PENYAKIT TUBERCULOSIS
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT buku Pedoman Pelayanan Penanggulangan Penyakit
Tuberculosis di Rumah Sakit Umum Mitra Paramedika dapat diselesaikan. Pedoman
pelayanan ini diharapkan menjadi acuan bagi pemberi Pelayanan Penanggulangan Penyakit
Tuberculosis di RSU Mitra Paramedika sesuai dengan standar, kerena memuat beberapa hal
yang seharusnya ada dan dilaksanakan sehingga penanganan kasus emergensi maternal dan
neonatal dapat terlaksana secara maksimal.
Penurunan kematian dan angka kesakitan tubekolosis tidak terlepas dari penanganan
di fasilitas kesehatan. Upaya peningkatan Pelayanan Penanggulangan Penyakit
Tuberculosis di RSU Mitra Paramedika dilakukan melalui berbagai upaya antara lain
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tim dalam menyelenggarakan Pelayanan
Penanggulangan Penyakit Tuberculosis, pemenuhan tenaga kesehatan, pemenuhan
ketersediaan peralatan, obat dan bahan habis pakai, terlaksananya manajemen pelayanan
keperawatan, pelayanan radiologi, dan pelayanan laboratorium, serta bimbingan teknis
yang dilaksanakan oleh multidisipliner dalam penyelenggaraan Pelayanan Penanggulangan
Penyakit Tuberculosis.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang membantu. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam buku pedoman pelayanan ini sehingga
masukan yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul............................................................................................................. i
Kata Pengantar……………………………………………………………………… ii
BAB I. Pendahuluan................................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Tujuan................................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup...................................................................................................
D. Batasan operasional............................................................................................ 3
E. Landasan Hukum................................................................................................ 3
B. Distribusi tenaga.............................................................................................. 5
C. Pengembangan SDM....................................................................................... 5
A. Denah Ruang................................................................................................... 7
B. Surveilans TB………………………………………………………………... 13
iii
E. Pemberian kekebalan…………………………...…………………………... 16
BAB V Logistik........................................................................................................ 17
BAB X Penutup......................................................................................................... 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada beberapa tahun terakhir ini pegedalian TB di Indonesia mengalami kemajuan
yang sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan tercapainya banyak indikator penting
dalam pengendalian TB, faktor tersebut antara lain: akses pelayanan kesehatan
semakin baik, pendanaan semakin memadai, dukungan pemerintah pusat dan daerah,
peran masyarakat dan rumah sakit swasta semakin meningkat, membaiknya teknologi
pengedalian TB. Banyak kegiatan terobosan yang di inisiasi baik dalam skala nasional
maupun lokal. Penanggulangan penyakit infeksi menular seperti TB, yang merupakan
salah satu faktor penting dalam pemberian pelayanan dan penanganan di suatu rumah
sakit. Hal ini terlihat dari beberapa indikator mutu rumah sakit yang sebagian besar
diambil dari pelayanan rawat inap. Antara lain dilihat dari efisiensi pemberian obat,
penanganan pasien, kepuasan pasien rawat inap, angka insiden keselamatan pasien,
angka infeksi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pencitraan baik buruknya
pelayanan suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh gambaran pelayanan yang
diberikan di rumah sakit.
Pada dasarnya pelayanan di unit rawat inap dan rawat jalan berlangsung selama 24
jam secara terus menerus. Kelangsungan layanan ini menuntut adanya suatu sistem
yang baik agar mutu layanan kesehatan dapat dijaga dan dipertahankan. Baik
mencakup sistem manajemen sumber daya manusia, fasilitas, maupun sistem layanan
yang mendukung pemberian pelayanan di unit rawat inap dan rawat jalan.
Dari segi sumber daya manusia yang ada di unit rawat inap pada umumnya
memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan unit lain. Data bulan
Februari 2016 menunjukkan bahwa proporsi jumlah SDM rawat inap adalah yang
terbanyak yaitu 14,1% dari jumlah total SDM RSU Mitra Paramedika. Hal ini tentu
saja memerlukan suatu pengelolaan yang baik untuk menjaga kualitas SDM yang
sesuai kualifikasi dan standar profesi untuk menjalankan fungsi pelayanan di unit
rawat inap.
Salah satu indikator mutu rumah sakit yaitu angka kepuasan pasien rawat inap. Data
tiga bulan terakhir menunjukkan bahwa pada bulan November 2015 angka kepuasan
pasien mencapai 84,9% bulan Desember 89,7% dan bulan Januari 84,9%. RSU Mitra
Paramedika menetapkan standar angka kepuasan pasien rawat inap di tahun 2016
adalah 80%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka kepuasan pasien rawat
inap masih belum stabil, masih sangat mungkin akan ada penurunan dari standar yang
1
ditetapkan. Oleh karena itu memerlukan suatu upaya untuk meningkatkan dan menjaga
kualitas layanan agar tercipta peningkatan mutu pelayanan di unit rawat inap.
Pedoman pelayanan penanggulangan TBC perlu dibuat sebagai acuan dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan di rumah sakit Mitra Paramedika. Pedoman
pelayanan ini meliputi standar ketenagaan, fasilitas, tata laksana pelayanan, logistik,
keselamatan pasien, keselamatan staf, serta pengendalian mutu.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tercapainya target program Penanggulangan TB nasional.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pengetahuan tentang TB
b. Memperoleh data penyakit TB
c. Dapat menurunkan angka kematian dan penyakit TB
d. Dapat mencegah penularan Penyakit TB
e. Untuk menurunkan infeksi dan resiko penularan penyakit TB
PASIEN
PENDAFTARAN
UGD SPESIALIS/
POLIKLINIK
Laboratorium
Pulang Ranap
2
D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional pedoman penanggulangan tuberkulosis di RSU Mitra Paramedika
berserta monitoring dan evaluasi melalui kegiatan:
a) Promosi kesehatan
Promosi kesehatan yang di arahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang
benar dan komprehensif, mengenai pencegahan ,penularan, pengobatan, pola
hidup bersih dan sehat sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran
yaitu pasien dan keluarga, pengunjung serta staf rumah sakit.
b) Surveilans tuberkulosis
Surveilans tuberkulosis merupakan suatu kegiatan memperoleh data
epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi progam penanggulangan
tuberkulosis, serta pencatatan dan pelaporan tuberkulosis sensitif obat,
pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi obat.
c) Pengendalian faktor resiko tuberkulosis
Pengendalian faktor resiko tuberkulosis,ditujukan untuk mencegah, mengurangi
penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaanya sesuai
dengan pedoman pencegahan infeksi tuberkulosis di RSU Mitra Paramedika.
d) Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis
Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis dilakukan melalui pasien yang
datang kerumah sakit, setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan
klarifikasi dantipe pasien tuberkulosis. Sedangkan untuk penanganan kasus
dilaksankakn sesuai tata laksanapada pedoman nasional pelayanan kedokteran
tuberkulosis dan standar lainnya dengan peraturan perundang-undangan.
e) Pemberian kekebalan
Pemberian kekebalan dilakukan melaui pemberian imunisasi BCG terhadap
bayi dalam upaya penurunan resiko tingkat pemahaman tuberkulosis sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
f) Pemberian obat pencegahan tuberkulosis
Pemberian obat pencegahan selama 6 bulan pada anak usia dibawah 5 tahun
yang kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif; orang dengan HIV dan
AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa tuberkulosis; populasi tertentu lainnya
sesuai peraturan perundang-undangan.
E. LANDASAN HUKUM
1. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. UU No. 4 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
3
4. Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
dan Pelaksaan Praktik Kedokteran
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
dan Pelaksaan Praktik Kedokteran
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
-Mampu
pengelolaan
obat OAT
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pelaksanaan tugas dalam Tim TB Sesuai unit kerja masing–masing dan saling
koordinasi.
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
Keterangan gambar:
1. Pintu kamar mandi
2. Kamar mandi
3. Bed pasien
4. Meja
5. Jendela kaca
2. Denah klinik TB
Keterangan gambar:
1. Pintu kamar mandi
7
2. Kamar mandi
3. Bed pasien
4. Meja
5. Jendela kaca
3. Denah Ruang Laboratorium
Keterangan gambar:
1. Etalase tempat stok barang
2. Meja pemeriksaan dan tempat alat hematologi, komputer dan printer
3. Tempat cuci tangan
4. Bed sampling
5. Tempat mesin kimia otometic
6. Tirai
7. Kulkas
8. Meja dokter
9. Loker
10. Meja pembukuan dan sampling
11. Kursi
8
menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan, dikonsultasikan
terlebih dahulu kepada Tim PPI.
4. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan
jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne).
5. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne)
agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
6. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
1. Personil
a. Pengujian mikrobiologi harusdilakukan dan di awasi oleh orang yang
berpengalaman, berkualifikasi dalam mikrobiologi atau setara.staf harus
memiliki pelatihan dasar mikrobiologi dan pengalaman praktis yang relevan
sebelum di perbolehkan untuk melakukan pekerjaan yang tercakup dalam ruang
lingkup pengujian.
b. Diskripsi pekerjaan saat ini untuk semua personil yang terlibat dalam pengujian
dan atau kalibrasi, validasi, dan verifikasi harus dipelihara. Laboratorium juga
harus mempertahankan catatan dari semua tenaga teknis, yang menjelaskan
kualifikasi mereka, pelatihan dan pengalaman.
c. Jika laboratorium menyatakan pedapat dan interpretasi hasil tes dan laporan, ini
harus dilakukan oleh petugas yang berwenang dengan pengalaman yang sesuai
dan pengetahuan relevan dari aplikasi spesifik termasuk, misalnya, persyaratan
peraturan dan teknologi dan kriteria penerimaan.
d. Manajemen laboratorium harus memastikan bahwa semua personil harus
memiliki kompetensi pengujian dan pengoperasian peralatan. Serta mendapat
pelatihan yang memadai, mencakup pelatihanteknik dasar misalnya analisa
metode tuang, menghitung koloni, teknik aseptik, pembuatan media, membuat
serial pengenceran, dan teknik dasar dalan diidentifikasi, dengan penerimaan
ditentukan berdasarkan kriteria objektif yang relevan. Personil hanya dapat
melakukan tes pada sampel sesuai dengan kompetensinnya, atau jika tidak
sesuai mereka melakukannya dibawah pengawasan yang memadai. Kompetensi
harus dipantau secara kontinyu untuk menentukan pelatihan apa yang
diperlukan. Apabila suatu metode atau teknik yang digunakan bukan metode
9
rutin (baru), kompetensi kasus dapat diterima untuk berkaitan kompetensi untuk
teknik umum atau instrumen yang di gunakan daripada metode tertentu.
e. Personil harus dilatih prosedur yang diperlukan untuk penyimpanan
mikroorganisme dalam fasilitas laboratorium.
f. Personil harus dilatih prosedur yang diperlukan untuk menyimpan
mikroorganisme dalam fasilitas laboratorium.
g. Personil harus dilatih penanganan mikroorganisme yang aman.
2. Lingkungan
a. Bangunan/ gedung
Laboratorium mikrobiologi dan peralatan pendukung tertentu ( autoclave dan
peralatan gelas) harus disediakan khusus dan dipisahkan dari area lain.
b. Mikrobiologi laboratorium harus dirancang agar sesuai dengan kegiatan yang
akan dilakukan didalamnya. Harus ada ruang yang cukup untuk semua kegiatan
untuk menghindari mencampur, kontaminasi dan kontaminasi silang.harus ada
ruang yang cocok cukup untuk sampel, organisme acua, media (jika perlu,
dengan pendinginan), pengujian dan pencatatan. Dikarenakan sifat dari beberapa
bahan ( misalnya media steril terhadap organisme acuan atau budaya
diinkubasi), lokasi penyimpan terpisah mungkin diperlukan.
c. Laboratorium harus tepat dirancang dan harus mempertimbangkan kesesuaian
bahan-bahan konstruksi untuk memungkinkan pembersihan yang sesuai,
desinfeksi dan meminimalkan risiko kontaminasi.
d. Harus ada pasokan udara terpisah kelaboratorium dan area produksi. Unit
penanganan udara terpisah dan ketentuan lainnya, termasuk kontrol suhu dan
kelembapan dimana diperlukan, harus ditempat untuk laboratorium
mikrobiologi. Udara disuplai ke laboratorium harus berkualitas yang tepat dan
seharusnya tidak menjadi sumber kontaminasi.
e. Akses ke laboratorium mikrobiologi harus dibatasi hanya kepetugas yang
berwenang. Personil harus dibuat mengetahui:
Akses yang sesuai dan prosedur memasuki dan keluar lab;
Tujuan penggunaan daerah tertentu;
Pembatasan yang diberlakukan area kerja dalam bidang-bidang tertentu;
Alasan untuk menerapkan pembatasan tersebut, dan;
Tingkat isolasi yang layak.
f. Kegiatan laboratorium seperti persiapan sampel, media dan peralatan dan
perhitungan mokroorganisme, harus dipisahkan oleh ruang atau setidaknya ada
jeda waktu, sehingga dapat meminimalkan risiko kontaminasi silang, hasil
positif palsu dan hasil negatif palsu. Diman daerah non dedicated digunakan,
10
prinsip-prinsip manajemen resiko harus diterapkan. Pengujian sterilitas harus
selalu dilakukan ditempat khusus.
g. Pertimbangan harus diberikan untuk desain sesuai diklasifikasikan. Daerah
untuk operasi yang akan dilakukan dalam laboratoium mikrobiologi. Klasifikasi
harus didasarkan pada kekritisan produk dan operasi yang dilaksanakan
didaerah. Pengujian sterilitas harus dilakukan dibawah kelas yang sama seperti
yang digunakan untuk operasi manufaktur steril/aseptik.
h. Secara umum peralatan laboratorium seharusnya tidak rutin dipindahkan antara
daerah kelas kebersihan yang berbeda, untuk menghindari kontaminasi silang
tidak disengaja.peralatan laboratorium yang digunakan laboratorium
mikrobiologi tidak boleh digunakan diluar wilayah mikrobiologi, kecuali ada
tindakan pencegahan khusus ditempat untuk mencegah kontaminasi silang.
3. Pemantauan Lingkungan di Laboratorium
Apabila diperlukan dan sesuai ( misalnya didaerah untuk pengujian sterilitas )
progam pemantauan lingkungan harus ditempat meliputi, misalnya,
menggunakan pemantauan udara aktif, setting udara atau pelat kontak, suhu dan
perbedaan tekanan. Pemberitahuan serta tindakan batasan harus didefinisikan.
Tren hasil pemantauan lingkungan harus dilaksanakan.
4. Pembersihan, Desinfeksi, dan Kebersihan
a) Harus ada dokumentasi pembersihan dan progam desinfeksi. Hasil
pemantuan lingkungan harus diperhatikan.
b) Harus ada prosedur untuk menangani tumpahan
c) Harus tersedia fasilitas cuci tangan dan desinfeksi untuk tangan yang
memadai.
5. Fasilitas Uji Steril
a) Fasilitas uji sterilitas memiliki persyaratan lingkungan yang spesifik untuk
memastikan intergritas tes yangdilakukan. WHO good manufacturing
practices (GMP) untuk produk farmasi steril mengharuskan pengujian
sterilitas harus selalu dilakukan dan menentukn persyaratan untuk pengujian
sterilitas. Bagian ini menjelaskn persyaratan clean-room untuk fasilitasuji
sterilitas.
b) Pengujian sterilitas harus dilakukan dalam kondisi aseptik, yang harus setara
dengan standart kualitas udara yang dibutuhakan untukpembuatan aseptik
produk farmasi. Tempat, layanan dan peralatan harus tunduk pada proses
kualifikasi yang sesuai.
c) Pengujian sterilitas harus dikakukan denga kelas A dengan aliran udarsatu
arah pada zona proteksi atau menggunakan lemari biosafety jika diperlukan
11
yang ditempatkan dalam ruang bersih dengan latar belakang kelas B. atau
pengujian dapat dilakukan dalam ruang isolasi. Perawatan harus dilakukan
sesuai desain data tata letak fasilitas dan pola aliran udara ruang, untuk
memastikan bahwa pola aliran udara searah tidak terganggu.
12
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
B. Surveilans TB
Surveilans TB diselenggarakan dengan berbasis indikator dan berbasis kejadian.
Kegiatan ini merupakan kegiatan memperoleh data epidemiologi yang diperlukan
dalam sistem informasi program penanggulangan tuberkulosis, seperti pencatatan dan
pelaporan tuberkulosis sensitif obat, pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi
obat.
Pencatatan dan pelaporan pasien yang teridentifikasi TB maupun suspek TB di RSU
Mitra Paramedika dilaporkan masing-masing unit (Poliklinik, UGD, Rawat Inap,
Laboratorium) kepada programmer TB RS untuk kemudian dilakukan input data ke
Sistem Informasi Tuberkolosis (SITB) .
13
C. Pengendalian Faktor Risiko Tuberkulosis
Pengendalian faktor risiko tuberkulosis ditujukan untuk mencegah, mengurangi
penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan
pedoman pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit pengendalian
faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan
kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman
pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit.
Pedoman pengendalian faktor risiko di RSU Mitra Paramedika sebagai berikut:
1. Pemberian masker untuk pasien yang batuk.
2. Mendahulukan pasien yang batuk
3. Penempatan ruangan yang terpisah untuk kasus Airbone
4. Penggunaan APD bagi petugas.
5. Membudayakan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
D. Penemuan dan Penanganan Kasus Tuberkulosis
Penemuan kasus tuberkulosis dilakukan melalui pasien yang datang kerumah sakit,
setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan klarifikasi dan tipe pasien
tuberkulosis. Dengan alur penemuan kasus TB di RSU Mitra Paramedika dilakukan
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan oleh dokter atau dokter spesialis berupa anamnesis dengan keluhan
batuk lebih dari 2 minggu dan pemeriksaan fisik
2. Programmer TB RS memasukan data pasien suspek TB ke SITB.
3. Penetapan diagnosis dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium TCM
atau BTA dan hasil radiologi ronsen thorax.
4. Diagnosis TB dinyatakan tegak oleh DPJP dilakukan pengobatan.
5. Tindak lanjut penanganan TB
Untuk menanggulagi masalah TB,stategi DOTS harus diexpansi dan diakselerasi
pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait termasuk rumah
sakit pemerintah dan swasta,dengan mengikutsertakan secra aktif semua pihak
dalam kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB, sebagai berikut:
a. Langkah –langkah kemitraan
1) Melakukan penilaian dan analisa situasi untuk mendapatkan gambaran
kesiapan rumah Sakit dan dinas kesehatan .
2) Mendapatkan komitmen yang kuat dari management Rumah Sakit dan
tenaga Medis serta paramedis dan seluruh petugas yang terkait.
3) Menyiapkan tenaga medis,paramedis,laboratorium ,rekam medis,farmasi
dan PKRS untuk dilatih DOTS.
14
4) Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit-unit dalam
penerapan stategi DOTS dirumah Sakit.
5) Menyediakan tempat untuk Tim DOTS di dalam rumah Sakit sebagai
tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien tuberkolosis secara
komprehensif(melibatkan semua unit di rumah sakit)yang menangani pasien
tuberkolosis.
6) Menyediakan obat OAT sesuai DOTS bekerjasama dengan dinas kesehatan.
7) Menyiapkan Laboraturium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai
standart atau bekerjasama dengan RS pemerintah dengan pemeriksaan TCM.
8) Menggunakan format pencatatan sesuai program tuberkolosis nasional
untuk memantau Pasien TB
9) Menyediakan biaya Operasional RKA
b. Mekanisme Rujukan
Prinsip : Memastikan pasien TB yang di rujuk akan menyelesaikan pengobatan
dengan benar di tempat lain.
1) pasien dirujuk dibuatkan pengantar dengan menggunakan formulir TB 09
2) RS memberikan informasi langsung (telepon) atau RS koordinator TB
puskesmas tentang TB yang dirujuk
3) Bila pasien yang tidak ditemukan dipuskesmas yang dituju, petugas TB
puskesmas melacak sesuai alamat pasien
6. Alur penemuan dan peanganan penyakit TBC
15
E. Pemberian kekebalan
Pemberian kekebalan dilakukan pada bayi melalui pemberian imunisasi BCG, di RSU
Mitra Paramedika dilakukan edukasi pada keluarga yang mau imunisasi di rumah sakit
dengan cara mendaftar kepada petugas, setelah jumlah 4 bayi terpenuhi pihak rumah
sakit menghubungi kembali peserta untuk jadwal imunisasi.
16
BAB V
LOGISTIK
17
b. Perawat mengajukan permintaan pemeriksaan TCM ke laboratorium disertai
pengumpulan syarat berupa foto copy KTP pasien.
c. Petugas laboratorium Tim TB klik permohonan laboratorium TCM melalui SITB
(pemeriksaan TCM link ke Puskesmas Ngemplak II)
d. Petugas laborat melakukan pengambilan sampel dahak sesuai prosedur yang telah
ditetapkan dan membuat print out permintaan TCM.
e. Petugas laboratorium konfirmasi ke kurir RS untuk pengiriman sampel dahak TCM
dilengkapi dengan syarat ( foto copy KTP pasien dan prin out permintaaan pemeriksaan
TCM)
18
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan patient safety adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien rumah sakit.
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.
Standar keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarganya
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Untuk mencapai keselamatan pasien rumah sakit diperlukan beberapa upaya yang secara terus
menerus harus dilakukan, antara lain:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf rumah sakit
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus
dilaksanakan oleh Rumah Sakit Umum Mitra Paramedika. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah
tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka
19
kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah
dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
20
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan program K3RS
yang bermanfaat baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi
masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit. Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara
terpadu melibatkan berbagai komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3RS sampai saat
ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum
menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3).
A. STANDAR PELAYANAN KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana, dan
peralatan kerja. Bentuk keselamatan kerja yang dilakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan
kesehatan:
a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan rumah sakit;
b. Teknis bangunan rumah sakit sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk bagi penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut;
c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan serta keselamatan dan
kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit;
d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakitharus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dibidangnya (sertifikasi
personil petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan rumah
sakit);
e. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan berkala
sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan
dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan;
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus memenuhi
standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laiak pakai;
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan kesehatan
harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh balai pengujian fasilitas kesehatan
dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang;
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan
dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang;
i. Melengkapi perijinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan.
21
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah
sakit:
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan
SDM rumah sakit;
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko
ergonomi.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi
syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;
b. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan
psikososial secara rutin dan berkala;
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan
kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi:
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitasi,
yang memenuhi syarat, meliputi:
a. Penyehatan makanan dan minuman;
b. Penyehatan air;
c. Penyehatan tempat pencucian;
d. Penanganan sampah dan limbah;
e. Pengendalian serangga dan tikus;
f. Sterilisasi dan desinfeksi;
g. Perlindungan radiasi;
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja:
a. Pembuatan rambu-rambu dan arah keselamatan;
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri (APD);
c. Membuat SPO peralatan keselamatan kerja dan APD;
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan peralatan
keselamatan dan APD.
6. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM rumah sakit:
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah sakit;
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 rumah sakit kepada petugas K3 rumah
sakit.
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/Lay Out pembuatan
tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan:
22
a. Melibatkan petugas K3 rumah sakit di dalam perencanaan, desain/Lay Out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja;
b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan peralatan
keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan persyaratan yang
berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
a. Membuat alur kejadian nyaris celakan dan celaka.
b. Membuat SPO pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka
(near miss) dan celaka.
9. Pembinaan dan pengawasan terhadap manajemen sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran (MSPK).
a. Manajemen menyediakan saranan dan prasarana pencegahan dan penanggulangan
kebakaran;
b. Membentuk tim penanggulangan kebakaran;
c. Membuat SPO;
d. Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
e. Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja
yang disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis terkait di wilayah kerja
rumah sakit.
23
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu layanan rawat inap merupakan hal penting untuk menjaga mutu dan
keselamatan pasien. Pengendalian mutu dilakukan melalui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Dalam program ini layanan di rawat inap menjadi salah satu sektor sasaran
dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Pengendalian mutu layanan rawat inap dilakukan melalui kegiatan:
1. Pemenuhan standar pelayanan minimal rumah sakit
2. Penilaian indikator kunci area klinis dan manajerial rumah sakit
3. Penilaian indikator kunci keselamatan pasien rumah sakit
Dari berbagai kegiatan diatas dapat diperoleh gambaran pencapaian mutu layanan di unit rawat
inap. Dari gambaran tersebut kemudian dilakukan analisa untuk menentukan adakah layanan
yang masih memerlukan perbaikan. Langkah selanjutnya adalah menyusun rencana perbaikan
untuk mengatasi berbagai masalah atau kelemahan sistem yang ditemukan dari hasil analisa.
Perncanaan yang sudah dibuat kemudian dilakukan uji coba di layanan rawat inap. Hal ini untuk
mengetahui seberapa efektif rencana perubahan yang telah dilakukan. Proses uji coba ini dapat
berlangsung selama satu bulan atau lebih tergantung kebijakan yang diterapkan oleh rumah sakit.
Dari proses uji coba ini kemudian menghasilkan rekomendasi apakah rencana yang telah dibuat
dapat diterapkan atau perlu perbaikan lebih lanjut.
24
BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan rawat inap ini merupakan acuan bagi staf rumah sakit dalam
memberikan pelayanan di unit rawat inap. Terutama dalam memberikan asuhan pasien di rawat
inap. Tujuan akhirnya adalah didapatkan angka kepuasan pasien rawat inap yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu diharapkan dapat meningkatkan mutu layanan di
rawat inap.
Pedoman pelayanan rawat ini masih dapat dikembangkan lagi dengan membuat panduan
atau SPO yang secara spesifik memberikan gambaran bagi staf dalam melaksanakan prosedur
tertentu. Pengembangan ini perlu dilakukan karena sifat pedoman yang memiliki cakupan yang
luas.
25
DAFTAR REFERENSI
Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit, 2007
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan, 2006
Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit, 2010
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit, Dirjen Bina Pelayanan Medik DepKes RI, 2007
26