Anda di halaman 1dari 17

A.

Judul Penelitian : Penerapan Model Moral Reasoning Untuk Meningkatkan Keberanian


Mengemukakan  Pendapat Dan Mengambil Keputusan Pada Mata Pelajaran PKn Kelas IX SMP
Negeri 22 Samarinda

B. Bidang Kajian : Desain Dan Strategi Pembelajaran Di Kelas

C. Pendahuluan

Guru memiliki peranan sangat strategis dalam proses pembelajaran. Peran startegis guru dalam
proses pembelajaran ini memiliki dampak pada kompetensi yang dicapai siswa (pengetahuan,
sikap, keterampilan). Kompetensi siswa akan berkembang secara optimal tergantung bagaimana
guru memposisikan diri dan menempatkan posisi siswa dalam pembelajaran. Selama ini dalam
pembelajaran, siswa diposisikan sebagai obyek, sedangkan guru memposisikan diri sebagai
subyek pembelajaran. Akibatnya guru lebih aktif dan dominan dalam proses pembelajaran.
Seharusnya, guru dalam pembelajaran lebih memposisikan diri sebagai fasilitator, motivator, dan
mediator sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensinya.

Berdasarkan wawancara dan pengamatan dengan guru PKn bahwa metode pembelajaran yang
sering digunakan dalam pembelajaran adalah ceramah diselingi tanya jawab, pemberian tugas
dan diskusi. Penempatan posisi dan pemilihan metode dalam pembelajaran yang kurang tepat ini
berpengaruh terhadap iklim kelas. Seringnya menggunakan metode ceramah yang diselingi tanya
jawab, pemberian tugas, dan diskusi yang kurang terarah dalam pembelajaran mengakibatkan
siswa kurang aktif. Kegiatan yang dilakukan siswa hanya mendengar dan kadang-kadang
mencatat, itupun hanya dilakukan oleh sebagian kecil siswa. Sedangkan, siswa yang lain lebih
banyak berbicara dengan teman duduk sebangku.

Guru menyadari bahwa tindakan tersebut mengakibatkan situasi dan kondisi yang kurang
mendukung untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh kerena itu, dalam pembelajaran dengan
cepat merubah startegi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Maksudnya
adalah agar siswa lebih perhatian terhadap materi yang dijelaskan. Namun demikian, pertanyaan-
pertanyaan berkaitan dengan materi pembelajaran yang ditanyakan kepada siswa kurang
direspon siswa dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan, hanya sebagian kecil siswa yang
menjawab, sedangkan siswa yang lain lebih banyak berdiam diri.

Pembelajaran satu arah yang dikembangkan guru selain membosankan dan kurang efektif dalam
mencapai tujuan pembelajaran juga berakibat pada aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Akibat dari penerapan metode ceramah yang diselingi tanya jawab, pemberian
tugas antara lain siswa memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran, kurang berani
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, malas bertanya dan menjawab pertanyaan,
kurang serius dalam mengikuti pelajaran, kurang berminat dan termotivasi dalam belajar, serta
kurang menghargai dan bekerjasama sesama siswa. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di
kelas bahwa penggunaan metode pembelajaraan satu arah mengakibatnya siswa yang berani
mengemukakan pendapat minim hanya 15 % .

Permasalahan sebagaimana tersebut di atas harus segera diatasi atau di teliti sehingga akan
meningkatkan kompetensi siswa antara lain keberanian mengemukakan pendapat, keberanian
mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, keberanian bertanya dan menjawab,
kemampuan bekerjasama dan menghargai orang lain yang akhirnya akan meningkatkan hasil dan
mutu pembelajaran. Namun, jika tidak segera diatasi atau diteliti akan memperoleh kerugian
antara lain rendahnya kompetensi yang akan dicapai siswa (pengetahuan, sikap, keterampilan),
hasil belajar, mutu pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu, hal tersebut memerlukan
kreatif dan inovatif dalam merancang pembelajaran mulai dari menyusun silabus dan rencana
pelaksanaan pengajaran (RPP) sampai dengan mengaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran
sehingga akan menghasilkan siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran, berpikir kreatif,
kritis dan rasional, serta memiliki hasil belajar yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti melalui penelitian tindakan kelas
tentang penerapan model Moral Reasoning untuk meningkatkan keberanian siswa
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan alasan serta menggunakan
pertimbangan moral. Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi langsung pada
peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga kompetensi dan hasil
belajar siswa dapat ditingkatkan.

D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan analisis masalah pada latar belakang, yang menjadi akar penyebab siswa dalam
kegiatan pembelajaran pasif, memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran, kurang berani
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, malas bertanya dan menjawab pertanyaan,
kurang serius dalam mengikuti pelajaran, kurang berminat dan termotivasi dalam belajar, serta
kurang menghargai dan bekerjasama sesama siswa adalah guru belum menerapkan model
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran salah satunnya Model Moral
Reasoning.

Ryan, (2003) Pembelajaran memecahkan masalah dengan menggunakan moral reasoning


ternyata memberikan pengaruh iklim belajar dan kemampuan mengemukakan pendapat secara
positif serta memberikan dukungan kepada pendidikan karakter.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
Apakah model moral reasoning dapat meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan dengan pertimbangan moral dalam kegiatan pembelajaran ?

Rumusan masalah tersebut dapat dirinci dalam pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

(1) Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model moral
reasoning?

(2) Bagaimana aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan model moral reasoning?
(3) Bagaimana perkembangan moral siswa dengan menggunakan model moral reasoning?

2. Pemecahan Masalah

Untuk mewujudkan siswa yang dapat berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif yakni keberanian
mengemukakan pendapat, mengambil keputusan yang disertai dengan pertimbangan moral
memerlukan lingkungan belajar yang mendukung antara lain strategi atau model pembelajaran
yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan potensinnya.

a. Berkaitan dengan hal tersebut solusi yang diajukan untuk memecahkan masalah adalah
sebagai berikut :

Penerapan model Pembelajaran Moral Reasoning Kohlberg. Model ini diharapakan dapat
membantu siswa untuk berani mengemukakan pendapat, mengambil keputusan dengan alasan
serta menggunakan pertimbangan moral, kemampuan bekerjasama, dan menghargai orang lain.
Selain itu, model ini dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan dan
menerapkan model pembelajaran di kelas.

b. Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dilakukan


beberapa cara antara lain:

1. Guru membuat cerita yang dilematis baik dari kejadian di masyarakat sekitar maupun cerita
dilematis buatan guru sendiri ”DILEMA MORAL” kemudian dibagikan kepada semua siwa
dalam kelas

2. Guru membentuk kelompok diskusi untuk mendiskusikan delima moral.

3. Guru memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk mengemukakan
pendapatnya dan mengambil keputusan berkaitan dengan dilema moral yang diberikan kepada
siswa

4. Guru menghargai semua pendapat dan keputusan maupun argumentasi yang disampaikan oleh
siswa baik yang kritis maupun yang kurang

5. Guru memberikan pujian pada siswa yang telah berani mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan dengan argumentasi yang diajukan

6. Guru memberi motivasi kepada siswa yang belum berani mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan, agar ada keberanian untuk berpendapat dan mengambil keputusan

c. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan cara cara sebagai berikut:

Guru menyampaikan kepada siswa bahwa aktifitas yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran
(mengemukakan pendapat, menghargai orang lain, bekerja sama dalam diskusi) akan dinilai.
Pada intinya dilema moral adalah membantu siswa agar perkembangan moralnya tidak terhambat
sihingga dapat mengambil keputusan dengan pertimbangan moral sesuai dengan perkembangan
moral yang dimilki.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari Peneltian ini adalah :

1.Tujuan Umum

a) Meningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 22


Samarinda.

b) Memperoleh strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif, menyenangkan dan menantang

2. Tujuan khusus

a. Bagi guru

1. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengembangkan program


pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

2. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk
perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diasuhnya.

b. Bagi siswa

1. Meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat

2. Meningkatkan keberanian mengambil keputusan dengan alasan dan pertimbangan moral

3. Mengetahui tingkat perkembangan moral siswa

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan siswa dalam meningkatkan mutu
pembelajaran, mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, meningkatkan
aktivitasnya dalam pembelajaran dan meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran

Secara khusus manfaat langsung yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1. Siswa dapat meningkatkan kopetensinnya khususnya keberanian mengemukakan pendapat,
mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, menghargai dan kerjasama dengan orang lain

2. Pembelajaran lebih efektif dan efisien, kreatif, bermakna dan berfokus pada siswa.

3. Mendorong penerapan inovasi pembelajaran agar pembelajaran lebih bermutu, menarik dan
bermakna, produktif, dialogis, dan manusiawi.

E. Kajian Pustaka

Siswa sebagai generasi penerus bangsa perlu dibina secara terus menerus. Dengan demikian,
diharapan mereka memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif, sehingga
mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan; memiliki ketrampilan intelektual dan
keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab; memiliki watak dan
kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

1. Model Moral Reasoning

Untuk mewudkan siswa yang dapat berpiki rasional kritis, kreatif, dan memiliki watak yang baik
sebagimana tersebut di atas diperlukan pendidikan demokrasi dan pendidikan nilai dan moral.
Ada Lima pendekatan pendidikan nilai yaitu: (1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation
approach), (2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development
approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), (4) Pendekatan klarifikasi
nilai (values clarification approach), dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning
approach) .(Zakaria: 2001)

Untuk meningkatkan kemampuan siswa mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan


dengan pertimbangan moral, salah satunya menggunakan pendekatan atau model perkembangan
moral kognitif (cognitive moral development approach) yang terkenal dengan Moral reasoning.
Model atau Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya
memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong
siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-
keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan
tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah
menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).

Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu
siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang
lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih
nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).

Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971,
1977). Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg (Freankel, 1977; Hersh, et. al.
1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut:
(1) Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong
oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap "conventional". Dalam tahap ini
seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
(3) Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan
akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria
kelompoknya.

Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui


pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak
ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan,
Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak
mempengaruhi pertimbangan moral mereka.

Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum


tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias
(1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci.
Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang
sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai
kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal. Lebih tinggi tingkat
berpikir adalah lebih baik, dan otonomi lebih baik daripada heteronomi. Tahap-tahap
perkembangan moral diperinci sebagai berikut:

1 : Pra-konvensional

Pada tingkatan ini, anak merespon aturan tradisi, label baik-buruk; benar-salah, dengan
menginterpretasi label dalam pemahaman hedonistik dan konsekuensi dari tindakan. Tingkatan
ini juga menunjukkan bahwa individu menghadapi masalah moral dari segi kepentingan diri
sendiri. Seseorang tidak menghiraukan apa yang dirumuskan masyarakat, akan tetapi
mementingkan konsekuensi konsekuensi dari perbuatannya ( hukuman, pujian, penghargaan ).
Anak cenderung menghindari perbuatan yang menimbulkan resiko. Tingkatan ini dibagi menjadi
dua tahap :

Tahap 1 : Orientasi pada hukuman dan Kepatuhan. Jadi, alasan anak pada tahap ini bersifat
phisik. Apa yang benar adalah bagaimana menghindari hukuman.

Tahap 2 : Orientasi pada instrumental. Tindakan yang benar apakah sudah sesuai atau memenuhi
kebutuhan seseorang berdasarkan persetujuan Pada tahap ini adil dipandang sebagai sesuatu
yang bersifat balas budi, saling memberi.

2. Konvensional

Pada tingkatan ini anak mendekati permasalahan dari segi hubungan individu- masyarakat.
Seseorang menyadari bahwa masyarakat mengharapkan agar ia berbuat sesuai dengan norma-
norma dalam masyarakat. Perhatian kepada nilai keluarga, kelompok atau bangsa diterima
sebagai nilai dalam dirinya. Terdapat konformitas interpersonal.
Tahap 3: Orientasi “good boy-nice girl”. Persetujuan antar personal. Menjadi orang yang
diharapkan , dan tingkah laku yang baik adalah menyenangkan atau menolong orang lain .
Pertimbangannya adalah “perhatian” (ia berbuat baik). Motivasi perbuatan moral pada tingkatan
ini ialah keinginan memenuhi apa yang diharapkan orang yang dihargai. Pada diri anak telah
timbul kesadaran bahwa orang lain mengharapkan kelakuan tertentu daripadanya.

Tahap 4 : Orientasi Kesadaran sosial. Perilaku yang benar adalah memenuhi kewajiban
( kesadaran imperatif ). Pada tingkatan ini, anak tidak lagi bertindak berdasarkan harapan orang
yang dihormati, namun apa yang diharapkan oleh masyarakat umum. Dalam tingkatan ini hukum
tampil sebagai nilai yang utama, yang dapat mengatur kehidupan masyarakat.

3.Post-Konvensional

Ada usaha yang jelas untuk memiliki moral dan prinsip. Memandang prinsip sebagai identifikasi
dirinya.

Tahap 5: Orientasi Kontrak sosial dan hak-hak individu. Tindakan yang benar ditentukan dalam
istilah kebenaran individu secara umum dan standard yang sudah diuji secara kritis dan disetujui
oleh seluruh masayarakat. Suatu perasaan kesetiaan kepada hukum demi kesejahteraan semua
orang dan hak-haknya. Pada tahap ini memandang kelakuan baik dari segi hak dan norma umum
yang berlaku bagi individu yang telah diselidiki secara kritis dan diterima baik oleh seluruh
masyarakat Kewajiban moral dipandang sebagai kontrak sosial. Komitmen sosial dan legal
dipandang sebagai hasil persetujuan bersama dan harus dipatuhi oleh yang bersangkutan.

Tahap 6 : Orientasi Prinsip Ethis Universal. Kebenaran ditentukan oleh prinsip ethis di dalam
dirinya berdasar pada pemahaman logika universal ( keadilan, kesamaan hak dan kepatutan
sebagai makluk individu). Seseorang bertindak menurut prinsip universal. Seseorang wajib
menyelamatkan jiwa orang lain.

Asumsi-asumsi yang digunakan Kohlberg (1971,1977) dalam mengembangkan teorinya sebagai


berikut: (a) Bahwa kunci untuk dapat memahami tingkah laku moral seseorang adalah dengan
memahami filsafat moralnya, yakni dengan memahami alasan-alasan yang melatar belakangi
perbuatannya, (b) Tingkat perkembangan tersusun sebagai suatu keseluruhan cara berpikir.
Setiap orang akan konsisten dalam tingkat pertimbangan moralnya, (c) Konsep tingkat
perkembangan moral menyatakan rangkaian urutan perkembangan yang bersifat universal, dalam
berbagai kondisi kebudayaan.

Sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut, konsep perkembangan moral menurut teori Kohlberg
memiliki empat ciri utama. Pertama, tingkat perkembangan itu terjadi dalam rangkaian yang
sama pada semua orang. Seseorang tidak pernah melompati suatu tingkat. Perkembangannya
selalu ke arah tingkat yang lebih tinggi. Kedua, tingkat perkembangan itu selalu tersusun
berurutan secara bertingkat. Dengan demikian, seseorang yang membuat pertimbangan moral
pada tingkat yang lebih tinggi, dengan mudah dapat memahami pertimbangan moral tingkat yang
lebih rendah. Ketiga, tingkat perkembangan itu terstruktur sebagai suatu keseluruhan. Artinya,
seseorang konsisten pada tahapan pertimbangan moralnya. Keempat, tingkat perkembangan ini
memberi penekanan pada struktur pertimbangan moral, bukan pada isi pertimbangannya.

2. Penerapan Moral Reasoning Dalam Pembelajaran

Pendekatan perkembangan kognitif (moral reasoning) mudah digunakan dalam proses


pendidikan di sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan
kemampuan berpikir. Oleh karena, pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu
moral dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam
masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik. Penggunaannya dapat menghidupkan
suasana kelas. Teori Kohlberg dinilai paling konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk
membedakan kemampuan dalam membuat pertimbangan moral, mendukung perkembangan
moral, dan melebihi berbagai teori lain yang berdasarkan kepada hasil penelitian empiris.

Proses pengajaran nilai menurut Model moral reasoning didasarkan pada delima moral, dengan
menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi perhatian
kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral
yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilemma, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma faktual
berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung
bagi berlangsungnya diskusi dengan baik (Superka, et. al. 1976; Banks, 1985). Menurut Reimer
(1983 : 84) terdapat 10 isu moral universal (1). Laws and rules, (2) Conscience, (3) Personal
roles of affection, (4) Authority, (5) Civil rights, (6) Contract, trust, and justice in exchange (7)
Punishmen, (8) The Value of life , (9) Property rights and values, (10) Truth

Goleman (2003) menjelaskan bahwa moral reasoning lebih bersifat Emosional inteligensi,
sehingga emosional inteligensi mencerminkan karakter. Dengan demikIan, menurut peneliti
implementasi model moral reasoning dapat membantu siswa untuk berpikir kritis dan mengelola
emosi yang akhirnya menjadi warga yang baik. Oleh karena itu, agar siswa dapat
mengemukakan pendapat dan dapat membuat keputusan dengan pertimbangan moral yang lebih
tinggi (intelektual emosional) guru ataupun siswa harus kreatif dan enovatif untuk mencari atau
membuat suatu masalah yang dilematis yang di diskusikan di dalam kelas

Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu
topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha
untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.
Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:

a. Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa

b. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya

c. Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai

d. Membantu siswa belajar berpikir secara kritis

e. Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman
f. Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari
pelajaran sekolah

g. Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Lebih lanjut Roestiyah (1982: 56), menjelaskan bahwa metode diskusi dan kerja kelompok
cukup efektif. Metode diskusi menurutnya cukup efektif karena dua hal yaitu dapat
mempertinggi partisipasi siswa secara individual dan dapat mempertinggi kegiatan kelas sebagai
keseluruhan. Sedangkan metode kerja kelompok memiliki keuntungan-keuntungan sebagai
berikut (1) dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan
bertanya dan membahas masalah, (2) memberikan kepada siswa lebih intensif mengadakan
penyelidikan mengenai suatu kasus atau masalah, (3) dapat mengembangkan kepemimpinan dan
mengajarkan keterampilan bersdiskusi, (4) memungkinkan guru untuk memperhatikan individu
siswa akan kebutuhan belajar, (5) para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran dan mereka
akan berpatisipasi dalam diskusi (6) dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
mengembangkan rasa menghargai kepada temannya yang telah menolong kelompok dalam
mencapai tujuanya.

Menurut penulis dengan memunculkan isue moral yang delimatis dan membahasnya dalam
diskusi kelompok sebagaimana tuntutan model delima moral maka akan mendorong siswa untuk
berani mengemukakakan pendapat, mengambil keputusan, menghargai orang lain, dan kemauan
bekerjasama sehingga siswa akan dapat berpikir secara kritis dengan tetap menghargai dan
bekerjasama dengan orang lain

3. Peran Guru Dalam Pembelajaran Model Moral Reasoning

Peran guru dalam model moral reasoning sangat strategis terutama dalam memotivasi siswa
untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Peran guru dalam fase diskusi dengan menggunakan
model moral reasoning adalah: 1) memastikan anak didik memahami dillema yang disodorkan
2). Membantu anak didik menghadapi komponen-komponen moral yang terdapat dalam
permasalahan 3). Mendorong dasar pemikiran anak didik bagi keputusan yang akan diambil dan
4). Mendorong anak didik untuk saling berinteraksi. ( Hersh, 1982 ; Fraenkel, 1977; Nasution,
1989 ). Sedangkan, langkah-langkah diskusi moral dalam penalaran moral menurut Fraenkel
( 1977) adalah sebagai berikut:

1). Menunjukkan isu moral. Anak didik mengidentifikasi situasi dalam dillema moral yang
membutuhkan resolusi dengan pertanyaan : “seharusnya, semestinya”, baik ceritera dillema
moral yang diberikan oleh guru, maupun bahan informasi yang digali sendiri oleh anak didik
melalui membaca di media massa untuk dibahas dan dilaporkan.

2). Mengajukan pertanyaan : “ mengapa” dan jawaban :” alasan moral saya “

3). Memperumit situasi, dengan menambah masalah untuk meningkatkan kompleksitas konflik.
Dengan demikian, menurut peneliti hal yang harus dilakukan guru dalam proses diskusi adalah
meenyajikan cerita yang mengandung dilemma. Dalam diskusi siswa didorong untuk
menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan serta mengajukan alasan-alasannya. Kemudian
meminta siswa mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya. Sedangkan,
yang harus dilakukan oleh siswa dalam model dilema moral adalah memperhatikan atau
mencermati cerita dilematis dari kejadian masyarakat atau yang dibuat oleh guru,
mengindentifasi permasalahan dalam dilema moral, aktif dalam mendiskusikan cerita delimatis,
mengambil keputusan/sikap terhadap cerita delimatis, mengemukakan pendapat berkaitan delima
yang disertai alasan dengan pertimbangan moral, mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan
kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan, mendengarkan dengan teliti dan
mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain, menghormati
pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.

Aplikasi dalam pembelajaran , instrumen untuk menilai peningkatan dan perkembangan moral
Kohlberg terdiri atas situasi, di mana siswa diberi skor menurut aspek mana yang dominan dalam
tahapan perkembangan moral ketika memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada pada setiap
ceritera dillema moral dengan menggunakan metode Global Scoring Method ( GSM ) yang
bertumpu pada skor final untuk setiap ceritera dillema ( Porter, 1972 ; Cohen, 1978 ).

4. Hasil Penelitian yang relevan

1. Hardoko (2004) bahwa penggunaan model moral reasoning dalam pembelajaran PKn SMP di
Samarinda melalui penelitian tindakan kelas (PTK) dikatakan siswa memiliki kemampuan untuk
membuat pertimbangan moral jika dihadapkan pada situasi yang dilematis

2. Ryan, (2003) Pembelajaran memecahkan masalah dengan menggunakan moral reasoning


ternyata memberikan pengaruh iklim belajar dan kemampuan mengemukakan pendapat secara
positif serta memberikan dukungan kepada pendidikan karakter pada siswa SMU di Amerika.

3. Harstone & May di Amerika (dalam Downey & Kelly,1976), disebutkan bahwa terdapat
korelasi yang rendah antara pengetahuan moral dengan tingkah laku moral anak. Ia menjelaskan
bahwa seorang anak yang “tahu itu baik, namun berbuat tidak baik”. Dengan demikian anak
bersifat verbalistik. Ia kemudian merekomendasi : “anak harus dididik agar sanggup berpikir
untuk dirinya sendiri dan mengambil keputusan moral” melalui proses pendidikan moral yang
tidak dogmatis, indoktrinatif serta jauhi sikap guru yang otoriter

5. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian bahwa model moral reasoning yang
implentasinya dalam pembelajaran menggunakan cerita delima moral melalui diskusi kelompok,
dapat mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dapat membuat
keputusan-keputusan moral. Selain itu, moral reasoning juga mempengaruhi iklim belajar dan
kemampuan mengemukakan pendapat secara positif. Dengan demikian, model Moral Reasoning
diyakini akan dapat meningkatan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan dengan pertimbangan moral. Kerangka berpikir tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Penerapan Model Moral Reasoning

Diskusi Dilema Moral

 
Iklim Belajar & Kelas

Keberanian mengemgemukakan pendapat

Perkembangan Moral Siswa

 
5. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah : “Dengan menerapkan model moral reasoning maka keberanian siswa mengemukakan
pendapat dan mengambil keputusan dengan alasan pertimbangan moral pada mata pelajaran PKn
di SMP Negeri 22 Samarinda meningkat”

F. Metode Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IXA SMP Negeri 22 Samarinda pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan pada tahun pembelajaran 2008/2009. Kompetensi dasar yang akan
diteliti yaitu menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik
di daerah. Kondisi siswa kelas ini secara akedemik memiliki kemampuan baik, karena kumpulan
siswa dari berbagai kelas yang memiliki nilai rata rata di atas 75. Latar belakang sosial ekonomi
siswa heterogin. Namun demikian, kelas ini memiliki kelemahan antara lain kurang berani
mengemukakan pendapat di depan umum.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai November 2007, dengan
perincian sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, minggu ketiga Agustus 2008

2. Tahap pelaksanaan, minggu Ke 2 Oktober 2008 sampai November 2008


3. Tahap laporan, minggu ke 3 November sd. Minggu 4 November 2008

3. Variabel dan Difinisi Operasional

Beberapa variabel atau obyek yang akan diteliti serta definisi operasional dalam rangka
peningkatan kemampuan siswa mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan
pertimbangan moral dengan pokok bahasan Otonami Daerah yaitu sebagai berikut:

a. Aktivitas siswa dalam pembelajaran moral reasoning adalah banyaknya aktivitas yang
dilakukan siswa selama proses belajar mengajar dan diamati dengan instrumen lembar observasi
aktivitas siswa (Instrumen 01). Aktivitas siswa yang dimaksud meliputi mendengarkan atau
memperhatikan penjelasan guru atau teman, membaca dan mendengarkan cerita delima moral),
keberanian mengemukakan pendapat, kemampuan mengambil keputusan dengan pertimbangan
moral, melakukan kerja sama , dan menghargai pendapat.

b. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran moral raesoning dalam adalah sejumlah
keterlibatan guru selama proses belajar mengajar yang diamati dengan instrumen lembar
observasi (Instrumen 02). Aktivitas guru yang dimaksud meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan penutup yaitu memeriksa kesiapan siswa, melakukan apersepsi, menyampaikan
tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, menyajikan informasi tentang materi pelajaran,
mendorong berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, mendorong siswa untuk
bekerja sama atau berinteraksi dalam diskusi, dan mengelola kegitaan pembelajaran sesuai
kaidah pembelajaran moral reasoning)

c. Perkembangan moral siswa adalah tingkat perkembangan moral siswa dilihat dari alasan-
alasan yang dikemukakan dari cerita dilema moral berdasarkan 6 tingkatan teori Kohlberg .

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan tiga siklus, dan tiap-tiap siklus dilaksanakan
sesuai dengan perubahan aktivitas dan kompetensi yang dicapai, berdasarkan perencanaan yang
telah didesain sebelumnya. Pengamat melakukan observasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan
sebagai bahan diskusi untuk tujuan perbaikan.

Selain itu, juga dilakukan wawancara dengan siswa untuk mengetahui tanggapan siswa tentang
model moral reasoning dan kekurangan pelaksanaan moral reasoning dalam proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil belajar (tingkatan perkembangan moral), hasil observasi dan
wawancara peneliti melakukan diskusi untuk mengkaji kelemahan guna meningkatkan proses
pembelajaran (refleksi).

Secara lebih ringkas prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Beberapa hal yang
dilaksanakan dari tiap tahapan adalah :

a. Perencanaan:

Kegiatan ini meliputi pembuatan skenario pembelajaran antara lain menetapkan metode
pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan siswa sehingga siswa berani mengemukakan
pendapat dan mengambil keputusan dengan alasan dan pertimbangan moral yaitu menggunakan
model pembelajaran Moral Reasoning dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Peneliti menyiapkan cerita moral yang delimatis yang berasal dari kejadian masyarakat atau
cerita fiftif.

2. Membuat lembar pengamatan untuk mengamati aktivitas siswa maupun aktivitas guru

b. Pelaksanaan tindakan

Dalam fase ini dilaksanakan proses belajar mengajar, dengan menekankan aspek aktivitas siswa
terutama dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan alasan
pertimbangan moral .

c. Observasi

Dalam tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
lembar observasi yang telah dipersiapkan.

d. Refleksi

Data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan segera dianalisis. Berdasarkan
hasil observasi inilah peneliti dapat melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Berdasarkan hasil refleksi ini peneliti dapat mengetahui titik lemah maupun
kelebihan sehingga dapat menentukan upaya perbaikan pada siklus berikutnya. Proses ini akan
berlangsung tiga siklus, sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

3. Sumber, Jenis, dan Tehnik Pengambilan Data

a. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru dalam proses belajar mengajar

b. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi :

1. Hasil observasi (aktivitas siswa dan guru)

2. Hasil wawancara (Tanggapan tentang model moral reasoning)

3. Hasil Kerja Siswa (Tingkatan perkembangan moral siswa)

c. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Observasi dukumen, dan
Wawancara

4. Validitas Data
Validitas ini dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh peneliti sesuai dengan
yang benar-benar terjadi di lapangan dan sesungguhnya. Dalam penelitian ini digunakan
democratic validity, artinya validitas ini berhubungan dengan tingkat kebenaran penelitian
kolaboratif dan menerima masukan-masukan yang multiple (Burns, 1999: 161).

Selain pembuktian data dengan cara Burns, penelitian ini juga menggunakan triangulasi, yaitu
suatu cara yang paling umum dan terbaik untuk mengecek validitas data. Terdapat tiga macam
triangulasi yaitu: pemeriksaan yang menggunakan sumber data, metode, dan teori (Moleong,
1991: 176). Triangulasi sumber data digunakan dengan mengecek beberapa sumber data,
misalnya dari beberapa orang guru. Metode digunakan dengan membandingkan data yang
diperoleh melalui observasi, wawancara maupun dokumen. Sedangkan teori digunakan dengan
melakukan kaji ulang setelah tindakan selesai dilaksanakan, mengenai apakah teori yang dipakai
sebagai landasan masih sesuatu atau tidak.

5. Teknik Analisa Data

Analisis data dalam penelitian tindakan yaitu sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan sampai
pada pengembangan dan proses refleksi sampai penyusunan laporan. Teknik analisis data yang
digunakan adalah model alur yang terekam dalam catatan lapangan, yang terdiri dari tiga alur
kegiatan yang berlangsung secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 20).

Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar
dari catatan pengamatan. Hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam
suatu kegiatan tertentu. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dari hasil rekaman
pembelajaran dan pengamatan yang disusun, secara kolaborasi antara peneliti, guru dan siswa,
sehingga mudah dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Penarikan kesimpulan juga
dilakukan secara kolaborasi yaitu dari peneliti dan guru serta subyek didik agar hasil lebih
bermakna untuk peningkatan pembelajaran berikutnya, kemudian diadakan verifikasi untuk
memperoleh kesimpulan yang kokoh, dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi.

4. Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apa bila guru dapat melaksakanakan pembelajaran
dengan baik diikuti dengan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar mengajar, dan setelah
pelaksanaan belajar mengajar siswa dapat menunjukan unjuk kerja yang positif. Aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran terutama pada keberanian siswa mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan dengan alasan dan pertimbangan moral.

G. Jadwal Penelitian

H. Personal Penelitian
Jumlah Personal Peneliti 1 orang.

Nama : Mulyadi, M.Pd.

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pangkat/Jabatan : Pembina/Guru

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan

Lembaga/Sekolah : SMP Negeri 22 Samarinda

Pengalaman Penelitian:

: 1. Skripsi (1998) : Peran Guru Menunjang Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah

2. Tesis (2003) : Penanaman Nilai Demokrasi Melalui Pembelajran PPKn

3. PTK (1999) : Meningkatkan Aktivitas Siswa dengan Model VCT (Value crarification technik)
pada Mata Pelajaran PPKN

I. Lampiran

1. Daftar Pustaka

Banks, J.A. 1985. Teaching strategies for the social studies. New York: Longman
Burns, Anne. 1999. Collaborative action research for English language teachers. Cambridge:
Cambridge University Press.

Elis, J. L. 1989. Moral education: secular and religious. Florida: Robert E. Krieger Publishing
Co., In
Fraenkel, J.R. 1977. How to teach about values: an analytic approach. New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.

Goleman, D. 2003. Intelegensi Emosional. Alih bahasa : Hermaya, T. Jakarta : P.T.

Gramedia Pustaka Utama.

Hardoko, A. 2007. Pengembangan Model Kombinasi Moral Reasoning Kooperatif PKn Pada
Siswa SMP Berbeda Jenis Kelamin Serta Pengaruh Implementasinya Terhadap Kematangan
Moral Siswa. Samarinda. Universitas Mulawarman

Hersh, R. et al. 1982. Models of Moral Education. New York : Longman


Kohlberg, L. 1971. Stages of moral development as a basis of moral education. Dlm. Beck,
C.M., Crittenden, B.S. & Sullivan, E.V.(pnyt.). Moral education: interdisciplinary approaches:
23-92. New York: Newman Press.

Kohlberg, L. 1971. Moral Education of Psychological View ( dalam Lee C. Deighton

: The Encyclopedia of Education, Vol 6. The Macmillan Company.

Kohlberg, L. 1977. The cognitive-developmental approach to moral education. Dlm. Rogrs, D.


Issues Lungdren, L. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. New York: McGraw
Hill Companies.

Mathew, M. B. & Hoberman, A. M. 1984. Qualitative data analysis. London New Delhi : Sage
Publications Beverly Hills.

Moleong, L. J. 2001. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Reimer, J. et al. 1979. Promoting moral growth from piaget to kohlberg. New york & London:
Longman Inc.

Ryan, K. 2003. Character Education: Our High School’s Missing-Link, Educational. Week.
http:/www.edweek.org/ew. Diakses 12 Nopember 2004

Roestiyah. 1982 . Masalah masalah ilmu keguruan. Jakarta: Bina Aksara.

Superka, D.P. 1973. A typology of valuing theories and values education approaches. Doctor of
Education Dissertation. University of California, Berkeley.

Superka, D.P., Ahrens, C., Hedstrom, J.E., Ford, L.J. & Johnson, P.L. 1976. Values education
sourcebook.Colorado: Social Science Education Consortium, Inc.

Thompson, M., McLaughlin, C.W., & Smith, R.G. 1995. Merril Physical Science Teacher.
Wraparound Edition. New York: Glencoe McGraw-Hill

Windmiller, M. 1976. Moral development. Dlm. Adams. J.F. (pnyt.). Understanding


adolescence: current developments in adolescent psychology: 176-198. Boston: Allyn and
Bacon, Inc.
Zakaria,T. R. 2000. Pendekatan pendekatan pendidikan nilai dan implementasi dalam pendidikan
budi pekerti. http:// www.pdk.go.id./jurnal/26/htm. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 26,
Diambil pada tanggal 30 Maret 2002.

Anda mungkin juga menyukai