Disusun Oleh :
AINUL MARDHIYAH
(21010219)
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah kumpulan teori dari kelompok 1 sampai
dengan kelompok 13 ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Aghnia Kamila. S.Kep.M.Kep. Selaku
dosen pada mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
AINUL MARDHIYAH
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 5
A. Latar Belakang……………………………………………………………. 5
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 62
B. Saran ……………………………………………………………………… 62
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan pasien yang terminal y
ang dapat dilakukan secara sederhana seringkali prioritas utama adalah kualitas hidup dan buk
an kesembuhan dari penyakit pasien.Tujuan perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas
hidup dan menganggap kematiansebagai prose normal, tidak mempercepat atau menunda kea
matian, menghilangkan nyeri dankeluhan lain yang mengganggu, menjaga keseimbangan psik
ologis dan spiritual,mengusahakan agar penderita tetap aktif sapai akhir hayatnya dan danmen
gusahakanmembantu mengatasi duka cita pada keluarga. Namun masih jarang terdapat peraw
atan paliatif dirumah sakit berfokus kepada kuratif,. Sedangkan perubahan pada fisik social da
n spiritual tidak bisa intervensi . Reaksi emosional tersebut ada lima yaitu denail,anger, bergai
ning, depression dan acceptance (Kubler-Ross,2003).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Perawatan paliatif berasal dari kata palliate (bahasa inggris) berarti meringankan, d
an“Palliare” (bahsa latin yang berarti “menyelubungi”), merupakan jenis pelayanankesehat
an yang berfokus untuk meringankan gejala klien, bukan berarti kesembuhan.Perawatan pa
liatif care adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan kelua
rga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapatmengancam jiwa,
mealaui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasidini dan penilaia
n yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososialdan spiritual (
WHO 2011).Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban pend
erita kanker terutama yang
tidakmungkin desembuhkan tetapi juga pada penderita yang mempunyaiharapan untuk sem
buh bersamasama dengan tindakan kuratif (Menghilangkan nyeri dankeluhan lain serta per
baikan dalam bidang psikologis, sosial dan spiritual). (Depkes PedomanKnker Terpadu Par
ipurna 1997).
2. Tujuan Perawatan paliatif
Tujuan dari perawatan palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,mem
perpanjangumurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan supportkepada kel
uarganya.Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelummeninggal dia s
udah siap
secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakityang dideritanya.Perawatan
paliatif meliputi :
1) Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya.
2) Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
3) Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien
4) Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
5) Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
6) Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi penyakit pasien
dan kehilangan mereka.
3. Prinsip Perawatan Paliatif Care
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan keluarga pasie
n,Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses yang competent dancompassi
onet, Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliativecare, Melanj
utkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan (Ferr
ell, & Coyle, 2007: 52) Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1) Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal
2) Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3) Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
4) Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual.
5) Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6) Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga
7) Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
8) Menghindari tindakan yang sia-sia
B. ETIKA DALAM PERAWATAN PALIATIF
1. Pengertian
Perawatan paliatif adalah adalah kesehatan terpadu yang aktif dan menyeluruh,
degan pendekatan multi disiplin yang terintregrasi. Tujuannya untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidup nya,juga
memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, sebelum
meninggal sudah siap secara psikologis dan spiritual.Etik adalah Kesepakatan tentang
praktik moral, keyakinan, sistem nilai standar perilaku individu dan atau kelompok
tentang penilaian terhadap apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, apa yang merupakankejahatan, apa yang dikehendaki dan apa yang
ditolak.Etika Keperawatan adalah Kesepakatan / peraturan tentang penerapan nilaimoral
dan keputusan keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia,2008).
Etik atau ethics berasal dari bahasa yunani yaitu ethos, yang artinya ada, kebiasaan,
perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus Webster, etik adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang apa yang baik secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu
tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup didalam
masyarakat yang menyangkut aturan – aturan atau prinsip – prinsip yang menentukan
tingkah laku yang benar, yaitu : baik dan buruk dan kewajiban dan tanggung jawab. Dalam
memberikan perawatan pelayanan pada individu, keluarga atau komunitas perawat sangat
memerlukan etika keperawatan yang merupakan filsafat yang mengarahkan tanggung
jawab moral yang mendasar terhadap pelaksanaan praktik keperawatan, dimana inti dari
falsafah tersebut adalah hak dan martabat manusia.
2. Prinsip – Prinsip Etik Keperawatan
1) Beneficence (kemurahan hati/berbuat baik) Adalah tanggung jawab untuk melakukan
kebaika yang menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau
membahayakan klien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan.
Perawat diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang bermanfaat bagi klien, tetapi
dengan meningkatnya teknologi dalam sistem asuhan kesehatan, dapat juga merupakan
resiko dari suatu tindakan yang membahayakan.
2) Justice (keadilan) Menurut Beauchamp dan Childress adalah mereka yang sederajat
harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakuan secara tidak
sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan
mereka yang sederajat harus menerima sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah
sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar maka
menurut prinsip ini, ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang besar pula. Kegiatan
alokasi dan distribusi sumber ini memungkinkan dicapainya keadilan dalam pembagian
sumber asuhan kesehatan kepada klien secara adil sesuai kebutuhan.
3) Otonomi Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebesan
untuk menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih.
Masalah yang muncul dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan
otonomi klien yang dipengaruhi dalam banyak hal seperti : tingkat kesadaran, usia,
penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi dll.
4) Non – maleficienci (tidak merugikan ) Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya /
cedera fisik dan psikologis pada klien. Prinsip tidak merugikan, bahwa kita berkwaiban
jika melakukan suatu tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain.
5) Veracity (kejujuran)
Menurut Veatch dan Fry didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan
tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan klien.
Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawata –
klien. Perawat sering tidak memberitahukan pada klien yang sakit parah. Namun
penelitian pada klien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa klien ingin diberitahu
tentang kondisinya secara jujur.
6) Fidelity didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap setia
pada suatu kesepakatan. Tanggng jawab dalam konteks hubungan perawat – klien
meliputi tanggung menjaga janji, mempertahakan konfidensi, dan memberikan
perhatian atau kepedulian dalam hubungan antar manusia, individu cenderung
menempati janji dan tidak melanggar, kecuali ada alasan demi kebaikan. Pelanggaran
terhdap konfdensi merupakan hal yag serupa, terutama bila pelanggaran terseut
merupakan pilihan tindakan yang lebih baik daripada jika tidak dilanggar. Kesetiaan
perawat terhadap janji janji tersebut mungkin tidak mengurangi penyakit atau mencegah
kematian, tetapi akan mempengaruhi kehidupan klien serta kualitas kehidupannya.
Salah satu cara untuk menerapakan prinsip dalam menepati janji adalah dengan
memasukkan ketaatan dalam tanggung jawab. Untuk mewujudkan hal ini, perawat haru
selektif dalam mempertimbangkan informasi apa yang perlu dijaga konfidensinya dan
mengetahui waktu yang tepat untuk menepati janji sesuai hubungan perawat –klien.
Peduli pada klien merupakan salah satu aspek dari prinsip keperawatan. Peduli pada
klien merupakan komponen paling penting dari praktik keperawatan, terutama pada
klien dalam keadaan terminal. Rasa kepedulian perawat di wujudkan dalam memberi
keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik pada klien, memberikan
kenyamanan, dan menunjukan kemampuan professional.
7) Confidentality (kerahasiaaan) aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa
informasi tentang pasien harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tak ada
satu orang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien
dengan bukti pesetujuannya.
3. Hal – hal yang harus mendapat perhatian dalam hal etika perawatan paliatif
1) Persetujuan tindakan terapi (informed consent) Semua isi dalam bab ini menganggap
pasien telah memberikan persetujuan tindakan terapi. .Kegagalan untuk mendapatkan
persetujuan adalah risiko klaim malpraktik. Seorang dokter harus memberikan informasi
tentang risiko, keuntungan, dan alternatif untuk pengobatan tertentu dengan cukup detil
sehingga orang yang mampu dapat mengandalkan informasi tersebut untuk mengambil
keputusan. Perawatan paliatif memerlukan perhatian khusus untuk persetujuan karena
adanya taruhan emosional yang tinggi, dan pasien sedang dalam kondisi .yang baik
untuk mendengarkan. Masih terdapat perdebatan etis yang serius di masyarakat tentang
perawatan paliatif pada penyampaian kebenaran pada akhir kéhidupan. 33 Praktisi yang
memilih untuk melindungi pasien dari fakta-fakta yang berat harus meyakinkan dirinya
sendiri bahwa itu adalah keputusan yang matang dan hati-hati.
2) Memberi harapan palsu Tenaga kesehatan seringkali merasa tidak tega untuk
menyampaikan fakta yang sebenarnya kepada penderita dan keluarga sehingga
memberikan harapan yang berlebihan, bahkan harapan palsu. Penderita dan keluarga
berhak untuk mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Akan tetapi, perlu diingat
bahwa dalam menyampaikan berita tersebut, dokter perlu mempertimbangkan keadaan
psikologis penderita. Namun pada prinsipnya dokter tidak berhak menyembunyikan
informasi yang perlu diketahui oleh penderita.
3) Tindakan diskriminatif Prognosis yang buruk untuk penyakit penderita seringkali
dijadikan alasan untuk tidak memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada
penderita. Seringkali, haIhal yang sangat ’ mengganggu bagi penderita kanker lanjut
seperti rasa nyeri, tidak terlalu diperhatikan dan pengobatan diberikan dari jarak jauh.
Padahal, kehadiran tenaga kesehatan pada saat-saat ini sangatlah diperlukan untuk
rr‘wemberikan rasa aman bagi penderita.
4) Tidak resusitasi Bila terjadi keadaan yang membutuhkan dokter untuk melakukan
resusitasi, seringkali halangannya adalah kehendak penderita agar dirinya tidak
diresusitasi. Dalam hal ini, sebaiknya masalah resusitasi tidak diputuskan oleh dokter
seorang, tetapi dibicarakan terlebih dahulu dengan penderita dan keluarga.
5) Eutanasia aktif Penyakit kanker stadium lanjut seringkali menyebabkan penderita
mengalami ketidaknyamanan yang amat sangat sehingga penderita menjadi putus asa
dan ingin mengakhiri hidupnya. Penderita akan meminta tenaga kesehatan untuk
mengakhiri hidupnya atau setidaknya mempercepat kematian. Di Indonesia, eutanasia
ini bertentangan dengan etika.
6) Mengakhiri dan menghentikan perawatan sebagai eutanasia pasif Kapan dan bagaimana
berhenti melakukan perawatan kuratif agresif adalah isu etis yang vital. Pertanyaan
etisnya adalah bagaimana untuk mendefinisikan persyaratan yang siapa yang boleh
membuat keputusan untuk menghentikan perawatan dan kapan serta bagaimana
keputusan itu diambil.
7) Dokter memutuskan siapa yang kompeten untuk mengambil keputusan Hanya pasien
yang memiliki. kemampuan untuk mengambil keputusanlah yang dapat memberikan
persetujuan. Kemampuan untuk mengambil keputusan didefinisikan sebagai
"kemampuan individu untuk memahami manfaat yang aignifikan, risiko, dan alternatif
untuk diusulkan kesehatan dan untuk membuat dan mengkomunikasikan keputusan
kesehatan". Dokter memiliki hak dan tanggung jawab untuk menentukan apakah pasien
memiliki kompetensi tersebut. Ini adalah kewajiban hukum dari dokter dan kewajiban
tugas kepada pasien. Dalam praktiknya, etika dan konsultasi kejiwaan dapat membantu
membentuk keputusan, dan terdapat peluang untuk diskusi sensitif dengan anggota
keluarga. Jika anggota keluarga tidak setuju, mereka harus membawa keprihatinan
mereka untuk disahkan oleh hakim pengadilan.
8) Pasien yang kompetenlah yang berhak mengambil keputusan setelah mendapat
informasi yang cukup Orang dewasa yang kompeten memiliki hak yang tak terbatas
untuk menolak perawatan medis dan untuk mengundurkan diri dari perawatan. Pasien
yang kompeten tidak harus sakit parah untuk menolak perawatan. Keputusan tidak harus
masuk akal bagi tim medis atau berada dalam kepentingan terbaik pasien. Keluarga
tidak harus setuju dan, kecuali pasien masih kecil, bahkan tidak memiliki hak hukum
untuk tahu. Dalam beberapa yurisdiksi, terdapat istilah pengecualian untuk "dewasa
remaja" sehingga sejumlah anak di bawah umur bisa mengambil keputusan untuk diri
mereka sendiri. Kewajiban hukum dokter adalah untuk menginformasikan kepada
pasien secara penuh, memastikan bahwa konsekuensi dan risiko telah dipahami, dan
kemudian menghormati instruksi pasien atau merujuk pasien ke dokter lain yang mau
melakukan instruksi pasien.
9) Komgman ponderita dan warisan Tanaga kesehatan seringkali kurang memperhatikan
keinginan pendants yang menghadapi kematian. Penderita seringkali ingun untuk
didampingi oleh keluarga dan penasehat agamanya don ngin dilaksanakan upacara ritual
sesuai dengan agamanya. Same halnya dengan keinginan untuk menulis surat warisan
hendaknya sedapat mungkin dipenuhi.
memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, sebelum
meninggal sudah siap secara psikologis dan spiritual. Etik adalah Kesepakatan tentang
praktik moral, keyakinan, sistem nilai,standar perilaku individudan atau kelompok tentang
penilaian terhadap apa yang benar dan apayang salah, mana yang baik dan mana yang
buruk, apa yang merupakankejahatan, apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak.
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial
dan spiritual (sumber referensi WHO, 2002). Etika Keperawatan adalah Kesepakatan /
peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan keputusan yang ditetapkan untuk
resisutasi pada pasien paliatif. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan
resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim perawatan paliatif.
Informasi tentang hal ini sebaiknya telah di informasikan pada saat pasien memasuki
2) Perawatan pasien paliatif di ICU Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU
3) Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif yaitu tindakan yang
bersifat kedokteran harus dkerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan
a. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai
dari medis, perawatan, psikologis sosial, budaya dan spiritual, sehingga secara paliatif
dapat praktis, prinsip dasar perawatan dipersamakan dengan prinsip pada praktek medis
1) Sikap peduli terhadap pasien Termasuk sensifitas dan empati. Perlu dipertimbangkan
segala aspek dari penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan. Pendekatan
suku, agama, atau faktor induvidal lainnya tidak boleh mempengaruhi perawatan.
2) Menganggap pasien sebagai seorang individu. Setiap pasien adalah unik, meskipun
memiliki penyakit ataupun gejala-gejala yang sama, namun tidak ada satu pasienpun
yang sama persis dengan pasien lainnya. Keunikan inilah yang harus inilah yang
b. Pertimbangan kebudayaan Faktor etnis, ras, agama, dan factor budaya lainnya bisa jadi
perawatan.
dimulai atau diakhiri. Pasien yang telah diberi informasi dan setuju dengan perawatan
yang akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan.
pasien dan keluarganya harus ikut serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit
adalah hal yang sangat penting dan mendasr dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
f. Aspek klinis Perawatan yang sesuai semua perawatan paliatif harus sesuai dengan
stadium dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien. Hal ini penting karena karena
pemberian perawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya
untuk memberikan harapan palsu kepada pasien. Hal ini berhubungan dengan masalah
etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan hanya karena dokter
merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia sia adalah tidak etis.
palitif memberikan perawatan yang bersifat holistik dan intergratif sehingga dibutuhkan
sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta koordinasi yang baik
dari masing masing anggota tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal
kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan
i. Perawatan yang berkelanjutan Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal
hingga akhir merupakan dasar tujuan dari parawatan paliatf. Masalah yang sering terjadi
adalah pasien dari satu tempat ketempat lain sehingga sulit untuk dipindahkan
teliti untuk mencegah kegawatan fisik dan emosional terjadinya yang mungkin terjadi
mengenai masalah yang sering terjadi dan membentuk rencana untuk meminimalisasi
k. Bantuan kepada sang perawat Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan
terhadap stress fisik dan emosianal terutama apabila pasien dirawat di rumah sehingga
l. Pemeriksaan ulang Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus
informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang
apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang
cukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga
terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya
pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh
(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya
Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim
perawatan paliatif.
f. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat
melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada
kesempatan pertama.
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang
Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau
kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam
keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi
sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap
b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman
Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien.
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis,
tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
a. Penatalaksanaan nyeri.
c. Asuhan keperawatan
d. Dukungan psikologis
e. Dukungan social
pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan
perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien,
atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien (Wright
dkk, 2013). Berita buruk sering diasosiasikan dengan suatu diagnosis terminal, namun
seorang dokter keluarga mungkin akan menghadapi banyak situasi yang termasuk dalam
bagian berita buruk, seperti hasil USG seorang ibu hamil yang menunjukkan bahwa
janinnya telah meninggal, atau gejala polidispi dan penurunan berat badan seorang remaja
yang terbukti merupakan onset diabetes. Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah
salah satu tanggung jawab seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek
pelayanan kesehatan.
menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk bersikap
sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk.Secara medikolegal petugas medis
berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang
ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien. Hal-hal tersebut dapat
yang kuat antara persepsi pasien yang menerima informasi adekuat tentang penyakit dan
pengobatannya dengan penyesuaian psikologis pasien dalam jangka waktu yang lebih
lama. Pasien yang menyadari mereka menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit
informasi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi
Petugas medis sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk terutama
untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak siap dan tidak
mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir berita tersebut akan
membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan keluarganya, serta akan
mengganggu hubungan terapetik. Petugas medis merasakan bahwa tugas tersebut tidak
menyenangkan dan tidak nyaman; Petugas medis tidak ingin menghilangkan harapan
pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan atau keluarganya, atau merasa tidak
yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang sangat dalam.Hal-hal tersebut sering
lengkap mengenai diagnosis terminal yang mungkin terjadi pada mereka. Mengingat
bahwa menyampaikan berita buruk merupakan salah satu bagian dari komunikasi, maka
dengan mempelajari dan melatih keterampilan berkomunikasi petugas medis akan mampu
menyampaikan berita buruk dengan cara yang dapat mengurangi ketidaknyamanan dan
Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda. Dalam berkomunikasi perawat
juga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah bagi
menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi dengan mengatakan “Tidak, saya tidak
percaya bahwa itu terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit
kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada
fase pengikraran dalah letih, lemah, pucat, mual diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di
atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya kehilangan.
orang yang ada di sekitarnya, orang-orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya
sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering
terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
menggepai.
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya
akan selalu berdoa”, apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan ini
4) Fase Depression
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau
berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut atau
dengan ungkapan yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata ini “apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh?”. Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi
perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu
fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit
Komunikasi dengan pasien yang tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespon kembali stimulus tersebut.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada pasien tidak sadar, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan
pasien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Adapun teknik yang
1) Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan
terhadap pasien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada
pasien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dapat dipahami
2) Menfokuskan
Menfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan
yang dikirimkan. Perawat menfokuskan informasi yang akan diberikan pada pasien
3) Memberikan Informasi
Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status
4) Mempertahankan Ketenangan
Mempertahankan ketenangan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menunjukkan
dengan kesabaran dalam merawat pasien. Ketenangan yang perawat berikan dapat
membantu atau mendorong pasien menjadi lebih baik. Ketenangan perawat dapat
ditunjukkan kepada pasien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi
non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa
kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan
pesan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara
perawat dan pasien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien yang tidak sadar adalah
komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai
pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta
tanpa feedback pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri,
yaitu pasien tidak sadar.
Menurut Pastakyu (2010), pada saat berkomunikasi dengan pasien tidak sadar, hal-
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat pasien karena ada keyakinan organ
rangsangan pada pasien yang tidak sadar. Pasien yang tidak sadar sering kali dapat
mendengar suara dari lingkungan walaupun pasien tidak mampu meresponnya sama
sekali.
mengucapkan kata dan menggunakaan nada normal dan memperhatikan materi ucapan
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh pasien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah
satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan kesadaran.
berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam
bulan. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang
berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis
berlangsung lama sampai bertahun – tahun, bertambah berat, menetap, dan sering kambuh
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi,
dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen
Ada banyak factor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi masalah kesehatan
yang banyak di temukan hampir di seluruh negara, di antaranya kemajuan dalam bidang
kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit
infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur
keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama dan gaya
hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden
Diabetes Melitus faktor tersebut ada yang bisa diubah dan tidak dapat diubah, Faktor
1) Faktor Genetik Penyakit Diabetes Melitus dapat diturunkan oleh orangtua kepada anak.
Penyebabnya yaitu Gen orangtua akan dibawa oleh anak pada saat anak masih didalam
kandungan, pewarisan ini dapat berlanjut sampai sampai kecucunya bahkan bisa sampai
2) Usia Menurut Hardianah (2012), Diabetes Melitus mengalami peningkatan pada usia
3) Gender Meskipun sampai saat ini belum ditemukan prevalensi Diabetes Melitus pada
wanita dan pria, namun berbagai study menyatakan bahwa ada perbedaan prevelensi
antara jenis kelamin tersebut, study yang dilakukan pencegahan dan 9 pengendalian
penyakit 2012, menunjukan peningkatan kejadian Diabetes Melitus pada wanita sebasar
4) Diabetes Melitus Gestasiaonal Adalah suatu kondisi intoleransi terhadap glukosa yang
ditemukan pada ibu hamil dengan gangguan toleransi glukosa. Berkembangnya GDM
pada masa kehamilan menjadi faktor resiko penyebab Diabetes Melitus (Damayanti,
2015).
3. Klasifikasi
1) Diabetes Melitus tipe 1 (Diabetes tergantung pada insulin) Diabetes Melitus tipe 1
terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas sehingga tubuh mengalami kekurangan
insulin, sehingga penderita Diabetes tipe 1 akan ketergantungan insuli seumur hidup,
Diabetes Melitus tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) faktor imunologik
2) Diabetes Melitus tipe tipe 2 (Diabetes Melitus tidak tergantung pada insulin) Diabetes
Melitus tipe 2 ini disebabkan insulin yang berada didalam tubuh tidak bekerja dengan
baik, bisa meningkat bahkan menurun , Diabetes tipe ini umum terjadi dikarenakan oleh
faktor resikonya yaitu malas olahraga dan obesitas, faktor yang mempengaruhi Diabetes
yaitu riwayat keluarga obesitas, gaya hidup dan usia yang lebih 65 tahun memiliki
Menurut Smeltzer & Bare (2010) ada Sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
sebagai berikut :
1) Fase pra – trajectory adalah resiko terhadap penyakit kronis karena faktor – faktor
genetic atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.
2) Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini
sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan pemeriksaan
diagnostik.
3) Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala – gejala dan perjalanan penyakit
4) Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap terkontrol
atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
5) Fase akut adalah fase yang di tandai dengan gejala – gejala yang berat dan tidak dapat
penanganannya.
6) Fase kritis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa
7) Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan
8) Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang
gejala.
9) Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap atau
5. Manifestasi Klinis
1) Kadar gula darah meningkat Dikarenakan kerusakan sel betha pankreas yang
mengakibatkan insulin tidak dapat diproduksi dengan demikian gula darah tidak dapat
masuk dalam sel sehingga terjadi penumpukan gula darah atau disebut juga dengan
2) Poliuria Disebut juga dengan kencing yang berlebihan disebabkan karena kadar gula
darah tidat dapat masuk dalam sel dan terjadi penumpukan gula dalam darah
(Hiperglikemia) maka ginjal akan bekerja untuk menskresi glukosa kedalam urin yang
2012).
3) Polifagia (Makan yang berlebihan) Pada Saat berkemih kalori yang berada dipembuluh
darah akan ikut hilang terbawa air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan,
untuk mengkompensasi hal ini penderita sering merasa lapar yang luar biasa (Perkeni,
2015).
4) Polidipsia (peningkatan rasa haus) Disebabkan jumlah urin yang sangat besar dan
extrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient
6. Pengkajian Psikologis
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek
psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis
antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain.
Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek
psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada
Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-
Tingkat kecemasan adalah Perasaan yang tidak menyenangkan atau tidak menentu
dari individu yang menderita diabetes melitus atau keluarga dimana penyebabnya tidak
pasti/ tidak ada objek yang nyata dengan kriteria objektif : (HARS) menurut Hamilton
Anxiety Rating Scale, Penentuan derajat dengan cara menjumlah skor dan item 1-14
dengan hasil :(1) kecemasan, (2) ketegangan, (3) Rasa takut, (4) Insomnia, (5) Kesulitan
dalam berkonsentrasi dan mengingat, (6) Suasana hati Depresi, (7) Gejala- gejala somatik
umum (Gejala-gejala Muscular), (8) Gejala-gejala somatic umum (Sensorik), (9) Gejala-
Tidak ada gejala sama sekali 1 = Ringan : kurang dari separuh gejala yang ada 2 = sedang :
separuh dari gejala yang ada 3 = Berat : lebih dari separuh gejala yang ada 4 = sangat berat
1. Pengkajian
lingkungan.
Pengkajian keluarga
Pengkajian Lingkungan
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang ditimbulkan dari proses pengkajian klien dengan
perubahan
perasaan
3. Perencanaan
Tujuan dan intervensi yang dilakukan terhadap pasien dengan penyakit kronik adalah
penyembuhan
7) Upayakan fasilitas kesehatan yang memadai sesuai kondisi
yang berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari
enam bulan. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan
karena berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis
(Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari,
tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi,
dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen
banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi masalah kesehatan yang
kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit
infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur
keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya
hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
sebagai berikut.
1) Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik
2) Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini
sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan pemeriksaan
diagnostik.
3) Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
4) Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap terkontrol
5) Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat
penanganannya.
6) Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa
7) Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan
gejala.
9) Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap atau
risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi atau
ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara sempurna (Smeltzer & Bare, 2010).
Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan demam yang berlangsung lama,
sakit pada bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan, kesulitan dalam buang air
Pengkajian keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Respon keluarga terhadap klien
b. Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
c. Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
d. Kapasitas dan system pendukung yang ada
e. Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
f. Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan
perubahan yang terjadi
Pengkajian lingkungan
a. Sumber daya yang ada
b. Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
c. Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
d. Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang ditimbulkan dari proses pengkajian klien dengan
penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan dan
perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan
perasaan
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami
d. Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas berhubungan dengan adanya hambatan
dalam fungsi seksual
3. Perencanaan
Tujuan dan intervensi yang dilakukan terhadap klien dengan penyakit kronik adalah
(Purwaningsih dan kartina, 2009) :
Tujuan :
a. Klien dapat mengidentifikasi respon pengingkaran terhadap kenyataan
b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas
c. Klien mau membina hubungan dengan keluarga dan petugas
d. Klien dapat menerima realitas/keadaan dirinya saat ini
e. Klien tidak mengalami gangguan fungsi seksual
penyakitnya.
4) Berikan motivasi pada keluarga untuk memberikan perhatian pada klien
8) Beri motivasi pada lingkungan untuk membantu klien dalam proses penyembuhan
yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan kebudayaan atau kultur yang
dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu
atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari
kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah
pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan
keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa
social budaya memang mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat
kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan
faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga factor,
yaitu :
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan
sakit versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna,
dan dosa).
2) Kepercayaan.
pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh negatif
terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham
bahwa manusia dikuasai oleh nasib. Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan
menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak
Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.
3) Pendidikan.
sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan dengan tingkat
pendidikan khayalaknya.
4) Nilai Kebudayaan
perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini
memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan
Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam
masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh.
Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis
kompleksnya.
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam
bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative.
Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan
turun temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak
memandang tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat tentang penyebab
gaya hidup atau kesehatan pasien yang bermakna atau menguntungkan, sedangkan
Bastable (2002) mengemukakan bahwa perawat yang kompeten harus peka terhadap
budaya. Menurut Dein (2006) perawatan paliatif harus sensitif terhadap budaya, sehingga
dapat menyadari dan memenuhi kebutuhan pasien. Demikian juga Owens (2004),
praktek penerapan budaya yang kompeten bagi pasien dengan penyakit kanker, penyakit
1999). Jika pengetahuan budaya tertentu dapat diandalkan, diterapkan secara peka dan
bertanggung jawab dapat meningkatkan proses pengkajian pasien dari pertanyaan yang
penggunakan budaya yang sama akan sangat membantu dalam pemberian layanan
pelayanan holistik: fisik, psikologis, sosial dan spiritual secara individual (Diver, 2003).
meresap kedalam seluruh kehidupan, serta bermanifestasi pada diri, pemahaman, dan
tindakan seseorang serta keterhubungan dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan
(Campbell, 2013).
kebutuhan dasar bagi setiap individu pada setiap individu. Spiritualias memberi kekuatan
yang dapat menyatukan antara individu, memberi makna pada kehidupan dan
mempererat ikatan antar individu (Gustavita S, 2015). Spiritualitas juga diartikan sebagai
pemahaman dari jawaban untuk tujuan akhir hidup yang dicari oleh seseorang dan
berkaitan dengan makna, hubungan suci atau tersenden yang memimpin dan berkembang
dari ritual keagaman atau bentukan dari komunitas (King & Koenig; Yusuf, et al, 2016).
Sahl bin Abdullah rahimahullah berkata, “Seorang mukmin adalah orang yang senantiasa
merasa diawasi Allah, mengevaluasi dirinya, dan membekali diri untuk menyambut
domain berikut:
1) Mystery merupakan suatu hal yang dipahami dan menjelaskan tentang kejadian yang akan
terjadi setelah kehidupan ini. Nilai spiritualitas dalam hal ini muncul dari kepercayaan akan
penilaian kualitas perilaku dalam kehidupan untuk kehidupan akhirat. Pemahaman dimana
kehidupan didunia hanya sementara dan kehidupan akhirat akan kekal selamanya.
2) Love atau cinta merupakan bahan bakar dari nilai spiritual yang menjadi sumber dari segala
kehidupan. Cinta termasuk dalam dimensi cinta diri sendiri, cinta untuk orang lain, cinta
kepada Rosulullah dengan kehidupan rohaniah dan cinta kepada seluruh aspek kehidupan.
3) Suffering atau penderitaan terjadi karena berbagai masalah seperti masalah fisik,
4) Hope merupakan energi spirit untuk mengantisipasi hal yang akan terjadi kemudian
dan bagaimana cara agar menjadi lebih baik. Ini merupakan makna dari spiritualitas
dan harapan yang positif, spiritual well-being, nilai keagamaan dan perasaan positif
lainnya.
5) Forgiveness atau sikap memaafkan adalah kebutuhan yang mendalam dan hal yang
sangat diharapkan untuk dilaksanakan oleh seseorang. Hal ini memerlukan keyakinan
6) Peace and Peacemaking merupakan cita-cita hidup yang tidak dapat dipisahkan dari
keadilan yang melekat pada diri seseorang dan merupakan pencapaian spiritualitas
yang besar.
7) Grace berkaitan dengan rasa bersyukur atau berterimakasih terhadap kenikmatan dan
segala yang telah diberikan oleh Tuhan. Hal ini merupakan indikator dari keimanan
8) Prayer merupakan bentuk usaha dan permohonan kepada Tuhan untuk memberikan
kebaikan, keberkahan, jalan keluar dari kesulitan dan lain-lain. Berdoa adalah insting
manusia yang terdalam dan bentuk dari ekspresi 12 12 spiritualitas manusia serta
kepercayaan yang tinggi terhadap Tuhan Yang Maha Mengatur semua kehidupan.
atau acuan kepercayaan dan praktik ibadah yang menjadi karakteristik spiritual
1. Tahap Perkembangan
2. Keluarga
3. Budaya
4. Agama
5. Pengalaman Hidup
Penyakit Kronis Penyakit kronis di definisikan sebagai kondisi medis atau masalah
kesehatan yang berkaitan dengan gejala gejala atau kecacatan yang membutuhkan
untuk hidup dengan gejala kecacatan, sementara itu pula ada yang menghadapi segala
Penyebab Penyakit Kronis Penyakit kronis dapat di derita oleh semua kalangan
maupun kelompok usia, tingkat sosial, ekonomi dan budaya. Kemajuan dalm teknologi
skrining dan diagnosa memungkinkan deteksi dini penyakit, sementara kondisi tersebut
masih dapat di obati, dengan demikian juga meningkatkan umur panjang. Meskipun
merupakan penyakit infeksi AIDS merupakan penyakit kronis karna perkembangan dan
Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif
menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1999).
Riwayat ini berisikan mengenai penyakit yang sedang diderita klien saat ini.
Berisikan mengenai keadaan pasien di masa lalu, apakah sudah pernah opname di
Riwayat ini berisikan data apakah anggota keluarga sudah pernah menderita penyakit
2) Prinsip dan konsep dalam etika keperawatan, budaya, norma dalam mengkaji pasien
terminal. Beberapa perubahan fisik yang mungkin terjadi saat menjelang kematian :
f. Peredaran darah mulai terasa perlambatannya, dan teraba dingin pada bagian
Dalam keadaan ini, biasanya dokter lebih memilih menyampaikan prognose dan
diagnosa pada keluaga atau klien. Namun, beda untuk perawat, hal ini akan sangat
menyulitkan lantaran perawat berkontak dengan pasien lebih dekat daripada dokter,
dan acapkali ditanya oleh pasien terkait hal tersebut. Perawat kerap disodorkan
berbagai pertanyaan seperti kapan pasien akan sembuh, atau kapan bisa pulang, dsb.
Dalam keadaan ini, bisa dikatakan klien diberikan kesempatan agar bisa membuat
keputusan tentang semua hal yang sifatnya pribadi meskipun ini menjadi hal yang
berat baginya.
Dalam tahap ini, pasien dan orang di sekitarnya sudah tahu bahwa ajal sudah
2. Perumusan Diagnosa
Masalah keperawatan pada pasien yang menderita penyakit terminal bisa muncul
secara bersamaan. Perumusan diagnosa pada pasien terminal mengacu pada hasil
pengkajian. Berikut ini kondisi yang sering terjadi pada pasien terminal,namun tidak
menutup kemungkinan masalah lain yang mungkin muncul. Masalah ini yang sering
kronis dan konstan. Setiap sumber iritasi dapat menyebabkan peningkatan nyeri.
b. Nutrisi tidak adekuat karena penurunan nafsu makan atau akibat gangguan
pencernaan.
otot.
e. Dehidrasi bisa terjadi sejalan dengan perkembangan penyakit, hal ini disebabkan
karena pasien tidak mampu mempertahankan asupan cairan. Atau terjadi akibat
f. Inkontinensia urin, terjadi akibat komplikasi penyakit kanker yang sudah metastase
ke medulla spinalis. Bisa terjadi juga pada pasien terminal yang sudah mengalami
penurunan kesadaran.
berhubungan dengan situasi yang tidak dikenali, atau merasa takut dengan kematian
h. Pola pernafasan tidak efektif, hal ini bisa muncul pada sebgian pasien dengan kasus
kanker paru terminal atau akibat penyakit lain yang mengakibatkan odema paru, serta
i. Duka yang berhubungan dengan penyakit terminal yang dihadapi, terlebih menjelang
kematian, penurunan fungsi, konsep diri yang berubah dan berusaha menarik diri dari
orang lain.
j. Perubahan proses keluarga yang berkaitan dengan gangguan kehidupan dalam
keluarga, merasa takut dengan hasik kematian, ditambah dengan lingkungan tempat
perawatan yang penuh dengan stress (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2021).
3. Perencanaan Keperawatan
2) Manajemen nyeri non farmakologik juga bisa diberikan untuk pasien terminal
dengan nyeri pada ambang batas sedang berat (skala 6-7) dengan teknik nafas dalam
3) Perlu diberikan perawatan kulit untuk meminimalkan paparan terhadap iritan, yaitu :
perawatan kulit termasuk memandikan setiap pagi sore, pemberian lotion supaya
kulit tidak kering, pengaturan posisi tidur, penggantian linen dan penataan linen
dengan rapi.
4) Berikan perawatn mulut yang sering, durasi 2-4 jam sekali untuk menekan sensasi
mual, dengan menggunakan sikat gigi yang lembut. Bibir dipertahankan lembab
6) Diskusikan dengan tim lain (medis,nutrisionis) tentang pengobatan dan diet tertentu
untuk mengatasi perubahan pengobatan dengan efek mual dan muntah serta efek
diare/konstipasi.
7) Beri pasien periode istirahatn yang cukup untuk mengatasi keletihan dengan
ruangan yang nyaman dan tenang. Hal ini berhubungan dengan usaha penghematan
8) Bila pasien mengalami inkontinensia urin, perawat harus siap dengan linen yang
9) Posisikan tidur pasien yang bisa meningkatkan pola nafas menjadi efektif, serta
4. Implementasi
1) Ansietas / ketakutan (individu, keluarga) yang berhubungan dengan situasi yang tak
dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan, takut akan kematian dan efek
pertanyaan.
c. Doronglah pasien untuk mau menjelaskan tiap ketakutan serta permasalahan yang
mengalami kecemasan.
e. Memberikan dorongan pada keluarga dan teman untuk dapat mengungkapkan apa
2) Klien yang berduka karena penyakit terminal,kematian, dan penurunan fungsi karena
sakit terminal.
positif dapat membantu penerimaan dan pemecahan masalah bagi pasien dan
keluarga.
c. Membantu klien untuk bisa mengatakan dan menerima kematian yang akan
d. Tingkatkan harapan pasien dan keluarga dengan perawatan yang penuh perhatian,
5. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah pendekatan dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup
dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien serta keluarga yang tengah
kehidupannya.
5) Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien bisa tetap aktif sesuai dengan
2) Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan terkait keadaannya
4) Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan akan kembali kepada Tuhan YME.
harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif
menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1999).
b. Penyakit-penyakit kanker.
c. Penyakit-penyakit infeksi.
g. AIDS.
respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan
Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal
ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala
sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal
tersebut.
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu
duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari
perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk
Penyakit terminal adalah penyakit yang secara medis kedokteran tidak bias
disembuhkan lagi, dan penyakit ini terjadi pada stadium lanjut. Dalam hal ini, orientasi
pelayanan yang diberikan pada pasien tidak hanya penyembuhan saja, namun juga
perawatan yang membuat pasien bisa mencapai kualitas hidup terbaik bagi dirinya dan
keluarga. Kematian merupakan tahap paling akhir dalam kehidupan. Kematian bias saja
datang tanpa peringatan secara tiba-tiba, atau bisa mengikuti fase sakit yang sudah
panjang. Meski demikian, kematian tidak memandang usia seseorang. Tua maupun muda,
dari bayi hingga manula, semua bisa saja mengalami kematian. Kondisi terminal
merupakan keadaan sakit dimana tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk bisa sembuh
menurut akal sehat. Keadaan seperti ini bisa diakibatkan oleh penyakit tertentu atau
mengalami kecelakaan.
menyenangkan, atau dalam hal ini adalah diagnosa terminal yang dialami. Ketika
berada di tahap ini, kebanyakan orang justru tidak merasakan apapun. Pengalaman ini
bisa menjadi pengalaman yang membuat shock karena individu tidak segera merasakan
sebenarnya, dan reaksi yang ditunjukkan adalah reaksi penolakan. Pada fase ini, bentuk
bantuan yang bisa diberikan perawat adalah waspada terhadap isyarat pasien yang
3) Tahap Kemarahan
Rasa marah bisa terjadi karena kondisi yang dialami pasien dinilai mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya, sehingga dirinya merasa
gagal untuk meraih cita-citanya. Umumnya, pasien akan merasa berdosa telah
mengekspresikan perasaan marahnya. Untuk hal ini, perawat perlu membantu pasien
agar mengerti bahwa perasaan yang dirasakanannya adalah respon yang normal.
Dalam fase ini, kemarahan biasanya sudah mulai mereda dan pasien bisa mulai
menerima apa yang tengah terjadi pada dirinya. Pada fase ini, perawat perlu menjadi
pendengar untuk keluhan pasien dan mendukung pasien agar dapat berkomunikasi
dengan baik tentang apa yang dirasakannya, agar mengurangi rasa bersalah dan
apa yang telah terlewatkan di masa lalu. Pada tahap ini, pasien mungkin memiliki
keinginan untuk memutar waktu kembali dan melakukan beberapa hal dengan car yang
berbeda. Ini adalah fase dimana pembinaan duka akan sangat membantu mereka, yang
bisa dilakukan untuk berbagi ingatan dan penyesalan dalam lingkungan yang
mendukung.
6) Tahap depresi
Pada tahap ini, pasien cenderung diam dan tidak banyak bicara, atau mungkin justru
banyak menangisi keadaannya. Inilah saat bagi perawat untuk duduk dengan tenang di
sisi pasien yang tengah menjalani kesedihannya sebelum meninggal dunia. Dalam fase
ini, perawat perlu untuk selalu hadir di dekat pasien dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan pasien. Komunikasi non verbal mungkin akan menjadi cara yang baik untuk
hal ini, dengan duduk tenang di samping pasien dan mengamati reaksi non verbal yang
akan terjadi selanjutnya. Fase ini akan sangat membantu bila pasien bisa menyatakan
reaksinya atau rencana yang terbaik untuk dirinya saat menjelang ajal, seperti: ingin
berkumpul dengan keluarga terdekat atau menuliskan surat wasiat. Fase ini diawali
dengan ditandai pasien merasa tenang dan damai. Pada saat seperti itu, pengertian dari
keluarga dan teman mulai dibutuhkan bahwa pasien sudah bisa menerima keadaan dan
butuh dilibatkan semaksimal mungkin dalam pengobatannya, dan bisa untuk menolong
beda dalam mengelompokkan mana yang termasuk kategori terminal dan mana yang tidak
masuk dalam kategori penyakit terninal. Maka berikut ini merupakan kriteria yang dapat
menjadi batasan penyakit yang sudah bisa masuk dalam kategori penyakit terminal.
1) Penyakit tidak dapat disembuhkan, yaitu golongan penyakit apapun yang sudah
tidak memungkinkan secara medis untuk sembuh karena sudah dalam stadium lanjut.
2) Stase akhir kehidupan dan penyakit mengarah pada kematian, sehubungan dengan
3) Diagnosa medis sudah jelas. Penegakan diagnosa dengan golden standar dengan
4) Tidak ada obat untuk menyembuhkan, secara medis seringkali obat yang masuk
5) Prognosis jelek, kemungkinan sembuh sangat kecil yang artinya kemungkinan terjadi
6) Bersifat progresif yaitu peningkatan menjadi parah sangat cepat dan tidak ada kemajuan
multidimensi. Pengalaman nyeri pada pasien kritis adalah akut dan memiliki banyak
sebab, seperti dari proses penyakitnya, monitoring dan terapi (perangkat ventilasi,
yang berkepanjangan dpt mengurangi mobilitas pasien shg bisa menimbulkan emboli
1) Komponen sensori
Persepsi tentang karakteristik nyeri seperti intensitas, lokasi dan kualitas nyeri.
2) Komponen afektif
Termasuk emosi yang negatif seperti keadaan yang tidak menyenangkan, kecemasan,
3) Komponen kognitif
Berkenaan dengan interpretasi nyeri oleh orang berdasarkan pengalamannya.
5) Komponen fisiologis
1) Nyeri akut
durasinya singkat kurang dari 6 bulan, bisa diidentifikasi area nyerinya, tanda dan
gejala objektifnya spesifik seperti takikardi, hipertensi, diaforesis, midriasis dan pucat,
2) Nyeri kronis
Karakteristik : nyeri yang menetap selama lebih dari 6 bulan, disertai awitan yang
3) Nyeri kanker
Karakteristik : nyeri kanker dapat akut, kronik, intermiten atau campuran juga bisa
4) Nyeri neuropathic
Karakteristik : digambarkan seperti rasa terbakar, tertusuk seperti sensasi kejut atau
seperti dijepit. Nyeri ini dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu nyeri deaferentasi
akibat kerusakan.
5) Nyeri Somatik
tajam.
4. Terapi Komplementer
pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain
diluar pengobatan medis yang konvensional. Terapi Komplementer adalah semua terapi
yang digunakan sebagai tambahan untuk terapi konvesional yang direkomendasikan oleh
pengobatan non konvensional yang bukan berasal dari Negara yang bersangkutan (WHO).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebuah pengetahuan hidup, kedamaian, dan perasaan saling berhubungan dengan
Tuhan, dirinya, komunitas, dan lingkungan yang pemeliharaan dan keseluruhan merupakan
bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi
menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi.
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu untuk memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik dan
Anita. (2016). Perawatan Paliatif dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Jurnal Kesehatan,
7(3),508-513.
Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. ( 2008). Panduan Pelayanan Medik: Model
Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta:
EGC
Carpenito,Lynda Jual.2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan .Alih Bahasa Yasmi Asih, Edisi
ke – 10. Jakarta : EGC
Depkes RI Pusdiknakes. 995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit
kronik dan terminal Jakarta: Depkes RI
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien
jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doengoes, ME,.2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta Hudak dan Gallo.2011
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap
Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status
Kesehatan, Jakarta
Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.Edisi - VIII Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif,
dkk. 2007.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3, Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta.
Kemp, Charles.2009. Klien Sakit Terminal, seri asuhan keperawatan. Edisi 2. Jakarta:EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika
Semeltzer, S. C. and Bare, B.G. 2006. Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8 volume 2.Alih Bahasa H.Y.Kuncara, Monica Ester Yasmin Asih,
Jakarta : EGC.