Anda di halaman 1dari 4

MIXING PADA PENGOLAHAN AIR BERSIH

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum

Kalau memanfaatkan air baku dari sungai, danau atau waduk, IPAM di PDAM (dan di mana saja), hampir
dapat dipastikan (99%) dilengkapi dengan unit mixing. Unit yang dapat dibedakan menjadi dua jenis ini,
yaitu rapid mixing dan slow mixing, menjadi harga mati bagi proses klarifikasi, filtrasi, dan desinfeksi
(khususnya klorinasi).

Air sungai, danau, dan waduk, juga badan air permukaan lainnya, diperkaya oleh material tanah hasil
erosi, khususnya lempung (koloid), dissolusi mineral, dan busukan zat organik. Karena material ini tidak
layak masuk ke dalam tubuh manusia (ada yang berbahaya) maka harus dihilangkan dulu dengan cara
pengolahan yang melibatkan unit mixing. Apalagi kalau badan air tersebut terkontaminasi oleh limbah
industri dan domestik, penerapan proses kimia tak bisa ditawar-tawar lagi.

Di antara tiga jenis material dalam air seperti disebut di atas, yang menjadi fokus utama di PDAM tak
lain daripada koloid (colloidal). Koloid adalah partikel berukuran mikron (1 – 200 milimikron) yang
mayoritas bermuatan negatif sehingga stabil dan tidak bisa mengendap. Berdasarkan “kesukaannya”
pada air, koloid dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Koloid hidrofilik (suka air)
adalah koloid yang berdaya afinitas (ikat) tinggi terhadap air sedangkan koloid hidrofobik (takut air)
rendah daya afinitasnya terhadap air. Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan koloid dengan air menjadi
kuat sehingga koloid lebih stabil dan sulit dipisahkan dari air. Kestabilan koloid hidrofilik ini disebabkan
oleh fenomena hidrasi, yaitu molekul air tertarik oleh permukaan koloid sehingga menghalangi
terjadinya kontak antarkoloid.

Rapid Mixing
Pengadukan cepat (rapid, flash, quick, fast mixing) adalah unit yang digunakan untuk meratakan
koagulan secara singkat ke seluruh bagian air agar dihasilkan destabilisasi koloid sehingga terjadi proses
koagulasi. Fenomena pengadukan ini dapat terjadi di banyak tempat dan alat, misalnya di terjunan air,
pusaran air, loncatan hidrolis, aliran dalam pipa, belokan pipa, di dalam pompa, venturi flumes, dan
alat-alat pengaduk seperti paddle, turbine, popeller. Secara mikroelektrokimia, mixing menyebabkan
reaksi antara muatan negatif koloid dan muatan positif koagulan yang menghasilkan destabilisasi.
Kejadian inilah yang akhirnya berujung pada kait-mengait antara koloid dan koagulan kemudian tumbuh
menjadi mikroflok lalu makroflok yang terus membesar, berat, dan “padat”.

Literatur yang lain menyatakan bahwa koagulasi adalah pemberian kation (bermuatan positif) ke dalam
air baku yang kaya koloid (permukaannya bermuatan negatif) sehingga terjadi tarik-menarik yang
akhirnya dapat menghilangkan kestabilan koloid. Di sini terjadi perubahan koloid yang stabil menjadi
koloid yang tidak stabil (labil) lalu disertai proses pelekatan (penggumpalan, aglomerasi). Taraf
pelekatan ini pun bergantung pada intensitas pengadukan yang diukur dengan parameter gradien
kecepatan (velocity gradient) dan lamanya pengadukan. Korelasi dua hal tersebut telah dirumuskan
dalam formula kinetika oleh Camp & Stein dan masih diterapkan sampai sekarang untuk mendesain
unit mixing.

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa gradien kecepatan bergantung pada daya atau energi
dissipasi atau energi yang dimasukkan (power input) ke dalam air, kekentalan (viskositas) air, dan
volumenya. Adapun nilai gradien kecepatan koagulasi antara 250 – 1.500 per detik sedangkan pada
flokulasi 10 – 100 per detik. Nilai ini memang berbeda-beda dari satu buku ke buku lainnya, tetapi
rentang nilainya ada yang sama (beririsan). Satu lagi parameternya yang penting, yaitu nilai G.td dengan
kisaran 30.000 – 60.000 (tanpa satuan) dan waktu detensinya (detention time, td) = 60 – 120 detik.
Karena air yang diolah sudah ditetapkan debitnya, maka waktu detensinya dapat dihitung, yaitu V/Q.
Apabila rasio daya dissipasi terhadap volume airnya besar, maka gradien kecepatannya pun membesar
sehingga sifat aliran fluidanya menjadi makin turbulen. Makin besar nilai G, makin besar pula adukan
yang terjadi.

Pengadukan Lambat

Sesuai dengan namanya, di unit ini terjadi pengadukan dengan intensitas rendah atau lambat dengan
gradasi menurun. Unit ini pun sering disebut flokulator dan fungsinya untuk meningkatkan jumlah
kontak antarpartikel yang sudah dikoagulasi dengan cara pengadukan (agitation) yang gradien
kecepatannya makin lambat dan waktunya lebih lama dibandingkan dengan rapid mixing. Selama
agitasi ini mikroflok berkembang menjadi makroflok yang berat sehingga mudah mengendap. Kerapkali
terjadi, karena pertumbuhan floknya begitu cepat, endapannya sudah menumpuk di bagian akhir
flokulator sebelum masuk ke unit sedimentasi (klarifikasi). Tentu saja endapan di flokulator ini tidak
diharapkan karena fungsinya hanya sebagai penumbuh flok. Oleh sebab itu, unit flokulator hendaklah
dilengkapi dengan pipa penguras (drain pipe) agar mudah dibersihkan.
Ingin tahu lebih lanjut?

Seperti pada rapid mixing, ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk dijadikan mode flokulator,
yaitu cara hidrolis dan mekanis. Kekecualiannya adalah pada cara pneumatis, sebab tidak bisa (sulit
sekali) diterapkan lantaran agitasinya sangat tinggi sehingga gradien kecepatannya pun tinggi yang
menyulitkan pertumbuhan flok. Dua cara di atas, yaitu hidrolis dan mekanis, masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan sehingga pilihan yang tepat bergantung pada sejumlah pertimbangan seperti
kualitas air baku, debit yang diolah, energi potensial (berkaitan dengan aliran secara gravitasi), tenaga
operator, biaya investasi, operasi dan perawatannya. Bisa juga didasarkan pada pertimbangan
penyediaan sarana penelitian untuk perkembangan ilmu dan teknologi pengolahan air. Untuk poin
terakhir ini, barangkali peran PDAM perlu lebih ditingkatkan sehingga memiliki laboratorium lapangan
tentang pengolahan air.
Apapun jenis atau tipenya, flokulasi selalu dipengaruhi oleh kriteria desain yang diadopsi. Begitu juga,
pada satu jenis flokulator dapat saja dibuat beberapa macam modus operasi. Misalnya, pada tipe
hidrolis, modusnya bisa bermacam-macam, seperti helikal, naik-turun, berkelok, flokufiltrasi, dll.
Meskipun demikian, umumnya ada dua mekanisme utama dalam flokulasi, yaitu perikinetik dan
ortokinetik. Perikinetik terjadi karena gerakan random termis (thermal) molekul air yang efektif terjadi
pada partikel berukuran 1 s.d 2 mikron. Ortokinetik dipengaruhi oleh gradien kecepatan, gerak air atau
energi dissipasi yang diberikan ke dalam air. Mekanisme kedua adalah fenomena utama dalam
pengolahan air. Selain itu, gerakan zigzag dan kecepatan yang variatif menyebabkan tabrakan atau
benturan antarpartikel atau flok sehingga bisa juga menyebabkan penggumpalan (agregasi flok) seperti
terjadi pada sludge blanket atau upflow solid contact clarifier.

Mekanisme benturan antarpartikel ini dijelaskan oleh teori Smoluchowski (1916) yang modelnya dapat
dianalisis dengan diferensial-integral yang menghasilkan simpulan bahwa jumlah tabrakan bergantung
pada jumlah partikel, gradien kecepatan, dan diameter partikel. Hubungan serupa, yakni masih
berkaitan dengan jumlah partikel dan gradien kecepatannya, dinyatakan oleh Camp & Stein dengan
formula seperti yang ditulis pada artikel sebelumnya. Selanjutnya Camp mengemukakan bahwa
konsentrasi dan ukuran flok dipengaruhi oleh gradien kecepatan dan waktu. Gradien kecepatan yang
tinggi dapat merusak flok yang telah terbentuk menjadi mikroflok atau bahkan menjadi partikel koloid
lagi.

Dalam flokulasi jumlah partikel yang berbenturan atau tabrakan merupakan langkah awal
pembentukan flok dan merupakan fungsi dari gradien kecepatan dan waktu detensi. Rentang gradien
kecepatan dan waktu detensi yang biasa digunakan dalam desain diberikan pada Tabel 2.

Dalam bahasan selanjutnya diberikan beberapa jenis flokulator yang banyak dibuat di PDAM dan ada
juga yang baru dalam skala pilot atau bahkan skala laboratorium di perguruan tinggi. Buku Theory and
Practice of Water and Wastewater Treatment karya Ronald Droste (1997) menguraikan dengan cukup
lengkap beberapa flokulator yang sudah diterapkan, minimal dalam skala pilot. Beberapa di antaranya
diberikan di bawah ini.

Paddle flocculator. Jenis ini biasanya untuk instalasi berkapasitas sangat besar dengan kualitas air
permukaan yang fluktuatif. Setiap ruangnya berisi paddle yang jumlahnya bervariasi, bergantung pada
nilai G yang diinginkan terjadi di dalam pengolahannya. Unit ini ada yang paddle-nya searah dengan
aliran air dan ada juga yang tegak lurus terhadap arah aliran air. Kedalaman ruang atau
kompartemennya juga ada yang sama atau datar dan ada yang makin dalam atau menurun dengan
kemiringan tertentu. Biaya investasi, operasi, dan perawatannya sangat mahal, sarat dengan teknologi
sehingga hanya cocok untuk kota besar.

Pipe flocculator. Ini termasuk jenis yang jarang diterapkan di PDAM atau malah belum ada yang
menerapkannya. Pipa yang dijadikan flokulator ini dapat dibentuk dengan pola apa saja, apalagi kalau
yang digunakan adalah pipa yang elastis, misalnya berbahan HDPE. Jenis yang "menantang" untuk
diterapkan di PDAM adalah flokulator pilin (Helical Flocculator, MAM edisi Desember 2006). Malah
bentuknya, seperti ditulis dalam MAM edisi tersebut, dapat memperindah instalasi agar tidak “kaku”
dan "menjemukan". Unit yang dalam skala laboratorium sudah dijadikan objek penelitian di perguruan
tinggi ini menghasilkan kinerja yang memuaskan.

Berikutnya adalah Upflow Solid Contact Clarifier. Di dalam unit ini terjadi tiga macam proses operasi,
yaitu rapid mixing, slow mixing, dan klarifikasi. Pada bagian klarifikasi timbul lapisan lumpur (sludge
blanket) sehingga dapat menghalangi dan menangkap mikroflok. Kesulitan unit ini adalah pada proses
penumbuhan lapisan lumpur dan menjaganya agar tetap stabil ketika dibersihkan. Yang masih
tergolong flokulator hidrolis adalah Alabama Flocculator. Kali pertama unit ini dibuat di Alabama dan
sukses diterapkan di Amerika Latin. Pebble Bed Flocculator. Ini termasuk yang unik dalam pengolahan
air. Flokulasi terjadi di dalam rongga antarbutir kerikil, mirip dengan filtrasi. Hanya saja, media butirnya
jauh lebih besar daripada media filter, bahkan lebih besar daripada roughing filter. Mekanisme
alirannya mengikuti formula yang biasa diterapkan dalam desain dan operasi filter konvensional,
khususnya rapid sand filter.

Ada satu lagi yang termasuk hidrolis yaitu Surface Contact Flocculator. Bermula dari India, unit ini lebih
diarahkan untuk mengolah air berdebit kecil. Kesulitan operasi pada pebble bed flocculator berupa
sumbatan (clogging), tidak terjadi pada unit ini. Terdiri atas pelat dan sekat yang dipasang zigzag atau
selang-seling untuk mendapatkan proses pengadukan, model flokulator ini menunggu untuk diteliti
dalam skala laboratorium maupun pilot. Adakah PDAM yang bersemangat mendukungnya? Yang
terakhir adalah Baffled Channel. Jenis ini adalah flokulator yang relatif banyak di PDAM, baik yang aliran
airnya turun-naik maupun yang berkelok. Berikut diberikan contoh flokulator kanal kelok yang dibangun
di PDAM Kota Tarakan, diterbitkan atas seizin direksinya.

Anda mungkin juga menyukai