“ INFORMATION – PROCESSING ”
No Nama Nim
1 Nurhaliza 191301089
2 Refica M Sihombing 191301095
3 Putri Dina S. Manullang 191301108
4 Novia Aurelia 191301110
5 Friska Ruminta Sari Simanjuntak 191301112
6 Tiara Sukma 191301111
7 Sheila Aprilia 1913011113
FAKULTAS PSIKOLOGI
MEDAN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah Azza Wa Jalla atas segala
rahmat dan pertolongan-Nya, Tugas Makalah Pendekatan Information Processing ini dapat
disusun dengan baik, walaupun penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan di
dalamnya. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Tes Intelegensi Minat dan Bakat yang telah mempercayakan tugas ini kepada
kelompok 4.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Penulis juga menyadari bahwa pada makalah ini terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran untuk
perbaikan makalah di masa yang akan datang.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
Latar Belakang 4
Rumusan masalah 4
Tujuan pembuatan makalah 5
BAB II 6
Information-processing approaches intelligence 6
Campione, Brown, and Borkowski 9
Das 10
Sternberg 11
Other Approach To Intelligence 14
Jansen 14
Piaget 14
Gardner 19
BAB III 21
Kesimpulan 21
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
TABEL KONTRIBUSI 24
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan masalah
Pendekatan pengolahan informasi untuk studi tentang kecerdasan adalah pendekatan yang
bertujuan untuk melihat kemampuan kognitif individu dari segi pengolahan informasi, hal ini
digunakan untuk menggambarkan perbedaan individu. Misalnya, perbedaan dalam cara
informasi dikodekan, kecepatan pemrosesan, seberapa mudah informasi dikategorikan, dan
metakognisi adalah semua sumber perbedaan individu (dan juga perkembangan) dalam
pemikiran dan kecerdasan. Pendekatan ini membahas bagaimana proses kognitif untuk
menjelaskan sifat kognisi secara umum dan untuk menemukan perbedaan penting secara
pendidikan dalam berpikir di antara individu yang dilihat dari aspek berbeda dari pemrosesan
kognitif yang terlibat dalam kecerdasan, diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar: proses
tingkat dasar dan memori kerja dan fungsi eksekutif.
Dalam model ini, kognisi manusia dimaknai terjadi dalam serangkaian tahapan
diskrit, dengan informasi yang diterima dioperasikan pada satu tahap dan kemudian
diteruskan sebagai masukan ke tahap berikutnya yang akan diproses lebih lanjut. Proses
mental, terdiri dari perilaku kognitif tertentu "yang mengubah dan memanipulasi informasi
antara waktu masuk sebagai stimulus dan waktu respon untuk pilihan.Invalid source
specified.
1 Basic-Level Processes
Proses tingkat dasar mencakup tugas memori kerja (working memory) dan rentang memori
(memory span) dan tes laboratorium (laboratory test), dalam hal ini termasuk pemindaian
memori jangka pendek, pengambilan kata-kata yang sudah dikenal dari penyimpanan jangka
panjang, dan tugas kategorisasi sederhana. Pada pendekatan ini dipercaya bahwa fungsi
dasar dari kecerdasan dipengaruhi oleh faktor neurologis sehingga sangat dipengaruhi oleh
faktor endogen yang menekankan pada pewarisan dimana sebagian besar penelitian berfokus
pada dua mekanisme umum: (1) kecepatan pemrosesan (speed of processing) dan (2) kerja
memori (working memory )dan fungsi eksekutif (executive function)
● Speed of processing, terdapat perbedaan kecepatan pemrosesan yang terjadi antara
anak yang lebih tua dan anak yang lebih mudah, anak yang lebih tua kecepatan
pemrosesannya lebih cepat, dan perbedaan ini juga terjadi pada kecepatan retrieval
antara anak-anak gifted dan non-gifted, dan antara anak-anak dengan dan tanpa
learning disabilities. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan verbal individu atau
seberapa sering seseorang membaca, semakin baik pemahaman verbalnya maka
akan semakin baik kecepatan pemprosesan
● Working memory dan Eecutive function, Kedua hal ini adalah suatu yang penting
dalam kecerdasan. Memori kerja adalah komponen penting dari fungsi eksekutif,
yang menurut penelitian terbaru memainkan peran penting di hampir semua bidang
pemikiran. Sebagai contoh, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa anak-
anak dan orang dewasa dengan gangguan intelektual memiliki rentang memori kerja
yang lebih pendek dan berkinerja lebih buruk pada tugas-tugas fungsi eksekutif
dibandingkan orang tanpa gangguan intelektual. Demikian pula, anak-anak berbakat
memiliki tingkat fungsi eksekutif yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak
berbakat.
Selain dari komponen dasar di atas terdapat pendekatan lainya, antaranya adalah strategi
(strategies), dasar pengetahuan (knowledge base), dan metakognisi (metacognition).
Schemes. Skema (atau aturan berpikir) adalah aspek aktif dan konstruktif dari kecerdasan
manusia. Dalam teori Piaget, tahap utama perkembangan kognitif - sensorimotor,
praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal - mewakili kelompok skema.
Perpindahan dari satu tahap ke tahap lainnya terjadi ketika ada perubahan skema besar.
Control Processes. Proses kontrol mengacu pada aturan dan strategi yang membantu dalam
menghafal, pemahaman, pemecahan masalah dan kegiatan kognitif lainnya. Perilaku strategis
- seperti pemeriksaan diri, latihan, dan prosedur instruksional diri lainnya - dapat diajarkan
untuk mempromosikan generalisasi strategi yang lebih besar.
Metacognition. Metakognisi mengacu pada pemikiran tentang pikiran atau kesadaran akan
proses berpikir dan strategi berpikir sendiri. Integrasi pengetahuan metakognitif dengan
perilaku strategis menghasilkan pemecahan masalah yang lebih efektif. Metakognisi
membantu dalam perencanaan, pemantauan diri, dan penemuan dan dapat menyebabkan
pemilihan strategi, kritik diri dan bahkan strategi baru.
DAS
Das Model pemrosesan informasi adalah model yang diusulkan oleh Jagannath Das dan
rekan-rekannya sebagai cara untuk mengkategorikan kemampuan kognitif. Model ini
didasarkan oleh karya Aleksandr Luria (1966a, 19666) dalam neuropsikologi, ada empat
proses kognitif yang saling terkait yaitu planning, attention-arousal, simultaneous
processing, dan successive processing. Planning adalah kemampuan untuk membuat
keputusan tentang bagaimana memecahkan masalah dan melakukan tindakan. Attention-
Arousal, adalah kemampuan untuk secara selektif memperhatikan rangsangan dan
mengabaikan gangguan lainnya. Simultaneous Processing, adalah kemampuan untuk
mengintegrasikan rangsangan yang terpisah ke dalam keseluruhan yang kohesif dan saling
terkait. Contoh tugas yang mengukur pemrosesan simultan adalah Matriks Progresif Raven,
dan penyalinan Gambar. Successive Processing, melibatkan kemampuan untuk
mengintegrasikan rangsangan ke dalam urutan berurutan dimana rangsangan diatur dalam
urutan untuk membuat keputusan. Contoh tugas pemrosesan yang berurutan adalah memori
jangka pendek pendengaran, memori jangka pendek visual, membaca kata, dan penamaan
warna. Manakah dari mode pemrosesan yang akan digunakan individu dalam situasi tertentu
akan bergantung pada pengalaman masa lalu mereka dan tuntutan tugas. Kecerdasan
dipandang sebagai kemampuan untuk menggunakan informasi yang diperoleh melalui
prosedur transformasi simultan dan berurutan untuk merencanakan dan menyusun perilaku
secara efektif untuk mencapai tujuan.
STERNBERG
Teori triarki kecerdasan Robert Sternberg (1985) mencakup tiga sub teori: (1) kontekstual,
(2) pengalaman, dan (3) komponen. Sternberg mendefinisikan kecerdasan sukses sebagai
"kemampuan untuk mencapai kesuksesan dalam standar pribadi seseorang, dalam konteks
sosial budaya seseorang”. Sukses dicapai melalui keseimbangan tiga aspek kecerdasan: (1)
keterampilan praktis, (2) keterampilan kreatif, dan (3) keterampilan analitik.
Sub Teori kontekstual berpendapat bahwa kecerdasan harus dilihat dalam konteks yang
terjadi. Perilaku cerdas untuk anak sekolah Amerika kelas menengah mungkin tidak
dianggap cerdas untuk anak putus sekolah di Ghetto atau anak petani Guatemala yang tidak
bersekolah. Dengan mendefinisikan kecerdasan dalam konteks lingkungan dunia nyata,
Sternberg menekankan pentingnya dunia eksternal dan internal bagi kecerdasan. Dengan
kata lain, kecerdasan hanya dapat dinilai dari masalah dunia nyata yang dialami anak-anak,
dan harus dievaluasi dalam konteks budaya (Sternberg, 2004). Karena orang-orang yang
berbakat dalam sub-teori ini memiliki "kecerdasan jalanan", yang cocok antara diri mereka
sendiri dan konteks apapun yang mereka hadapi, sub teori ini kadang-kadang disebut
kecerdasan praktis. Orang dengan kecerdasan praktis mungkin juga memiliki kecerdasan
sosial.
Sternberg mengusulkan tiga proses kecerdasan dalam sub teori kontekstual: (1)adaptasi, (2)
seleksi, dan (3) pembentukan. Adaptasi adalah penyesuaian perilaku seseorang untuk
mencapai kesesuaian yang baik dengan lingkungannya. Misalnya, seberapa efektif anak-anak
mengenali bahwa upaya mereka untuk bergabung dengan kelompok bermain tidak berhasil,
dan apakah mereka dapat mengubah perilaku mereka untuk diikutsertakan dalam permainan
saat istirahat dan mendapatkan teman baru? Ketika adaptasi tidak mungkin atau tidak
diinginkan, seseorang dapat memilih lingkungan alternatif di mana dia dapat beradaptasi
dengan baik. Gagal beradaptasi dengan keinginan supervisor baru, misalnya, seseorang dapat
memilih untuk berhenti dari pekerjaannya dan memilih yang lain. Atau seorang anak
mungkin sulit bergaul dengan anak-anak di lingkungannya dan malah menjadi ramah dengan
anak-anak lain dari sekolah yang tidak tinggal sedekat itu.
Meskipun ketiga proses ini melambangkan kecerdasan secara universal, apa yang diperlukan
untuk adaptasi, seleksi, dan pembentukan akan bervariasi di antara kelompok orang yang
berbeda, sehingga satu set perilaku tidak dapat ditentukan sebagai kecerdasan untuk semua
individu.
Pada dasarnya, sub teori kontekstual adalah salah satu relativisme budaya. Keterampilan
intelektual yang penting untuk kelangsungan hidup dalam satu budaya mungkin tidak
sepenting di budaya lain. Demikian juga, keterampilan intelektual yang penting dalam suatu
budaya dapat mengalami beberapa perubahan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Misalnya, perhitungan aritmatika tidak diragukan lagi menjadi keterampilan penting bagi
orang-orang dalam masyarakat teknologi. Wechsler mencatat pentingnya aritmatika untuk
kecerdasan dalam pembangunan WISC dan WAIS. Masing-masing memiliki subtes
aritmatika. Namun, dengan meluasnya penggunaan kalkulator dan komputer, kemampuan
untuk menambah dan mengurangi angka dengan cepat dan akurat menjadi sedikit kurang
penting untuk fungsi sehari-hari. Menurut teori ini, segala sesuatu adalah relatif; dengan
demikian, kecerdasan hanya dapat dipelajari dari perspektif budaya atau subkultur tertentu.
Subteori komponen adalah model pemrosesan informasi kognisi Sternberg. Sternberg (1997)
berpendapat bahwa kecerdasan memiliki inti umum dari proses mental yang dapat digunakan
dalam konteks lingkungan atau budaya apa pun. Ini termasuk mengenali keberadaan dan
mendefinisikan sifat masalah, mewakili informasi tentang masalah, merancang strategi untuk
memecahkan masalah, mengalokasikan sumber daya mental yang cukup untuk memecahkan
masalah, dan memantau dan mengevaluasi solusi seseorang untuk masalah itu. Bagaimana
cara melakukan semua hal ini? Pada dasarnya, mereka membutuhkan aspek pemrosesan
informasi. Karena seseorang yang berbakat dalam kemampuan pemrosesan informasi
mampu membongkar, menganalisis, masalah, dan memecahkan masalah.
Sternberg mengacu pada jenis pemikiran ini sebagai kecerdasan analitik. Secara singkat,
Sternberg mengusulkan tiga jenis umum komponen pemrosesan informasi: (1) meter
components (2) komponen kinerja, dan (3) komponen akuisisi pengetahuan. Meta
Components mengalokasikan sumber daya perhatian dan mengontrol, memantau, dan
mengevaluasi kinerja tugas. Ini mencerminkan metakognisi. Apakah orang-orang sadar
tentang kemajuan mereka dalam suatu tugas? Apakah mereka perlu memperlambat,
mengubah strategi, atau lebih memperhatikan beberapa aspek tugas atau situasi daripada
aspek lainnya?
Komponen kinerja menjalankan strategi yang dirangkai oleh metakomponen dan mencakup
pengkodean informasi yang akan diproses Komponen pengetahuan terlibat dalam
memperoleh pengetahuan baru dan secara selektif bertindak atas informasi yang baru
diperoleh. Perbedaan individu dalam ketiga komponen yang saling berinteraksi ini
mempengaruhi bagaimana orang memproses informasi dan bagaimana mereka memecahkan
masalah.
Other Approach To Intelligence
JANSEN
Arthur Jensen (l970a, 1980) menyatakan bahwa kemampuan mental terbagi dalam dua kelas
utama: asosiatif (tingkat I) dan kognitif (tingkat II). Kemampuan asosiatif ialah melibatkan
hafalan pembelajaran dan memori jangka pendek dan diukur dengan tugas-tugas yang
melibatkan memori rentang digit, ingatan bebas, pembelajaran serial, dan pembelajaran
asosiasi berpasangan, sedangkan kemampuan kognitif melibatkan penalaran dan pemecahan
masalah dan diukur dengan sebagian besar oleh tes kecerdasan umum, terutama yang dengan
tugas-tugas yang melibatkan penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep, analogi
verbal dan figural, deret bilangan, dan matriks.
Seringnya tes kecerdasan cenderung mengukur kedua tingkat, namun dengan derajat yang
berbeda. Perbedaan utama antara level I dan level II adalah bahwa tugas yang melibatkan
kemampuan, tingkat I membutuhkan sedikit transformasi dari masukan, tingkat
korespondensi yang tinggi antara bentuk input stimulus dan bentuk keluaran respon. Untuk
proses Level II melibatkan transformasi input stimulus, seseorang harus secara sadar
memanipulasi input untuk sampai pada yang benar keluaran. Perbedaan penting antara
tingkat I dan II adalah perbedaan dalam kompleksitas transformasi dan manipulasi mental
yang terjadi antara presentasi dari tugas mental yang diberikan dan respon. (Sattler,
Assessment Of Children, 1999)
PIAGET
Jean Piaget (1896-1980) mengatakan inteligensi sebagai tempat adaptasi biologis dari
seorang individu kepada lingkungan Invalid source specified.. Seorang individu secara
konsisten berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dan berusaha menyeimbangkan
kebutuhannya dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang diciptakan oleh lingkungan.
Penambahan kognisi mencakup adaptasi biologis dari seorang individu yang melewati proses
internalisasi untuk berpindah dari satu tingkatan ke tingkat lain. Simbolis trial and error pada
akhirnya akan berpindah melalui trial and error.
Dari pendekatan Piaget, proses kognitif yang muncul melalui serangkaian proses
perkembangan yang bukan merupakan fungsi langsung perkembangan biologis juga bukan
fungsi langsung dari belajar, lebih kepada munculnya mewakili reorganisasi struktur
psikologis sebagai hasil dari interaksi organisme – lingkungan. Piaget menganggap bahwa
perkembangan sosial, bermain dan seni memiliki struktur penyusun kognitif yang luas. Dari
pandangan ini Piaget menyampingkan dikotomis antara pendewasaan dan belajar, dan antara
kognitif dan komponen atau perkembangan sosial- emosional.
Adaptasi meliputi dua proses yakni asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
mengambil informasi dan pengalaman dengan mencocokkan mereka dalam suatu sekam atau
konsep yang salah satunya sudah dikuasai. Akomodasi adalah proses mengeluarkan struktur
kognitif dan perilaku dimodifikasi untuk mengambil informasi dan pengalaman baru.
Akomodasi dan asimilasi muncul ketika anak-anak beradaptasi dengan lingkungan dan
kejadian dari situasi satu ke situasi lain.
Akomodasi memiliki peran ketika anak membuat skema baru dan belajar melalui meniru
perilaku orang lain. Asimilasi proses mengizinkan inteligensi untuk melampaui coping pasif
dengan kenyataan, sedangkan akomodasi proses mencegah inteligensi dari konstruksi
representasi kenyataan yang tidak memiliki kesesuaian dengan dunia yang sesungguhnya.
Inteligensi mewakili proses rasional- proses yang menunjukkan kemandirian dari lingkungan
dan regulasi internal.
Model intelegensi Piaget adalah sebuah hirarki, dimana perkembangan kecerdasan terbagi
atas 4 besar periode setiap tahap dikarakterisasikan oleh oleh tahap dan sub-tahap nya. Setiap
periode mewakili sebuah bentuk dari organisasi kognitif yang lebih kompleks dari tahap
sebelumnya. Setiap tahap berkembang dari satu tahap ke tahap lain, yang mana tidak boleh
melewatkan satu tahapan dalam perkembangan kognisi nya.
Periode Jarak usia Karakteristik Perilaku
Tujuan utama dari pendekatan Piagetian adalah kedekatan alami dari organisasi mental pada
keberhasilan tingkatan usia dan untuk menyediakan informasi tentang tahapan dari
perkembangan kognitif. Meskipun Piagetian dan pendekatan psychometric memiliki
pandangan perspektif yang berbeda tentang intelegensi, tetapi mereka juga memiliki beberapa
persamaan. Tersedia di tabel berikut ini.
Kesamaan Perbedaan
1 Keduanya menerima Piagetian Psychometric
determinan genetik dari 1.Asumsikan bahwa ada 1. Asumsikan bahwa
intelijen. faktor-faktor yang kecerdasan yang diuji adalah
2. Keduanya menerima Memberikan terdistribusi secara acak
kedewasaan perkembangan yang dalam suatu
penentuan kecerdasan. pasti, tidak penduduk, dengan distribusi
3. Keduanya menggunakan arah acak. Asumsikan mengikuti kurva normal.
noneksperimental bahwa Adalah
metodologi. pertumbuhan mental berkaitan dengan
4. Keduanya berusaha mengukur bersifat kualitatif dan antarindividu
intelektual mengandaikan perbedaan perbedaan.
fungsi yang diharapkan anak yang signifikan dalam 2. Melihat jalannya
berkembang pada usia tertentu. pemikiran yang lebih pertumbuhan mental
5. Keduanya memahami muda versus yang lebih sebagai kurva, dari mana
kecerdasan sebagai tua anak-anak. Berkaitan jumlah
pada dasarnya rasional. dengan intra-perubahan kecerdasan pada beberapa
6. Keduanya mengasumsikan individu yang terjadi kriteria usia
bahwa pematangan dalam dapat diprediksi berdasarkan
proses intelektual selesai kursus perkembangan. kecerdasan pada usia
di suatu tempat selama masa 2. Memandang sebelumnya.
remaja akhir. pertumbuhan mental 3. Asumsikan bahwa genetik
7. Keduanya mampu sebagai dan
memprediksi pembentukan struktur kontribusi lingkungan untuk
perilaku intelektual di luar mental baru kecerdasan dapat diukur.
situasi tes. dan munculnya mental
baru
kemampuan.
3. Menganggap genetik
dan lingkungan
faktor berinteraksi secara
fungsional dan
cara dinamis sehubungan
dengan
kontrol regulasi mereka
atas mental
aktivitas.
GARDNER
Howard Gardner (1983) mengemukakan adanya beberapa kompetensi intelektual yang relatif
otonom, atau multiple intelligences. Gardner telah mengidentifikasi enam kompetensi, tetapi
lebih banyak lagi yang dapat ditemukan. Diantaranya adalah linguistic intelligence (kapasitas
sintaksis dan pragmatik yang terlibat dalam penggunaan bahasa untuk komunikasi), musical
intelligence (kemampuan berirama dan nada yang terlibat dalam mengarang, menyanyi, dan
bermain musik), logical-mathematical intelligence (berpikir logis, kemampuan numerik),
spatial intelligence (memahami dunia visual, mengubah dan memodifikasi persepsi awal,
menciptakan kembali aspek pengalaman visual seseorang), bodily-kinesthetic intelligence
(menari, akting, atletik) dan personal intelligence (pengetahuan tentang diri sendiri dan orang
lain, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai perasaan dalam diri sendiri dan
kemampuan untuk membedakan suasana hati, temperamen, motivasi, dan niat).
Teori multiple intelligences dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai anak-anak, profil
multiple intelligence yang dihasilkan berguna untuk bimbingan dan pendidikan. Meskipun
prosedur penilaian belum secara eksplisit dirancang untuk mengembangkan profil ini,
Gardner percaya bahwa kompetensi intelektual anak dapat dinilai melalui pengamatan yang
direncanakan.
Strategi penilaian yang berbeda diperlukan untuk anak-anak dari berbagai usia. Pengujian
untuk kemampuan spasial, misalnya, mungkin termasuk menyembunyikan objek dari anak
berusia l tahun, memberikan teka-teki gambar kepada anak berusia 6 tahun, dan memberikan
kubus rubik untuk pra remaja. Mengembangkan gambaran yang cukup akurat tentang
kemampuan anak mungkin memerlukan 5 sampai 10 jam pengamatan kegiatan kelas reguler
selama sebulan.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut salah seorang tokoh psikologi kecerdasan atau kemampuan kognitif individu adalah
sebagai tempat adaptasi biologis dari seorang individu kepada lingkungan Invalid source
specified.. Secara umum Piaget mengartikan inteligensi merupakan suatu alat atau cara yang
memungkinkan seorang individu mencapai keseimbangan atau adaptasi dengan
lingkungannya Invalid source specified.. Untuk mengetahui kemampuan kognitif seorang
individu banyak teori psikologi yang berusaha menjelaskan bagaimana kecerdasan atau
intelegensi atau kemampuan kognitif individu dapat berkembang. Penjelasan tersebut
dilakukan melalui berbagai pendekatan teori dari tokoh-tokoh psikologi seperti penjelasan
melalui pendekatan pemrosesan informasi yang berfokus pada bagaimana cara seorang
individu merepresentasikan dan memproses informasi secara mental. Teori ini bersumsi
pemrosesan ini muncul di antara stimulus dan respon. ada dua komponen dalam pendekatan
ini yakni komponen structural (sensory storage, STM dan LTM) dan komponen fungsional.
Ada beberapa tokoh yang menyumbangkan pemikiran nya di dalam teori ini seperti
Campione, Brown dan Borkowski yang mengemukakan bahwa intelegensi memiliki dua
komponen dasar yaitu komponen arsitektural yang merujuk pada dasar biologis dan sistem
eksekutif yang merujuk pada komponen yang dipelajari dari lingkungan. Selanjutnya ada
pendekatan dari Das dan rekannya yang menjadikan model pemrosesan informasi sebagai
cara untuk mengkategorikan kemampuan kognitif . Selanjutnya ada Sternberg yang
mengusulkan model triaki yang terdiri dari sub teori kontekstual, pengalaman dan komponen.
Selain dari pendekatan pemrosesan informasi perkembangan kognitif atau kecerdasan juga
dapat dijelaskan melalui pendekatan lain seperti pendekatan dari Arthur Jensen yang
menyatakan bahwa kemampuan mental seorang individu terbagi dalam dua kelas utama
yakni asosiatif dan kognitif, melalui tingkat ini beliau membuat tes kecerdasan yang
mengukur kedua tingkat ini dengan derajat yang berbeda. Selanjutnya ada pendekatan
perkembangan oleh Jean Piaget yang membagi model inteligensi menjadi 4 tahap, yang
masing-masing tahap mewakili perkembangan usia tertentu. Selanjutnya ada gardner yang
mengemukakan tentang adanya kompetensi intelektual yang relatif otonom, hal ini menjadi
dasar Gardner yang membagi kecerdasan menjadi 6 kompetensi. Teori Gardner ini juga
disebut teori multiple intelligence.
SARAN
1. Untuk penulis dan pembaca , agar lebih banyak lagi membaca jurnal dan buku sebagai
referensi tambahan pengetahuan tentang teori-teori lain tentang intelegensi.
2. Untuk penulis dan pembaca, agar memahami bahwa masing-masing teori memiliki ciri
khas dalam menjelaskan intelegensi
3. Untuk penulis dan pembaca agar bisa mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Musdalifah, R. (2019). Pemrosesan dan Penyimpanan Informasi pada Otak Anak dalam
Belajar: Short Term and Long Term Memory. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
Sattler, J. M. (1999). Assessment Of Children. San Diego: Jerome M Sattler Publisher Inc.
Luria, A. R. (1966). Human brain and psychological processes. New York: Harper and
Row.
TABEL KONTRIBUSI