Anda di halaman 1dari 40

KESESUAIAN MEDIA LAHAN UNTUK JENIS TANAMAN PINUS (Pinus

merkusii) DI SUAKA MARGASATWA GUNUNG TUNGGANGAN (STUDI


KASUS DI BLOK PEMANFAATAN)

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

Oleh :
AINUN FADILAH
NIM : 201710320311054

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN - PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MALANG
2020

i
KESESUAIAN MEDIA LAHAN UNTUK JENIS TANAMAN PINUS (Pinus
merkusii) DI SUAKA MARGASATWA GUNUNG TUNGGANGAN (STUDI
KASUS DI BLOK PEMANFAATAN)

Laporan Praktek Kerja Lapang

Diajukan kepada
Universitas Muhammadiyah Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menempuh Skripsi

OLEH :
AINUN FADILAH
NIM : 201710320311054

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN - PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MALANG
2020

ii
Judul : Kesesuaian Media Lahan untuk Jenis Tanaman Pinus (Pinus
merkusii) di Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan (Studi Kasus
di Blok Pemanfaatan)
Nama : Ainun Fadilah
NIM : 201710320311054
Jurusan : Kehutanan

Laporan Praktek Kerja Lapangan oleh Ainun Fadilah ini telah diperiksa dan
disetujui untuk diseminarkan

Malang, 7 Maret 2020 Sragen, 21 Februari 2020


Pembimbing Materi Pembimbing Lapangan

Erni Mukti Rahayu, S.Hut, M.Ling Sumiyarno, S.Hut


NIP. 190915081993 NIP. 197302101993011001

iii
Judul : Kesesuaian Media Lahan untuk Jenis Tanaman Pinus (Pinus
merkusii) di Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan (Studi Kasus
di Blok Pemanfaatan)
Nama : Ainun Fadilah
NIM : 201710320311054
Jurusan : Kehutanan

Laporan Praktek Kerja Lapangan oleh Ainun Fadilah ini telah diseminarkan pada
tanggal 2020

Pembimbing Materi Pembimbing Lapangan

Erni Mukti Rahayu, S.Hut, M.Ling Sumiyarno, S.Hut


NIP. 190915081993 NIP. 197302101993011001

Mengesahkan, Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian – Peternakan Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Ir. David Hermawan, MP., IPM Ir. Dr. Joko Triwanto, M.P., I.P
NIP. 110.8809.0071 NIP. 105.8909.0103

iv
PRAKATA
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufik dan hidayah serta inayah-Nya, sehingga Laporan Praktek Kerja
Lapang dengan judul “Kesesuaian Media Lahan untuk Jenis Tanaman Pinus (Pinus
merkusii) di Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan (Studi Kasus di Blok
Pemanfaatan)” dapat terselesaikan.
Penulisan Laporan Praktek Kerja Lapang ini dilatarbelakangi oleh
pembangunan Hutan Tanaman Industri yang berkelanjutan diharapkan dapat
mengoptimalkan produksi Hasil Hutan Kayu jenis Pinus (Pinus merkusii) pada
media lahan yang sesuai dengan kriteria media tumbuh tanaman Pinus. Namun
demikian tidak menutup kemungkinan kelestarian Hasil Hutan Kayu Pinus
mengalami penurunan yang dapat diakibatkan oleh pembangunan Hutan Tanaman
Industri Pinus pada lahan yang tidak sesuai dengan kriteria media tumbuh tanaman
Pinus. Berdasarkan hal tersebut, tentu harus dicapai kesesuaian media lahan untuk
jenis tanaman Pinus.
Dalam penulisan Laporan Praktek Kerja Lapang ini, disajikan beberapa
pokok-pokok yang meliputi: bahasan Bab I. Pendahuluan meliputi: Latar Belakang,
Tujuan kegiatan Praktek Kerja Lapang, Manfaat kegiatan Praktek Kerja Lapang,
serta Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang. Bab II. Tinjauan
Pustaka meliputi: Kesesuaian Lahan, Klasifikasi Kesesuaian Lahan, serta Pinus
(Pinus merkusii). Bab III. Gambaran Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang meliputi:
Sejarah Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan, Jadwal Kegiatan Praktek Kerja
Lapang, serta Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang. Bab IV. Hasil Kegiatan dan
Pembahasan meliputi: Kegiatan Praktek Kerja Lapang, Hasil Kegiatan Praktek
Kerja Lapang, serta Pembahasan. Bab V. Penutup meliputi: Kesimpulan dan Saran
dari hasil kegiatan Praktek Kerja Lapang yang telah dilakukan.
Lampiran-lampiran dimaksudkan untuk memberikan informasi teknis serta
sumber informasi lebih lanjut untuk mendukung kegiatan Praktek Kerja Lapang
yang telah dilakukan, serta dapat pula memberikan inspirasi bagi terlaksananya
kegiatan serupa untuk mengembangkan penerapan teknologi maupun penemuan
baru sesuai dengan kondisi di lapangan.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktek Kerja Lapang ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena
itu, penulis berharap saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan isi
tulisan berikutnya semoga bermanfaat bagi diri penulis, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta bagi pelaksana kegiatan Praktek Kerja Lapang selanjutnya.

Malang, 7 Maret 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................. v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................................. 2
1.3. Manfaat ................................................................................................................ 3
1.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan ................................................................................. 4
2.2. Klasifikasi Kesesuaian Lahan .............................................................................. 5
2.3. Pinus (Pinus merkusii) ......................................................................................... 6
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PKL ..................................................... 8
3.1. Sejarah Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan ............................................... 8
3.2. Jadwal Kegiatan ................................................................................................... 9
3.3. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ..................................................................... 9
BAB IV HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 18
4.1. Kegiatan Praktek Kerja Lapang ......................................................................... 18
4.2. Hasil Kegiatan ................................................................................................... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 31
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 31
5.2. Saran .................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Lahan tanaman Pinus (Pinus merkusii) ............................... 7


Tabel 2. Jadwal Kegiatan ........................................................................................ 9
Tabel 3. Tallysheet Data Pengamatan ................................................................... 11
Tabel 4. Data Pengamatan ..................................................................................... 20
Tabel 5. Kelas Kesesuaian Lahan ......................................................................... 30

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Arahan Blok SM Gunung Tunggangan Tahun 2015..................... 9

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri
khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya ( Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68, 1998). Salah satu kawasan Suaka
Margasatwa di Jawa Tengah adalah Suaka Margasatwa, Gunung Tunggangan,
Sragen, Jawa Tengah. Pada kawasan tersebut memiliki ekosistem hutan alam
dengan keanekaragaman fauna dan flora. Beberapa keanekaragaman fauna yang
dapat diketahui antara lain adalah Landak (Hystrix brachyuran), Monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), Musang (Arctogolidia trivirgata), Kijang
(Muntiacus muntjak), Trenggiling (Manis javanica), Kutilang (Pycnonotus
aurigaster), Jalak putih (Sturnus melanopterus), Tekukur (Streptopelia chinensis),
Bubut Alang-alang (Centropus bengalensis), Jinjing Batu (Hemipus
hirundinaceus), Garangan (Herpestes sp.) dan beberapa fauna lainnya. Sedangkan
keanekaragaman flora yang dapat diketahui antara lain adalah Pinus (Pinus
merkusii), Jati (Tectona grandis Linn. f), Mahoni (Swietenia mahagoni),
Sonokeling (Dalbergia latifolia), Cendana (Santalum album), Beringin (Ficus
benjamina), Trenggulun (Protium javanicum), Rempelas (Ficus ampelas), Duri
Sisir (Cudriana sp.) dan beberapa flora lainnya.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam membagi jenis flora dalam empat
kategori. Jenis pertama adalah tumbuhan berkayu contohnya Kayu samak ubar
(Eugenia lepidocarpa). Kedua adalah tumbuhan belukar contohnya Tahi ayam
(Lantana camara). Ketiga adalah ekosistem hutan sekunder yang isinya dapat
berupa Beringin (Ficus benjamina). Keempat adalah hutan produksi dengan jenis
tumbuhan contohnya Pinus (Pinus merkusii) dan Jati (Tectona grandis Linn. f).
Tidak sedikit lahan hutan alam non - produktif yang dikonversi menjadi hutan
produksi dengan jenis tanaman yang dibudidayakan pada umumya adalah Pinus
(Pinus merkusii) dan Jati (Tectona grandis Linn. f). Hutan produksi ini biasanya
disebut sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan Tanaman Industri (HTI)
adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (Peraturan Pemerintah No. 7, 1990).
Pembudidayaan tanaman Pinus (Pinus merkusii) sebagai jenis tananam industri
karena permintaan Hasil Hutan Kayu maupun Hasil Hutan Bukan Kayu. Kayu pinus
mempunyai kualitas yang cukup baik untuk berbagai tujuan. Harahap (1999)
menyebutkan bahwa pinus mempunyai kegunaan ganda seperti untuk bahan baku
pulp dan kertas, terpentin, pensil dan kayu pertukangan. Pinus juga merupakan jenis
yang mampu menghasilkan getah dengan nilai ekonomi yang tinggi.

1
Pembangunan HTI yang berkelanjutan diharapkan dapat mengoptimalkan
produksi Hasil Hutan jenis Pinus (Pinus merkusii). Namun demikian tidak menutup
kemungkinan bahwa kelestarian Hasil Hutan jenis Pinus (Pinus merkusii)
mengalami penurunan pada HTI. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa hal
yang diantaranya adalah ketidaksesuaian iklim dan media perakaran sebagai
penunjang keberlangsungan tumbuh dan berkembangnya Pinus. Oleh karena itu,
hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan HTI adalah penentuan lahan yang
memiliki iklim dan media yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan Pinus.
Lahan merupakan sumberdaya fisik wilayah utama yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam perencanaan tataguna tanah yang akan dijadikan sebagai HTI.
Penentuan lahan HTI perlu mempertimbangkan kesesuaian media pada kawasan
sebagai tingkat kecocokan lahan untuk pertumbuhan dan perkembangan Pinus.
Kesesuaian media lahan dapat dinilai pada keadaan sekarang dan yang akan datang
setelah diperbaiki. Penilaian kesesuaian lahan umumnya disebut Kajian Kesesuaian
Media Lahan, yakni usaha penilaian suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil
kajian tersebut memberikan informasi penggunaan lahan sesuai keperluan.
Berdasarkan hal tersebut, guna menjaga kelestarian Hasil Hutan jenis Pinus
(Pinus merkusii) tentu harus didukung dengan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman Pinus yang optimum. Hal tersebut akan sangat mungkin terjadi apabila
Pinus tumbuh pada media lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman
Pinus itu sendiri. Oleh karena itu, dilakukan kajian tingkat kesesuaian media lahan
untuk jenis tanaman Pinus (Pinus merkusii). Kajian tersebut dilakukan sebagai
salah satu usaha yang akan memberikan informasi dan/atau arahan terkait tingkat
kesesuaian antara media lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus
merkusii). Kajian dilakukan menggunakan pendekatan Evaluasi Kesesuaian Lahan
(EKL) melalui metode pencocokan (matching). Sehingga melalui hasil matching
tersebut dapat diketahui suatu model media lahan yang sesuai untuk tanaman Pinus
(Pinus merkusii) melalui percontohan media lahan pada Blok Pemanfaatan Suaka
Margasatwa Gunung Tunggangan.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan ini berdasarkan latar belakang permasalahan yang
ada adalah :

1. Mengkaji kualitas dan karakteristik (sifat-sifat) media lahan hutan alam


pada Suaka Margasatwa Gunung Tuggangan.
2. Menyajikan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii).
3. Menyajikan data dan informasi tentang matching antara kualitas dan
karakteristik media lahan di Suaka Margasatwa Gunung Tuggangan
dengan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii).
4. Memberikan informasi terkait model percontohan media lahan yang sesuai
untuk tanaman Pinus (Pinus merkusii).

2
1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari kegiatan Praktek Kerja Lapang berdasarkan tujuan yang
ada adalah :

1. Mampu memahami kualitas dan karakteristik (sifat-sifat) media lahan


hutan alam pada Suaka Margasatwa Gunung Tuggangan.
2. Dapat mengenal persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii).
3. Mampu melakukan matching antara kualitas dan karakteristik media lahan
di Suaka Margasatwa Gunung Tuggangan dengan persyaratan tumbuh
tanaman Pinus (Pinus merkusii).
4. Dapat mengetahui informasi terkait model percontohan media lahan yang
sesuai untuk tanaman Pinus (Pinus merkusii).

1.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang yang
dilakukan adalah :

- Hari/Tanggal : Rabu 15 Januari 2020 – Rabu 26 Februari 2020


- Lama Kegiatan : 43 Hari
- Tempat : Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan Seluas 102,47 ha yang pengelolaannya di
bawah kewenangan Balai KSDA Jawa Tengah

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup


pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi dan
keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang secara potensial berpengaruh
terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas
termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia,
baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang
telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.
Penggunaan lahan secara optimal perlu dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas
lahannya (Ritung et al., 2011).
Sumberdaya lahan perlu dimanfaatkan secara optimal, terarah dan efisien,
tujuannya agar dapat digunakan secara berkelanjutan khususnya sektor kehutanan.
Hal tersebut didukung dengan data dan informasi mengenai tanah, iklim dan sifat
fisik lingkungan lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman, terutama tanaman-
tanaman yang mempunyai peluang pasar dan memiliki arti ekonomi cukup baik.
Data tersebut perlu diidentifikasi dan dikarakterisasi melalui kegiatan survei dan
pemetaan sumberdaya lahan yang selanjutnya diinterpretasi untuk tujuan
penggunaan tertentu (Ritung et al., 2011).
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan
tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil
evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan
sesuai dengan keperluan (Ritung et al., 2007). Berdasarkan hasil evaluasi lahan
tersebut akan dapat ditentukan penerapan tindakan yang sesuai bagi masing-masing
lahan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial) (Ritung et al., 2007).
Karakteristik/kualitas lahan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan
merupakan parameter yang berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman
(Mulyani et al., 2018). Sistem evaluasi lahan yang berkembang selama ini,
menggunakan berbagai pendekatan antara lain sistem perkalian parameter,
penjumlahan dan sistem matching atau mencocokan antara kualitas/karakteristik
lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman (Ritung et al., 2011). Menurut Ritung
dan Sukarman (2014) dalam penilaian kesesuaian lahan ada tiga faktor utama yang
harus dipertimbangkan, yaitu: kebutuhan atau persyaratan tumbuh tanaman (crop
requirements), kebutuhan atau persyaratan pengelolaan (management
requirements) dan kebutuhan atau persyaratan konservasi (consevation
requirements).

4
2.2. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.


Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah
diadakan perbaikan (improvement). Secara spesifik, kesesuaian lahan adalah
kesesuaian sifat-sifat fisik lingkungan, yaitu iklim, tanah, topografi, hidrologi
dan/atau drainase untuk usahatani atau komoditas tertentu yang produktif (Ritung
et al., 2011).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan pada dasarnya mengacu
pada Framework of Land Evaluation (FAO, 1976) dengan menggunakan 4
kategori, yaitu ordo, kelas, subkelas dan unit.
- Ordo
Menggambarkan kesesuaian lahan secara umum. Pada tingkat ordo
kesesuaian lahan dibedakan atas :
• Lahan tergolong sesuai (S)
• Lahan tergolong tidak sesuai (N)
- Kelas
Menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo. Pada tingkat kelas
kesesuaian lahan dibedakan atas :
• Lahan sangat sesuai (S1). Lahan tidak mempunyai faktor pembatas
yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap
produktivitas lahan secara nyata.
• Cukup sesuai (S2). Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input).
• Sesuai marginal (S3). Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,
dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak
daripada lahan yang tergolong S2.
• Tidak sesuai (N). Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor
pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.
- Subkelas
Menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam kelas berdasarkan kualitas
dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat (maksimum
dua). Tergantung pengaruh faktor pembatas, kelas kesesuaian lahan yang
dihasilkan dapat diperbaiki sesuai dengan masukan yang diperlukan.
- Unit
Menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam subkelas yang didasarkan
pada sifat tambahan yang berpengaruh terhadap pengelolaannya. Dengan
diketahuinya pembatas tingkat unit, maka akan memudahkan penafsiran
secara detil dalam perencanaan usahatani.

5
2.3. Pinus (Pinus merkusii)

Corryanti (2015) menyebutkan bahwa sistem klasifikasi ilmiah tanaman Pinus:


- Kingdom = Plantae
- Divisi = Pinophyta
- Kelas = Pynopsida
- Ordo = Pinales
- Famili = Pinaceae
- Genus = Pinus
- Spesies = Pinus merkusii
Pinus (tusam) adalah pohon industri serba guna yang dikembangkan dan
diperluas di masa mendatang untuk penghasil kayu produksi, getah dan konservasi
lahan (Dahlian dan Hartoyo, 1997). Pinus dapat dimanfaatkan sebagai konstruksi
bangunan, bahan korek api, pulp dan kertas, getahnya diolah menjadi gondorukem
dan terpentin sebagai materi industri, pangan, dan obat-obatan. Pada industri
makanan dan kosmetik asam abietat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam
kecap, bahan pengeruh untuk minuman kesehatan seperti sari vitamin C, bahan
untuk lipstik agar terlihat berkilau dan untuk gel rambut pria. (Corryanti, 2015).
Pinus merkusii menyebar di kawasan Asia Tenggara yaitu di Burma, Thailand,
Laos, Kamboja, Vietnam, Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro) dan Indonesia
(Hidayat dan Hansen, 2001). Corryanti (2015) menyebutkan bahwa Pinus dikenal
dengan jenis yang tumbuh alami di Indonesia:
- Penyebaran strain Aceh. Pegunungan Seulawah Agam sampai sekitar
Taman Nasional Gunung Leuser dan menyebar ke selatan mengikuti
pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut
Tawar, Uwak Blangkenjeran sampai ke Kutacane pada ketinggian 800 -
2.000 mdpl.
- Penyebaran strain Tapanuli. Selatan Danau Toba, tegakan alami Pinus
umumnya terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan
pada ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl.
- Penyebaran strain Kerinci. Pegunungan Kerinci, Tegakan alami Pinus
yang luas terdapat antara Bukit Tapan dan Sungai Penuh pada ketinggian
1.500 – 2.000 mdpl.
Pinus dibudidayakan di pulau Jawa karena kayu dan getahnya dapat diandalkan
(Corryanti, 2015). Pinus termasuk dalam kelompok pohon cepat tumbuh dengan
daur berkisar 20–35 tahun. Pinus tumbuh pada ketinggian 30–1.800 mdpl di
berbagai tipe tanah dan iklim, serta menyebar pada 23ºLU–2ºLS dengan suhu
tahunan rata-rata 19–28ºC. Pengembangan Pinus skala luas dan profesional
direncanakan secara matang, didahului dengan berbagai pengamatan meliputi letak
lahan (topografi), kondisi ekologis, iklim, dan kesuburan lahan (struktur dan
tekstur). Kriteria kesesuaian lahan tanaman kehutanan khususnya Pinus menurut
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011):

6
Tabel 1. Karakteristik Lahan tanaman Pinus (Pinus merkusii)

7
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PKL

3.1. Sejarah Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan

Suaka Margasatwa (SM) Gunung Tunggangan secara astronomis terletak pada


111 6’ 32” - 1110 7’ 17” Bujur Timur serta 70 30’ 23” - 70 31’ 21” Lintang Selatan
0

(KTH Wono Mulyo Lestari, 2018). Klasifikasi iklim berdasarkan Schmidt dan
Fergusson dalam hal ini identifikasi tipe iklim didekati dengan penaksiran
perbandingan antara rata – rata bulan kering dan rata – rata bulan basah, kawasan
SM Gunung Tunggangan termasuk dalam tipe iklim C. Kawasan ini mempunyai
beberapa puncak bukit yang terletak di sebelah Selatan kawasan dengan punggung
bukit membujur dari Utara ke Selatan dan Barat laut ke Selatan. Kawasan Suaka
Margasatwa ini secara administratif terletak di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten
Sragen dan berbatasan dengan wilayah 3 desa di Kabupaten Sragen, yaitu Desa
Sukorejo, Desa Jambeyan dan Desa Jetis yang berada di dalam wilayah Kecamatan
Sambirejo serta 1 desa di wilayah Kabupaten Karanganyar, yaitu Desa Menjing
yang masuk dalam wilayah Kecamatan Jenawi. Batas - batas kawasan SM Gunung
Tunggangan adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Perkebunan karet milik PTPN IX
- Sebelah Selatan : Tanah ladang pertanian Desa Grogol
- Sebelah Barat : Perkebunan karet milik PTPN IX
- Sebelah Timur : Tanah ladang, sawah Desa Bayanan dan sebagian
Perkebunan karet milik PTPN IX
Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan termasuk
wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah I Surakarta di bawah kewenangan Balai
KSDA Jawa Tengah. Pada awalnya Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
adalah kawasan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Surakarta.
Permohonan Seksi Perlindungan Alam No. 1109/V/6/SPA Jateng tanggal 24 Mei
1961 mendapat persetujuan dari ADM/Kepala KPH Surakarta dengan surat Nomor
4603/UM/V/6/Ska tanggal 2 Agustus 1961, menunjuk tanah/hutan seluas 138 Ha
menjadi suaka margasatwa. Hasil rapat tanggal 4 Juni 1994 tentang penyeragaman
data Suaka Alam/Hutan Wisata di Jawa Tengah, ditetapkan bahwa luas kawasan
SM Gunung Tunggangan adalah 103,90 Ha berdasarkan SK Menhut No.
SK.359/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004 tentang Perubahan Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 435/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999
tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya
kawasan ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : SK.1849/Menhut-VII/KUH/2014 Tanggal 23 Maret
2014 dengan luas 102,47 Ha.

8
Gambar 1. Peta Arahan Blok SM Gunung Tunggangan Tahun 2015

3.2. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang yang telah


dilakukan pada Resort Konservasi Wilayah Karanganyar sejak tanggal 15 Januari
2020 sampai dengan tanggal 26 Februari 2020 antara lain sebagai berikut:

Tabel 2. Jadwal Kegiatan


Minggu Ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Pelepasan PKL
Perizinan BKSDA Jawa Tengah
Perizinan Seksi Konservasi Wilayah I Surakarta
Koordinasi Kegiatan PKL
PKL Suaka Margasatwa Gunung Tunggan
Koordinasi Kegiatan PKL
PKL Taman Wisata Alam Grojogan Sewu
PKL Taman Cagar Alam Donoloyo

3.3. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

Praktek Keja Lapang dilaksanakan dengan mengikuti berbagai kegiatan yang


dilakukan pada kawasan Resort Konservasi Wilayah Karanganyar yang meliputi
Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam, dan Cagar Alam selama 43 hari guna
mengumpulkan data-data yang diperlukan sesuai dengan objek yang diamati,
prosedur pelaksanaan dalam pengumpulan data – data pada kegiatan tersebut
dilakukan melalui beberapa tahapan yang anata lain sebagai berikut :

9
- Penentuan Batas Lokasi Pengamatan

Jenis blok dalam kawasan Suaka Margasatwa sebagaimana tertera dalam Pasal
19 PP No. 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan KSA dan KPA terdiri dari Blok
Perlindungan, Blok Pemanfaatan dan Blok Lainnya. Pada kawasan Suaka
Margasatwa Gunung Tunggangan terdiri dari Blok Perlindungan dengan luas 92,73
Ha (90,49 %) dan Blok Pemanfaatan seluas 9,74 Ha (9,51 %) dari luas total
kawasan 102,47 ha. Pada blok pemanfaatan, luas wilayahnya relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan luas wilayah pada blok perlindungan. Blok pemanfaatan
berupa jalur akses dan jalur patroli, pemanfaatan air, serta wisata alam terbatas.
Pada kegiatan Kajian Kesesuaian Media Lahan ini digunakan blok pemanfaatan air
dengan luas wilayah sebesar 6 ha. Hal tersebut dikarenakan kajian yang dilakukan
bertujuan untuk menilai kualitas media lahan akibat adanya pemanfaatan air atau
kegiatan lain pada wilayah tersebut. Pada blok pemanfaatan air dapat diambil
representatif wilayah sampel sebesar 5%. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
wilayah blok pemanfaatan air memiliki topografi yang relatif sama yakni datar
hingga landai dengan kelas kelerengan 0 – 15%, serta tutupan vegetasi berkategori
sedang hingga jarang. Selain itu, luas wilayah blok pemanfaatan air yang relatif
kecil tidak akan memberikan pengaruh perbadaan yang signifikan pada
pengamatan. Pengambilan data menggunakan kombinasi petak dan jalur (transek).
Pengamatan yang dilakukan menggunakan petak dengan ukuran sebesar 20 meter.
Petak-petak dibuat mengikuti arah jalur transek yang dimulai dari selatan ke utara.

- Persiapan Alat

Alat yang dipergunakan untuk pengambilan data pada blok pemanfaatan air
antara lain berupa :

• Timbangan
• Dokumenter (Handphone)
• Botol plastic berukuran 1,5 L sebanyak 16 buah
• Penggaris
• Cetok/linggis
• Sendok/kayu (Alat ganti pengaduk larutan)
• Aplikasi Avenza Maps (Handphone)
• Tali raffia (Alat ganti ukur Meteran)
• Acir (Alat ganti patok PU)
• Alat tulis
- Persiapan Bahan

Bahan yang dipergunakan untuk pengambilan data pada blok pemanfaatan air
antara lain berupa :

10
• Air
• Sampel tanah
• Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
• Peta arahan blok Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
• Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan

- Pembuatan Tabel

Tabel yang dipergunakan untuk pengambilan data pada blok pemanfaatan air
antara lain berupa :
Tabel 3. Tallysheet Data Pengamatan
Sampel
No. Kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Koordinat
2. Temperatur Rata - Rata (°C)
3. Curah Hujan (mm)
4. Tekstur
5. Bahan Kasar (%)
6. Kedalaman Tanah
7. Gambut
8. Lereng (%)
9. Bahaya Erosi
10. Hara Tersedia
Pengumpulan data dalam kajian kesesuaian media lahan blok pemanfaatan air
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan dilakukan melalui studi literatur dan
pengamatan langsung di lapangan.

- Penentuan Titik Sampel

Pengambilan data menggunakan kombinasi petak dan jalur (transek).


Pengambilan data yang dilakukan menggunakan petak dengan ukuran 20 meter.
Petak-petak dibuat mengikuti arah jalur transek yang dimulai dari selatan ke utara.
Penentuan jumlah petak ukur (PU) minimum menggunakan pendekatan rumus
Intensitas Sampling (IS) dengan representatif wilayah sampel yakni sebesar 5 %.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘


IS = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑊𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ
𝑥 100%

(𝑌)𝑥 400
5% = 60.000
𝑥 100%

5 400 𝑌 100
= 60.000 𝑥
100 100

40.000 Y = 300.000

300.000
Y =
40.000

Y = 7,5

11
Berdasarkan perhitungan, jumlah petak minimum adalah 7,5 sehingga petak
yang dibuat pada blok pemanfaatan air sebanyak 8 dengan panjang jalur 160 m.
Titik sampel diambil pada bagian tengah (titik tengah) masing – masing petak ukur.
Penentuan titik sampel bertujuan untuk memperoleh data langsung di lapangan
berupa sampel tanah, kedalaman tanah, konsentrasi gambut, serta kelerengan.
Berdaasarkan proses pengamatan langsung di lapangan (ground check), posisi titik
sampel ditandai dengan titik koordinat menggunakan bantuan Avenza Maps.

- Pengumpulan Data Primer

Data primer yang dipergunakan untuk Kajian Kesesuaian Media Lahan blok
pemanfaatan air berupa data yang berkaitan dengan :

• Koordinat dan Kelerengan. Pada petak ukur yang dibuat sebelumnya,


posisi titik sampel terletak pada bagian tengah petak ukur yang diamati.
Titik tersebut ditandai dengan menggunakan titik koordinat melalui
aplikasi Avenza Maps sebagai alat bantu pengukuran dan dokumentasi.
Selain menandai masing – masing petak ukur tersebut dengan koordinat,
pada masing – masing petak ukur tersebut juga harus ditentukan tingkat
kelerengannya dengan menggunakan bantuan dari aplikasi Avenza Maps.
Data koordinat serta data kelerengan yang telah diperoleh dari masing -
masing petak ukur yang diamati tersebut kemudian dicatat pada tabel
pengamatan (tallysheet) yang dipersiapkan terlebih dahulu sebelumnya.
• Bahaya Erosi. Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan
lapangan, yaitu dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan
(sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion).
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan kelas bahaya erosi yakni
dengan melalui pengamatan terhadap tutupan lahan. Pengamatan terhadap
tutupan lahan tersebut dilakukan untuk memperoleh data yang antara lain
adalah tebal seresah dan ada atau tidaknya tanaman penutup (cover crop).
• Sampel Tanah. Pada posisi titik koordinat masing – masing petak ukur,
dibuat sebuah petak kecil dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 10 cm.
Melalui petak tersebut diambil sampel tanah hingga kedalamannya 10 cm.
Pengambilan sampel tanah yang dilakukan pada petak digunakan untuk
memperoleh data bahan kasar, tekstur tanah dan hara tersedia tanah.
Tekstur tanah merupakan porsentase perbandingan relatif dari tiga
golongan besar partikel atau butir – butir tunggal tanah yang meliputi
fraksi pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay) dalam menyusun massa tanah.
Penentuan tekstur tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara
mengambil segumpal tanah yang kemudian dibasahi dengan menggunakan
air dan tanah tersebut dipilin – pilin antara ibu jari dengan jari teluntuk
sambil dirasakan tingkat kekasaran, kelembutan, dan kelengketannya.

12
Bahan kasar adalah porsentase perbandingan relatif dari kerikil (0,2-7,5
cm), kerakal (7,5-25 cm) atau batuan (> 25 cm) pada setiap lapisan tanah.
Sampel tanah diambil dengan cara menggali tanah dengan bantuan linggis.
Tanah yang diperoleh kemudian dimasukkan botol berukuran 1500 ml.
Penggunaan botol dipilih dengan tujuan untuk memastikan proses
pembawaan sampel tanah agar tidak tertekan, terkena air, atau goncangan.
Hara tersedia dalam tanah menunjukkan tingkat kesuburan tanah yang
mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman.
Penentuan hara tersedia dalam tanah dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Berat Volum pada setiap sampel tanah.
• Kedalaman Tanah. Kedalaman efektif/jeluk mempan tanah adalah
kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman (pohon).
Pada saat pengamatan di lapangan, kedalaman efektif atau jeluk mempan
tanah diukur dari permukaan tanah sebagai sebuah bidang baku hingga ke
arah bawah yanah yang dinyatakan dalam satuam ukur centimeter (cm).
Pada masing – masing petak kecil berukuran 10 x 10 cm yang telah
digunakan dalam pengambilan sampel tanah sedalam 10 cm, digunakan
kembali untuk mengetahui data kedalaman tanah efektif petak. Data
tersebut dapat diperoleh dengan cara melanjutkan kembali penggalian
pada tanah atau lebih memperdalam lagi lubang galian hingga
ditemukannya akar pohon pertama yang terhitung dari permukaan tanah.
Jika tidak ditemukan akar pohon pada lubang tersebut maka penggalian
dihentikan hingga kedalaman maksimal 100 cm dari permukaan tanah.
• Gambut. Pada masing – masing petak ukur yang telah dibuat sebelumnya,
dilakukan pengamatan terhadap lahan untuk memperoleh data parameter
tingkat kesesuaian lahan berupa ketebalan (cm) dan kematangan gambut.
Penilaian kesesuaian lahan untuk parameter ketebalan dan kematangan
gambut, selain mengacu pada kebutuhan tanaman juga didasarkan pada
Keppres No. 32 (1990) tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Pasal 10).
• Temperatur Rata – Rata (°C). Data yang digunakan tersebut ditentukan
dengan temperatur atau suhu udara rata – rata tahunan dalam satuan °C. Di
tempat-tempat yang tidak tersedia data temperatur karena keterbatasan
stasiun pencatat, temperatur udara dapat diduga dari ketinggian tempat
(elevasi) dari permukaan laut. Pendugaan menggunakan rumus Braak
(1928) sebagai berikut :
26,3°C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C)
Data temperatur rata – rata (°C) Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
diperoleh dengan cara mengukur ketinggian tempat dari setiap koordinat
yang ada pada petak ukur yang diamati melalui aplikasi Avenza Maps.
Perolehan data ketinggian tempat tersebut kemudian diolah menggunakan
pendekatan rumus Braak (1928) untuk mengetahui temperatur rata - rata.

13
- Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan metode Studi Literatur.
Data sekunder yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan Kajian Kesesuaian
Media Lahan terhadap blok pemanfaatan air Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan berupa data yang berkaitan dengan :

●Curah Hujan (mm). Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran
stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap
dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Untuk keperluan penilaian
kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan,
jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Schmidt & Ferguson (1951)
membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni
bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Data curah hujan
tahunan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan diwakili oleh curah
hujan tahunan rata – rata seluruh stasiun pengamat di Kabupaten Sragen.
Perolehan data bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen
(BPS) melalui Publikasi Statistik berupa Katalog BPS dengan judul
Kabupaten Sragen dalam Angka (Sragen Regency in Figures) Tahun 2019.

- Pengolahan Data

Data primer dan sekunder yang dipeoleh untuk Kajian Kesesuaian Media
Lahan blok pemanfaatan air kemudian diolah kembali melalui beberapa tahapan :

• Berdasarkan sampel tanah yang diperoleh dari masing – masing petak,


dilakukan penimbangan terhadap sampel tanah agar dapat diketahui
masing – masing Berat Volum pada tanah tersebut. Data massa tanah
digunakan dalam penentuan Berat Volum sebagai pendekatan untuk
mengetahui Hara Tersedia dalam tanah. Nilai Berat Volum dapat diketahui
dengan menggunakan rumus berikut :
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
BV = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Menurut Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2006) tanah
berbahan organik tinggi mempunyai BV rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dalam Buku Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan (2016)
yang menerangkan bahwa pada tanah kaya bahan organik maka nilai Berat
Volume tanah kurang dari 0,58 gr/𝑐𝑚2 . Berdasarkan nilai Berat Volum
yang diperoleh maka dapat diketahui Hara Tersedia dalam tanah yaitu:
Berat Volume Bahan Organik Hara Tersedia
3
> 1,6 gr/𝑐𝑚 Sangat Sedikit Sangat Rendah
3
1,1 – 1,6 gr/𝑐𝑚 Sedikit Rendah
3
0,85 – 1,1 gr/𝑐𝑚 Sedang Sedang
3
< 0,85 gr/𝑐𝑚 Banyak Tinggi

14
• Berdasarkan sampel tanah masing – masing petak yang telah ditimbang,
dilakukan pemisahan batuan yang terdapat di dalam sampel tanah tersebut.
Pemisahan dilakukan dengan tujuan untuk menimbang batuan sehingga
dapat diketahui data nilai porsentase bahan kasar di dalam dalam tanah.
Untuk mengetahui nilai bahan kasar maka menggunakan rumus berikut :
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
Bahan Kasar (%) = 𝑥 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
Berdasarkan nilai bahan kasar yang diperoleh maka dapat diketahui:
Bahan Kasar(%) Keterangan
<15% Sedikit
15-35% Sedang
35-60% Banyak
>60% Sangat banyak

• Untuk menentukan nilai kelas kedalaman tanah maka menggunakan :


Kedalaman Tanah Keterangan
<20cm Sangat dangkal
20-50cm Dangkal
350-75cm Sedang
>75cm Dalam

• Untuk menentukan nilai kelas tekstur tanah maka menggunakan :

15
• Untuk menentukan nilai kelas gambut pada tanah maka menggunakan :
Ketebalan Gambut Keterangan
<50cm Tipis
50-100cm Sedang
>100-200cm Agak tebal
>200-300cm Tebal
>300cm Sangat tebal

• Untuk menentukan nilai kelas bahaya erosi pada tanah maka menggunakan
pendekatan dengan mengamati dan menentukan tingkat ketebalan seresah
dan ada atau tidaknya tanaman penutup (cover crop) dengan ketentuan :
Seresah Cover Crop Keterangan
Sangat tebal Ada Sangat Ringan (SR)
Tebal Ada Ringan (R)
Tipis Ada Sedang (S)
Sangat tipis Tidak ada Berat (B)
Tidak ada Tidak ada Sangat Berat (SB)

• Untuk menentukan nilai kelas kelerengan pada tanah maka menggunakan:


Kelerengan (%) Keterangan
0-8% Datar
8-15% Lanadai
15-25% Agak curam
25-45% Curam
>45% Sangat curam

- Matching

Berdasarkan pengumpulan data karakteristik lahan yang telah diperoleh


sebelumnya dari kegiatan lapang, maka proses yang dilakukan selanjutnya adalah
evaluasi terhadap tingkat kesesuaian lahan yang dilakukan dengan cara matching
atau pencocokkan antara karakteristik lahan pada keseluruhan petak ukur yang telah
diamati dengan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii). Metode
matching tersebut merupakan kegiatan mencocokkan antara karakteristik lahan
sebagai parameter yang diukur di lapang atau dari data yang tersedia dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi yaitu Pinus (Pinus merkusii). Metode
ini pada umumnya dulakukan dengan analisis tabulasi. Karakteristik yang diperoleh
dari kegiatan lapang diinventarisasi ke dalam bentuk table data. Adanya kegiatan
mencocokkan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus
merkusii) maka diperoleh klasifikasi kelas lahan berdasarkan tingkat
kesesuaiannya.

16
- Model Media Lahan

Berdasarkan data karakteristik lahan yang dicocokkan (matching) sebelumnya,


maka dapat diperoleh klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kesesuaian lahannya.
Selanjutnya akan diketahui sebuah model lahan yang sesuai atau tidak sesuai bagi
pertumbuhan tanaman Pinus (Pinus merkusii) melalui model percontohan pada blok
pemanfaatan air di Suaka Margasatwa Gunung Tungganan, Sragen, Jawa Tengah.

17
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang telah dilakukan pada Resort


Konservasi Wilayah (RKW) Karanganyar sejak tanggal 15 Januari 2020 sampai
dengan 26 Februari 2020. PKL dilaksanakan dengan mengikuti berbagai kegiatan
yang dilakukan pada kawasan RKW Karanganyar yang meliputi Suaka Margasatwa
(SM) Gunung Tunggangan, Taman Wisata Alam (TWA) Grojogan Sewu, dan
Cagar Alam (CA) Donoloyo dengan total waktu palaksanaan selama 43 hari. PKL
pada SM Gunung Tunggangan dilaksanakan selama 14 hari, pada TWA Grojogan
Sewu dilaksanakan selama 21 hari, dan pada CA Donoloyo dilaksanakan selama 3
hari. Kawasan konservasi berdasarkan UU No. 5 (1990) tentang Konservasi
Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai kawasan suaka alam yaitu cagar alam dan suaka margasatwa,
kawasan pelestarian alam yaitu taman nasional, taman wisata alam dan taman hutan
raya, dan taman buru. Berdasarkan hal tersebut maka RKW juga merupakan
pengemban tugas untuk melakukan pengelolaan kawasan konservasi. Salah satu
RKW di bawah naungan BKSDA Jawa Tengah adalah RKW Karanganyar.
Pengelolaan kawasan konservasi oleh unit RKW Karanganyar bertujuan guna
menjamin kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem di wilayahnya. Teknis
kegiatan RKW Karanganyar yang dilakukan dan diikuti selama PKL yaitu :
Kawasan Konservasi Kegiatan
Patroli kawasan
Penanaman
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan Kegiatan pada Kelompok Tani Hutan (KTH)
Bersosialisasi dengan masyarakat sekitar hutan
Kegiatan pada Masyarakat Mitra Polhut (MMP)
Patroli kawasan
Pengecekan pal batas kawasan
Perawatan tanaman
Penanaman
Kegiatan pada Adi Sutaryo Craft
Taman Wisata Alam Grojogan Sewu
Kegiatan pada peternakan
Kegiatan pada Loket Utama Grojogan Sewu
Kegiatan pada Wana Lawu Lestari
Kegiatan pada Situs Budaya Perhutani
Giat pembersihan lingkungan dan susur sungai
Patroli kawasan
Pengecekan pal batas kawasan
Cagar Alam Donoloyo Studi literatur sejarah Donoloyo
Giat pembersihan kawasan
Kegiatan pada Pos Utama

18
4.2. Hasil Kegiatan
Guna mengumpulkan data-data yang diperlukan sesuai dengan objek yang
diamati, pelaksanaan Praktek Kerja Lapang mengikuti prosedur atau kegiatan yang
dilakukan oleh unit Resort Konservasi Wilayah (RKW) Karanganyar. Tahapan
dalam pengumpulan data – data berada di Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
dengan hasil yang diperoleh antara lain sebagai berikut :

19
Tabel 4. Data Pengamatan
Sampel
No. Kriteria Rata - Rata
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Koordinat -7.51645, 111.11655 -7.51643, 111.11632 -7.51620, 111.11628 -7.51605, 111.11597 -7.51586, 111.11605 -7.51581, 111.11577 -7.51558, 111.11587 -7.51560, 111.11562 -
2. Temperatur Rata - Rata (°C) 23,65°C 23,63°C 23,64°C 23,64°C 23,66°C 23,66°C 23,68°C 23,67°C 23,65°C
3. Curah Hujan (mm) 2.928mm 2.928mm
4. Tekstur Liat berpasir (SC) Lempung berpasir (SL) Liat berpasir (SC) Lempung berpasir (SL) Lempung berpasir (SL) Liat berpasir (SC) Lempung berpasir (SL) Liat berpasir (SC) Halus, sedang, agak kasar
5. Bahan Kasar (%) 0% 0,43% 1,64% 0,54% 0% 11,05% 0,70% 0% 1,795%
6. Kedalaman Tanah 23 cm 83 cm 38 cm 88 cm 76 cm 11 cm 23 cm 11 cm 44,125 cm
7. Gambut 0 0
8. Lereng (%) 2,94% 10,71% 1,96% 0% 10% 5,88% 23,52% 6,67% 7,71%
Seresah Tebal Tebal Tebal Sangat Teabal Tebal Tebal Sangat Tebal Sangat Tebal Tebal
9. Bahaya Erosi
Cover Crop Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
10. Hara Tersedia 0,45 1,15 0,9 0,9 0,55 0,85 0,65 1 0,80

20
4.1. Pembahasan
- Temperatur Rata – Rata °C
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan memiliki luas wilayah keseluruhan
sebesar 102,47 Ha dengan pembagian kawasan Blok Perlindungan sebesar 92,73
Ha dan Blok Pemanfaatan sebesar 9,74 Ha. Kegiatan pengumpulan data dilakukan
pada blok pemanfaatan yang memiliki luas 6 Ha dengan membuat petak dalam jalur
sepanjang 160 meter. Pengumpulan data dilakukan pada 8 petak contoh berukuran
20 x 20 meter yang telah ditentukan pula masing – masing titik koordinatnya.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa pada setiap titik
koordinat masing – masing petak ukur memiliki ketinggian yang berbeda – beda.
Data ketinggian tersebut digunakan untuk mengukur temperatur rata – rata pada
blok pemanfaatan dengan menggunakan pendugaan Braak (1928) sebagai berikut :
26,3°C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C)
Berikut data pengukuran ketinggian tempat pada masing – masing titik petak ukur:
Petak Titik Koordinat Ketinggian Temperatur Rata – Rata °C
1 -7.51645, 111.11655 441 meter 23,65°C
2 -7.51643, 111.11632 444 meter 23,63°C
3 -7.51620, 111.11628 443 meter 23,64°C
4 -7.51605, 111.11597 443 meter 23,64°C
5 -7.51586, 111.11605 439 meter 23,66°C
6 -7.51581, 111.11577 440 meter 23,66°C
7 -7.51558, 111.11587 436 meter 23,68°C
8 -7.51560, 111.11562 438 meter 23,67°C
Rata - Rata 23,65°C
Pendugaan tersebut dilakukan karena keterbatasan atau tidak adanya alat
pengukuran yang mendukung dalam menduga temperatur rata – rata pada kawasan
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan. Perhitungan yang dilakukan dengan
pendugaan rumus Braak (1928) menghasilkan nilai rata – rata dari 8 titik petak
sebesar 23,65°C. Kriteria atau persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii)
berdasarkan faktor temperatur rata – rata °C sangat sesuai (S1) pada kisaran angka
19 °C sampai dengan 21 °C. Berdasarkan hal tersebut maka pada blok pemnfaatan
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan tergolong kedalam kelas tidak sesuai (N).
Tanaman Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu tanaman komersil yang
banyak dibudidayakan dalam kawasan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang tidak
hanya dimanfaatkan dari hasil kayunya saja, akan tetapi juga dari hasil hutan bukan
kayunya yang berupa getah. Hal tersebut menyebabkan pinus harus tumbuh pada
kawasan dengan temperatur rata – rata 19 °C – 21 °C. Oleh karena itu, Pinus tidak
tumbuh dengan baik pada kawasan dengan temperatur rata – rata lebih dari 23 °C.
Berikut klasifikasi kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor temperatur rata – rata:
Karakteristik Lahan Nilai Kelas Kesesuaian Lahan
Temperatur rata – rata (°C) 23,65°C Tidak sesuai (N)

21
- Curah Hujan
Secara umum dari segi administratif Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
terletak pada Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen dan berbatasan dengan
wilayah 3 desa yaitu Desa Sukorejo, Desa Jambeyan dan Desa Jetis serta 1 desa di
wilayah Kabupaten Karanganyar, yaitu Desa Menjing yang masuk dalam wilayah
Kecamatan Jenawi. Hal tersebut memungkinkan bahwa sebagian besar kawasan
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan masuk pada wilayah Kabupaten Sragen.
Berdasarkan kemungkinan tersebut menyebabkan curah hujan pada kawasan Suaka
Margasatwa Gunung Tunggangan temasuk curah hujan tahunan Kabupaten Sragen.
Oleh karena itu, curah hujan rata – rata tahunan pada Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan diwakili data seluruh stasiun pengamat di Kabupaten Sragen. Data
bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen (BPS) melalui Publikasi
Statistik berupa Katalog berjudul Kabupaten Sragen dalam Angka (Sragen Regency
in Figures) Tahun 2019. Berikut curah hujan tahunan rata – rata berdasarkan BPS :

Kriteria atau persyaratan tumbuh Pinus berdasarkan faktor curah hujan


tahunan rata – rata sangat sesuai (S1) pada kisaran angka 2.500 mm – 3.000 mm.
Berdasarkan hal tersebut maka pada blok pemnfaatan Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan tergolong kedalam kelas sangat sesuai (S1). Pinus merupakan salah
satu tanaman yang membutuhkan banyak air sebagai sumber hara dan mineral
melalui evapotranspirasi. Sumber kelembaban tanah dan sumber air tanah sangat
penting bagi Pinus. Hal tersebut dapat didukung dengan adanya siraman air hujan
yang diterima Pinus secara langsung maupun melalui daya isap air dalam tanah oleh
akar. Oleh karena itu, Pinus harus tumbuh pada kawasan yang memiliki curah hujan
tahunan rata – rata 2.500 mm sampai dengan 3.000 mm. Berikut klasifikasi kelas
kesesuaian lahan berdasarkan faktor temperatur rata – rata:
Karakteristik Lahan Nilai Kelas Kesesuaian Lahan
Curah hujan (mm) 2.928mm Sangat sesuai (S1)

22
- Tekstur Tanah
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan berada pada ketinggian 200 meter
sampai dengan 450 meter di atas permukaan laut dengan kondisi topografi dari datar
hingga sangat curam, begelombang, dan berbukit – bukit. Hal tersebut
mengakibatkan adanya beberapa perbedaan tekstur tanah yang ada di kawasan
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan. Berdasarkan kegiatan pengumpulan data
primer pada 8 petak ukur yang telah ditentukan, diperoleh data bahwa pada blok
pemanfaatan sebesar 6 Ha memiliki tekstur tanah liat berpasir dan lempung
berpasir. Tekstur tanah pada blok pemanfaatan tersebut diidentifikasi langsung
dengan menggunakan metode penentuan kelas tekstur tanah di lapangan.
Berdasarkan hal tersebut terdapat 2 kelas tekstur tanah pada 8 petak sebagai berikut:
Petak Titik Koordinat Waktu Pengambilan Sampel Tekstur
1 -7.51645, 111.11655 11.00 Liat berpasir (SC)
2 -7.51643, 111.11632 11.29 Lempung berpasir (SL)
3 -7.51620, 111.11628 12.09 Liat berpasir (SC)
4 -7.51605, 111.11597 9.58 Lempung berpasir (SL)
5 -7.51586, 111.11605 10.35 Lempung berpasir (SL)
6 -7.51581, 111.11577 11.28 Liat berpasir (SC)
7 -7.51558, 111.11587 11.48 Lempung berpasir (SL)
8 -7.51560, 111.11562 12.30 Liat berpasir (SC)
Rata - Rata Halus, Sedang, Agak Kasar
Kriteria atau persyaratan tumbuh Pinus berdasarkan tekstur tanah sangat
sesuai (S1) pada kelas Halus (h), Sedang (s), dan Agak Kasar (ak). Berdasarkan hal
tersebut maka pada blok pemnfaatan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
tergolong kedalam kelas sangat sesuai (S1). Pinus merupakan salah satu tanaman
yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan karakteristik agak halus, sedang,
maupun agak kasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman Pinus (Pinus
merkusii) dapat tumbuh dengan baik pada tekstur tanah lempung berliat (CL),
lempung liat berpasir (SCL), lempung liat berdebu (SICL), lempung berpasir (SL),
lempung (L), lempung berdebu (SIL), dan debu (SI). Berdasarkan tekstur tanah
tersebut, tanah didominasi oleh liat dan mempunyai banyak pori – pori mikro atau
tidak poreus. Semakin tidak poreus (tidak kedap air) maka tanah akan semakin sulit
untuk penetrasi, serta semakin sulit air dan udara untuk bersirkulasi, tetapi air yang
ada tidak mudah hilang dari tanah. Oleh karena itu, tanaman Pinus (Pinus merkusii)
akan dapat tumbuh dengan baik karena pada tanah dengan tekstur demikian akan
menyimpan air cukup banyak yang dibutuhkan oleh tanaman Pinus (Pinus
merkusii) sebagai sumber hara dan mineral melalui evapotranspirasi. Berikut
klasifikasi kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor tekstur tanah Pinus merkusii :
Karakteristik Lahan Nilai Kelas Kesesuaian Lahan
Halus (H)
Tekstur tanah Sedang (S) Sangat sesuai (S1)
Agak kasar (AK)

23
- Bahan Kasar (%)
Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan
tanah. Pada blok pemanfaatan kawasan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
memiliki nilai porsentase (%) bahan kasar di dalam tanah yang masing – masingnya
berbeda. Hal tersebut ditunjukkan dengan perhitungan yang dilakukan setelah
memperoleh sampel tanah pada 8 petak ukur yang telah ditentukan dalam
pengamatan. Pada masing – masing sampel tanah setiap petak tersebut ditimbang
massa tanah total dan massa batuan di dalam tanah yang sebelumnya telah
dipisahkan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut dilakukan perhitungan
porsentase (%) bahan kasar yang terkandung di dalam masing – masing sampel
tanah. Oleh karena itu, maka diperoleh data porsentase (%) bahan kasar berikut :
Petak Massa Tanah Massa Batuan Bahan Kasar (%)
1 450 gram 0 gram 0%
2 1.150 gram 5 gram 0,43 %
3 900 gram 14,7 gram 1,64 %
4 900 gram 4,8 gram 0,54 %
5 550 gram 0 ram 0%
6 850 gram 94 gram 11,05 %
7 650 gram 4,6 gram 0,70 %
8 1.000 gram 0 gram 0%
Rata – Rata 1,795 %
Kriteria atau persyaratan tumbuh Pinus berdasarkan faktor bahan kasar yang
terkandung di dalam tanah sangat sesuai (S1) dengan nilai 1,795%. Berdasarkan hal
tersebut maka pada blok pemnfaatan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
tergolong ke dalam kelas bahan kasar sedikit yakni dengan klasifikasi nilai <15%.
Pinus merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah
dengan karakteristik agak halus, sedang, maupun agak kasar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Pinus dapat tumbuh dengan baik pada tekstur tanah lempung
berliat (CL), lempung liat berpasir (SCL), lempung liat berdebu (SICL), lempung
berpasir (SL), lempung (L), lempung berdebu (SIL), dan debu (SI). Berdasarkan
tekstur tanah tersebut, tanah didominasi oleh liat dan mempunyai banyak pori – pori
mikro atau tidak poreus. Semakin tidak poreus (tidak kedap air) maka tanah akan
semakin sulit untuk penetrasi, serta semakin sulit air dan udara untuk bersirkulasi,
tetapi air yang ada tidak mudah hilang dari tanah. Oleh karena itu Pinus dapat
tumbuh baik pada tanah yang mengandung sedikit batuan karena akan menyimpan
air cukup banyak (disebabkan oleh sifat tidak poreusnya) yang dibutuhkan oleh
tanaman Pinus sebagai sumber hara dan mineral melalui evapotranspirasi. Berikut
klasifikasi kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor bahan kasar untuk Pinus :
Karakteristik Lahan Nilai Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan
Sedikit
Bahan kasar 1,795 % Sangat sesuai (S1)
< 15 %

24
- Kedalaman Tanah (cm)
Kedalaman tanah di kawasan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
memiliki nilai yang berbeda – beda, baik pada blok perlindungan maupun pada blok
pemanfaatan. Hal tersebut pada kawasan tersebut terdapat berbagai macam jenis
vegetasi yang memiliki jangkauan pertumbuhan akar yang berbeda – beda dari
permukaan tanah. Kedalaman tanah juga dapat dipengaruhi oleh bahan kasar atau
jumlah batuan yang terkandung di dalam tanah yang dinyatakan ke dalam
porsentase. Berdasarkan hal tersebut dilakukan pengukuran terhadap kedalaman
tanah pada blok pemanfaatan di kawasan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
yang dimaksudkan untuk mengetahui nilai rata – rata kedalaman tanah blok
tersebut. Pengukuran dilakukan pada blok pemanfaatan seluas 6 Ha yang diwakili
oleh 8 petak yang berukuran masing – masing 20 meter pada jalur sepanjang 160
meter dengan metode transek. Kedalaman tanah diukur dengan menggunakan
banguan tali sebagai alat subtitusi pengukuran yang dalam hal ini adalah meteran.
Oleh karena itu diperoleh data kedalaman tanah pada petak berikut:
Petak Titik Koordinat Waktu Pengambilan Sampel Kedalaman Tanah
1 -7.51645, 111.11655 11.00 23 cm
2 -7.51643, 111.11632 11.29 83 cm
3 -7.51620, 111.11628 12.09 38 cm
4 -7.51605, 111.11597 9.58 88 cm
5 -7.51586, 111.11605 10.35 76 cm
6 -7.51581, 111.11577 11.28 11 cm
7 -7.51558, 111.11587 11.48 23 cm
8 -7.51560, 111.11562 12.30 11 cm
Rata – Rata 44,125 cm
Kriteria atau persyaratan tumbuh Pinus berdasarkan faktor kedalaman tanah
sangat sesuai (S1) pada kisaran nilai > 100 cm dengan klasifikasi dalam yakni pada
nilai > 75 cm. Berdasarkan hal tersebut maka pada blok pemnfaatan Suaka
Margasatwa Gunung Tunggangan tergolong ke dalam kelas kedalaman tanah tidak
sesuai (N) yakni pada kisaran nilai <50 cm dengan klasifikasi dangkal yakni pada
nilai 20 cm sampai dengan 50 cm. Kedalaman tanah mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan akar. Tanah dengan kedalaman yang dangkal menyebabkan
terhambatnya perkembangan akar tanaman Pinus. Kedalaman tanah yang dalam
akan mampu menyokong perkembangan akar dan tanaman Pinus dengan baik.
Pinus dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung sedikit batuan
karena memungkinkan pertumbuhan akar lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan
air dan mineral yang relatif cukup banyak. Berikut klasifikasi kelas kesesuaian
lahan untuk faktor kedalaman tanah :
Karakteristik Lahan Nilai Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan
Dangkal
Kedalaman tanah 44,125 cm Sangat sesuai (S1)
20-50 cm

25
- Gambut
Bahan organic tanah berasal dari sisa tanaman dan hewan yang telah mati.
Bahan organic tanah sebagian besar berasal dari tanaman yang telah mati, bagian -
bagian tanaman yang masih hidup, dan organisme tanah yang jumlahnya beberapa
persen. Apabila tanah mengandung bahan organic yang sangat tinggi dan tebal lebih
dari 30 % (untuk tanah liat) maka tanah tersebut dapat dikatakan tanah organic atau
tanah gambut. Salah satu ciri dari tanah gambut yaitu kondisi tanah yang selalu
digenangi oleh air. Hal tersebut tidak sesuai dengan data yang telah diperoleh dari
kegiatan pengamatan langsung di lapangan, dimana nilai gambut pada blok
pemanfaatan di kawasan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan sebagai berikut :
Petak Titik Koordinat Ketebalan Gambut (cm) Kematangan Gambut
1 -7.51645, 111.11655 0 cm -
2 -7.51643, 111.11632 0 cm -
3 -7.51620, 111.11628 0 cm -
4 -7.51605, 111.11597 0 cm -
5 -7.51586, 111.11605 0 cm -
6 -7.51581, 111.11577 0 cm -
7 -7.51558, 111.11587 0 cm -
8 -7.51560, 111.11562 0 cm -
Rata – Rata 0
Kriteria atau persyaratan tumbuh Pinus (Pinus merkusii) berdasarkan faktor
gambut sangat sesuai (S1) pada kisaran nilai 0. Berdasarkan hal tersebut maka pada
blok pemanfaatan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan tergolong ke dalam
kelas gambut sangat sesuai (S1) yakni pada kisaran nilai 0. Tanaman Pinus (Pinus
merkusii) merupakan salah satu tanaman yang akan dapat tumbuh dengan baik pada
lokasi yang memiliki curah hujan relatif cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan
tanaman Pinus (Pinus merkusii) harus memenuhi kebutuhan air dan mineral yang
relatif cukup banyak. Namun tanaman Pinus (Pinus merkusii) tidak dapat tumbuh
pada kondisi tanah yang becek. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa
tanaman Pinus (Pinus merkusii) tidak sesuai jika tumbuh pada kondisi tanah yang
selalu digenangi oleh air yang diakibatkan adanya kandungan bahan organik atau
gambut yang relatif sangat tinggi dan tebal. Pertumbuhan Pinus (Pinus merkusii)
akan sangat baik pada kondisi tanah yang tidak terlalu asam dengan nilai pH yang
berkisar antara 4,5 sampai dengan 5,5. Hal tersebut dikarenakan unsur hara makro
yang dibutuhkan oleh tanaman Pinus (Pinus merkusii) menjadi tidak tersedia pada
tanah yang bersifat masam. Pada tanah yang bersifat masam, unsur hara mikro
seperti Fe, Cu, dan Zn serta ion – ion Al ditemukan dalam jumlah yang berlebihan.
Berikut klasifikasi kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor gambut untuk Pinus:
Karakteristik Lahan Nilai Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan
Ketebalan gambut 0 cm Tidak ada Sangat sesuai (S1)
Kematangan gambut - Tidak ada Sangat sesuai (S1)

26
- Lereng (%)
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan secara umum berada pada ketinggian
200 – 450 meter di atas permukaan laut dengan kondisi topografi dari datar hingga
sangat curam, begelombang, dan berbukit – bukit. Kondisi topografi pada blok
perlindungan dan blok pemanfaatan memiliki nilai yang berbeda – beda.
Pengukuran yang dilakukan pada blok pemanfaatan seluas 6 Ha menunjukkan nilai
yang berbeda – beda pula. Data yang diperoleh antara lain sebagai berikut ini :
Petak Titik Koordinat Waktu Pengambilan Sampel Lereng (%)
1 -7.51645, 111.11655 11.00 2,94%
2 -7.51643, 111.11632 11.29 10,71%
3 -7.51620, 111.11628 12.09 1,96%
4 -7.51605, 111.11597 9.58 0%
5 -7.51586, 111.11605 10.35 10%
6 -7.51581, 111.11577 11.28 5,88%
7 -7.51558, 111.11587 11.48 23,52%
8 -7.51560, 111.11562 12.30 6,67%
Rata - Rata 7,71%
Kriteria atau persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii)
berdasarkan faktor lereng dikatakan sangat sesuai (S1) pada kisaran nilai < 8 %.
Berdasarkan hal tersebut maka pada blok pemanfaatan Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan tergolong ke dalam kelas lereng sangat sesuai (S1) yakni pada kisaran
nilai 0 % sampai dengan 8 % yang dikatakan datar. Tanaman Pinus (Pinus merkusii)
merupakan salah satu tanaman yang akan dapat tumbuh dengan baik pada lokasi
yang memiliki kualitas cahaya yang baik. Tanaman Pinus (Pinus merkusii)
tergolong jenis yang membutuhkan cahaya sinar matahari secara penuh (jenis
heliophytes). Apabila dalam proses pertumbuhannya mengalami kekurangan
intensitas dan pendeknya waktu cahaya matahari yang diterima dapat menghambat
pertumbuhan pohon, karena kegiatan fotosintesa menjadi menurun. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kelerengan suatu kawasan, sehingga cahaya matahari yang
diterima oleh masing – masing kawasan pun berbeda – beda nilainya. Kelerengan
nerupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap aliran permukaan
dan erosi. Lereng permukaan tanah tidak selalu seragam kemiringannya. Keadaan
kemiringan lereng yang tidak seragam, artinya lereng – lereng curam diselingi
dalam jarak pendek oleh lereng – lereng yang lebih datar, mungkin mempunyai
pengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Pada wilayah yang berlereng, Pinus
tidak dapat berdiri tegak karena perakaran yang mendatar. Keadaaan demikian akan
memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman Pinus karena kelerengan memiliki
hubungan yang erat dengan sistem perakaran. Berikut klasifikasi kelas kesesuaian
lahan berdasarkan faktor lereng (%) untuk tanaman Pinus (Pinus merkusii) :
Karakteristik Lahan Nilai Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan
Datar
Lereng (%) 7,71 % Sangat sesuai (S1)
0-8 %

27
- Bahaya Erosi
Bahaya erosi diprediksi berdasarkan kondisi lapangan dengan memperhatikan
adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi
parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi bahaya erosi yang
dilakukan dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata – rata)
pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya
horizon A. Pengambilan data bahaya erosi di kawasan Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan diperoleh dari pengamatan cover crop dan seresah yang ada di petak.
Pendekatan tersebut dilakukan karena tidak tersedianya alat pengukuran terhadap
lapisan permukaan tanah yang hilang dalam setiap tahunnya pada kawasan tersebut.
Umumnya di kawasan tersebut memiliki vegetasi tutupan lahan (cover crop) yang
baik sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan
tingkat erosi. Seresah menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan tingkat
bahaya erosi karena pada saat turunnya hujan, air yang jatuh tidak akan memukul
permukaan tanah sehingga relative kecil terjadinya limpasan permukaan. Bila air
telah mengalir di permukaan tanah, keberadaan seresah akan mengurangi terjadinya
kehilangan tanah (erosi) akibat terbawa aliran air. Peroleh data bahaya erosi berikut:
Petak Titik Koordinat Seresah Cocer Crop
1 -7.51645, 111.11655 Tebal Ada
2 -7.51643, 111.11632 Tebal Ada
3 -7.51620, 111.11628 Tebal Ada
4 -7.51605, 111.11597 Sangat Tebal Ada
5 -7.51586, 111.11605 Tebal Ada
6 -7.51581, 111.11577 Tebal Ada
7 -7.51558, 111.11587 Sangat Tebal Ada
8 -7.51560, 111.11562 Sangat Tebal Ada
Rata – Rata Tebal Ada
Kriteria atau persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii)
berdasarkan faktor bahaya erosi dikatakan sangat sesuai (S1) pada kisaran nilai
sangat ringan (SR) yang diklasifikasikan berdasarkan seresah tebal dan cover crop
ada. Berdasarkan hal tersebut maka pada blok pemanfaatan Suaka Margasatwa
Gunung Tunggangan tergolong ke dalam kelas bahaya erosi cukup sesuai (S2)
yakni pada kisaran ringan (R) sampai dengan sedang (S) yang diklasifikasikan
berdasarkan seresah tebal dan cover crop ada. Tanaman Pinus (Pinus merkusii)
merupakan salah satu tanaman yang berperan terhadap erosi tanah dan aliran
permukaan karena pada umumnya lapisan bawah tertutup dengan guguran daun
pinus yang lambat terurai sehingga dapat melindungi permukaan lahan dari pukulan
langsung air hujan ataupun aliran permukaan. Berikut klasifikasi kelas kesesuaian
lahan berdasarkan faktor bahaya erosi untuk jenis tanaman Pinus (Pinus merkusii):
Karakteristik Lahan Seresah Cover Crop Kelas Kesesuaian Lahan
Bahaya erosi Tebal Ada Cukup sesuai (S2)

28
- Hara Tersedia
Tanaman memerlukan media yang mampu menyediakan tempat tumbuh dan
menyediakan bahan makanan agar dapat tumbuh optimal. Kriteria media tanam
yang baik apabila memiliki kemampuan menyimpan air, memiliki aerasi yang baik,
dan mampu menyuplai unsur hara dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman. Unsur
hara makro tidak tersedia pada tanah masam karena biasanya unsur hara makro
diserap tanaman pada pH netral pada kisaran nilai 5,5 sampai dengan 7,5.
Kebanyakan unsur hara diserap tanaman dalam kondisi pH netral. Meskipun
pemupukan telah dilakukan untuk menambah unsur hara, namun unsur hara
tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena tanaman tidak dapat
menyerapnya pada pH masam. Unsur hara mikro seperti Fe, Cu, dan Zn serta ion –
ion Al sangat mudah ditemukan dalam jumlah yang berlebihan pada tanah masam.
Kelebihan unsur hara mikro dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) bagi
tanaman. Unsur hara yang cukup dan optimal dibutuhkan oleh tanaman agar dapat
tumbuh dengan baik. Data hara tersedia Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan
diperoleh dari pengambilan sampel tanah kemudian menimbang massa tanah.
Berikut peroleh data hara tersedia untuk jenis tanaman Pinus (Pinus merkusii) :
Petak Titik Koordinat Massa Tanah Berat Volume
1 -7.51645, 111.11655 450 gram 0,45 gr/𝑐𝑚3
2 -7.51643, 111.11632 1.150 gram 1,15 gr/𝑐𝑚3
3 -7.51620, 111.11628 900 gram 0,9 gr/𝑐𝑚3
4 -7.51605, 111.11597 900 gram 0,9 gr/𝑐𝑚3
5 -7.51586, 111.11605 550 gram 0,55 gr/𝑐𝑚3
6 -7.51581, 111.11577 850 gram 0,85 gr/𝑐𝑚3
7 -7.51558, 111.11587 650 gram 0,65 gr/𝑐𝑚3
8 -7.51560, 111.11562 1.000 gram 1 gr/𝑐𝑚3
Rata – Rata 0,80 gr/𝑐𝑚3
Kriteria atau persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii)
berdasarkan faktor hara tersedia di dalam tanah dikatakan sangat sesuai (S1) pada
kisaran nilai 0,85 gr/𝑐𝑚3 sampai dengan 1,1, gr/𝑐𝑚3 dengan klasifikasi sedang
yang memiliki bahan organic sedang. Berdasarkan hal tersebut maka pada blok
pemanfaatan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan tergolong ke dalam kelas
hara tersedia di dalam tanah yang dikatakan sangat sesuai (S1) pada kisaran nilai <
0,85 gr/𝑐𝑚3 dengan klasifikasi sedang sampai tinggi yang memiliki bahan organic
sedang sampai banyak. Tanaman Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu
tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang
cukup kesuburannya, walaupun unsur hara yang diperlukan oleh tanaman Pinus
(Pinus merkusii) relatif rendah dibandingkan dengan jenis pohon berdaun lebar.
Berikut klasifikasi kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor hara tersedia Pinus :
Karakteristik Lahan Nilai Bahan Organik Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan
Hara tersedia 0,8 Sedang-banyak Sedang-tinggi Sangat sesuai (S1)

29
- Model Media Lahan
Kegiatan pengumpulan data karakteristik lahan pada umumnya memiliki
maksud untuk dikaji terhadap tingkat kesesuaian lahan dengan cara matching atau
pencocokkan antara karakteristik lahan pada keseluruhan petak ukur yang telah
diamati dengan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus merkusii). Metode
matching tersebut merupakan kegiatan mencocokkan antara karakteristik lahan
sebagai parameter yang diukur di lapang atau dari data yang tersedia dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang dikaji yaitu Pinus (Pinus merkusii). Metode ini
pada umumnya dilakukan dengan analisis tabulasi. Karakteristik yang diperoleh
dari kegiatan lapang diinventarisasi ke dalam bentuk tabel data. Adanya kegiatan
mencocokkan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman Pinus (Pinus
merkusii) maka diperoleh klasifikasi kelas lahan berdasarkan tingkat
kesesuaiannya. Berdasarkan data karakteristik lahan yang dicocokkan (matching)
sebelumnya, maka dapat diperoleh klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kesesuaian
lahannya. Selanjutnya diketahui sebuah model lahan yang sesuai atau tidak sesuai
bagi pertumbuhan tanaman Pinus (Pinus merkusii) melalui model percontohan pada
blok pemanfaatan air di Suaka Margasatwa Gunung Tungganan, Sragen, Jawa
Tengah. Pengumpulan dan pencocokan (matching) data memperoleh hasil yang
sesuai pada beberapa factor yang disajikan pada tabel sebagai berikut ini :
Tabel 5. Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan Nilai Kelas Kesesuaian Lahan
Temperatur Rata - Rata (°C) 23,65°C N
Curah Hujan (mm) 2.928 mm S1
Halus (H)
Tekstur Tanah Sedang (S) S1
Agak kasar (AK)
Bahan Kasar (%) 1,80% S1
Kedalaman Tanah (cm) 44,125 cm S1
Ketebalan Gambut 0 cm S1
Kematangan Gambut - S1
Lereng (%) 7,71% S1
Seresah Tebal
Bahaya Erosi S2
Cover Crop Ada
Hara Tersedia 0,80 S1
Perbedaan karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh Pinus terletak pada
factor temperature rata – rata (°C) dengan kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N).
Faktor lain yang berbeda pada bahaya erosi yang terjadi di blok pemanfaatan Suaka
Margasatwa Gunung Tunggangan yang hanya mencapai kelas kesesuaian lahan
cukup sesuai (S2). Hal tersebut menunjukkan bahwa blok pemanfaatan kawasan
Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan dapat menjadi model percontohan dalam
membangun HTI dengan jenis tanaman Pinus berdasarkan karakteristik tersebut.

30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun yang disimpulkan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapang mengenai


“Kesesuaian Media Lahan untuk Jenis Tanaman Pinus (Pinus merkusii) di Suaka
Margasatwa Gunung Tunggangan (Studi Kasus di Blok Pemanfaatan)” adalah :
1. Pengumpulan dan pencocokan (matching) data memperoleh hasil yang
sangat sesuai (S1) pada factor Curah Hujan (mm), Tekstur Tanah, Bahan
Kasar (%), Kedalaman Tanah (cm), Ketebalan Gambut, Kematangan
Gambut, Lereng (%), dan factor Hara Tersedia.
2. Pengumpulan dan pencocokan (matching) data memperoleh hasil yang
cukup sesuai (S2) pada factor Bahaya Erosi.
3. Pengumpulan dan pencocokan (matching) data memperoleh hasil yang tidak
sesuai (N) pada factor Temperatur Rata – Rata (°C).
4. Pengumpulan dan pencocokan (matching) data memperoleh hasil berupa
model percontohan lahan yang sesuai bagi pembangunan Hutan Tanaman
Industri dengan jenis tanaman Pinus melalui studi kasus blok pemanfaatan
kawasan Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan.
5. Pola pengembangan yang direkomendasikan pada Hutan Tanaman Industri
dengan jenis tanaman Pinus adalah dengan melakukan kajian kesesuaian
lahan dan melakukan perbaikan terhadap kelas kesesuaian lahan yang tidak
maksimal.

5.2. Saran

Adapun hal yang dapat direkomendasikan dari pelaksanaan Praktik Kerja


Lapang mengenai “Kesesuaian Media Lahan untuk Jenis Tanaman Pinus (Pinus
merkusii) di Suaka Margasatwa Gunung Tunggangan (Studi Kasus di Blok
Pemanfaatan)” adalah :
1. Sebaiknya dilakukan pengukuran temperature rata – rata (°C) dengan
bantuan alat pengukuran yang sesuai agar dapat diketahui data valid terkait
temperatur rata – rata (°C) tahunan di kawasan Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan.
2. Sebaiknya dilakukan pendugaan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada
lahan dengan alat pengukuran yang sesuai agar dapat diketahui data lapisan
permukaan tanah yang hilang setiap tahun di Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan.
3. Sebaiknya dilakukan pengujian laboraturium terhadap kandungan hara
tanah sesuai dengan kaidah sifat kimia tanah yang terdapat pada lahan agar
dapat diketahui data jumlah masing – masing unsur hara yang terkandung
didalamnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. 2019. Kabupaten Sragen Dalam Angka
(Sragen in Figures) 2019. Sragen.
Corryanti dan Rika R. 2015. Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus Merkusii).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani. Cepu.
Dahlian, E. dan Hartoyo. 1997. Komponen Kimia Terpentin dari Getah Tusam
(Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Info Hasil Hutan. Badan
Pengembangan dan Penelitian Kehutanan. Bogor. 4 (1) : 38 - 39.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil
Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.
Harahap, R.M.S. 1999. Uji Asal Benih Pinus merkusii di Sumatera Utara.
Proseding Seminar Status Silvikultur di Yogyakarta. Tanggal 1 - 2 Desember
1999. Yogyakarta.
Hidayat J dan Hansen CP. 2001. Informasi Singkat Benih : Pinus merkusii.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Departemen Kehutanan RI. Jakarta.
KTH Wono Mulyo Lestari. 2018. Masterplan/Rencana Pembinaan Lima Tahun
Desa Binaan Di Daerah Penyangga Suaka Margasatwa Gunung
Tunggangan Kabupaten Sragen Periode Tahun 2018 – 2022. Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah. Semarang.
Mulyani, A. 2018. Modifikasi Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Berorientasi
Perubahan Iklim. Jurnal Sumber Daya Lahan. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7. 1990. Tentang Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68. 1998. Tentang Kawasan
Suakan Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Ritung S, Nugroho K, Mulyani A, Suryani E. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan untuk Komoditas Pertanian. Edisi Revisi 2011. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Ritung S, Sukarman. 2014. Kesesuaian Lahan Gambut Untuk Pertanian. Dalam
Agus et al. (eds) Lahan Gambut Indonesia, Pembentukan, Karakteristik dan
Potensi Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Ritung S, Wahyunto, Agus F, Hidayat H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian
Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh
Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF).
Bogor, Indonesia.

32

Anda mungkin juga menyukai