primer dan sekunder dilakukan berulang-kali agar dapat mengenali
penurunan keadaan pasien, dan memberikan terapi bila diperlukan. Urutan kejadian
di atas diterapkan seolah-olah berurutan (sekuensial), namun dalam praktek sehari-
hari dapat berlangsung bersama-sama (simultan). Penerapan secara berurutan ini
merupakan suatu cara atau sistem bagi dokter untuk menilai perkembangan keadaan
pasien.
7. Hasil asesmen gawat darurat didokumentasikan di rekam medis dalam kronologi
waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang dilakukan

15
D. ASESMEN RAWAT JALAN
1. Asesmen pasien rawat jalan dilakukan di UGD, Poliklinik, dan Hemodialisis rawat
jalan. Asesmen awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat dan dokter sesuai
dengan format yang telah ditetapkan.
2. Asesmen awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru atau pasien lama
dengan keluhan yang baru.
3. Asesmen awal keperawatan rawat jalan berisi:
a. Keluhan utama/alasan untuk kedatangan dan riwayatnya.
b. Riwayat alergi obat dan makanan.
c. Riwayat pengobatan.
d. Keadaan umum meliputi tanda vital dan antropometri (khusus untuk anak-anak dan
medical check up)
e. Asesmen psikologis, status sosial dan ekonomis, skrining gizi awal, dan
status fungsional.
f. Asesmen risiko jatuh
g. Asesmen nyeri
4. Asesmen medis rawat jalan dilakukan oleh dokter spesialis di poliklinik rumah sakit
atau dokter umum di IGD RSIA MAMA
5. Asesmen rawat jalan didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan / kebijakan
rekam medis dengan keterangan yang jelas mengenai waktu pemeriksaan (tanggal
dan jam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi.
6. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Asesmen penyakit dalam, anak, THT dan bedah tidak memiliki standar khusus,
dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
b. Asesmen poliklinik gigi, Obstetri & Ginekologi, dilakukan sesuai format yang ada
di form asesmen khusus untuk dokter atau perawat.
7. Dokter membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di akhir dari penulisan di
rekam medis.
a. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan (endoskopi, biopsy, dll)
maka pengkajian awal diharuskan tidak lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih
dari 30 hari, maka riwayat kesehatan dan pemerikssan fisik harus diperbaharui.
b. Asesmen lanjutan rawat jalan untuk pasien kontrol. Pada setiap kunjungan
lanjutan, keluhan utama, tanda-tanda vital menjadi fokus asesmen, evaluasi test
diagnostik dan rencana penatalaksanaan harus dilakukan dan didokumentasikan
sesuai dengan jenis kunjungannya.

16
E. ASESMEN MEDIS RAWAT INAP
1. Asesmen Awal
a. Asesmen awal medis pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan sesaat setelah
pasien masuk ke ruang rawat inap atau DPJP. Hasil asesmen awal oleh dokter jaga
ruangan didokumentasikan di Form Asesmen Awal Rawat Inap Medis dan dilaporkan ke
DPJP. Asesmen awal medis rawat inap dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien
(DPJP) pada saat admission (saat pasien masuk ruang perawatan) sekaligus melakukan
review hasil asesmen jika asesmen awal dilakukan oleh dokter ruangan.
b. Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan asesmen dokter yang akan
merawat, maka jika pasien dilakukan asesmen kurang dari 24 jam, pasien dalam keadaan
tanpa kegawat daruratan medik dapat langsung menjalani poses admission. Sedangkan
jika pasien dengan asesmen lebih dari 24 jam sebelum pasien tiba di RSIA MAMA, maka
pasien harus menjalani asesmen ulang di IGD RSIA MAMA guna memastikan bahwa
diagnosis masih tetap dan tidak ada kegawatan lain sebelum pasien masuk ke ruang rawat
inap.
c. Asesmen medis rawat inap didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan /
kebijakan rekam medis, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan
penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi
d. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
1) Asesmen penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan
sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
2) Asesmen Medik kasus Anak & Neonatus dilakukan sesuai format yang ada di
form asesmen khusus.
3) Asesmen awal medis rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam sejak
admission atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien. Ketentuannya
sebagai berikut :
Unit Jangka Waktu Assesmen Awal
Perawatan Kritis (ICU/IMC) Dalam 2 jam
Kebidanan (Labour and delivery) Dalam 2 jam
Kamar Bayi Dalam 8 jam
Pasca persalinan (Maternity) Dalam 8 jam
Dewasa Bedah / Non Bedah Dalam 24 jam
Anak-anak Dalam 24 jam

17
2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral dari perawatan
berkelanjutan pasien.
b. Dokter harus memberikan asesmen setiap hari, termasuk di akhir pekan terutama untuk
pasien akut.
c. Asesmen ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan dan penatalaksanaan
lainnya berhasil dan apakah pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.
d. Dokter harus melakukan asesmen ulang apabila terdapat perubahan signifikan dalam
kondisi pasien atau perubahan diagnosis pasien dan harus ada revisi perencanaan
kebutuhan perawatan pasien, sebagai contoh: pasien pasca operasi.
e. Hasil dari asesmen yang dilakukan akan didokumentasikan dalam Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT).

F. ASESMEN KEPERAWATAN
Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
1. Asesmen Awal
a. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form
asesmen awal keperawatan secara lengkap dan dilakukan maksimal 24 jam sejak
pasien masuk di ruang rawat inap.
b. Asesmen keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak, dan dewasa), kondisi,
diagnosis dan perawatan akan meliputi sekurang-kurangnya:
1) Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila tidak dilengkapi di
gawat darurat).
2) Riwayat Alergi
3) Penilaian fisik
4) Pengkajian sosial dan psikologis
5) Skrining gizi awal
6) Asesmen Nyeri
7) Asesmen risiko jatuh (skala morse dan humpty dumty)
8) Riwayat imunisasi (untuk pasien anak)
9) Asesmen risiko decubitus norton scale (untuk pasien dewasa)
10) Kebutuhan edukasi
c. Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada saat asesmen
awal akan dilanjutkan sampai dengan saat pasien dipulangkan.

18
d. Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk belajar, dan
halangan pembelajaran juga akan dikaji pada saat penerimaan dan
didokumentasikan.

2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal sekali dalam 1
hari, kecuali ada perubahan kondisi pasien dan/atau diagnosis pasien dan untuk
menentukan respon pasien terhadap intervensi. Asesmen ulang keperawatan
didokumentasikan dalam form catatan perawatan pasien terintegrasi (CPPT) dan
catatan implementasi.
b. Asesmen ulang keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara
kontinyu, dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam.
c. Asesmen ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review data spesifik
pasien, perubahan yang berhubungan dengannya, dan respon terhadap intervensi.
d. Asesmen ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan populasi pasien
dan/atau kebutuhan individu pasien.

G. ASESMEN PERI OPERATIF


1. Asesmen peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan
kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator
utama.
2. Asesmen pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di
rekam medis yang minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta
penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus menunjukkan
justifikasi dari tindakan operatif yangakandilakukan.
3. Asesmen pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing, dan
didokumentasikan dalam rekam medis. Diagnosis pasca operasi harus dituliskan,
serta rencana penanganan pasca operasi.
4. Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana asesmen pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan
oleh unit kamar bedah.

H. ASESMEN PERI ANESTESI DAN SEDASI


1. Asesmen peri anestesi meliputi :
a. Asesmen pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi
cito dapat digabungkan dengan asesmen pre induksi.

19
b. Asesmen pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat
sebelum induksi dimulai)
c. Monitoring durante anestesi / sedasi
d. Asesmen pasca anestesi / sedasi
2. Asesmen peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai
standar ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
3. Asesmen pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat
pelatihan mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi RSIAM
MAMA
4. Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi :
a. Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.
b. Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.
c. Cara pemberian obat sedasi
d. Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.
e. Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi
f. Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat sedasi
g. Reversal agent dari obat sedasi
5. Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah :
a. Dokter IGD
b. Dokter HCU
c. Dokter Jaga Ruangan
d. Perawat IGD
e. Perawat HCU
f. Perawat Anestesi
g. Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif intravena
6. Asesmen pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan didokumentasikan dalam
rekam medis secara lengkap
7. Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana asesmen pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk mendapatkan
persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar
bedah atau unit lain yang melakukan sedasi.

20
I. SKRINING DAN ASESMEN GIZI
1. Skrining status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien poliklinik, IGD dan rawat inap.
2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien berisiko tinggi mengalami Protein Energy
Malnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining melaporkan kepada dokter
penanggung jawab pasien.
3. Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana perlu pasien
akan dikonsultasikan ke ahli gizi RSIA MAMA
4. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien pasien
didokumentasikan dalam rekam medis.
5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik berkaitan
dengan status gizi pasien.
6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inap perlu
ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasien sebagai
bagian dari asesmen.

J. ASESMEN KEMAMPUAN AKTIVITAS HARIAN (STATUS FUNGSIONAL)

Asesmen kemampuan melakukan aktivitas harian (status fungsional) dilakukan


sebagai bagian dari asesmen awal pasien rawat jalan dan rawat inap oleh perawat.
Asesmen ini perlu meliputi :
1. Metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
2. Apakah kondisi ruang perawatan dan atau pelayanan yang dibutuhkan pasien sudah sesuai
dengan kondisi dan kemampuan pasien.
3. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat
ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat pasien ini
mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.
4. Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian risiko jatuh yang akan dibahas secara
terpisah di poin berikut ini.

21
K. ASESMEN RISIKO JATUH
1. Asesmen risiko jatuh didokumentasikan di form asesmen pasien.
2. Asesmen risiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumah sakit di
instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat dan unit-unit lainnya.
3. Asesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat risiko jatuh dari
pasien.
4. Asesmen risiko jatuh diulang bila :
a. Pasien jatuh
b. Pasien menerima obat yang meningkatkan risiko jatuh (termasuk pasien post operatif
maupun tindakan lainnya)
c. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
d. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa :
5. Rawat jalan menggunakan “Modified Get Up and Go Test”.

YA TIDAK
a. Perhatikan cara berjalan pasien saat akan duduk di kursi,
apakah pasien tampak tidak seimbang (sempoyongan /
limbung )?
b. Apakah pasien memegang pinggiran kursi atau meja atau benda
lain sebagai penopang saat akan duduk?

Hasil : 1. Tidak berisiko (tidak ditemukan a dan b)


2. Risiko rendah (ditemukan a atau b)
3. Risiko tinggi (ditemukan a dan b

6. Rawat inap menggunakan “ Morse Fall Scale (MFS) “.

Faktor Risiko Skala Skor


Riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis sekunder Ya 15
( ≥ 2 diagnosis medis ) Tidak 0

22
Morse Fall Scale (MFS)

Alat bantu Berpegangan pada perabot 30


Kruk / tongkat / walker 15
Tidak ada / kursi roda / perawat / tirah baring 0
Terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal / Tirah baring / Imobilisasi 0
Status mental Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
Sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total

23
MFS Score Kategori Risiko Action
0 – 24 Risiko rendah Implementasi Tindakan PencegahanStandar Pasien
dengan Risiko Jatuh
25 – 45 Risiko sedang Implementasi Tindakan PencegahanStandar Pasien
dengan Risiko Jatuh
> 45 Risiko tinggi Implementasi Tindakan Pencegahan pada Pasien
dengan Risiko Tinggi Jatuh

Keterangan:
1. Riwayat jatuh :
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat
kejadian jatuh fisiologis dalam 3 bulan terakhir ini, seperti pingsan atau gangguan gaya
berjalan, berikan skor 15. Jika pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0.
2. Diagnosis sekunder :
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika tidak,
berikan skor 0.

24
3. Alat bantu :
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30. Jika pasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jika pasien dapat berjalan
tanpa alat bantu, berikan skor 0.
4. Terapi intravena ( terpasang infus ) :
Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.
5. Gaya berjalan :
Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk bangun
dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong tubuhnya, kepala
menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan bantuan sedang – total
untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada perabot, orang, atau alat
bantu berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 20.
Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak dapat
mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan bantuan ringan
untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.
Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0.
6. Status mental :
Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya
untuk berjalan. Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya,
berikan skor
15. Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.

25
Skrining farmasi dan / atau fisioterapi dilakukan jika terdapat adanya risiko jatuh pada pasien.
Asesmen risiko jatuh pada pasien anak menggunakan “ The Humpty Dumpty Scale “.
THE HUMPTY DUMPTY SCALE

Parameter Kriteria Skor


Usia  < 3 tahun 4
 3 – 7 tahun 3
 7 – 13 tahun 2
 > 13 tahun 1
Jenis Kelamin  Laki-laki 2
Diagnosis  Perempuan 1
 Diagnosis neurologi 4
 Perubahan oksigenasi ( diagnosis respiratorik, 3
dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, pusing, dsb. )
Gangguan Kognitif  Gangguan perilaku / psikiatri 2
 Diagnosis lainnya 1
 Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
Faktor Lingkungan  Lupa akan adanya keterbatasan 2
 Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
 Riwayat jatuh / bayi diletakkan di tempat tidur 4
dewasa
 Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan 3
dalam tempat tidur bayi / perabot rumah

Respon  Pasien diletakkan di tempat tidur 2


 Area di luar rumah sakit 1
terhadap  Dalam 24 jam 3
pembedahan / sedasi  Dalam 48 jam 2
/ anestesi  > 48 jam atau tidak menjalani pembedahan / sedasi / 1
anestesi
Penggunaan  Penggunaan multiple : sedatif, obat hipnosis, 3
medikamentosa barbiturat, fenotiazin, antidepresan, pencahar,
diuretik, narkose
 Penggunaan salah satu obat di atas 2
 Penggunaan medikasi lainnya / tidak ada medikasi 1

Total
26
HDS Score Kategori Risiko Action
7 – 11 Risiko rendah Implementasi Tindakan Pencegahan Standar Pasien
dengan Risiko Jatuh
≥ 12 Risiko tinggi Implementasi Tindakan Pencegahan pada Pasien
dengan Risiko Tinggi Jatuh

27
28
L. SKRINING PSIKOLOGIS

1. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang ada di
formulir asesmen pasien.
2. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang ada di
lembar asesmen keperawatan.

M. ASESMEN SOSIO-EKONOMI-BUDAYA
Asesmen sosio, ekonomi dan budaya dilakukan oleh dokter, perawat dan petugas
administrasi RSIA Samudra Husada
Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :
1. Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk.
2. Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung
(Alloanamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan &
kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya.
3. Asesmen oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar belakang
pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik sesuai
dengan keadaan sosio – ekonomi – budaya dari pasien tersebut.

Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara :


1. Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form asesmen keperawatan.
2. Mengisi form kebutuhan edukasi pasien
3. Asesmen oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi kelengkapan
administrasi dari pasien.

Pada asesmen sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien
rawat jalan perlu ditanyakan pula :
1. Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan kesehatan?

2. Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi? (membaca, mendengar
atau meihat?)
3. Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan mengenai
penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat berbicara dalam
bahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka diupayakan mencari keluarga
pasien

29
atau staf RSIA Samudra Husada yang mempu menjembatani komunikasi dengan baik
kepada pasien atau walinya.
4. Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau kondisi
secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu diajukan ke
wali pasien tersebut.
5. Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang berhubungan
dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obat-obat alternatif yang
dikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.

N. SKRINING DAN ASESMEN NYERI


1. Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupun
rawat inap
2. Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri
3. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan
skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4. Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan penanganan
nyeri sesuai standar profesi.
5. Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap
harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasien
mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
6. Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan didokumentasikan
dalam catatan keperawatan.
7. Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan kunjungan/visite ke
pasien.
b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
d. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.

30
e. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).

A. Skala Nyeri

1. Numeric Rating Scale


Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dandilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri
1–3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-
hari) 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari)

Numeric Rating Scale

31
2. Wong Baker Faces Pain Scale
Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan assesmen ini.
Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling sesuai
dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri :
0 – 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama
sekali 2 – 3 = sedikit nyeri
4 – 5 = cukup nyeri
6–7 = lumayan nyeri
8–9 = sangat nyeri
10 =amat sangat nyeri (tak tertahankan)

Wong Baker Faces Pain Scal

32
3. Comfort Scale
Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif/kamar operasi/ruang rawat
inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale dan Wong Baker Faces
Pain Scale.
Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1 – 5, dengan skor
total antara 9 – 45.
a. Kewaspadaan
b. Ketenangan
c. Distress pernapasan
d. Menangis
e. Pergerakan
f. Tonus otot
g. Tegangan wajah
h. Tekanan darah basal
i. Denyut jantung basal
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau
verbal akan rasa nyeri.

Comfort Scale

Tanggal / waktu
Sko
Kategori r

1. Tidur pulas/nyenyak
2. Tidur kurang nyenyak
Kewaspadaa
3. Gelisah
n
4. Sadar sepenuhnya dan waspada
5. Hiper alert
1. Tenang
2. Agak cemas
Ketenangan
3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
1. Tidak ada respirasi spontan dan tidak
ada
33
batuk
Distress 2. Respirasi spontan dengan
pernapasan sedikit/tidak ada respons terhadap
ventilasi
3. Kadang-kadang batuk atau
terdapat tahanan terhadap
ventilasi
4. Sering batuk,
terdapat
tahanan/perlawanan terhadap ventilator
5. Melawan secara aktif terhadap
ventilator,
batuk terus-menerus/tersedak
1. Bernapas dengan tenang, tidak
menangis
Menangis
2. Terisak-isak
3. Meraung
4. Menangis
5. Berteriak
1. Tidak ada pergerakan
2. Kadang-kadang bergerak perlahan
Pergerakan 3. Sering bergerak perlahan
4. Pergerakan aktif/gelisah
5. Pergerakan aktif termasuk badan
dan
Kepala
1. Otot relaks sepenuhnya, tidak ada
tonus
Tonus otot otot
2. Penurunan tonus otot
3. Tonus otot normal
4. Peningkatan tonus otot dan fleksi
jari
tangan dan kaki
5. Kekakuan otot ekstrim dan fleksi
jari
tangan dan kaki
1. Otot wajah relaks sepenuhnya
2. Tonus otot wajah normal, tidak
Tegangan terlihat tegangan otot wajah yang

34
nyata
wajah 3. Tegangan beberapa otot wajah
terlihat nyata
4. Tegangan hampir di seluruh otot
wajah
5. Seluruh otot wajah tegang, meringis
1. Tekanan darah di bawah batas
normal
2. Tekanan darah berada di batas
normal secara konsisten
Tekanan 3. Peningkatan tekanan darah
darah sesekali ≥ 15% di atas batas normal
basal (1 – 3 kali dalam observasi selama 2
menit)
4. Seringnya peningkatan tekanan
darah ≥
15% di atas batas normal (> 3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
5. Peningkatan tekanan darah
terus-
menerus ≥ 15%
1. Denyut jantung di bawah batas
normal
2. Denyut jantung berada di batas
normal secara konsisten
Denyut 3. Peningkatan denyut jantung
jantung sesekali ≥ 15% di atas batas normal
basal (1 – 3 kali dalam observasi selama
2 menit)
4. Seringnya peningkatan denyut
jantung ≥
15% di atas batas normal (> 3 kali
dalam observasi selama 2 menit)

5. Peningkatan denyut jantung


terus- menerus ≥ 15%
Skor total

35
4. Neonatus Infant Pain Scale (NIPS)
Suatu instrument penilaian nyeri yang digunakan pada bayi aterm dan pre term usia 0-1 bulan

No Parameter Skor Kategori Keterangan

1 Ekspresi wajah 0 Rileks Wajah tenang, ekspresi netral

1 Meringis Otot wajah tegang, alis berkerut


(ekspresi wajah negative)

2 Tangisan 0 Tidak menangis Tenang tidak menangis


1 Merengek Mengerang lemah intermitten
2 Menangis keras Menangis kencang, melengking terus-
menerus
(catatan : menangis tanpa suara diberi
skor bila bayi diintubasi

3 Pola nafas 0 Rileks Bernafas biasa

1 Perubahan nafas Tarikan nafas irregular, lebih cepat


dibandingkan biasa, menahan nafas,
tersedak

4 Tungkai 0 Rileks Tidak ada kekuatan otot, gerakan


tungkai biasa

1 Fleksi/Ekstensi Tegang kaku

5 Tingkat 0 Tidur/bangun Tenang tidur lelap atau bangun


kesadaran
1 Gelisah Sadar atau gelisah

Total Skor

36
Keterangan skala nyeri sesuai NIPS
1. Skor 0 : Bebas Nyeri
2. Skor 1-2 : Nyeri Derajat Ringan

37
3. Skor 3-4 : Nyeri Derajat Sedang
4. Skor > 4 : Nyeri Derajat Berat

5. Face (wajah), Legs (tungkai), Arms (lengan), Cry ( tangisan), dan Consolability (FLACC)

Skala ini digunakan untuk menilai nyeri pada anak-anak yang belum lancar berbicara.
Dimana setiap poin diberi nilai 0 sampai 2 yang nantinya dijumlah dari poin 0 hingga 10.
Instrumen ini juga cocok untuk anak yang lebih tua dimana diperlukan pengukuran nyeri
observasi dengan konfirmasi.

KATEGORI SKOR
0 1 2
Occasional grimace or Frequent to constant
No particular
FACE (wajah) frown, withdrawn, quivering chin, clenched
expression or smile
disinterested. jaw.
Normal position or Kicking, or legs drawn
LEGS (tungkai) Uneasy, restless, tense.
relaxed. up.
Lying quietly, normal Squirming, shifting back
ARMS (lengan) position moves Arched, rigid or jerking.
and forth, tense.
easily.
Crying steadily, screams
No cry, (awake or Moans or whimpers;
CRY (tangisan) or sobs, frequent
asleep) occasional complaint
complaints.
Reassured by occasional
CONSOLABILITY Content, relaxed. touching hugging or being

38
O. ASESMEN AWAL INDIVIDUAL UNTUK POPULASI TERTENTU
Rumah sakit melaksanakan asesmen awal individual untuk populasi tertentu yang
dilayani rumah sakit. Asesmen pasien tersebut merupakan respons terhadap
kebutuhan dan kondisi mereka dengan cara yang dapat diterima oleh budaya dan
bersifat rahasia. Populasi tertentu itu diantaranya :
1. Asesmen Individual pada Anak-Anak dan Dewasa Muda
Asesmen anak-anak dan dewasa muda pada tahap awal mengikuti ketentuan pada
asesmen awal (poin sebelumnya). Untuk anak-anak, akan dirujuk ke dokter
spesialis anak. Untuk dewasa muda, akan dirujuk sesuai temuan pada asesmen
awal.
2. Asesmen Individual Pada Wanita Dalam Proses Melahirkan dan Terminasi Kehamilan
Pasien dalam proses melahirkan dan terminasi kehamilan akan langsung dirujuk ke
dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk mendapat asesmen dan penanganan
selanjutnya
3. Asesmen dan Penanganan Pasien Dengan Kondisi Terminal
a. Identifikasi pasien dengan kondisi terminal. Identifikasi dilakukan diseluruh unit,
baik oleh dokter maupun oleh perawat.
b. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus asesmen mengenai kebutuhan
unik dari pasien maupun keluarga dengan melakukan :
1) Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter
berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan
waktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.
2) Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui
fase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan
dalam outpatient / inpatient setting.
3) Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana,
serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced
directives) yang terkait dengan penanganan pasien.

39
4) Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka
langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
5) Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan
dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluarga
dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri
dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)
6) Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi
ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi
pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.
7) Ke-adekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama
obat nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada
pasien terminal.
8) Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah
dengan alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa
yang akan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik tersebut.
Edukasi dan pelatihan terhadap pasien atau yang merawat selanjutnya perlu
dilakukan hingga dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat medik
tersebut dengan benar.
4. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan
a. Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan, rawat
inap, maupun Instalasi Gawat Darurat.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater
disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical maupun
surgical).
3) Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun
harus dikonsulkan ke psikiater.
4) Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu
aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya. Pasien
dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic underlying
disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
b. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.

40
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan
kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai
ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak
memiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.
3) Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.

5. Asesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat.


a. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan:
1) Alkohol
2) Nikotin
3) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan nimetazepam)
4) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
5) Amfetamin& Metamfetamin
b. Identifikasi populasi berisiko:
1) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau opiat)
dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat rekam
medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien).
2) Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
3) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat,
alkohol maupun merokok.
4) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka
petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang
bersangkutan.
5) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.

c. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai


adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan asesmen awal berupa
pertanyaan pertanyaan sebagai berikut:

41
1) Berapa banyak merokok? Minum alkohol?(Jika drug abuse : ditanya, obat apa
yang digunakan? Darimana didapatkan?)
2) Sejak usia berapa?
3) Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
4) Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?

d. Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk


pengkajian dan penanganan lebih lanjut.
e. Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya konseling
untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug users /
IDUs)
f. Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medic.

6. Asesmen untuk korban penganiayaan.


a. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluar
kemauannya.
b. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan hidup,
orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-ekonomi budaya dan fisik
tergantung kepada orang lain. Jika menjumpai kelompok ini, petugas harus
mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan.
c. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka di
samping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat pengkajian\
lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi:
1) Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
2) Bila korban anak-anak, asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap orang tuanya
secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat gambaran
lebih lengkap mengenai kejadiannya.
3) Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya
sendiri, asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk
orang yang sehari-hari merawat korban.
4) Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada korban
yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil, bayi
maupun orang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan).

42
5) Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan /
penganiayaan.

7. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Komunikasi.


a. Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat pada
tidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin
terjadi adalah:
1) Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta (blindness).
2) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya retardasi,
Cerebral Palsy, Stroke, dll).
b. Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien
diminta memberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah
yang efektif dilakukan.
c. Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif
dengan pasien.
d. Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk asesmen, dan
dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternative
pertama untuk asesmen.
e. Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa
Isyarat untuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat
berkomunikasi, maka rumah sakit mengundang ahli bahasa isyarat untuk membantu
proses komunikasi atau menunggu hingga anggota keluarga yang mampu
berkomunikasi hadir di rumah sakit, kecuali dalam keadaan life saving.
f. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter
menganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya. Dan perlu
dilakukan konfirmasi dengan keluarga mengenai hasil asesmen tersebut.

43
P. DISCHARGE PLANNING (RENCANA PEMULANGAN PASIEN)
a. Asesmen awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk pemulangan
pasien (Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan
pemulangan sedini mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal ini
berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi,
dan lain sebagainya.
b. Asesmen perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi :

1) Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.


2) Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis dan
berat ringannya penyakit yang diderita)
3) Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang penyakit
pasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang diberikan,
serta
pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.
c. Hasil akhir asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU
Discharge Planning.
d. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan transportasi
didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggung
jawab pasien.
e. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut :
1) Pasien yang tinggal sendiri
2) Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan perawatan
lanjutan di rumah atau di tempat lain
3) Pasien dengan gangguan mental
4) Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit

44
5) Bayi prematur, cacat
6) Pasien yang memerlukan pembedahan.
7) Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke
Negara asalnya.

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan


2. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan
3. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan Poli Gigi
4. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan Poli Gigi
5. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan Poli Kandungan
6. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan Poli Kandungan
7. Lembar Asesmen Awal Rawat Jalan Poli Kebidanan
8. Lembar Asesmen Lanjutan Rawat Jalan Poli Kebidanan
9. Lembar Asesmen Awal Fisioterapi Musculoskeletal
10. Lembar Asesmen Lanjutan Fisioterapi Musculoskeletal
11. Lembar Asesmen Awal Fisioterapi Kardiorespirasi
12. Lembar Asesmen Lanjutan Fisioterapi Kardiorespirasi
13. Lembar Asesmen Awal Fisioterapi Neuromuscular
14. Lembar Asesmen Lanjutan Fisioterapi Neuromuscular
15. Lembar Asesmen Awal Terapi Wicara
16. Lembar Asesmen Lanjutan Terapi Wicara
17. Lembar Asesmen Hemodialisis
18. Lembar Triase
19. Lembar Asesmen Gawat Darurat
20. Lembar Asesmen Keperawatan Gawat Darurat

45
21. Lembar Observasi
22. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Bedah-Trauma

46
23. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Bedah-Non Trauma
24. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Medis Non Bedah
25. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Anak
26. Lembar Asesmen Awal Rawat Inap Neonatus
27. Lembar Asesmen Persalinan

47
28. Lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
29. Lembar Asesmen Pre Sedasi / Anestesi
30. Lembar Asesmen Pre Induksi
31. Lembar Asesmen Keperawatan Perioperatif
32. Lembar Asesmen Keperawatan Neonatus
33. Lembar Asesmen Keperawatan Anak
34. Lembar Asesmen Keperawatan Dewasa
35. Lembar Asesmen Pasien Terminal
36. Lembar Catatan Perencanaan
37. Lembar Catatan Tindakan Keperawatan
38. Lembar Catatan Tindakan Keperawatan Anak
39. Lembar Asuhan Kebidanan Gynekologi Lembar Asuhan Kebidanan Obstetri
40. Lembar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Abortus/Menometrorhagia/Abses Bartholini/Polyp
Servik
41. Lembar Anamnesis GIzi Pasien Kunjungan Ulang
42. Lembar Skrining Gizi Lanjut Dewasa
43. Lembar Skrining Gizi Lanjut Anak
44. Lembar Discharge Planning

48
KEPUSTAKAAN

American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Support for
Doctors. Student Course Manual. Tahun 2008. Diterjemahkan & dicetak oleh komisi
trauma “IKABI”. Eighth Edition.
Agency for Healthcare Research & Quality. Morse Fall Scale.
www.ahrq.gov/legacy/research/itc/fallpxtoolkit/fallpxtool3h.htm
Agency for Healthcare Research & Quality. Januari, 2013. Preventing Falls in Hospitals
“A Toolkit For Improving Quality of Care“. www.ahrq.gov/research/ltc/fallpxtoolkit
Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked. Edisi ke-
3. Philadelphia : Mosby Elsevier; 2009.
Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric intensive care
environments : the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-109.
Burnside – Mc Glynn. Tahun 1987. “Adams Diagnosis Fisik”. Edisi 17.
Currie, Leanne. 2007. Fall & Injury Prevention – Patient Safety & Quality.
www.ncbi.nlm.nih.gov
Departemen Kesehatan RI – Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. September 2006.
Materi Pelatihan GELS (General Emergency Life Support). Edisi ke-7.
EBM – Diagnostic. ocw.usu.ac.id/…/cvs146_slide_ebm-diagnostic.pdf
Emergency Care Singapore General Hospital.www.sgh.com.sg;
Emergency Severity Index (ESI) : A Triage Tool For Emergency
Department.www.ahrq.gov/professionals/systems/hospital/esi/esi1.html;
Humpty Dumpty Fall Assessment Scale.pdf.
www.utmb.edu/policies_and_procedures/4334194
Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline : assessment and
management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.
Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline : assessment and
management of chronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.

49
Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain :
current understanding of assessment, management, and treatments. National
Pharmaceutical Council, Inc; 2001.
Lynda Juall Carpenito - Moyet, (1999), Diagnosis Keperawatan, Jakarta, EGC
Malnutrition. www.bapen.org.uk/pdfs/must/must_full.pdI
Malnutrition Universal Screening Tool – NHS Evidence
Search. www.evidence.nhs.uk/search?
National Center for Patient Safety. Fall Prevention and Mangement.
http://www.patientsafety.gov/CogAids/FallPrevention/
National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments : numeric rating scale; 2003.
Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari :
www.hospitalsoup.com
Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy
Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
P.J.M. Stevens, dkk. Tahun 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Pusponegoro, Hardiono; Wirya, IGN Wila; Pudjiadi, Anton; Bisanto,
Julfina; Zulkarnain, Siti. Pengantar Uji Diagnostik. Tahun 2012. research-
indonesia.blogspot.com/…/pengantar-uji-diagnostik
Singapore Emergency Patients Categorisation Scale.pdf
Singapore Emergency Medicine Services Patient Acuity Category.mht.
http://semsonline.org/index.html;
Setiadi. Tahun 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan
Keperawatan Edisi Pertama. Graha Ilmu.
The “ How to “ Guide for Reducing Harm from Falls.
www.patientsafetyfirst.nhs.uk Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and
management : just the facts. McGraw-Hill; 2005. Wong D, Whaley L. Clinical
handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis : C.V. Mosby Company;
1986. h. 373.

Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. Tahun 2011. Buku Panduan


BT&CLS (Basic Trauma Life Support And Basic Cardiac Life Support) Edisi
Keempat.

50

Anda mungkin juga menyukai