Anda di halaman 1dari 35

DAFTAR ISI

I.1 Makna Analisis Kebutuhan Pelatihan...........................................................................................2


I.2 Langkah Analisis Kebutuhan Pelatihan........................................................................................2
I.3 Need Assesment...........................................................................................................................6
I.4 Why is Needs Assessment Necessary?.........................................................................................7
I.5 Who should Participate in Needs Assessment?...........................................................................8
I.7 Solusi Terhadap Masalah Kinerja..............................................................................................11
I.8 The Need Assessment Process...................................................................................................12
I.9 Organizational Analysis.............................................................................................................13
I.10 Competency Model..................................................................................................................26
I.11 Scope Of Needs Assessment....................................................................................................32
I.12 Needs Assessment In Practice..................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................35

1
I.1 Makna Analisis Kebutuhan Pelatihan

Menurut Barbazette (2006), analisa kebutuhan pelatihan atau Training Need Analysis
(TNA) sebagai: “.... the process of collecting informaton about an expressed or implied
organizational need that could be met by conducting training”. (Hal 5). TNA adalah sebuah
proses pengumpulan informasi tentang kebutuhan organisasi yang mungkin dapat diatasi
melalui penyelenggaran program pelatihan.

Townsend dan Donovan (2005) mengemukakan definisi TNA sebagai berikut: “...
TNA is identifying the new knowledge skill and attitudes which people requiry to meet their
own and their organisational’s development need.”(hal 6). TNA merupakan langkah
mengidentifikasi masalah dan isu-isu tentang kinerja, untuk menentukan apakah
pelatihanmerupakan solusi yang tepat untuk mengimplementasi TNA memiliki peran penting
dalam menentukan masalah kinerja yang dihadapi sebuah institusi atau perusahaan.

Dengan kata lain, implementasi TNA berperan sebagai sarana untuk melakukan
diagnosa terhadap masalah kinerja sesungguhnya yang terjadi dalam sebuah perusahaan.
Hasil diagnosa proses TNA akan digunakan untuk menemukan dan merekomendasikan solusi
yang diperlukan untuk mengatasi masalah kinerja.

TNA memiliki peran yang signifikan yaitu:

 Merupakan investasi bagi institusi pendidikan dan latihan


 Memusatkan perhatian pada masalah kinerja yang sedang dihadapi
 Menghemat waktu dan biaya untuk mengatasi masalah kinerja
 Memastikan solusi untuk mengatasi masalah kinerja
 Menghindari program pelatihan yang kurang efektif

I.2 Langkah Analisis Kebutuhan Pelatihan

1. Melakukan Klarifikasi terhadap masalah kinerja


Implementasi TNA pada umumnya dilakukan untuk mengetahui masalah
kinerja yang sesungguhnya terjadi, dan mencari faktor-faktor penyebab masalah dan
menetapkan solusi yang diperlukan untuk mengatasi masalah kinerja yang dihadapi
Implementasi TNA pada umumnya dilakukan atau dimulai dari adanya
keluhan yang dihadapi oleh perusahaan yang terkait dengan masalah kinerja karyawan
dalam perusahaan tersebut. Training Officer perlu melakukan klarifikasi masalah

2
kinerja yang dihadapi sebelum melakukan pengambilan keputusan tentang solusi yang
diperlukan untuk mengatasinya. Dengan melakukan klarifikasi terhadap keluhan
tentang masalah kinerja yang dihadapi oleh perusahaan training manager tidak akan
melakukan kesalahan dalam melakukan pengambilan keputusan tentang solusi yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja
2. Mencermati kesenjangan kinerja atau gap
Masalah kinerja biasanya digambarkan dalam bentuk kesenjangan antara gap
antara kinerja aktual dan kinerja ideal. Kesenjangan tersebut merupakan masalah yang
dapat dirasakan dampaknya dalam sebuah perusahaan.

Kondisi atau Kondisi atau


kinerja saat ini GAP DISKREPANSI kinerja saat ini

3. Membuat rencana pengumpulan data

TNA merupakan proses pengumpulan data yang bersifat empiris atau nyata. Dengan
data dari lapangan yang bersifat empiris, maka keputusan yang diambil akan menjadi lebih
logis dan bersifat tidak intuitif. Alexander Romizowsky (1981) mengemukakan bahwa untuk
mencermati masalah kinerja dalam sebuah perusahaan diperlukan adanya pengamatan atau
observasi terhadap karyawan yang bermasalah dalam mencapai kinerja (performers) dan juga
lingkungan tempat karyawan tersebut bekerja (setting).

Agar dapat mengumpulkan data yang diperlukan, tim TNA yang dibentuk oleh
perusahaan perlu membuat rencana pengumpulan data. Rencana harus meliputi : teknik atau
metode pengumpulan data yang akan digunakan dan sampel yang akan dilibatkan dalam
pengumpulan data serta jadwal kerja dan pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang
dapat digunakan yaitu : observasi, wawancara, survey, analisis dokumen, dan uji kinerja atau
performance assessment.

Pengumpulan data dilakukan terhadap responden yang diperkirakan dapat


memberikan informasi yang signifikan terhadap masalah kinerja yang dihadapi oleh
perusahaan. Contoh responden yang dapat dilibatkan dalam proses pengumpulan data yaitu :
karyawan, supervisor, manager, dan pelanggan atau nasabah.

3
4. Menetapkan metode untuk mengumpulkan data

Metode pengumpulan data dapat dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat
digunakan dalam mengungkap masalah kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Metode
adalah cara yang diperlukan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan. Ragam
metode yang dapat digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melaksanakan
TNA meliputi : observasi, survey, wawancara, analisis dokumen, dan analisisi kesulitan atau
difficulty analysis

5. Menentukan responden

Sebelum melakukan proses pengumpulan data seorang training officer perlu


menentukan siapa saja yang relevan untuk dilibatkan dalam proses pengumpulan data yang
terkait dengan masalah kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Beragam sumber informasi
dapat digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan. Karyawan,
penyedia, manager personalia, dan pimpinan unit dapat di jadikan sebagai sumber informasi
atau responden untuk memperoleh data informasi yang terkait dengan masalah kinerja yang
dihadapi. Selain orang, fasilitas dan lingkungan kerja karyawan juga dapat digunakan untuk
memperoleh data dan informasi yang terkait dengan masalah kinerja.

Dokumen-dokumen yang terkait dengan kinerja karyawan dapat digunakan sebagai


bahan yang diperlukan untuk mendekripsikan masalah kinerja yang terjadi dalam sebuah
perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil analisis dokumen digunakan untuk mengetahui
penyebab terjadinya masalah kinerja yang dihadapi dan solusi yang dilakukan oleh
perusahaan,

6. Menyusun instrument dan melakukan pengumpulan data

Instrument merupakan hal yang paling penting untuk digunakan dalam pengumpulan
data yang diperlukan dalam mendeskripsikan secara akurat masalah kinerja. Ragam
instrument dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.
Ragam instrument dapat digunakan untuk mengumpulkan data TNA antara lain : (1) Check
list, (2) skala nilai, (3) panduan wawancara.

Checklist merupakan pengumpulan data yang digunakan dalam aktivitas observasi.


Observasi dalam TNA dilakukan baik terhadap personel atau karyawan dan terhadap
lingkungan atau fasilitas ditempat kerja karyawan. Instrument check list biasanya digunakan

4
untuk mengetahui apakah aspek-aspek dari suatu jenis pekerjaan dilakukan oleh personel.
Selain itu check list dapat digunakan untuk memperoleh data dan informasi tentang kualitas
lingkungan atau fasilitas yang mendukung kinerja karyawan.

Skala nilai atau rating scale dapat digunakan dalam metode pengumpulan data
observasi dan survey. Instrument skala nilai hampir sama dengan instrument check list.
Namun dilengkapi dengan kualitas pelaksanaan aspek-aspek dalam suatu bidang pekerjaan.
Skala nilai selain digunakan untuk mengukur kualitas kinerja seseorang dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan dapat juga digunakan untuk mengukur kualitas produk yang dihasilkan
seseorang. Skala nilai dapat digunakan untuk mengukur kualitas kinerja yang diperlihatkan
seorang karyawan dalam melakukan suatu jenis tugas dan pekerjaan. Selain itu, skala nilai
juga dapat digunakan untuk menilai kualitas produk yang dihasilkan oleh karyawan tersebut.

Paduan wawancara merupakan instrument pengumpulan data yang diperlukan untuk


memperoleh informasi langsung tentang masalah kinerja yang dihadapi individual.
Instrument wawancara kerap digunakan untuk melengkapi data dan infrormasi yang tidak
dapat diperoleh melalui metode pengumpulan data observasi dan survey. Wawancara kerap
digunakan sebagai instrument untuk mendalami data dan informasi yang telah diperoleh dari
check list dan skala nilai.

Kombinasi penggunaan informasi TNA dalam pengumpulan data sangat perlu


dilakukan untuk memperoleh informasi yang lengkap. Kombinasi instrument yang igunakan
akan membantu training officer dalam memperoleh data yang lengkap agar dapat dianalisis
secara komprehensif untuk mengungkap masalah kinerja.

7. Melakukan analisis data

Proses analisis dilakukan terhadap data yang telah berhasil dikumpulkan, dan pada
umumnya proses TNA bersifat kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi dan survey
dikelompokkan atau diklasifikasikan untuk dapat melihat kecenderungan dalam masalah
kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Data hasil observasi dan survey yang tidak dapat
dianalisis dapat dilengkapi dengan melakukan wawancara terhadap personel atau responden
yang relevan.

Analisis data yang diperoleh dari aktivitas observasi dengan menggunakan check list
akan menggambarkan komponen-komponen atau aspek pekerjaan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh responden. Data tentang mengapa aspek-aspek pekerjaan dilakukan atau tidak

5
dilakukan dapat dilengkapi dengan melakukan wawancara terhadap sumber atau responden
yang sesuai. Data hasil survey dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis yang telah
dilakukan sebelumnya. Demikian pula dengan data yang diperoleh dari analisis dokumen
dapat dipakai untuk melengkapi hasil analisis sebelumnya.

8. Membuat laporan TNA

Menyusun laporan merupakan langkah terakhir dari sebuah proses TNA. Tujuan
penyelenggaraan TNA adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah
kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Pelaksanaan TNA harus bermuara pada rekomendasi
terhadap solusi yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi masalah kinerja.

Laporan pelaksanaan TNA disusun secara sistematis dan komprehensif. Laporan


pelaksanaan TNA mencakup latar belakang; tujuan; metode yang digunakan; responden yang
berpartisipasi; kesimpulan dan hasil analisis kebutuhan masalah pelatihan yaitu rekomendasi
solusi yang diperlukan untuk mengatasi masalah kinerja

I.3 Need Assesment


Proses desain dimulai dengan penilaian kebutuhan. Langkah-langkah selanjutnya dalam
proses termasuk memastikan bahwa karyawan memiliki motivasi dan keterampilan dasar
yang diperlukan untuk belajar, menciptakan lingkungan yang positif belajar, memastikan
bahwa peserta pelatihan menggunakan keterampilan yang dipelajari pada pekerjaan, memilih
metode pelatihan, dan mengevaluasi apakah pelatihan telah mencapai hasil yang diinginkan.
Sebagai contoh NetApp, sebelum Anda memilih metode pelatihan, penting untuk
menentukan jenis pelatihan apa yang diperlukan dan bagaimana pelatihan itu harus
disampaikan. Kebutuhan penilaian mengacu pada proses yang digunakan untuk
menentukan apakah pelatihan diperlukan.

Kebutuhan penilaian biasanya melibatkan analisis organisasi, analisis orang, dan tugas
analysis. Suatu organizational analysis mempertimbangkan konteks di mana pelatihan akan
terjadi. Artinya, analisis organisasi melibatkan menentukan kesesuaian pelatihan, mengingat
strategi bisnis perusahaan, sumber dayanya tersedia untuk pelatihan, dan dukungan oleh
manajer dan rekan kerja untuk kegiatan pelatihan.

Analisis orang membantu mengidentifikasi siapa yang membutuhkan pelatihan. Person


analysis melibatkan (1) penentuan apakah kekurangan kinerja disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan (masalah pelatihan) atau dari masalah motivasi

6
atau desain kerja; (2) mengidentifikasi siapa membutuhkan pelatihan; dan (3) menentukan
kesiapan karyawan untuk pelatihan. Task analysis diidentifikasi tugas-tugas penting dan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang perlu ditekankan dalam pelatihan bagi
karyawan untuk menyelesaikan tugas mereka.

I.4 Why is Needs Assessment Necessary?


Penilaian kebutuhan penting karena seorang manajer atau klien lain meminta pelatihan
(yang mana berfokus pada menutup celah keterampilan yang dihasilkan dari kurangnya
pengetahuan atau keterampilan) bisa benar-benar terjadi meminta atau membutuhkan sesuatu
yang lain, seperti motivasi karyawan, mengubah perspektif atau sikap, atau mendesain ulang
alur kerja.

Need assessment adalah langkah pertama dalam proses desain pembelajaran, dan jika
tidak dilakukan dengan benar, satu atau lebih dari situasi berikut dapat terjadi :

 Pelatihan mungkin salah digunakan sebagai solusi untuk masalah kinerja


(ketika solusi harus berurusan dengan motivasi karyawan, desain pekerjaan, atau
komunikasi yang lebih baik harapan kinerja).
 Program pelatihan mungkin memiliki konten, tujuan, atau metode yang salah.
 Peserta pelatihan dapat dikirim ke program pelatihan yang mereka tidak
memiliki keterampilan dasar, keterampilan prasyarat, atau kepercayaan yang
dibutuhkan untuk belajar.
 Pelatihan tidak akan memberikan pembelajaran yang diharapkan, perubahan
perilaku, atau hasil keuangan yang diharapkan perusahaan.
 Uang akan dihabiskan untuk program pelatihan yang tidak perlu karena tidak
ada hubungannya untuk strategi bisnis perusahaan.

Melalui mengidentifikasi hasil pembelajaran dan sumber daya yang tersedia untuk
pelatihan, need assessment juga menyediakan informasi itu membantu perusahaan memilih
metode pelatihan atau pengembangan yang sesuai (dibahas dalam Bagian Tiga buku ini).
need assessment juga menyediakan informasi mengenai hasil yang harus dikumpulkan untuk
mengevaluasi efektivitas pelatihan. Proses evaluasi pelatihan dibahas dalam Bab Enam,
"Evaluasi Pelatihan."

7
I.5 Who should Participate in Needs Assessment?
Karena tujuan need assessment adalah untuk menentukan apakah need assessment ada,
untuk siapa ia ada, dan untuk tugas apa pelatihan dibutuhkan, penting bahwa semua
pemangku kepentingan dimasukkan dalam penilaian kebutuhan. Stakeholder termasuk orang
dalam organisasi yang memiliki minat dalam pelatihan dan pengembangan dan dukungan
mereka penting untuk menentukan keberhasilannya (atau kegagalan). Stakeholder termasuk
para pemimpin perusahaan dan manajer tingkat atas, manajer tingkat menengah, pelatih, dan
karyawan yang merupakan pengguna akhir pembelajaran. Ada beberapa cara untuk
memastikan bahwa para pemangku kepentingan terlibat dalam penilaian kebutuhan. Salah
satunya adalah melalui pembentukan kelompok penasihat formal yang bertemu secara teratur
untuk membahas pembelajaran masalah.

Tabel 3.1 menunjukkan pertanyaan yang diajukan oleh pemimpin perusahaan, manajer
tingkat menengah, pelatih, dan karyawan tertarik untuk menjawab analisis organisasi, analisis
orang, dan analisis tugas. Para pemimpin perusahaan termasuk direktur, CEO, dan wakil
presiden. Perusahaan pemimpin melihat proses penilaian kebutuhan dari perspektif
perusahaan yang lebih luas daripada berfokus pada pekerjaan tertentu. Pimpinan perusahaan
terlibat dalam penilaian kebutuhan proses untuk mengidentifikasi peran pelatihan dalam
kaitannya dengan praktik sumber daya manusia lainnya di Indonesia perusahaan (mis.,
pemilihan dan kompensasi karyawan). Pemimpin perusahaan inginkan pelatihan untuk
mengantisipasi kebutuhan, selaras dengan arah bisnis. Pelatihan dan pengembangan perlu
meningkatkan kinerja karyawan sedemikian rupa sehingga mendukung strategi bisnis. Upaya
pembelajaran (pelatihan, pengembangan, manajemen pengetahuan) perlu untuk menjadi
pendekatan yang terintegrasi dan holistik (bukan serangkaian kursus terfragmentasi dan
program) yang menambah nilai bagi perusahaan. Para pemimpin perusahaan juga terlibat
dalam mengidentifikasi fungsi bisnis atau unit apa yang perlu pelatihan (analisis orang) dan
dalam menentukan apakah perusahaan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
dalam angkatan kerja yang diperlukan untuk memenuhi strateginya dan bersaing di pasar.
Manajer tingkat menengah lebih banyak prihatin dengan bagaimana pelatihan dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan keuangan untuk yang khusus unit yang mereka awasi.
Akibatnya, untuk manajer tingkat menengah, analisis organisasi berfokus mengidentifikasi
(1) berapa banyak anggaran mereka yang ingin mereka curahkan untuk pelatihan; (2)
jenisnya karyawan yang harus menerima pelatihan (mis., insinyur, atau karyawan inti yang
terlibat langsung dalam memproduksi barang atau menyediakan jasa); dan (3) untuk pelatihan

8
pekerjaan apa dapat membuat perbedaan dalam hal meningkatkan produk atau layanan
pelanggan.

Pemimpin perusahaan biasanya terlibat dalam menentukan apakah pelatihan memenuhi


perusahaan strategi dan kemudian menyediakan sumber daya keuangan yang sesuai. Manajer
tingkat atas biasanya tidak terlibat dalam mengidentifikasi karyawan mana yang
membutuhkan pelatihan, tugas-tugas pelatihan yang dibutuhkan, atau pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, dan karakteristik lainnya diperlukan untuk menyelesaikan tugas-
tugas tersebut. Ini adalah peran para Subject matter experts (SMEs). Subject matter
experts (SMEs) adalah karyawan, akademisi, manajer, pakar teknis, pelatih, dan bahkan
pelanggan atau pemasok yang memiliki pengetahuan tentang (1) masalah pelatihan, termasuk
tugas yang harus dilakukan; (2) pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dibutuhkan untuk kinerja tugas yang sukses; (3) peralatan yang diperlukan; dan (4) kondisi di
bawah dimana tugas harus dilakukan. Masalah utama dengan SMEs adalah memastikan hal
itu memiliki pengetahuan tentang konten yang harus dicakup oleh pelatihan, serta cukup
realistis dapat memprioritaskan konten apa yang penting untuk dibahas dalam waktu yang
ditentukan untuk subjek dalam kurikulum pelatihan. SMEs juga harus memiliki informasi
yang relevan dengan perusahaan bisnis dan memiliki pemahaman tentang bahasa, alat, dan
produk perusahaan. Sana tidak ada aturan mengenai berapa banyak tipe karyawan yang harus
diwakili dalam grup melakukan penilaian kebutuhan. Namun, penting untuk mendapatkan
sampel petahanan pekerjaan (karyawan yang sedang melakukan pekerjaan) terlibat dalam
proses karena mereka cenderung paling berpengetahuan tentang pekerjaan dan bisa menjadi
penghalang besar untuk pelatihan proses jika mereka merasa tidak memiliki input ke dalam
penilaian kebutuhan.

I.6 Masalah Kinerja

Masalah kinerja merupakan masalah yang bersifat multidimensi. Kita dapat dengan
mudah mengetahui indikatornya, namun cukup sulit untuk mengetahui faktor penyebab dan
solusi yang diperlukan untuk mengatasinya. Banyak indicator yang dapat digunakan untuk
menyebut adanya masalah kinerja dalam organisasi atau perusahaan. Masalah kinerja yang
terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan seringkali dikaitkan dengan kurangnya
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan (performance).

Romizowski (1981) mengemukakan bahwa pada dasarnya masalah kinerja yang


terjadi dalam sebuah perusahaan dapat diklasifikasikan berdasarkan indicator yang

9
diperlihatkan oleh karyawan yang memiliki masalah dengan kinerja. Klasifikasi masalah
tersebut antara lain :

1. Karyawan memiliki kompetensi, namun tidak memperlihatkan kinerja


yang baik
2. Karyawan memiliki kompetensi, namun tidak memiliki fasilitas
pendukung kerja yang memadai ditempat kerja.
3. Karyawan memiliki kompetensi, namun tidak memiliki prosedur kerja
standar atau standar operating procedure (SOP)
4. Karyawan tidak tahu dan tidak terampil dalam melakukan pekerjaan.

Masalah Karyawan memiliki kompetensi, namun tidak memperlihatkan kinerja yang


baik dapat diakibatkan oleh beberapa faktor contohnya motivasi.
Masalah motivasi dapat menyebabkan karyawan yang kompeten dan biasanya
berkinerja baik tidak mau berkinerja seperti sebelumnya. Faktor kebosanan dan kejenuhan
bagi karyawan yang telah bekerja bertahun-tahun mungkin dapat menyebabkan turunnya
motivasi kerja yang berujung pada rendahnya kinerja.
Faktor pemberian reward dan punishment yang tidak tepat dapat juga mengakibatkan
menurunnya prestasi kerja karyawan. Karyawan berprestasi namun tidak memperoleh
penghargaan yang oantas akan membuat karyawan tersebut memiliki motivasi kerja rendah.
Penghargaan atau reward yang pantas perlu diberikan kepada karyawan yang
menunjukkan prestasi dalam bekerja seblakinya karyawan yang melanggar aturan dan displin
perlu memperoleh hukuman atau punishment.
Karyawan yang kompeten namun tidak didukung oleh fasilitas kerja yang memadai
juga akan memperlihatkan masalah kinerja. Penggunaan peralatan yang sudah tua kerap dapat
menimbulkan pemborosan, baik berupa waktu maupun bahan baku yang digunakan dalam
melakukan aktivitas produksi.
Penggunaan peralatan yang tidak memadai sering mengakibatkan proses produksi
menghasilkan kualitas produk yang rendah.
Masalah kinerja lain karyawan memiliki kompetensi tapi tidak menyadari bahwa
prosedur kerja yang dilakukan tidak sesuai dengan standar kerja yang berlaku. Karyawan
memiliki kemampuan tapi sering melakukan kesalahan karena bekerja tidak berdasarkan
prosedur kerja yang standar, bekerja tidak secara sistematis.

10
I.7 Solusi Terhadap Masalah Kinerja
Ragam solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja dapat
diklasifikasikan menjadi solusi berupa pelaksanaan program pelatihan (training program) dan
non pelatihan (non training program).
Solusi untuk mengatasi masalah motivasi kerja yang rendah yaitu karyawan telah
memiliki kompetensi tapi tidak memperlihatkan kinerja yang baik, adalah melakukan
pembinaan dan pengelolaan terhadap pekerjaan mereka. Bagi karyawan yang pernah
memiliki kinerja yang baik namun tidak lagi menunjukkan kinerja yang baik meskipun sudah
dilatih, maka solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan pembinaan yang diikuti dengan
upaya pembenahan manajemen seperti rotasi pekerjaan (job rotation); penambahan tanggung
jawab kerja (job enlargement); dan peningkatan target hasil kerja (job enrichment).
Pemberian ganjaran atau reward dan sanksi berupa hukuman dapat digunakan sebagai
solusi untuk mengatasi masalah kinerja yang disebabkan oleh rendahnya motivasi dan
disiplin kerja.
Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan kurang memadainya fasilitas kerja
dapat digunakan dalam mendukung tugas dan pekerjaan, training manager dapat
menyarankan institusi untuk mengadakan peralatan baru atau memperbaiki produksi yang
sudah lama.
Pada masalah kinerja yang terkait dengan masalah tidak diterapkannya prosedur kerja
standar, salah satu solusinya adalah menyediakan buku panduan kerja atau job manual.
Karyawan dapat diberikan coaching atau refreshing tentang penggunaan buku manual kerja
yang dapat diterapkan melakukan tugas dan pekerjaan secara efektif dan efisien.
Pada masalah kinerja yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kurangnya
pengetahuan karyawan tentang bagaimana melakukan suatu pekerjaan maka program
pelatihan atau training dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja tersebut.
Program pelatihan dapat dilakukan ditempat kerja atau on the job training maupun
diluar tempat kerja atau off the job training. Program pelatihan perlu didesain secara
sistematik agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan.
Upaya untuk mengetahui masalah kinerja yang sebenernya terjadi dan memahami
faktor-faktor penyebabnya, akan membantu training manager dalam menemukan solusi yang
akurat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja tersebut.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan akan menciptakan peningkatan
kinerja dalam sebuah perusahaan.

11
I.8 The Need Assessment Process
Bagian ini membahas tiga elemen penilaian kebutuhan: analisis organisasi, analisis
orang, dan analisis tugas. Gambar 3.2 menggambarkan proses penilaian kebutuhan. Dalam
praktiknya, analisis organisasi, analisis orang, dan analisis tugas tidak dilakukan

Analisis Orang
Karakteristik Orang
• Input
• Output
• Konsekuensi

Analisis Organisasi Apakah kita ingin


• Arah Strategis Meluangkan Waktu dan Metode Pelatihan atau
• Dukungan Manajer, Teman, Uang untuk Pelatihan? Pengembangan
• Evaluasi
dan Karyawan untuk • Beli vs. Bangun
• Lingkungan belajar
Kegiatan Pelatihan • Opsi SDM Lainnya, • Transfer Pelatihan
• Sumber Daya Pelatihan seperti Seleksi

Analisis Tugas atau Model


Kompetensi
• Kegiatan Kerja (Tugas)
• Pengetahuan, Keterampilan,
Kemampuan, Kemampuan
Pribadi (Kompetensi),
Kondisi di bawah Tugas yang
Dilakukan

Suatu analisis organisasi berkaitan dengan mengidentifikasi apakah pelatihan cocok


dengan tujuan strategis perusahaan dan apakah perusahaan memiliki anggaran, waktu, dan
keahlian untuk pelatihan (konteks untuk pelatihan), biasanya dilakukan terlebih dahulu.
Analisis orang dan analisis tugas sering dilakukan secara bersamaan karena sulit untuk
menentukan apakah kekurangan kinerja adalah masalah pelatihan tanpa memahami tugas dan

12
lingkungan kerja. Analisis organisasi awal mungkin menunjukkan bahwa perusahaan tidak
ingin menghabiskan sumber daya keuangan untuk pelatihan. Namun, jika analisis orang
mengungkapkan bahwa sejumlah besar karyawan tidak memiliki keterampilan dalam bidang
penting yang terkait dengan tujuan bisnis perusahaan (seperti layanan pelanggan), manajer
tingkat atas dapat memutuskan untuk m umber daya keuangan untuk pelatihan.

I.9 Organizational Analysis


Analisis organisasi melibatkan pengidentifikasian apakah pelatihan mendukung arahan
strategis perusahaan; apakah manajer, rekan kerja, dan karyawan mendukung kegiatan
pelatihan; dan sumber daya pelatihan apa yang tersedia.

The Company’s Strategic Direction

Peran strategis pelatihan mempengaruhi frekuensi dan jenis pelatihan dan bagaimana
fungsi pelatihan diatur dalam perusahaan. Di perusahaan tempat pelatihan diharapkan untuk
berkontribusi pada pencapaian strategi dan sasaran bisnis, jumlah uang yang dialokasikan
untuk pelatihan dan frekuensi pelatihan kemungkinan akan lebih tinggi dari pada di
perusahaan-perusahaan di mana pelatihan dilakukan secara sembarangan atau tanpa maksud
strategis. Misalnya, perusahaan yang percaya bahwa pembelajaran berkontribusi terhadap
keunggulan kompetitif mereka atau yang telah mengadopsi sistem kerja berkinerja tinggi
cenderung memiliki anggaran pelatihan yang lebih besar dan melakukan lebih banyak
pelatihan. Strategi bisnis juga mempengaruhi jenis pelatihan. Semakin besar peran strategis
pelatihan, semakin besar kemungkinan perusahaan akan mengatur fungsi pelatihan
menggunakan model universitas bisnis atau perusahaan. Kedua model ini menekankan bahwa
pelatihan digunakan untuk membantu memecahkan masalah bisnis.

Support of Managers, Pers, and Employee for Training Activities

Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa dukungan rekan dan manajer untuk
pelatihan sangat penting, bersama dengan antusiasme dan motivasi karyawan untuk
menghadiri pelatihan. Faktor kunci untuk sukses adalah sikap positif di antara rekan kerja,
manajer, dan karyawan tentang partisipasi dalam kegiatan pelatihan; kesediaan manajer dan
rekan sejawat untuk memberikan informasi kepada peserta pelatihan tentang bagaimana
mereka dapat menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang dipelajari dalam
pelatihan untuk melakukan pekerjaan mereka lebih efektif; dan peluang bagi peserta untuk
menggunakan konten pelatihan dalam pekerjaan mereka.18 Jika sikap dan perilaku rekan

13
kerja dan manajer tidak mendukung, karyawan tidak mungkin menerapkan konten pelatihan
untuk pekerjaan mereka.

Training Resources

Penting untuk mengidentifikasi apakah perusahaan memiliki anggaran, waktu, dan


keahlian untuk pelatihan. Salah satu pertanyaan yang harus dijawab perusahaan adalah
apakah ia memiliki sumber daya (yaitu, waktu, uang, dan keahlian) untuk membangun atau
mengembangkan program pelatihan itu sendiri atau apakah ia harus membelinya dari vendor
atau perusahaan konsultan. Ini dikenal sebagai keputusan “buy or build”. Misalnya, jika
perusahaan memasang peralatan manufaktur berbasis komputer di salah satu pabriknya, ia
memiliki tiga strategi yang mungkin untuk menangani kebutuhan memiliki karyawan yang
melek komputer. Pertama, perusahaan dapat memutuskan bahwa, mengingat keahlian dan
anggaran stafnya, perusahaan dapat menggunakan konsultan internal untuk melatih semua
karyawan yang terkena dampak. Kedua, perusahaan dapat memutuskan bahwa lebih efektif
untuk mengidentifikasi karyawan yang melek komputer dengan menggunakan tes dan sampel
kerja. Karyawan yang gagal dalam tes atau melakukan di bawah standar pada sampel
pekerjaan dapat dipindahkan ke pekerjaan lain. Memilih strategi ini menunjukkan bahwa
perusahaan telah memutuskan untuk mencurahkan sumber daya untuk seleksi dan
penempatan daripada pelatihan. Ketiga, karena kekurangan waktu atau keahlian, perusahaan
mungkin memutuskan untuk membeli pelatihan dari konsultan.

Salah satu cara untuk mengidentifikasi sumber daya pelatihan adalah bagi perusahaan
yang memiliki operasi atau departemen serupa yang berlokasi di seluruh negara atau dunia
untuk berbagi ide dan praktik.

Person Analysis

Analisis orang membantu mengidentifikasi karyawan yang membutuhkan pelatihan;


kurangnya pelatihan atau pelatihan yang buruk adalah salah satu penjelasan yang mungkin.
Ini sering disebut sebagai analisis kesenjangan (a gap analysis). Analisis kesenjangan (a gap
analysis) mencakup menentukan apa yang bertanggung jawab atas perbedaan antara kinerja
karyawan saat ini dan yang diharapkan. Analisis orang juga membantu menentukan kesiapan
karyawan untuk pelatihan. Kesiapan untuk pelatihan mengacu pada apakah (1) karyawan
memiliki karakteristik pribadi (kemampuan, sikap, kepercayaan, dan motivasi) yang
diperlukan untuk mempelajari konten program dan menerapkannya pada pekerjaan, dan (2)

14
lingkungan kerja akan memfasilitasi pembelajaran dan tidak mengganggu kinerja. Proses ini
termasuk mengevaluasi karakteristik orang, input, output, konsekuensi, dan umpan balik.

Titik tekanan utama untuk pelatihan adalah kinerja yang buruk atau di bawah standar.
Kinerja buruk ditunjukkan oleh keluhan pelanggan, peringkat kinerja rendah, atau insiden di
tempat kerja seperti kecelakaan dan perilaku tidak aman. Indikator potensial lain dari
kebutuhan pelatihan adalah jika pekerjaan berubah sedemikian rupa sehingga tingkat kinerja
saat ini perlu ditingkatkan atau karyawan harus dapat menyelesaikan tugas-tugas baru.

The Process for Person Analysis

Gambar 3.3 menunjukkan proses untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi


kinerja dan pembelajaran. Karakteristik orang (Person characteristics) mengacu pada
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan sikap karyawan. Input terkait dengan instruksi
yang memberi tahu karyawan apa, bagaimana, dan kapan harus melakukan. Input juga
mengacu pada sumber daya yang diberikan karyawan untuk membantu mereka melakukan.
Sumber daya ini dapat mencakup peralatan, waktu, atau anggaran. Output mengacu pada
standar kinerja pekerjaan. Konsekuensi merujuk pada jenis insentif yang diterima karyawan
untuk berkinerja baik. Umpan balik (feedback) mengacu pada informasi yang diterima
karyawan saat mereka berkinerja.

Personal Characteristics

• Kemampuan dasar

- Kemampuan kognitif

- Tingkat Membaca

• Self-efficacy

• Kesadaran akan Kebutuhan Pelatihan, Minat Karir, Tujuan

• Usia & Generasi


+

15
Input

• Memahami Apa, Bagaimana, Kapan Melakukan


+
• Kendala Situasional

• Dukungan sosial

• Peluang untuk Melakukan

Output

• Harapan untuk Belajar dan Kinerja

+
Consequences
+
• Norma

• Manfaat

• Hadiah

Feedback

• Frekuensi

• Spesifik

• Detail

Motivasi Belajar Belajar Prestasi Kerja

Wawancara atau kuesioner dapat digunakan untuk mengukur karakteristik pribadi,


input, output, konsekuensi, dan umpan balik.

16
Karakteristik, input, output, konsekuensi, dan umpan balik seseorang memengaruhi
motivasi belajar. Motivasi untuk belajar adalah keinginan peserta pelatihan untuk
mempelajari isi program pelatihan. Pertimbangkan bagaimana motivasi Anda untuk belajar
dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dan lingkungan..

Personal Characteristics

Karakteristik pribadi meliputi keterampilan dasar, kemampuan kognitif, keterampilan


bahasa, dan sifat-sifat lain yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka
atau belajar dalam program pelatihan dan pengembangan secara efektif. Karakteristik pribadi
juga mencakup usia atau generasi karyawan, yang mungkin memengaruhi cara mereka lebih
suka belajar.

Basic Skills

Keterampilan dasar mengacu pada keterampilan yang diperlukan bagi karyawan untuk
melakukan pekerjaan dan mempelajari konten program pelatihan dengan sukses.
Keterampilan dasar meliputi kemampuan kognitif dan keterampilan membaca dan menulis.
Tabel 3.4 menunjukkan kegiatan yang terlibat dalam melakukan audit literasi.

Langkah 1: Amati karyawan untuk menentukan keterampilan dasar yang mereka


butuhkan untuk berhasil dalam pekerjaan mereka. Catat bahan-bahan yang digunakan
karyawan pada pekerjaan itu, tugas-tugas yang dilakukan, dan pembacaan, penulisan, dan
perhitungan selesai.
Langkah 2: Kumpulkan semua bahan yang ditulis dan dibaca di tempat kerja dan
identifikasi perhitungan yang harus dilakukan untuk menentukan tingkat kemahiran
keterampilan dasar yang diperlukan. Bahan termasuk tagihan, memo, dan formulir seperti
daftar inventaris dan lembar permintaan.
Langkah 3: Wawancarai karyawan untuk menentukan keterampilan dasar yang mereka
yakini diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu. Pertimbangkan persyaratan keterampilan
dasar dari pekerjaan itu sendiri.
Langkah 4: Tentukan apakah karyawan memiliki keterampilan dasar yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan dengan sukses. Gabungkan informasi yang dikumpulkan dengan
mengamati dan mewawancarai karyawan dan mengevaluasi bahan yang mereka gunakan
pada pekerjaan mereka. Tulis deskripsi masing-masing pekerjaan dalam hal keterampilan
membaca, menulis, dan komputasi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan

17
sukses.
Langkah 5: Kembangkan atau beli tes yang mengajukan pertanyaan yang berkaitan
khusus dengan pekerjaan karyawan. Minta karyawan untuk menyelesaikan tes.
Langkah 6: Bandingkan hasil tes (dari langkah 5) dengan deskripsi keterampilan dasar
yang diperlukan untuk pekerjaan itu (dari langkah 4). Jika tingkat keterampilan membaca,
menulis, dan komputasi karyawan tidak sesuai dengan keterampilan dasar yang diperlukan
oleh pekerjaan, maka masalah keterampilan dasar ada

Pelatih perlu mengevaluasi kekuatan dan kelemahan peserta sebelum merancang


program pelatihan. Kelemahan keterampilan yang diidentifikasi dapat digunakan untuk
menentukan prasyarat yang dibutuhkan atau harus diperoleh peserta sebelum memasuki
program pelatihan. Bagaimana pelatih mengidentifikasi kesenjangan keterampilan? Pertama,
pelatih mengumpulkan informasi umum melalui materi pelatihan khusus posisi dan deskripsi
pekerjaan. Mereka juga mengamati pekerjaan untuk menjadi terbiasa dengan keterampilan
yang diperlukan. Selanjutnya, pelatih bertemu dengan UKM, termasuk karyawan, manajer,
insinyur, atau orang lain yang akrab dengan pekerjaan itu. Dengan bantuan UKM ini, pelatih
mengidentifikasi daftar kegiatan yang dilakukan secara teratur dan memprioritaskan daftar
sesuai dengan kepentingannya. Akhirnya, pelatih mengidentifikasi tingkat keterampilan dan
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan atau tugas pekerjaan. Misalnya,
perawat harus memperhatikan perubahan kondisi, reaksi, dan tingkat kenyamanan pasien;
mereka perlu mengidentifikasi dan mengingat detail ketika mengamati pasien. Kegiatan-
kegiatan ini membutuhkan keterampilan pengamatan yang baik, dan pelatih perlu
menemukan atau membuat tes untuk mengukur keterampilan tersebut. Setelah analisis
keterampilan selesai, pelatih melakukan evaluasi keterampilan dasar (atau pretraining) untuk
mengidentifikasi kesenjangan keterampilan yang perlu diatasi sebelum mendaftarkan
karyawan dalam sesi pelatihan.

Kemampuan Kognitif Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kognitif


mempengaruhi pembelajaran dan prestasi kerja. Kemampuan kognitif mencakup tiga
dimensi: pemahaman verbal, kemampuan kuantitatif, dan kemampuan penalaran.
Pemahaman verbal mengacu pada kapasitas orang tersebut untuk memahami dan
menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan kuantitatif mengacu pada seberapa cepat
dan akurat seseorang dapat menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan beralasan
mengacu pada kapasitas orang tersebut untuk menemukan solusi terhadap masalah. Penelitian
18
menunjukkan bahwa kemampuan kognitif terkait dengan kinerja yang berhasil di semua
pekerjaan. Pentingnya kemampuan kognitif untuk keberhasilan pekerjaan meningkat karena
pekerjaan menjadi lebih kompleks.

Tingkat kemampuan kognitif peserta pelatihan juga dapat mempengaruhi seberapa baik
mereka dapat belajar dalam program pelatihan. Peserta pelatihan dengan tingkat kemampuan
kognitif yang rendah lebih mungkin gagal menyelesaikan pelatihan atau (pada akhir
pelatihan) menerima nilai lebih rendah pada tes yang mengukur seberapa banyak yang telah
mereka pelajari.

Reading Ability

Keterbacaan mengacu pada tingkat kesulitan bahan tertulis. Kurangnya yang sesuai tingkat
membaca dapat menghambat kinerja dan pembelajaran dalam program pelatihan. Bahan yang
digunakan di pelatihan harus dievaluasi untuk memastikan bahwa tingkat bacaannya tidak
melebihi yang disyaratkan oleh pekerjaan. Penilaian keterbacaan biasanya melibatkan analisis
panjang kalimat dan kata kesulitan. JikaJika tingkat membaca peserta pelatihan tidak sesuai
dengan tingkat yang dibutuhkan untuk materi pelatihan, empat opsi tersedia. Pertama, pelatih
dapat menentukan apakah layak untuk menurunkan tingkat materi pelatihan membaca atau
menggunakan video atau pelatihan di tempat kerja, yang melibatkan pembelajaran dengan
menonton dan berlatih daripada membaca. Kedua, karyawan tanpa tingkat membaca yang
diperlukan dapat diidentifikasi melalui tes membaca dan dipindahkan ke yang lain posisi
lebih kongruen dengan tingkat keahlian mereka. Ketiga, sekali lagi menggunakan tes
membaca, pelatih dapat mengidentifikasi karyawan yang tidak memiliki keterampilan
membaca yang diperlukan dan membekali mereka pelatihan perbaikan. Keempat, pelatih
dapat mempertimbangkan apakah pekerjaan itu dapat dirancang ulang untuk mengakomodasi
tingkat membaca karyawan. Opsi keempat tentu yang paling mahal dan paling tidak praktis.
Karena itu, metode pelatihan alternatif perlu dipertimbangkan, atau manajer dapat memilih
opsi nontraining. Opsi non pelatihan termasuk memilih karyawan untuk pekerjaan dan
kesempatan pelatihan berdasarkan membaca, perhitungan, menulis, dan dasar lainnya
persyaratan keterampilan. Untuk mengembangkan keterampilan dasar atau menutup
kesenjangan keterampilan, banyak perusahaan yang terlibat dalam keterampilan penilaian,
pelatihan, atau kombinasi keduanya. Mereka bekerja untuk mengidentifikasi dan menutup

19
kesenjangan keterampilan, baik sendiri atau dalam kemitraan dengan lembaga pemerintah
negara bagian.

Self-Efficacy

Self-efficacy adalah keyakinan karyawan bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan mereka
atau mempelajari konten program pelatihan berhasil. Lingkungan kerja bisa mengancam
terlalu banyak karyawan yang mungkin belum pernah berprestasi di masa lalu. Sebagai
contoh, orang-orang yang dipekerjakan melalui program kesejahteraan-untuk-pekerjaan
“seorang program yang dirancang untuk membantu mencari pekerjaan bagi penerima
kesejahteraan” mungkin kurang efikasi diri. Itu lingkungan pelatihan juga dapat mengancam
orang-orang yang belum menerima pelatihan atau pendidikan formal untuk jangka waktu
yang lama, kurang pendidikan, atau tidak berpengalaman dalam materi pelajaran program
pelatihan. Misalnya, melatih karyawan untuk menggunakan peralatan untuk manufaktur
berbasis komputer dapat mewakili potensi ancaman, terutama jika memang demikian
terintimidasi oleh teknologi baru dan kurang percaya diri dalam kemampuan mereka untuk
menguasai keterampilan diperlukan untuk menggunakan komputer. Penelitian telah
menunjukkan bahwa self-efficacy terkait dengan kinerja dalam program pelatihan. Tingkat
self-efficacy karyawan dapat ditingkatkan dengan:

1. Memberitahu karyawan bahwa tujuan pelatihan adalah untuk mencoba meningkatkan


kinerja daripada mengidentifikasi area di mana karyawan tidak kompeten.
2. Memberikan informasi sebanyak mungkin tentang program pelatihan dan tujuannya
pelatihan sebelum pelatihan yang sebenarnya.
3. Menunjukkan kepada karyawan keberhasilan pelatihan rekan-rekan mereka yang
sekarang berada di pekerjaan yang sama.
4. Memberikan umpan balik kepada karyawan bahwa pembelajaran ada di bawah
kendali mereka dan mereka memilikinya kemampuan dan tanggung jawab untuk
mengatasi kesulitan belajar yang mereka alami diprogram.

Awareness of Training Needs, Career Interests, and Goals

Agar termotivasi untuk belajar dalam program pelatihan, karyawan harus menyadari
keterampilan mereka kekuatan dan kelemahan serta kaitan antara program pelatihan dan
peningkatan kelemahan mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memahami
mengapa mereka telah diminta untuk menghadiri program pelatihan, dan mereka harus

20
mengomunikasikan tautannya antara pelatihan dan peningkatan kelemahan keterampilan atau
kekurangan pengetahuan. Ini dapat dicapai dengan berbagi umpan balik kinerja dengan
karyawan, memegang karier diskusi pengembangan, atau meminta karyawan menyelesaikan
evaluasi diri atas keterampilan mereka kekuatan dan kelemahan serta minat dan tujuan karier.

Age and Generation

Ada bukti biologis bahwa kapasitas mental tertentu menurun dari usia dua puluh ke usia tujuh
puluh. Memori jangka pendek dan kecepatan orang memproses informasi menurun kita
menua. Namun, seiring bertambahnya usia pengalaman, yang bisa mengimbangi hilangnya
memori dan kecepatan mental. Meskipun kecepatan mental dan kehilangan memori
berkurang dengan mantap kecepatan, pada usia yang lebih tua, kehilangan ingatan jauh lebih
besar karena sumber daya mental lebih terkuras dibandingkan pada usia sebelumnya.

Istilah milenium dan Generasi Y merujuk pada orang yang dilahirkan setelahnya 1980.
Mereka optimis, mau bekerja dan belajar, dan melek teknologi; mereka menghargai
keberagaman. Istilah Gen Xers mengacu pada orang yang lahir dari tahun 1965 hingga 1980.
Gen Xers perlu umpan balik dan fleksibilitas; mereka tidak suka pengawasan ketat. Mereka
telah mengalami perubahan semua kehidupan mereka (dalam hal orang tua, rumah, dan kota).
Gen Xers menghargai keseimbangan di antara mereka kehidupan bekerja dan tidak bekerja.
Baby boomer adalah orang yang lahir antara tahun 1946 dan 1964. Mereka kompetitif,
pekerja keras, dan peduli bahwa semua karyawan diperlakukan dengan adil. Tradisionalis
adalah orang-orang yang lahir antara tahun 1925 dan 1945. Mereka patriotik dan loyal, dan
mereka memiliki kepribadian yang hebat menangani pengetahuan tentang sejarah organisasi
dan kehidupan kerja.

Setiap generasi mungkin memilikinya preferensi khusus untuk pengaturan lingkungan


belajar, jenis pengajaran, dan kegiatan belajar. Misalnya, tradisionalis lebih suka lingkungan
pelatihan yang stabil dan teratur dan berharap instruktur memberikan keahlian. Tetapi Gen
Xers lebih memilih yang mandiri lingkungan pelatihan di mana mereka dapat bereksperimen
dan menerima umpan balik. Akibatnya, memang begitu penting untuk mempertimbangkan
usia dan generasi peserta didik sebagai bagian dari analisis orang

Input

Persepsi karyawan tentang dua karakteristik lingkungan kerja — kendala situasional dan
dukungan sosial — adalah penentu kinerja dan motivasi untuk belajar. Kendala situasional

21
termasuk kurangnya alat dan peralatan yang tepat, bahan dan persediaan, dukungan anggaran,
dan waktu. Dukungan sosial mengacu pada kesediaan manajer dan rekan sejawat untuk
memberikan umpan balik dan penguatan. Jika karyawan memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk melakukan tetapi tidak memiliki alat
dan peralatan yang tepat diperlukan, kinerjanya tidak memadai. Untuk memastikan bahwa
lingkungan kerja meningkatkan motivasi peserta pelatihan untuk belajar, manajer harus
mengambil langkah-langkah berikut:

1. Berikan bahan, waktu, informasi terkait pekerjaan, dan alat bantu kerja lainnya yang
diperlukan karyawan untuk menggunakan keterampilan atau perilaku baru sebelum
berpartisipasi dalam program pelatihan.
2. Berbicara positif tentang program pelatihan perusahaan kepada karyawan.
3. Biarkan karyawan tahu bahwa mereka melakukan pekerjaan dengan baik ketika
mereka menggunakan konten pelatihan pekerjaan mereka.
4. Dorong anggota kelompok kerja untuk melibatkan satu sama lain dalam mencoba
menggunakan keterampilan baru pekerjaan dengan meminta umpan balik dan berbagi
pengalaman pelatihan dan situasi di mana konten pelatihan telah membantu.
5. Berikan waktu dan kesempatan kepada karyawan untuk berlatih dan menerapkan
keterampilan atau perilaku baru ke pekerjaan mereka.

Output

Kinerja yang buruk atau di bawah standar dapat terjadi pada pekerjaan karena karyawan tidak
mengetahuinya tingkat apa yang diharapkan mereka lakukan. Misalnya, mereka mungkin
tidak mengetahui standar kualitas yang terkait dengan kecepatan atau tingkat personalisasi
layanan yang diharapkan. Para karyawan mungkin memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperlukan untuk melakukan tetapi gagal untuk melakukan karena mereka tidak
mengetahui standar kinerja. Kurangnya kesadaran akan standar kinerja adalah masalah
komunikasi, tetapi itu bukan masalah yang bisa "diperbaiki" pelatihan. " Memahami
kebutuhan untuk melakukan adalah penting untuk pembelajaran. Trainee perlu memahami
secara spesifik apa yang diharapkan mereka pelajari dalam program pelatihan. Untuk
memastikan bahwa trainee menguasai konten pelatihan di tingkat yang sesuai, trainee dalam
program pelatihan juga perlu memahami tingkat kemahiran yang diharapkan dari mereka.
Misalnya, untuk tugas, tingkat kemahiran berhubungan dengan seberapa baik karyawan untuk

22
melakukan tugas. Untuk pengetahuan, tingkat kemahiran dapat berhubungan dengan skor
pada tes tertulis. Standar atau levelnya kinerja adalah bagian dari tujuan pembelajaran.

Consequences

Jika karyawan tidak percaya bahwa hadiah atau insentif untuk kinerja memadai, mereka akan
tidak mungkin untuk memenuhi standar kinerja bahkan jika mereka memiliki pengetahuan
yang diperlukan, perilaku, keterampilan, atau sikap. Juga, norma kelompok kerja dapat
mendorong karyawan untuk tidak melakukannya memenuhi standar kinerja. Norma merujuk
pada standar perilaku yang diterima untuk anggota kelompok kerja. Misalnya, selama
negosiasi kontrak kerja, penangan bagasi untuk Northwest Airlines bekerja dengan lambat
memuat dan menurunkan bagasi dari pesawat terbang. Sebagai Hasilnya, banyak
keberangkatan dan kedatangan penumpang tertunda. Penangan bagasi memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang diperlukan untuk menurunkan pesawat lebih cepat, tetapi
mereka bekerja lambat karena mereka berusaha mengirim pesan kepada manajemen bahwa
maskapai tidak dapat bekerja secara efektif jika tuntutan kontrak mereka tidak dipenuhi.
Konsekuensi juga mempengaruhi pembelajaran dalam program pelatihan. Sistem insentif,
seperti memberikan kartu hadiah yang dapat ditukarkan dengan makanan, pakaian, atau film
atau mengumpulkan poin itu dapat digunakan untuk membayar pendaftaran di kursus
mendatang, mungkin berguna untuk memotivasi beberapa karyawan untuk menghadiri dan
menyelesaikan kursus pelatihan.

Namun, salah satu cara paling ampuh untuk memotivasi karyawan untuk menghadiri dan
belajar darinya pelatihan adalah untuk mengkomunikasikan nilai pribadi pelatihan. Misalnya,
bagaimana ini akan membantu mereka meningkatkan keterampilan, karier, atau menangani
masalah yang mereka temui di tempat kerja? Ini penting bahwa komunikasi dari manajer
tentang manfaat potensial harus realistis. Harapan yang tidak terpenuhi tentang program
pelatihan dapat menghambat motivasi untuk belajar.

Feedback

Masalah kinerja dapat terjadi ketika karyawan tidak menerima umpan balik mengenai sejauh
mana mereka memenuhi standar kinerja. Pelatihan mungkin bukan yang terbaik solusi untuk
masalah jenis ini jika karyawan tahu apa yang seharusnya mereka lakukan (output) tetapi
tidak mengerti seberapa dekat kinerja mereka dengan standar. Karyawan perlu diberikan

23
umpan balik spesifik dan terperinci tentang kinerja yang efektif dan tidak efektif. Agar
karyawan dapat bekerja sesuai standar, umpan balik perlu sering diberikan, tidak hanya
selama setahun evaluasi kinerja. Dalam Bab Empat, peran umpan balik dalam pembelajaran
dibahas secara rinci. Ingatlah selalu bahwa umpan balik sangat penting untuk membentuk
perilaku dan keterampilan peserta pelatihan.

Task Analysis

Analisis tugas menghasilkan deskripsi kegiatan kerja, termasuk tugas yang dilakukan oleh
karyawan dan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas. Sebuah pekerjaan adalah posisi tertentu yang membutuhkan
penyelesaian tugas-tugas tertentu. (Pekerjaan dicontohkan pada Tabel 3.6 adalah pekerja
pemeliharaan listrik.) Tugas adalah pekerjaan karyawan aktivitas dalam pekerjaan tertentu.
Tabel 3.6 menunjukkan beberapa tugas untuk pemeliharaan listrik pekerjaan pekerja. Tugas-
tugas ini termasuk mengganti bola lampu, outlet listrik, dan sakelar lampu. Untuk
menyelesaikan tugas, karyawan harus memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, dan khusus pertimbangan lain (KSAO). Pengetahuan mencakup fakta atau
prosedur (mis., Sifat kimiawi emas). Keterampilan menunjukkan kompetensi dalam
melakukan tugas (mis., Negosiasi keterampilan, keterampilan dalam membuat orang lain
setuju untuk mengambil tindakan tertentu). Kemampuan termasuk kapasitas fisik dan mental
untuk melakukan tugas (mis., kemampuan spasial, the kemampuan melihat hubungan antar
objek dalam ruang fisik). Lainnya mengacu pada kondisi di mana tugas dilakukan. Kondisi
ini termasuk mengidentifikasi peralatan dan lingkungan tempat karyawan itu bekerja (mis.,
Kebutuhan untuk memakai masker oksigen, bekerja dalam kondisi yang sangat panas),
batasan waktu untuk suatu tugas (mis., tenggat waktu), keamanan pertimbangan, atau standar
kinerja. Analisis tugas harus dilakukan hanya setelah analisis organisasi menentukan bahwa
perusahaan ingin mencurahkan waktu dan uang untuk pelatihan. Mengapa? Analisis tugas
adalah proses yang memakan waktu dan melelahkan yang melibatkan komitmen waktu yang
besar untuk berkumpul dan meringkas data dari banyak orang berbeda di perusahaan,
termasuk manajer, pekerjaan petahana, dan pelatih.

24
Langkah-langkah dalam Analisis Tugas

Analisis tugas melibatkan empat langkah:

1. Pilih pekerjaan atau pekerjaan yang akan dianalisis.


2. Mengembangkan daftar tugas awal yang dilakukan di tempat kerja dengan (1)
mewawancarai dan mengamati karyawan ahli dan manajer mereka dan (2) berbicara
dengan orang lain yang memiliki melakukan analisis tugas.
3. Validasi atau konfirmasi daftar tugas awal. Langkah ini melibatkan memiliki
sekelompok UKM (petahanan pekerjaan, manajer, dll.) Menjawab dalam rapat atau
survei tertulis beberapa pertanyaan tentang tugas. Jenis pertanyaan yang mungkin
ditanyakan termasuk berikut ini:
 Seberapa sering tugas dilakukan?
 Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap tugas?
 Seberapa penting atau kritis tugas untuk keberhasilan kinerja pekerjaan?
 Seberapa sulitkah tugas untuk dipelajari?
 Apakah kinerja tugas diharapkan dari karyawan tingkat pemula?
4. Setelah tugas diidentifikasi, penting untuk mengidentifikasi pengetahuan,
keterampilan, atau tugas yang sulit dipelajari atau rawan kesalahan seperti
pengambilan keputusan atau tugas penyelesaian masalah. Untuk tugas-tugas ini perlu
untuk menentukan bagaimana proses berpikir para ahli berbeda dari para pemula.

25
Informasi ini berguna untuk merancang pelatihan itu termasuk jumlah praktik dan
umpan balik yang tepat untuk dipelajari para pemula. Informasi ini dapat
dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Ingat bab ini diskusi tentang
bagaimana kemampuan mempengaruhi pembelajaran. Informasi mengenai
keterampilan dasar dan persyaratan kemampuan kognitif sangat penting untuk
menentukan apakah tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan tertentu akan
menjadi prasyarat untuk masuk ke program pelatihan (atau pekerjaan) atau jika
pelatihan tambahan dalam keterampilan yang mendasarinya diperlukan. Untuk tujuan
pelatihan, informasi mengenai betapa sulitnya mempelajari pengetahuan,
keterampilan, atau kemampuan penting — seperti apakah pengetahuan, keterampilan,
atau kemampuan diharapkan diperoleh karyawan sebelum mengambil pekerjaan itu.

I.10 Competency Model


Dalam lingkungan bisnis global dan kompetitif saat ini, banyak perusahaan
menemukan bahwa sulit untuk menentukan apakah karyawan memiliki kemampuan yang
dibutuhkan untuk sukses. Kemampuan yang diperlukan dapat bervariasi dari satu unit bisnis
ke yang lain, dan bahkan lintas peran, dalam satu unit bisnis. Akibatnya, banyak perusahaan
menggunakan model kompetensi untuk membantu mereka mengidentifikasi pengetahuan,
keterampilan, dan karakteristik pribadi (sikap, kepribadian) yang diperlukan untuk
keberhasilan kinerja dalam suatu pekerjaan. Model kompetensi juga berguna untuk
memastikan bahwa sistem pelatihan dan pengembangan berkontribusi untuk pengembangan
pengetahuan, keterampilan, dan karakteristik pribadi tersebut.

Secara tradisional, penilaian kebutuhan melibatkan identifikasi pengetahuan,


keterampilan, kemampuan, dan tugas. Namun, tren saat ini dalam pelatihan adalah penilaian
kebutuhan untuk fokus pada kompetensi, terutama untuk posisi manajerial. Kompetensi
adalah serangkaian keterampilan, pengetahuan, kemampuan, dan karakteristik pribadi yang
memungkinkan karyawan melakukan pekerjaannya dengan sukses.

Model kompetensi mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan untuk setiap


pekerjaan. Model kompetensi memberikan deskripsi kompetensi yang umum untuk seluruh
pekerjaan, organisasi, keluarga pekerjaan, atau pekerjaan tertentu. Model kompetensi dapat
digunakan untuk manajemen kinerja. Namun, salah satu kekuatan model kompetensi adalah
bahwa mereka berguna untuk berbagai praktik sumber daya manusia (SDM), termasuk

26
perekrutan, seleksi, pelatihan, dan pengembangan. Model kompetensi dapat digunakan untuk
membantu mengidentifikasi karyawan terbaik untuk mengisi posisi terbuka dan untuk
melayani sebagai dasar bagi rencana pengembangan yang memungkinkan karyawan dan
manajer mereka untuk menargetkan kekuatan khusus dan bidang pengembangan. Kompetensi
yang termasuk dalam model kompetensi bervariasi sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis
perusahaan. Mereka dapat mencakup penjualan, kepemimpinan, interpersonal, teknis, dan
jenis kompetensi lainnya. Model kompetensi biasanya termasuk nama masing-masing
kompetensi, perilaku yang mewakili kecakapan dalam kompetensi, dan level yang mencakup
deskripsi

mewakili tingkat penguasaan atau kemahiran yang ditunjukkan. Tabel 3.9 menunjukkan
cluster teknis kompetensi dari model kompetensi untuk seorang insinyur sistem. Sisi kiri
tabel mencantumkan kompetensi teknis dalam cluster teknis (seperti arsitektur sistem,
migrasi data, dan dokumentasi). Sisi kanan menunjukkan perilaku yang dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kemahiran insinyur sistem untuk setiap kompetensi.

Salah satu cara untuk memahami model kompetensi adalah membandingkannya


dengan analisis pekerjaan. Seperti yang mungkin Anda ingat dari kelas atau pengalaman
lain, analisis pekerjaan mengacu pada proses pengembangan deskripsi pekerjaan (tugas,
tugas, dan tanggung jawab) dan spesifikasi (pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan)
yang harus dimiliki seorang karyawan untuk melaksanakannya. . Bagaimana analisis
pekerjaan dibandingkan dengan model kompetensi? Analisis pekerjaan lebih fokus pada
pekerjaan dan tugas (apa yang dicapai), sedangkan pemodelan kompetensi lebih berfokus

27
pada pekerja (bagaimana tujuan tercapai atau bagaimana pekerjaan dicapai). Berfokus pada
"bagaimana" versus "apa" memberikan informasi berharga untuk pelatihan dan
pengembangan. Sebuah penelitian baru-baru ini meminta para pakar pemodelan kompetensi
(konsultan, praktisi SDM, akademisi, dan psikolog industri) untuk membandingkan dan
membedakan pemodelan kompetensi dan analisis pekerjaan. Studi ini menemukan beberapa
perbedaan antara analisis pekerjaan dan model kompetensi. Model kompetensi lebih
cenderung menghubungkan kompetensi dan tujuan bisnis perusahaan. Model kompetensi
memberikan deskripsi kompetensi yang umum untuk seluruh kelompok pekerjaan, tingkat
pekerjaan, atau seluruh organisasi. Analisis pekerjaan menggambarkan apa yang berbeda di
seluruh pekerjaan, kelompok pekerjaan, atau tingkat organisasi. Akhirnya, analisis pekerjaan
menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan khusus untuk pekerjaan tertentu.
Ini digunakan untuk menghasilkan persyaratan khusus yang akan digunakan untuk seleksi
karyawan. Kompetensi yang dihasilkan oleh pemodelan kompetensi lebih umum dan diyakini
memiliki aplikasi yang lebih besar untuk berbagai tujuan yang lebih luas, termasuk seleksi,
pelatihan, pengembangan karyawan, dan manajemen kinerja.

Cara lain untuk memikirkan model kompetensi adalah dengan mempertimbangkan


manajemen kinerja. Sayangnya, banyak sistem manajemen kinerja menderita karena
kurangnya kesepakatan mengenai hasil apa yang harus digunakan untuk mengevaluasi
kinerja. Diskusi manajer-karyawan tentang defisiensi kinerja cenderung kurang spesifik.
Dengan mengidentifikasi bidang kemampuan pribadi yang memungkinkan karyawan untuk
melakukan pekerjaan mereka dengan sukses, model kompetensi memastikan evaluasi dari
apa yang dilakukan dan bagaimana hal itu dilakukan. Umpan balik kinerja dapat diarahkan ke
contoh-contoh konkret spesifik dari perilaku, dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
dan karakteristik lain yang diperlukan untuk kesuksesan dijelaskan dengan jelas.

Bagaimana kompetensi diidentifikasi dan model kompetensi dikembangkan? Gambar


3.5 menunjukkan proses yang digunakan untuk mengembangkan model kompetensi. Pertama,
strategi bisnis diidentifikasi. Implikasi dari strategi bisnis untuk pelatihan dibahas dalam Bab
Dua. Strategi bisnis membantu mengidentifikasi jenis kompetensi apa yang diperlukan untuk
memastikan bahwa tujuan bisnis terpenuhi dan strategi perusahaan didukung. Perubahan
dalam strategi bisnis dapat menyebabkan kompetensi baru diperlukan atau kompetensi lama
diubah. Kedua, pekerjaan atau posisi yang akan dianalisis diidentifikasi. Ketiga, pemain yang
efektif dan tidak efektif diidentifikasi. Keempat, kompetensi yang bertanggung jawab untuk
kinerja yang efektif dan tidak efektif diidentifikasi. Ada beberapa pendekatan untuk

28
mengidentifikasi kompetensi. Ini termasuk menganalisis satu atau beberapa pemain
"bintang", mensurvei orang-orang yang akrab dengan pekerjaan (UKM), dan menyelidiki
data tolok ukur kinerja yang baik di perusahaan lain. Kelima, model divalidasi. Artinya,
penentuan dibuat apakah kompetensi yang termasuk dalam model benar-benar terkait dengan
kinerja yang efektif. Dalam contoh kompetensi teknis untuk insinyur sistem yang ditunjukkan
pada Tabel 3.9, penting untuk memverifikasi bahwa (1) ketiga kompetensi ini diperlukan
untuk keberhasilan pekerjaan, dan (2) tingkat kemahiran kompetensi sesuai.

Mengikuti proses pengembangan yang diuraikan dalam Gambar 3.5 akan memastikan
bahwa kompetensi dan model kompetensi valid. Namun, pelatih, karyawan, manajer, dan
pakar lainnya harus dilatih (terutama penilai yang tidak berpengalaman) tentang cara
menentukan peringkat kompetensi yang akurat. Pelatihan harus memastikan bahwa penilai
memahami setiap kompetensi dan perbedaan di antara mereka dan dapat membedakan antara
tingkat kecakapan rendah, sedang, dan tinggi.

Model kompetensi bermanfaat untuk pelatihan dan pengembangan dalam beberapa cara:

 Mereka mengidentifikasi perilaku yang diperlukan untuk kinerja pekerjaan yang


efektif. Model-model ini memastikan bahwa umpan balik yang diberikan kepada
karyawan sebagai bagian dari program pengembangan (seperti umpan balik 360
derajat) berkaitan secara khusus dengan keberhasilan individu dan organisasi.
 Mereka menyediakan alat untuk menentukan keterampilan apa yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan saat ini, serta kebutuhan keterampilan masa depan perusahaan.
Mereka dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara program pelatihan
perusahaan saat ini dan kebutuhan saat ini. Artinya, mereka membantu menyelaraskan
kegiatan pelatihan dan pengembangan dengan tujuan bisnis perusahaan. Mereka dapat
digunakan untuk mengevaluasi seberapa baik penawaran terkait dengan kebutuhan
keterampilan yang diantisipasi di masa depan.

29
 Mereka membantu menentukan keterampilan apa yang dibutuhkan di berbagai titik
karier.
 Mereka menyediakan kerangka kerja untuk pelatihan dan umpan balik yang
berkelanjutan untuk mengembangkan karyawan untuk peran saat ini dan masa depan.
Dengan membandingkan kompetensi pribadi mereka saat ini dengan yang dibutuhkan
untuk suatu pekerjaan, karyawan dapat mengidentifikasi kompetensi yang
membutuhkan pengembangan dan memilih tindakan untuk mengembangkan
kompetensi tersebut. Tindakan ini dapat mencakup kursus, pengalaman kerja, dan
jenis pengembangan lainnya (Metode pengembangan dirinci dalam Bab Sembilan,
"Pengembangan Karyawan dan Manajemen Karir.")
 Mereka menciptakan "peta jalan" untuk mengidentifikasi dan mengembangkan
karyawan yang mungkin menjadi kandidat untuk posisi manajerial (perencanaan
suksesi).
 Mereka memberikan seperangkat kriteria umum yang digunakan untuk
mengidentifikasi pelatihan pengembangan yang sesuai dan kegiatan pembelajaran
bagi karyawan, serta untuk mengevaluasi dan menghargai mereka. Ini membantu
mengintegrasikan dan menyelaraskan sistem dan praktik SDM perusahaan.

Misalnya, di American Express, model kompetensi digunakan untuk membantu


manajer memimpin tim mereka sendiri dengan menyediakan kerangka kerja yang dapat
digunakan karyawan mereka untuk memanfaatkan kekuatan dan meningkatkan
kelemahan.53 Di tingkat perusahaan, kompetensi digunakan untuk menentukan tingkat
bakat karyawan. seluruh perusahaan, termasuk kemampuan, kekuatan, dan peluang.
Informasi ini diberikan kepada manajer yang menggunakan data untuk mengidentifikasi
kebutuhan utama dan merencanakan tindakan untuk memastikan bahwa kompetensi saat
ini dan masa depan dikembangkan di para karyawan.

Tabel 3.10 menunjukkan model kompetensi yang Luxottica Retail, terkenal dengan
kacamata premium, mewah, dan olahraga yang dijual melalui LensCrafters, Sunglass Hut,
dan Pearle Vision, yang dikembangkan untuk rekanannya di posisi lapangan dan toko.
Model kompetensi mencakup kompetensi kepemimpinan dan manajerial, fungsional, dan
dasar. Tujuannya adalah untuk mendefinisikan dan mengidentifikasi kompetensi yang
dapat digunakan manajer untuk perekrutan, manajemen kinerja, dan pelatihan. Juga,
kompetensi akan membantu karyawan mengidentifikasi dan mengembangkan
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melamar pekerjaan yang berbeda. Untuk
30
menggunakan model kompetensi secara efektif evaluasi kinerja, mereka harus terkini,
mendorong kinerja bisnis, terkait pekerjaan (valid), relevan (atau disesuaikan) untuk
semua unit bisnis perusahaan, dan memberikan detail yang cukup untuk membuat
penilaian kinerja karyawan yang akurat. Di Luxottica Retail, pengembangan kompetensi
dimulai dengan pertemuan dengan para pemimpin bisnis untuk memahami strategi bisnis
mereka saat ini dan masa depan. Pengemudi bisnis diidentifikasi dan kuesioner,
kelompok fokus, dan pertemuan dengan manajer dan rekan digunakan untuk
mengidentifikasi kompetensi penting dan contoh perilaku yang terkait dengan masing-
masing. Kompetensi lintas unit bisnis dan merek ditinjau setiap empat atau lima tahun,
atau setiap kali terjadi perubahan besar dalam pekerjaan atau strategi bisnis untuk
memastikan mereka relevan. Juga, pembobotan

diberikan kepada setiap rangkaian kompetensi dalam evaluasi kinerja ditinjau untuk
memastikan bahwa mereka sesuai (mis., bobot apa yang harus diberikan kepada
keterampilan fungsional?). Bergantung pada relevansinya untuk pekerjaan tertentu,
berbagai kombinasi kompetensi ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja rekanan.
Rekanan dinilai pada skala 1-5 untuk setiap kompetensi, dengan 5 yang berarti “jauh
melebihi harapan” SDM, pelatihan dan pengembangan, dan tim operasi bekerja bersama
untuk menentukan level masing-masing kompetensi. Artinya, apa artinya dan seperti apa
kompetensi itu ketika seorang karyawan dinilai "memenuhi harapan" versus "di bawah

31
harapan"? Ini diperlukan untuk memastikan bahwa manajer menggunakan kerangka
referensi yang sama ketika mereka mengevaluasi rekanan menggunakan kompetensi.

I.11 Scope Of Needs Assessment


Hingga saat ini, bab ini telah membahas berbagai aspek penilaian kebutuhan,
termasuk analisis organisasi, orang, dan tugas. Ini melibatkan wawancara, observasi, dan
bahkan berpotensi mensurvei karyawan. Anda mungkin berkata pada diri sendiri, "Ini
terdengar bagus, tetapi tampaknya ini merupakan proses yang sangat rumit yang
membutuhkan waktu. Apa yang terjadi jika saya tidak punya waktu untuk melakukan
penilaian kebutuhan secara menyeluruh? Haruskah saya meninggalkan proses? "

Penilaian kebutuhan seringkali dilewati karena beberapa alasan berdasarkan asumsi


seperti pelatihan selalu menjadi masalah atau diamanatkan; itu terlalu mahal, terlalu lama,
dan terlalu rumit; dan manajer tidak akan bekerja sama. Terlepas dari kendala untuk
melakukan penilaian kebutuhan, perlu untuk menentukan apakah ada masalah atau titik
tekanan dan untuk mengidentifikasi solusi terbaik, yang bisa berupa pelatihan.

Namun, bahkan jika manajer menuntut kursus pelatihan saat ini, penilaian kebutuhan
masih harus dilakukan. Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian kebutuhan secara
cepat. Penilaian kebutuhan yang cepat mengacu pada penilaian kebutuhan yang dilakukan
dengan cepat dan akurat, tetapi tanpa mengorbankan kualitas proses atau hasil. Kunci
untuk melakukan penilaian kebutuhan yang cepat adalah memilih metode penilaian
kebutuhan yang akan memberikan hasil yang Anda dapat memiliki kepercayaan terbesar
saat menggunakan sumber daya paling sedikit (waktu, uang, UKM). Ada beberapa cara
untuk melakukan penilaian kebutuhan secara cepat. Pertama, ruang lingkup penilaian
kebutuhan tergantung pada ukuran titik tekanan potensial. Jika titik tekanan tampaknya
bersifat lokal dan berpotensi berdampak kecil pada bisnis, maka bagian pengumpulan
informasi dari penilaian kebutuhan dapat terdiri dari hanya beberapa wawancara dengan
manajer atau petahana pekerjaan. Jika titik tekanan akan berdampak besar pada bisnis,
maka lebih banyak pengumpulan informasi harus dilakukan. Jika, setelah mewawancarai
UKM dan pekerja lama, Anda dapat mengatakan bahwa Anda tidak mempelajari hal baru
tentang pekerjaan tersebut, maka wawancara bisa dihentikan. Kedua, pertimbangkan
untuk menggunakan data yang sudah tersedia yang dikumpulkan untuk tujuan lain. Data
kesalahan, data penjualan, keluhan pelanggan, dan wawancara keluar mungkin
memberikan petunjuk berharga tentang sumber masalah kinerja dan survei. JetBlue

32
menggunakan data kinerja di tempat kerja dan data hasil bisnis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan. Sebagai contoh, dengan menggunakan data yang dikumpulkan
ketika pesawat dilayani secara berkala, JetBlue menemukan bahwa ada peningkatan
kerusakan kosmetik pada pesawat terbang. Hal ini memicu tim pembelajaran untuk
melakukan penilaian yang lebih mendalam untuk mengidentifikasi potensi kebutuhan
pembelajaran yang mungkin mengakibatkan peningkatan tingkat kerusakan dari waktu ke
waktu. Keluhan pelanggan yang dilacak oleh Departemen Transportasi A.S.
mengungkapkan peningkatan masalah yang dialami oleh penumpang cacat JetBlue
sebelum naik. Berdasarkan data ini, pelatihan direvisi dan diperluas, menghasilkan lebih
sedikit keluhan. Web dapat menjadi sumber yang berguna untuk melakukan wawancara
dan survei cepat dengan UKM di berbagai lokasi. Akhirnya, jika Anda terbiasa dengan
masalah bisnis, perkembangan teknologi, dan masalah lain yang dihadapi organisasi,
Anda akan dapat mengantisipasi kebutuhan pelatihan. Misalnya, jika perusahaan
membuka kantor penjualan di lokasi internasional dan memperkenalkan teknologi baru di
pabrik, pelatihan dan pelatihan lintas budaya yang dirancang untuk membantu karyawan
menggunakan teknologi baru tidak diragukan lagi akan diperlukan. Bersiaplah dengan
memahami bisnis.

I.12 Needs Assessment In Practice


KLA-Tencor memasok kontrol proses dan peralatan ke industri semikonduktor.
Insinyur layanan KLA-Tencor perlu mendiagnosis dan memperbaiki mesin kompleks
pelanggannya yang menggunakan teknologi laser, optik, dan robot canggih. Para insinyur
perlu memiliki kecakapan utama dalam keterampilan mereka saat ini serta menambahkan
keterampilan baru untuk mengimbangi teknologi baru yang digunakan dalam peralatan
perusahaan. Ini sangat penting bagi KLA-Tencor untuk dengan cepat menyelesaikan
masalah peralatan, yang, jika tidak terselesaikan, dapat mengakibatkan jutaan dolar
pendapatan yang hilang bagi pelanggannya. Memberikan layanan yang efektif sangat
penting bagi perusahaan untuk mempertahankan pelanggan saat ini dan mengembangkan
bisnis baru. Faktanya, salah satu nilai perusahaan adalah "Sangat diperlukan" (nilai-nilai
lainnya adalah "Ketekunan," "Berkendara untuk Menjadi Lebih Baik," "Tim Kinerja
Tinggi," dan "Jujur, Forthright, dan Konsisten").

KLA-Tencor menggunakan proses manajemen keterampilan (Orang yang Tepat,


proses Pengetahuan yang Benar) untuk memantau keterampilan tenaga kerjanya dan
menggunakan informasi ini untuk mengubah program pelatihannya. Prosesnya

33
melibatkan pengembangan daftar tugas, pelatihan tugas, praktik pelatihan di tempat kerja
untuk mendapatkan sertifikasi, dan melakukan penilaian keterampilan tahunan. Untuk
melakukan penilaian keterampilan, survei dikirim ke semua lebih dari seribu insinyur
layanan KLA-Tencor. Untuk setiap tugas, para insinyur diminta untuk menilai
kemampuan mereka dalam melakukan tugas pada skala dari “Saya tidak tahu bagaimana”
hingga “Saya bisa mengajarkannya kepada orang lain.” Juga, mereka diminta untuk
mengevaluasi seberapa sering mereka melakukan tugas tersebut. dari “Tidak Pernah” ke
“Lebih dari dua kali per tahun.” Berdasarkan tanggapan mereka, mereka diberi tugas
pelatihan. Lebih dari dua ratus kursus diciptakan untuk melatih para insinyur. Untuk
memastikan bahwa pelatihan selesai, baik insinyur dan manajer mereka bertanggung
jawab. Ini membantu mencapai tingkat penyelesaian 95 persen dalam satu tahun setelah
pelatihan ditugaskan. Data penilaian keterampilan juga digunakan untuk mengidentifikasi
kesenjangan dalam pelatihan saat ini, menghasilkan lebih dari dua ribu perubahan dalam
kursus dan program sertifikasi. Penilaian keterampilan dilakukan setiap tahun untuk
memastikan bahwa teknisi layanan tetap mendapatkan informasi dan teknologi baru.

Contoh ini menggambarkan beberapa aspek dari proses penilaian kebutuhan. Pertama,
pelatihan dipandang penting untuk membantu perusahaan memenuhi tujuan strategisnya.
Akibatnya, sumber daya dan waktu dialokasikan untuk penilaian kebutuhan dan
pelatihan. Kedua, penilaian kebutuhan mencakup penilaian tugas atau keterampilan yang
membantu menentukan siapa yang membutuhkan pelatihan dan tugas apa yang perlu
mereka pelajari. Ketiga, berdasarkan penilaian kebutuhan, program pelatihan
dikembangkan atau diubah untuk meningkatkan kekurangan keterampilan yang
diidentifikasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Neo,R.A (2017). Employee Training and Development New York: McGraw-Hill Education

Pribadi,B.A (2014). Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi:


Implementasi Model Addle. Jakarta: Prenada Media Group

35

Anda mungkin juga menyukai