1
I.1 Makna Analisis Kebutuhan Pelatihan
Menurut Barbazette (2006), analisa kebutuhan pelatihan atau Training Need Analysis
(TNA) sebagai: “.... the process of collecting informaton about an expressed or implied
organizational need that could be met by conducting training”. (Hal 5). TNA adalah sebuah
proses pengumpulan informasi tentang kebutuhan organisasi yang mungkin dapat diatasi
melalui penyelenggaran program pelatihan.
Townsend dan Donovan (2005) mengemukakan definisi TNA sebagai berikut: “...
TNA is identifying the new knowledge skill and attitudes which people requiry to meet their
own and their organisational’s development need.”(hal 6). TNA merupakan langkah
mengidentifikasi masalah dan isu-isu tentang kinerja, untuk menentukan apakah
pelatihanmerupakan solusi yang tepat untuk mengimplementasi TNA memiliki peran penting
dalam menentukan masalah kinerja yang dihadapi sebuah institusi atau perusahaan.
Dengan kata lain, implementasi TNA berperan sebagai sarana untuk melakukan
diagnosa terhadap masalah kinerja sesungguhnya yang terjadi dalam sebuah perusahaan.
Hasil diagnosa proses TNA akan digunakan untuk menemukan dan merekomendasikan solusi
yang diperlukan untuk mengatasi masalah kinerja.
2
kinerja yang dihadapi sebelum melakukan pengambilan keputusan tentang solusi yang
diperlukan untuk mengatasinya. Dengan melakukan klarifikasi terhadap keluhan
tentang masalah kinerja yang dihadapi oleh perusahaan training manager tidak akan
melakukan kesalahan dalam melakukan pengambilan keputusan tentang solusi yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja
2. Mencermati kesenjangan kinerja atau gap
Masalah kinerja biasanya digambarkan dalam bentuk kesenjangan antara gap
antara kinerja aktual dan kinerja ideal. Kesenjangan tersebut merupakan masalah yang
dapat dirasakan dampaknya dalam sebuah perusahaan.
TNA merupakan proses pengumpulan data yang bersifat empiris atau nyata. Dengan
data dari lapangan yang bersifat empiris, maka keputusan yang diambil akan menjadi lebih
logis dan bersifat tidak intuitif. Alexander Romizowsky (1981) mengemukakan bahwa untuk
mencermati masalah kinerja dalam sebuah perusahaan diperlukan adanya pengamatan atau
observasi terhadap karyawan yang bermasalah dalam mencapai kinerja (performers) dan juga
lingkungan tempat karyawan tersebut bekerja (setting).
Agar dapat mengumpulkan data yang diperlukan, tim TNA yang dibentuk oleh
perusahaan perlu membuat rencana pengumpulan data. Rencana harus meliputi : teknik atau
metode pengumpulan data yang akan digunakan dan sampel yang akan dilibatkan dalam
pengumpulan data serta jadwal kerja dan pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang
dapat digunakan yaitu : observasi, wawancara, survey, analisis dokumen, dan uji kinerja atau
performance assessment.
3
4. Menetapkan metode untuk mengumpulkan data
Metode pengumpulan data dapat dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat
digunakan dalam mengungkap masalah kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Metode
adalah cara yang diperlukan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan. Ragam
metode yang dapat digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melaksanakan
TNA meliputi : observasi, survey, wawancara, analisis dokumen, dan analisisi kesulitan atau
difficulty analysis
5. Menentukan responden
Instrument merupakan hal yang paling penting untuk digunakan dalam pengumpulan
data yang diperlukan dalam mendeskripsikan secara akurat masalah kinerja. Ragam
instrument dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.
Ragam instrument dapat digunakan untuk mengumpulkan data TNA antara lain : (1) Check
list, (2) skala nilai, (3) panduan wawancara.
4
untuk mengetahui apakah aspek-aspek dari suatu jenis pekerjaan dilakukan oleh personel.
Selain itu check list dapat digunakan untuk memperoleh data dan informasi tentang kualitas
lingkungan atau fasilitas yang mendukung kinerja karyawan.
Skala nilai atau rating scale dapat digunakan dalam metode pengumpulan data
observasi dan survey. Instrument skala nilai hampir sama dengan instrument check list.
Namun dilengkapi dengan kualitas pelaksanaan aspek-aspek dalam suatu bidang pekerjaan.
Skala nilai selain digunakan untuk mengukur kualitas kinerja seseorang dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan dapat juga digunakan untuk mengukur kualitas produk yang dihasilkan
seseorang. Skala nilai dapat digunakan untuk mengukur kualitas kinerja yang diperlihatkan
seorang karyawan dalam melakukan suatu jenis tugas dan pekerjaan. Selain itu, skala nilai
juga dapat digunakan untuk menilai kualitas produk yang dihasilkan oleh karyawan tersebut.
Proses analisis dilakukan terhadap data yang telah berhasil dikumpulkan, dan pada
umumnya proses TNA bersifat kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi dan survey
dikelompokkan atau diklasifikasikan untuk dapat melihat kecenderungan dalam masalah
kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Data hasil observasi dan survey yang tidak dapat
dianalisis dapat dilengkapi dengan melakukan wawancara terhadap personel atau responden
yang relevan.
Analisis data yang diperoleh dari aktivitas observasi dengan menggunakan check list
akan menggambarkan komponen-komponen atau aspek pekerjaan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh responden. Data tentang mengapa aspek-aspek pekerjaan dilakukan atau tidak
5
dilakukan dapat dilengkapi dengan melakukan wawancara terhadap sumber atau responden
yang sesuai. Data hasil survey dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis yang telah
dilakukan sebelumnya. Demikian pula dengan data yang diperoleh dari analisis dokumen
dapat dipakai untuk melengkapi hasil analisis sebelumnya.
Menyusun laporan merupakan langkah terakhir dari sebuah proses TNA. Tujuan
penyelenggaraan TNA adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah
kinerja yang dihadapi oleh perusahaan. Pelaksanaan TNA harus bermuara pada rekomendasi
terhadap solusi yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi masalah kinerja.
Kebutuhan penilaian biasanya melibatkan analisis organisasi, analisis orang, dan tugas
analysis. Suatu organizational analysis mempertimbangkan konteks di mana pelatihan akan
terjadi. Artinya, analisis organisasi melibatkan menentukan kesesuaian pelatihan, mengingat
strategi bisnis perusahaan, sumber dayanya tersedia untuk pelatihan, dan dukungan oleh
manajer dan rekan kerja untuk kegiatan pelatihan.
6
atau desain kerja; (2) mengidentifikasi siapa membutuhkan pelatihan; dan (3) menentukan
kesiapan karyawan untuk pelatihan. Task analysis diidentifikasi tugas-tugas penting dan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang perlu ditekankan dalam pelatihan bagi
karyawan untuk menyelesaikan tugas mereka.
Need assessment adalah langkah pertama dalam proses desain pembelajaran, dan jika
tidak dilakukan dengan benar, satu atau lebih dari situasi berikut dapat terjadi :
Melalui mengidentifikasi hasil pembelajaran dan sumber daya yang tersedia untuk
pelatihan, need assessment juga menyediakan informasi itu membantu perusahaan memilih
metode pelatihan atau pengembangan yang sesuai (dibahas dalam Bagian Tiga buku ini).
need assessment juga menyediakan informasi mengenai hasil yang harus dikumpulkan untuk
mengevaluasi efektivitas pelatihan. Proses evaluasi pelatihan dibahas dalam Bab Enam,
"Evaluasi Pelatihan."
7
I.5 Who should Participate in Needs Assessment?
Karena tujuan need assessment adalah untuk menentukan apakah need assessment ada,
untuk siapa ia ada, dan untuk tugas apa pelatihan dibutuhkan, penting bahwa semua
pemangku kepentingan dimasukkan dalam penilaian kebutuhan. Stakeholder termasuk orang
dalam organisasi yang memiliki minat dalam pelatihan dan pengembangan dan dukungan
mereka penting untuk menentukan keberhasilannya (atau kegagalan). Stakeholder termasuk
para pemimpin perusahaan dan manajer tingkat atas, manajer tingkat menengah, pelatih, dan
karyawan yang merupakan pengguna akhir pembelajaran. Ada beberapa cara untuk
memastikan bahwa para pemangku kepentingan terlibat dalam penilaian kebutuhan. Salah
satunya adalah melalui pembentukan kelompok penasihat formal yang bertemu secara teratur
untuk membahas pembelajaran masalah.
Tabel 3.1 menunjukkan pertanyaan yang diajukan oleh pemimpin perusahaan, manajer
tingkat menengah, pelatih, dan karyawan tertarik untuk menjawab analisis organisasi, analisis
orang, dan analisis tugas. Para pemimpin perusahaan termasuk direktur, CEO, dan wakil
presiden. Perusahaan pemimpin melihat proses penilaian kebutuhan dari perspektif
perusahaan yang lebih luas daripada berfokus pada pekerjaan tertentu. Pimpinan perusahaan
terlibat dalam penilaian kebutuhan proses untuk mengidentifikasi peran pelatihan dalam
kaitannya dengan praktik sumber daya manusia lainnya di Indonesia perusahaan (mis.,
pemilihan dan kompensasi karyawan). Pemimpin perusahaan inginkan pelatihan untuk
mengantisipasi kebutuhan, selaras dengan arah bisnis. Pelatihan dan pengembangan perlu
meningkatkan kinerja karyawan sedemikian rupa sehingga mendukung strategi bisnis. Upaya
pembelajaran (pelatihan, pengembangan, manajemen pengetahuan) perlu untuk menjadi
pendekatan yang terintegrasi dan holistik (bukan serangkaian kursus terfragmentasi dan
program) yang menambah nilai bagi perusahaan. Para pemimpin perusahaan juga terlibat
dalam mengidentifikasi fungsi bisnis atau unit apa yang perlu pelatihan (analisis orang) dan
dalam menentukan apakah perusahaan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
dalam angkatan kerja yang diperlukan untuk memenuhi strateginya dan bersaing di pasar.
Manajer tingkat menengah lebih banyak prihatin dengan bagaimana pelatihan dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan keuangan untuk yang khusus unit yang mereka awasi.
Akibatnya, untuk manajer tingkat menengah, analisis organisasi berfokus mengidentifikasi
(1) berapa banyak anggaran mereka yang ingin mereka curahkan untuk pelatihan; (2)
jenisnya karyawan yang harus menerima pelatihan (mis., insinyur, atau karyawan inti yang
terlibat langsung dalam memproduksi barang atau menyediakan jasa); dan (3) untuk pelatihan
8
pekerjaan apa dapat membuat perbedaan dalam hal meningkatkan produk atau layanan
pelanggan.
Masalah kinerja merupakan masalah yang bersifat multidimensi. Kita dapat dengan
mudah mengetahui indikatornya, namun cukup sulit untuk mengetahui faktor penyebab dan
solusi yang diperlukan untuk mengatasinya. Banyak indicator yang dapat digunakan untuk
menyebut adanya masalah kinerja dalam organisasi atau perusahaan. Masalah kinerja yang
terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan seringkali dikaitkan dengan kurangnya
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan (performance).
9
diperlihatkan oleh karyawan yang memiliki masalah dengan kinerja. Klasifikasi masalah
tersebut antara lain :
10
I.7 Solusi Terhadap Masalah Kinerja
Ragam solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja dapat
diklasifikasikan menjadi solusi berupa pelaksanaan program pelatihan (training program) dan
non pelatihan (non training program).
Solusi untuk mengatasi masalah motivasi kerja yang rendah yaitu karyawan telah
memiliki kompetensi tapi tidak memperlihatkan kinerja yang baik, adalah melakukan
pembinaan dan pengelolaan terhadap pekerjaan mereka. Bagi karyawan yang pernah
memiliki kinerja yang baik namun tidak lagi menunjukkan kinerja yang baik meskipun sudah
dilatih, maka solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan pembinaan yang diikuti dengan
upaya pembenahan manajemen seperti rotasi pekerjaan (job rotation); penambahan tanggung
jawab kerja (job enlargement); dan peningkatan target hasil kerja (job enrichment).
Pemberian ganjaran atau reward dan sanksi berupa hukuman dapat digunakan sebagai
solusi untuk mengatasi masalah kinerja yang disebabkan oleh rendahnya motivasi dan
disiplin kerja.
Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan kurang memadainya fasilitas kerja
dapat digunakan dalam mendukung tugas dan pekerjaan, training manager dapat
menyarankan institusi untuk mengadakan peralatan baru atau memperbaiki produksi yang
sudah lama.
Pada masalah kinerja yang terkait dengan masalah tidak diterapkannya prosedur kerja
standar, salah satu solusinya adalah menyediakan buku panduan kerja atau job manual.
Karyawan dapat diberikan coaching atau refreshing tentang penggunaan buku manual kerja
yang dapat diterapkan melakukan tugas dan pekerjaan secara efektif dan efisien.
Pada masalah kinerja yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kurangnya
pengetahuan karyawan tentang bagaimana melakukan suatu pekerjaan maka program
pelatihan atau training dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja tersebut.
Program pelatihan dapat dilakukan ditempat kerja atau on the job training maupun
diluar tempat kerja atau off the job training. Program pelatihan perlu didesain secara
sistematik agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan.
Upaya untuk mengetahui masalah kinerja yang sebenernya terjadi dan memahami
faktor-faktor penyebabnya, akan membantu training manager dalam menemukan solusi yang
akurat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kinerja tersebut.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan akan menciptakan peningkatan
kinerja dalam sebuah perusahaan.
11
I.8 The Need Assessment Process
Bagian ini membahas tiga elemen penilaian kebutuhan: analisis organisasi, analisis
orang, dan analisis tugas. Gambar 3.2 menggambarkan proses penilaian kebutuhan. Dalam
praktiknya, analisis organisasi, analisis orang, dan analisis tugas tidak dilakukan
Analisis Orang
Karakteristik Orang
• Input
• Output
• Konsekuensi
12
lingkungan kerja. Analisis organisasi awal mungkin menunjukkan bahwa perusahaan tidak
ingin menghabiskan sumber daya keuangan untuk pelatihan. Namun, jika analisis orang
mengungkapkan bahwa sejumlah besar karyawan tidak memiliki keterampilan dalam bidang
penting yang terkait dengan tujuan bisnis perusahaan (seperti layanan pelanggan), manajer
tingkat atas dapat memutuskan untuk m umber daya keuangan untuk pelatihan.
Peran strategis pelatihan mempengaruhi frekuensi dan jenis pelatihan dan bagaimana
fungsi pelatihan diatur dalam perusahaan. Di perusahaan tempat pelatihan diharapkan untuk
berkontribusi pada pencapaian strategi dan sasaran bisnis, jumlah uang yang dialokasikan
untuk pelatihan dan frekuensi pelatihan kemungkinan akan lebih tinggi dari pada di
perusahaan-perusahaan di mana pelatihan dilakukan secara sembarangan atau tanpa maksud
strategis. Misalnya, perusahaan yang percaya bahwa pembelajaran berkontribusi terhadap
keunggulan kompetitif mereka atau yang telah mengadopsi sistem kerja berkinerja tinggi
cenderung memiliki anggaran pelatihan yang lebih besar dan melakukan lebih banyak
pelatihan. Strategi bisnis juga mempengaruhi jenis pelatihan. Semakin besar peran strategis
pelatihan, semakin besar kemungkinan perusahaan akan mengatur fungsi pelatihan
menggunakan model universitas bisnis atau perusahaan. Kedua model ini menekankan bahwa
pelatihan digunakan untuk membantu memecahkan masalah bisnis.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa dukungan rekan dan manajer untuk
pelatihan sangat penting, bersama dengan antusiasme dan motivasi karyawan untuk
menghadiri pelatihan. Faktor kunci untuk sukses adalah sikap positif di antara rekan kerja,
manajer, dan karyawan tentang partisipasi dalam kegiatan pelatihan; kesediaan manajer dan
rekan sejawat untuk memberikan informasi kepada peserta pelatihan tentang bagaimana
mereka dapat menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang dipelajari dalam
pelatihan untuk melakukan pekerjaan mereka lebih efektif; dan peluang bagi peserta untuk
menggunakan konten pelatihan dalam pekerjaan mereka.18 Jika sikap dan perilaku rekan
13
kerja dan manajer tidak mendukung, karyawan tidak mungkin menerapkan konten pelatihan
untuk pekerjaan mereka.
Training Resources
Salah satu cara untuk mengidentifikasi sumber daya pelatihan adalah bagi perusahaan
yang memiliki operasi atau departemen serupa yang berlokasi di seluruh negara atau dunia
untuk berbagi ide dan praktik.
Person Analysis
14
lingkungan kerja akan memfasilitasi pembelajaran dan tidak mengganggu kinerja. Proses ini
termasuk mengevaluasi karakteristik orang, input, output, konsekuensi, dan umpan balik.
Titik tekanan utama untuk pelatihan adalah kinerja yang buruk atau di bawah standar.
Kinerja buruk ditunjukkan oleh keluhan pelanggan, peringkat kinerja rendah, atau insiden di
tempat kerja seperti kecelakaan dan perilaku tidak aman. Indikator potensial lain dari
kebutuhan pelatihan adalah jika pekerjaan berubah sedemikian rupa sehingga tingkat kinerja
saat ini perlu ditingkatkan atau karyawan harus dapat menyelesaikan tugas-tugas baru.
Personal Characteristics
• Kemampuan dasar
- Kemampuan kognitif
- Tingkat Membaca
• Self-efficacy
15
Input
• Dukungan sosial
Output
+
Consequences
+
• Norma
• Manfaat
• Hadiah
Feedback
• Frekuensi
• Spesifik
• Detail
16
Karakteristik, input, output, konsekuensi, dan umpan balik seseorang memengaruhi
motivasi belajar. Motivasi untuk belajar adalah keinginan peserta pelatihan untuk
mempelajari isi program pelatihan. Pertimbangkan bagaimana motivasi Anda untuk belajar
dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dan lingkungan..
Personal Characteristics
Basic Skills
Keterampilan dasar mengacu pada keterampilan yang diperlukan bagi karyawan untuk
melakukan pekerjaan dan mempelajari konten program pelatihan dengan sukses.
Keterampilan dasar meliputi kemampuan kognitif dan keterampilan membaca dan menulis.
Tabel 3.4 menunjukkan kegiatan yang terlibat dalam melakukan audit literasi.
17
sukses.
Langkah 5: Kembangkan atau beli tes yang mengajukan pertanyaan yang berkaitan
khusus dengan pekerjaan karyawan. Minta karyawan untuk menyelesaikan tes.
Langkah 6: Bandingkan hasil tes (dari langkah 5) dengan deskripsi keterampilan dasar
yang diperlukan untuk pekerjaan itu (dari langkah 4). Jika tingkat keterampilan membaca,
menulis, dan komputasi karyawan tidak sesuai dengan keterampilan dasar yang diperlukan
oleh pekerjaan, maka masalah keterampilan dasar ada
Tingkat kemampuan kognitif peserta pelatihan juga dapat mempengaruhi seberapa baik
mereka dapat belajar dalam program pelatihan. Peserta pelatihan dengan tingkat kemampuan
kognitif yang rendah lebih mungkin gagal menyelesaikan pelatihan atau (pada akhir
pelatihan) menerima nilai lebih rendah pada tes yang mengukur seberapa banyak yang telah
mereka pelajari.
Reading Ability
Keterbacaan mengacu pada tingkat kesulitan bahan tertulis. Kurangnya yang sesuai tingkat
membaca dapat menghambat kinerja dan pembelajaran dalam program pelatihan. Bahan yang
digunakan di pelatihan harus dievaluasi untuk memastikan bahwa tingkat bacaannya tidak
melebihi yang disyaratkan oleh pekerjaan. Penilaian keterbacaan biasanya melibatkan analisis
panjang kalimat dan kata kesulitan. JikaJika tingkat membaca peserta pelatihan tidak sesuai
dengan tingkat yang dibutuhkan untuk materi pelatihan, empat opsi tersedia. Pertama, pelatih
dapat menentukan apakah layak untuk menurunkan tingkat materi pelatihan membaca atau
menggunakan video atau pelatihan di tempat kerja, yang melibatkan pembelajaran dengan
menonton dan berlatih daripada membaca. Kedua, karyawan tanpa tingkat membaca yang
diperlukan dapat diidentifikasi melalui tes membaca dan dipindahkan ke yang lain posisi
lebih kongruen dengan tingkat keahlian mereka. Ketiga, sekali lagi menggunakan tes
membaca, pelatih dapat mengidentifikasi karyawan yang tidak memiliki keterampilan
membaca yang diperlukan dan membekali mereka pelatihan perbaikan. Keempat, pelatih
dapat mempertimbangkan apakah pekerjaan itu dapat dirancang ulang untuk mengakomodasi
tingkat membaca karyawan. Opsi keempat tentu yang paling mahal dan paling tidak praktis.
Karena itu, metode pelatihan alternatif perlu dipertimbangkan, atau manajer dapat memilih
opsi nontraining. Opsi non pelatihan termasuk memilih karyawan untuk pekerjaan dan
kesempatan pelatihan berdasarkan membaca, perhitungan, menulis, dan dasar lainnya
persyaratan keterampilan. Untuk mengembangkan keterampilan dasar atau menutup
kesenjangan keterampilan, banyak perusahaan yang terlibat dalam keterampilan penilaian,
pelatihan, atau kombinasi keduanya. Mereka bekerja untuk mengidentifikasi dan menutup
19
kesenjangan keterampilan, baik sendiri atau dalam kemitraan dengan lembaga pemerintah
negara bagian.
Self-Efficacy
Self-efficacy adalah keyakinan karyawan bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan mereka
atau mempelajari konten program pelatihan berhasil. Lingkungan kerja bisa mengancam
terlalu banyak karyawan yang mungkin belum pernah berprestasi di masa lalu. Sebagai
contoh, orang-orang yang dipekerjakan melalui program kesejahteraan-untuk-pekerjaan
“seorang program yang dirancang untuk membantu mencari pekerjaan bagi penerima
kesejahteraan” mungkin kurang efikasi diri. Itu lingkungan pelatihan juga dapat mengancam
orang-orang yang belum menerima pelatihan atau pendidikan formal untuk jangka waktu
yang lama, kurang pendidikan, atau tidak berpengalaman dalam materi pelajaran program
pelatihan. Misalnya, melatih karyawan untuk menggunakan peralatan untuk manufaktur
berbasis komputer dapat mewakili potensi ancaman, terutama jika memang demikian
terintimidasi oleh teknologi baru dan kurang percaya diri dalam kemampuan mereka untuk
menguasai keterampilan diperlukan untuk menggunakan komputer. Penelitian telah
menunjukkan bahwa self-efficacy terkait dengan kinerja dalam program pelatihan. Tingkat
self-efficacy karyawan dapat ditingkatkan dengan:
Agar termotivasi untuk belajar dalam program pelatihan, karyawan harus menyadari
keterampilan mereka kekuatan dan kelemahan serta kaitan antara program pelatihan dan
peningkatan kelemahan mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memahami
mengapa mereka telah diminta untuk menghadiri program pelatihan, dan mereka harus
20
mengomunikasikan tautannya antara pelatihan dan peningkatan kelemahan keterampilan atau
kekurangan pengetahuan. Ini dapat dicapai dengan berbagi umpan balik kinerja dengan
karyawan, memegang karier diskusi pengembangan, atau meminta karyawan menyelesaikan
evaluasi diri atas keterampilan mereka kekuatan dan kelemahan serta minat dan tujuan karier.
Ada bukti biologis bahwa kapasitas mental tertentu menurun dari usia dua puluh ke usia tujuh
puluh. Memori jangka pendek dan kecepatan orang memproses informasi menurun kita
menua. Namun, seiring bertambahnya usia pengalaman, yang bisa mengimbangi hilangnya
memori dan kecepatan mental. Meskipun kecepatan mental dan kehilangan memori
berkurang dengan mantap kecepatan, pada usia yang lebih tua, kehilangan ingatan jauh lebih
besar karena sumber daya mental lebih terkuras dibandingkan pada usia sebelumnya.
Istilah milenium dan Generasi Y merujuk pada orang yang dilahirkan setelahnya 1980.
Mereka optimis, mau bekerja dan belajar, dan melek teknologi; mereka menghargai
keberagaman. Istilah Gen Xers mengacu pada orang yang lahir dari tahun 1965 hingga 1980.
Gen Xers perlu umpan balik dan fleksibilitas; mereka tidak suka pengawasan ketat. Mereka
telah mengalami perubahan semua kehidupan mereka (dalam hal orang tua, rumah, dan kota).
Gen Xers menghargai keseimbangan di antara mereka kehidupan bekerja dan tidak bekerja.
Baby boomer adalah orang yang lahir antara tahun 1946 dan 1964. Mereka kompetitif,
pekerja keras, dan peduli bahwa semua karyawan diperlakukan dengan adil. Tradisionalis
adalah orang-orang yang lahir antara tahun 1925 dan 1945. Mereka patriotik dan loyal, dan
mereka memiliki kepribadian yang hebat menangani pengetahuan tentang sejarah organisasi
dan kehidupan kerja.
Input
Persepsi karyawan tentang dua karakteristik lingkungan kerja — kendala situasional dan
dukungan sosial — adalah penentu kinerja dan motivasi untuk belajar. Kendala situasional
21
termasuk kurangnya alat dan peralatan yang tepat, bahan dan persediaan, dukungan anggaran,
dan waktu. Dukungan sosial mengacu pada kesediaan manajer dan rekan sejawat untuk
memberikan umpan balik dan penguatan. Jika karyawan memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk melakukan tetapi tidak memiliki alat
dan peralatan yang tepat diperlukan, kinerjanya tidak memadai. Untuk memastikan bahwa
lingkungan kerja meningkatkan motivasi peserta pelatihan untuk belajar, manajer harus
mengambil langkah-langkah berikut:
1. Berikan bahan, waktu, informasi terkait pekerjaan, dan alat bantu kerja lainnya yang
diperlukan karyawan untuk menggunakan keterampilan atau perilaku baru sebelum
berpartisipasi dalam program pelatihan.
2. Berbicara positif tentang program pelatihan perusahaan kepada karyawan.
3. Biarkan karyawan tahu bahwa mereka melakukan pekerjaan dengan baik ketika
mereka menggunakan konten pelatihan pekerjaan mereka.
4. Dorong anggota kelompok kerja untuk melibatkan satu sama lain dalam mencoba
menggunakan keterampilan baru pekerjaan dengan meminta umpan balik dan berbagi
pengalaman pelatihan dan situasi di mana konten pelatihan telah membantu.
5. Berikan waktu dan kesempatan kepada karyawan untuk berlatih dan menerapkan
keterampilan atau perilaku baru ke pekerjaan mereka.
Output
Kinerja yang buruk atau di bawah standar dapat terjadi pada pekerjaan karena karyawan tidak
mengetahuinya tingkat apa yang diharapkan mereka lakukan. Misalnya, mereka mungkin
tidak mengetahui standar kualitas yang terkait dengan kecepatan atau tingkat personalisasi
layanan yang diharapkan. Para karyawan mungkin memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperlukan untuk melakukan tetapi gagal untuk melakukan karena mereka tidak
mengetahui standar kinerja. Kurangnya kesadaran akan standar kinerja adalah masalah
komunikasi, tetapi itu bukan masalah yang bisa "diperbaiki" pelatihan. " Memahami
kebutuhan untuk melakukan adalah penting untuk pembelajaran. Trainee perlu memahami
secara spesifik apa yang diharapkan mereka pelajari dalam program pelatihan. Untuk
memastikan bahwa trainee menguasai konten pelatihan di tingkat yang sesuai, trainee dalam
program pelatihan juga perlu memahami tingkat kemahiran yang diharapkan dari mereka.
Misalnya, untuk tugas, tingkat kemahiran berhubungan dengan seberapa baik karyawan untuk
22
melakukan tugas. Untuk pengetahuan, tingkat kemahiran dapat berhubungan dengan skor
pada tes tertulis. Standar atau levelnya kinerja adalah bagian dari tujuan pembelajaran.
Consequences
Jika karyawan tidak percaya bahwa hadiah atau insentif untuk kinerja memadai, mereka akan
tidak mungkin untuk memenuhi standar kinerja bahkan jika mereka memiliki pengetahuan
yang diperlukan, perilaku, keterampilan, atau sikap. Juga, norma kelompok kerja dapat
mendorong karyawan untuk tidak melakukannya memenuhi standar kinerja. Norma merujuk
pada standar perilaku yang diterima untuk anggota kelompok kerja. Misalnya, selama
negosiasi kontrak kerja, penangan bagasi untuk Northwest Airlines bekerja dengan lambat
memuat dan menurunkan bagasi dari pesawat terbang. Sebagai Hasilnya, banyak
keberangkatan dan kedatangan penumpang tertunda. Penangan bagasi memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang diperlukan untuk menurunkan pesawat lebih cepat, tetapi
mereka bekerja lambat karena mereka berusaha mengirim pesan kepada manajemen bahwa
maskapai tidak dapat bekerja secara efektif jika tuntutan kontrak mereka tidak dipenuhi.
Konsekuensi juga mempengaruhi pembelajaran dalam program pelatihan. Sistem insentif,
seperti memberikan kartu hadiah yang dapat ditukarkan dengan makanan, pakaian, atau film
atau mengumpulkan poin itu dapat digunakan untuk membayar pendaftaran di kursus
mendatang, mungkin berguna untuk memotivasi beberapa karyawan untuk menghadiri dan
menyelesaikan kursus pelatihan.
Namun, salah satu cara paling ampuh untuk memotivasi karyawan untuk menghadiri dan
belajar darinya pelatihan adalah untuk mengkomunikasikan nilai pribadi pelatihan. Misalnya,
bagaimana ini akan membantu mereka meningkatkan keterampilan, karier, atau menangani
masalah yang mereka temui di tempat kerja? Ini penting bahwa komunikasi dari manajer
tentang manfaat potensial harus realistis. Harapan yang tidak terpenuhi tentang program
pelatihan dapat menghambat motivasi untuk belajar.
Feedback
Masalah kinerja dapat terjadi ketika karyawan tidak menerima umpan balik mengenai sejauh
mana mereka memenuhi standar kinerja. Pelatihan mungkin bukan yang terbaik solusi untuk
masalah jenis ini jika karyawan tahu apa yang seharusnya mereka lakukan (output) tetapi
tidak mengerti seberapa dekat kinerja mereka dengan standar. Karyawan perlu diberikan
23
umpan balik spesifik dan terperinci tentang kinerja yang efektif dan tidak efektif. Agar
karyawan dapat bekerja sesuai standar, umpan balik perlu sering diberikan, tidak hanya
selama setahun evaluasi kinerja. Dalam Bab Empat, peran umpan balik dalam pembelajaran
dibahas secara rinci. Ingatlah selalu bahwa umpan balik sangat penting untuk membentuk
perilaku dan keterampilan peserta pelatihan.
Task Analysis
Analisis tugas menghasilkan deskripsi kegiatan kerja, termasuk tugas yang dilakukan oleh
karyawan dan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas. Sebuah pekerjaan adalah posisi tertentu yang membutuhkan
penyelesaian tugas-tugas tertentu. (Pekerjaan dicontohkan pada Tabel 3.6 adalah pekerja
pemeliharaan listrik.) Tugas adalah pekerjaan karyawan aktivitas dalam pekerjaan tertentu.
Tabel 3.6 menunjukkan beberapa tugas untuk pemeliharaan listrik pekerjaan pekerja. Tugas-
tugas ini termasuk mengganti bola lampu, outlet listrik, dan sakelar lampu. Untuk
menyelesaikan tugas, karyawan harus memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, dan khusus pertimbangan lain (KSAO). Pengetahuan mencakup fakta atau
prosedur (mis., Sifat kimiawi emas). Keterampilan menunjukkan kompetensi dalam
melakukan tugas (mis., Negosiasi keterampilan, keterampilan dalam membuat orang lain
setuju untuk mengambil tindakan tertentu). Kemampuan termasuk kapasitas fisik dan mental
untuk melakukan tugas (mis., kemampuan spasial, the kemampuan melihat hubungan antar
objek dalam ruang fisik). Lainnya mengacu pada kondisi di mana tugas dilakukan. Kondisi
ini termasuk mengidentifikasi peralatan dan lingkungan tempat karyawan itu bekerja (mis.,
Kebutuhan untuk memakai masker oksigen, bekerja dalam kondisi yang sangat panas),
batasan waktu untuk suatu tugas (mis., tenggat waktu), keamanan pertimbangan, atau standar
kinerja. Analisis tugas harus dilakukan hanya setelah analisis organisasi menentukan bahwa
perusahaan ingin mencurahkan waktu dan uang untuk pelatihan. Mengapa? Analisis tugas
adalah proses yang memakan waktu dan melelahkan yang melibatkan komitmen waktu yang
besar untuk berkumpul dan meringkas data dari banyak orang berbeda di perusahaan,
termasuk manajer, pekerjaan petahana, dan pelatih.
24
Langkah-langkah dalam Analisis Tugas
25
Informasi ini berguna untuk merancang pelatihan itu termasuk jumlah praktik dan
umpan balik yang tepat untuk dipelajari para pemula. Informasi ini dapat
dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Ingat bab ini diskusi tentang
bagaimana kemampuan mempengaruhi pembelajaran. Informasi mengenai
keterampilan dasar dan persyaratan kemampuan kognitif sangat penting untuk
menentukan apakah tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan tertentu akan
menjadi prasyarat untuk masuk ke program pelatihan (atau pekerjaan) atau jika
pelatihan tambahan dalam keterampilan yang mendasarinya diperlukan. Untuk tujuan
pelatihan, informasi mengenai betapa sulitnya mempelajari pengetahuan,
keterampilan, atau kemampuan penting — seperti apakah pengetahuan, keterampilan,
atau kemampuan diharapkan diperoleh karyawan sebelum mengambil pekerjaan itu.
26
perekrutan, seleksi, pelatihan, dan pengembangan. Model kompetensi dapat digunakan untuk
membantu mengidentifikasi karyawan terbaik untuk mengisi posisi terbuka dan untuk
melayani sebagai dasar bagi rencana pengembangan yang memungkinkan karyawan dan
manajer mereka untuk menargetkan kekuatan khusus dan bidang pengembangan. Kompetensi
yang termasuk dalam model kompetensi bervariasi sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis
perusahaan. Mereka dapat mencakup penjualan, kepemimpinan, interpersonal, teknis, dan
jenis kompetensi lainnya. Model kompetensi biasanya termasuk nama masing-masing
kompetensi, perilaku yang mewakili kecakapan dalam kompetensi, dan level yang mencakup
deskripsi
mewakili tingkat penguasaan atau kemahiran yang ditunjukkan. Tabel 3.9 menunjukkan
cluster teknis kompetensi dari model kompetensi untuk seorang insinyur sistem. Sisi kiri
tabel mencantumkan kompetensi teknis dalam cluster teknis (seperti arsitektur sistem,
migrasi data, dan dokumentasi). Sisi kanan menunjukkan perilaku yang dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kemahiran insinyur sistem untuk setiap kompetensi.
27
pada pekerja (bagaimana tujuan tercapai atau bagaimana pekerjaan dicapai). Berfokus pada
"bagaimana" versus "apa" memberikan informasi berharga untuk pelatihan dan
pengembangan. Sebuah penelitian baru-baru ini meminta para pakar pemodelan kompetensi
(konsultan, praktisi SDM, akademisi, dan psikolog industri) untuk membandingkan dan
membedakan pemodelan kompetensi dan analisis pekerjaan. Studi ini menemukan beberapa
perbedaan antara analisis pekerjaan dan model kompetensi. Model kompetensi lebih
cenderung menghubungkan kompetensi dan tujuan bisnis perusahaan. Model kompetensi
memberikan deskripsi kompetensi yang umum untuk seluruh kelompok pekerjaan, tingkat
pekerjaan, atau seluruh organisasi. Analisis pekerjaan menggambarkan apa yang berbeda di
seluruh pekerjaan, kelompok pekerjaan, atau tingkat organisasi. Akhirnya, analisis pekerjaan
menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan khusus untuk pekerjaan tertentu.
Ini digunakan untuk menghasilkan persyaratan khusus yang akan digunakan untuk seleksi
karyawan. Kompetensi yang dihasilkan oleh pemodelan kompetensi lebih umum dan diyakini
memiliki aplikasi yang lebih besar untuk berbagai tujuan yang lebih luas, termasuk seleksi,
pelatihan, pengembangan karyawan, dan manajemen kinerja.
28
mengidentifikasi kompetensi. Ini termasuk menganalisis satu atau beberapa pemain
"bintang", mensurvei orang-orang yang akrab dengan pekerjaan (UKM), dan menyelidiki
data tolok ukur kinerja yang baik di perusahaan lain. Kelima, model divalidasi. Artinya,
penentuan dibuat apakah kompetensi yang termasuk dalam model benar-benar terkait dengan
kinerja yang efektif. Dalam contoh kompetensi teknis untuk insinyur sistem yang ditunjukkan
pada Tabel 3.9, penting untuk memverifikasi bahwa (1) ketiga kompetensi ini diperlukan
untuk keberhasilan pekerjaan, dan (2) tingkat kemahiran kompetensi sesuai.
Mengikuti proses pengembangan yang diuraikan dalam Gambar 3.5 akan memastikan
bahwa kompetensi dan model kompetensi valid. Namun, pelatih, karyawan, manajer, dan
pakar lainnya harus dilatih (terutama penilai yang tidak berpengalaman) tentang cara
menentukan peringkat kompetensi yang akurat. Pelatihan harus memastikan bahwa penilai
memahami setiap kompetensi dan perbedaan di antara mereka dan dapat membedakan antara
tingkat kecakapan rendah, sedang, dan tinggi.
Model kompetensi bermanfaat untuk pelatihan dan pengembangan dalam beberapa cara:
29
Mereka membantu menentukan keterampilan apa yang dibutuhkan di berbagai titik
karier.
Mereka menyediakan kerangka kerja untuk pelatihan dan umpan balik yang
berkelanjutan untuk mengembangkan karyawan untuk peran saat ini dan masa depan.
Dengan membandingkan kompetensi pribadi mereka saat ini dengan yang dibutuhkan
untuk suatu pekerjaan, karyawan dapat mengidentifikasi kompetensi yang
membutuhkan pengembangan dan memilih tindakan untuk mengembangkan
kompetensi tersebut. Tindakan ini dapat mencakup kursus, pengalaman kerja, dan
jenis pengembangan lainnya (Metode pengembangan dirinci dalam Bab Sembilan,
"Pengembangan Karyawan dan Manajemen Karir.")
Mereka menciptakan "peta jalan" untuk mengidentifikasi dan mengembangkan
karyawan yang mungkin menjadi kandidat untuk posisi manajerial (perencanaan
suksesi).
Mereka memberikan seperangkat kriteria umum yang digunakan untuk
mengidentifikasi pelatihan pengembangan yang sesuai dan kegiatan pembelajaran
bagi karyawan, serta untuk mengevaluasi dan menghargai mereka. Ini membantu
mengintegrasikan dan menyelaraskan sistem dan praktik SDM perusahaan.
Tabel 3.10 menunjukkan model kompetensi yang Luxottica Retail, terkenal dengan
kacamata premium, mewah, dan olahraga yang dijual melalui LensCrafters, Sunglass Hut,
dan Pearle Vision, yang dikembangkan untuk rekanannya di posisi lapangan dan toko.
Model kompetensi mencakup kompetensi kepemimpinan dan manajerial, fungsional, dan
dasar. Tujuannya adalah untuk mendefinisikan dan mengidentifikasi kompetensi yang
dapat digunakan manajer untuk perekrutan, manajemen kinerja, dan pelatihan. Juga,
kompetensi akan membantu karyawan mengidentifikasi dan mengembangkan
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melamar pekerjaan yang berbeda. Untuk
30
menggunakan model kompetensi secara efektif evaluasi kinerja, mereka harus terkini,
mendorong kinerja bisnis, terkait pekerjaan (valid), relevan (atau disesuaikan) untuk
semua unit bisnis perusahaan, dan memberikan detail yang cukup untuk membuat
penilaian kinerja karyawan yang akurat. Di Luxottica Retail, pengembangan kompetensi
dimulai dengan pertemuan dengan para pemimpin bisnis untuk memahami strategi bisnis
mereka saat ini dan masa depan. Pengemudi bisnis diidentifikasi dan kuesioner,
kelompok fokus, dan pertemuan dengan manajer dan rekan digunakan untuk
mengidentifikasi kompetensi penting dan contoh perilaku yang terkait dengan masing-
masing. Kompetensi lintas unit bisnis dan merek ditinjau setiap empat atau lima tahun,
atau setiap kali terjadi perubahan besar dalam pekerjaan atau strategi bisnis untuk
memastikan mereka relevan. Juga, pembobotan
diberikan kepada setiap rangkaian kompetensi dalam evaluasi kinerja ditinjau untuk
memastikan bahwa mereka sesuai (mis., bobot apa yang harus diberikan kepada
keterampilan fungsional?). Bergantung pada relevansinya untuk pekerjaan tertentu,
berbagai kombinasi kompetensi ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja rekanan.
Rekanan dinilai pada skala 1-5 untuk setiap kompetensi, dengan 5 yang berarti “jauh
melebihi harapan” SDM, pelatihan dan pengembangan, dan tim operasi bekerja bersama
untuk menentukan level masing-masing kompetensi. Artinya, apa artinya dan seperti apa
kompetensi itu ketika seorang karyawan dinilai "memenuhi harapan" versus "di bawah
31
harapan"? Ini diperlukan untuk memastikan bahwa manajer menggunakan kerangka
referensi yang sama ketika mereka mengevaluasi rekanan menggunakan kompetensi.
Namun, bahkan jika manajer menuntut kursus pelatihan saat ini, penilaian kebutuhan
masih harus dilakukan. Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian kebutuhan secara
cepat. Penilaian kebutuhan yang cepat mengacu pada penilaian kebutuhan yang dilakukan
dengan cepat dan akurat, tetapi tanpa mengorbankan kualitas proses atau hasil. Kunci
untuk melakukan penilaian kebutuhan yang cepat adalah memilih metode penilaian
kebutuhan yang akan memberikan hasil yang Anda dapat memiliki kepercayaan terbesar
saat menggunakan sumber daya paling sedikit (waktu, uang, UKM). Ada beberapa cara
untuk melakukan penilaian kebutuhan secara cepat. Pertama, ruang lingkup penilaian
kebutuhan tergantung pada ukuran titik tekanan potensial. Jika titik tekanan tampaknya
bersifat lokal dan berpotensi berdampak kecil pada bisnis, maka bagian pengumpulan
informasi dari penilaian kebutuhan dapat terdiri dari hanya beberapa wawancara dengan
manajer atau petahana pekerjaan. Jika titik tekanan akan berdampak besar pada bisnis,
maka lebih banyak pengumpulan informasi harus dilakukan. Jika, setelah mewawancarai
UKM dan pekerja lama, Anda dapat mengatakan bahwa Anda tidak mempelajari hal baru
tentang pekerjaan tersebut, maka wawancara bisa dihentikan. Kedua, pertimbangkan
untuk menggunakan data yang sudah tersedia yang dikumpulkan untuk tujuan lain. Data
kesalahan, data penjualan, keluhan pelanggan, dan wawancara keluar mungkin
memberikan petunjuk berharga tentang sumber masalah kinerja dan survei. JetBlue
32
menggunakan data kinerja di tempat kerja dan data hasil bisnis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan. Sebagai contoh, dengan menggunakan data yang dikumpulkan
ketika pesawat dilayani secara berkala, JetBlue menemukan bahwa ada peningkatan
kerusakan kosmetik pada pesawat terbang. Hal ini memicu tim pembelajaran untuk
melakukan penilaian yang lebih mendalam untuk mengidentifikasi potensi kebutuhan
pembelajaran yang mungkin mengakibatkan peningkatan tingkat kerusakan dari waktu ke
waktu. Keluhan pelanggan yang dilacak oleh Departemen Transportasi A.S.
mengungkapkan peningkatan masalah yang dialami oleh penumpang cacat JetBlue
sebelum naik. Berdasarkan data ini, pelatihan direvisi dan diperluas, menghasilkan lebih
sedikit keluhan. Web dapat menjadi sumber yang berguna untuk melakukan wawancara
dan survei cepat dengan UKM di berbagai lokasi. Akhirnya, jika Anda terbiasa dengan
masalah bisnis, perkembangan teknologi, dan masalah lain yang dihadapi organisasi,
Anda akan dapat mengantisipasi kebutuhan pelatihan. Misalnya, jika perusahaan
membuka kantor penjualan di lokasi internasional dan memperkenalkan teknologi baru di
pabrik, pelatihan dan pelatihan lintas budaya yang dirancang untuk membantu karyawan
menggunakan teknologi baru tidak diragukan lagi akan diperlukan. Bersiaplah dengan
memahami bisnis.
33
melibatkan pengembangan daftar tugas, pelatihan tugas, praktik pelatihan di tempat kerja
untuk mendapatkan sertifikasi, dan melakukan penilaian keterampilan tahunan. Untuk
melakukan penilaian keterampilan, survei dikirim ke semua lebih dari seribu insinyur
layanan KLA-Tencor. Untuk setiap tugas, para insinyur diminta untuk menilai
kemampuan mereka dalam melakukan tugas pada skala dari “Saya tidak tahu bagaimana”
hingga “Saya bisa mengajarkannya kepada orang lain.” Juga, mereka diminta untuk
mengevaluasi seberapa sering mereka melakukan tugas tersebut. dari “Tidak Pernah” ke
“Lebih dari dua kali per tahun.” Berdasarkan tanggapan mereka, mereka diberi tugas
pelatihan. Lebih dari dua ratus kursus diciptakan untuk melatih para insinyur. Untuk
memastikan bahwa pelatihan selesai, baik insinyur dan manajer mereka bertanggung
jawab. Ini membantu mencapai tingkat penyelesaian 95 persen dalam satu tahun setelah
pelatihan ditugaskan. Data penilaian keterampilan juga digunakan untuk mengidentifikasi
kesenjangan dalam pelatihan saat ini, menghasilkan lebih dari dua ribu perubahan dalam
kursus dan program sertifikasi. Penilaian keterampilan dilakukan setiap tahun untuk
memastikan bahwa teknisi layanan tetap mendapatkan informasi dan teknologi baru.
Contoh ini menggambarkan beberapa aspek dari proses penilaian kebutuhan. Pertama,
pelatihan dipandang penting untuk membantu perusahaan memenuhi tujuan strategisnya.
Akibatnya, sumber daya dan waktu dialokasikan untuk penilaian kebutuhan dan
pelatihan. Kedua, penilaian kebutuhan mencakup penilaian tugas atau keterampilan yang
membantu menentukan siapa yang membutuhkan pelatihan dan tugas apa yang perlu
mereka pelajari. Ketiga, berdasarkan penilaian kebutuhan, program pelatihan
dikembangkan atau diubah untuk meningkatkan kekurangan keterampilan yang
diidentifikasi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Neo,R.A (2017). Employee Training and Development New York: McGraw-Hill Education
35