Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENGGANTI FINAL

MAKALAH
PROSTITUSI SEBAGAI KEJAHATAN TERHADAP EKSPLOITASI ANAK
YANG BERSIFAT ILEGAL DAN MELAWAN HAK ASASI MANUSIA

NAMA : AHMAD NORIS SUGIARTO


NIM : H1A119386
KELAS :G
MATA KULIAH : KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
PROSTITUSI SEBAGAI KEJAHATAN TERHADAP EKSPLOITASI ANAK YANG
BERSIFAT ILEGAL DAN MELAWAN HAK ASASI MANUSIA Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen, selaku mata kuliah hukum dan
ham ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................
DAFTAR ISI............................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................
B. Perumusan Masalah ...........................................................
C. Tujuan ................................................................................

BAB 11 PEMBAHASAAN
A. penyebab terjadinya prostitusi dalam kehidupan masyarakat
B. bentuk sanksi terhadap pelaku prostitusi dalam hukum positif
Indonesia
C. tanggung jawab negara terhadap kejahatan prostitusi dikaitkan
dengan eksploitasi anak

BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………
Saran………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah prostitusi, baik yang sembunyi-sembunyi maupun yang terang-
terangan, merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara dibelahan
dunia, termasuk Indonesia. Bahkan di Indonesia prostitusi merupakan salah
satu profesi yang sedang marak berkembang dan menjadi trendi dalam
masyarakat. Lihat saja, tidak perlu modal besar, hanya cukup dengan modal
wajah cantik, kemolekan tubuh, siap dihubungi 24 jam, serta bersedia
melayani siapa saja tanpa memandang umur, maka pekerjaan ini bisa dilakoni
untuk mendapatkan pundi pundi uang, terutama oleh para wanita muda yang
memang rata-rata menjadi incaran para lelaki hidung belang. Pemerintah
sudah mencoba mengatasi persoalan ini. Namun faktanya, prostitusi bukannya
berkurang tetapi malah menjalar baik di tempat hiburan, karaoke, panti pijat,
salon terselubung dan lokasi-lokasi lainnya. Yang tidak kalah penting, muncul
fenomena prostitusi online yang sempat menghebohkan masyarakat akhir-
akhir ini, baik yang dilakukan masyarakat biasa hingga kalangan artis papan
atas. Prostitusi, apapun, dimanapun dan siapapun pelakunya, ia dianggap
sebagai kejahatan terhadap moral dan kesusilaan yang bersifat ilegal serta
melawan hukum, dan hak asasi manusia, untuk itu harus dihentikan.
B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa faktor penyebab terjadinya prostitusi dalam kehidupan masyarakat?
2.Bagaimana bentuk sanksi terhadap pelaku prostitusi dalam hukum positif
Indonesia?
3. Bagaimana Pengaturan Prostitusi dalam Hukum Positif Indonesia ?

C. TUJUAN
Berdasarkan perumusan masalah di atas,maka tujuan ini adalah untuk
mengetahui penyebab terjadinya prostitusi dalam kehidupan masyarakat yang
melanggar hak asasi manusia.

BAB 11
PEMBAHASAN
A. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PROSTITUSI

Jika ditinjau lebih jauh, prostitusi sangat identik dengan kehidupan


seseorang wanita yang melacurkan diri. Alasan-alasan mengapa seseorang
menjadi pelacur bisa sangat kompleks, tidak saja dari prostitusi itu sendiri
melainkan juga dari keluarga dan masyarakat disekelilingnya. Tetapi secara
sengaja menjadi prostitusi jarang dijumpai sebagai salah satu faktor penyebab,
karena bagaimanapun pekerjaan ini dianggap bertentangan dengan moral.
9Faktor pendorong seseorang melakukan praktek prostitusi atau menjadi
pelacuran yaitu :
1. Terpaksa keadaan ekonomi, keadaan ekonomi memaksa seseorang untuk
menjalani prostitusi. Termasuk dalam faktor ini antara lain berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, kebutuhan mendesak untuk
mendapatkan uang guna membiayai diri sendiri maupun keluarganya.
2. Ikut arus, prostitusi dianggap sebagai pilihan yang mudah dalam mencari
nafkah karena rekan-rekan mereka di kampung sudah melakukannya dan bagi
masyarakat daerah pelacuran merupakan alternatif pekerjaan.
3. Frustasi, kegagalan seseorang untuk mencapai tujuan hidup disebut fustasi.
Seseorang yang sangat mendambakan kehidupan rumah tangga yang bahagia
akan frustasi bila mengalami perceraian, seorang yang mencintai kekasihnya
akan frustasi bila mengalami kegagalan cinta.
Bagaimanapun faktor dan akibat dari prostitusi, yang pasti pekerjaan
sebagai pelaku prostitusi tidak akan mendapatkan tempat yang terhormat di
masyarakat. Banyak masyarakat yang memandang rendah pekerjaan tersebut,
karena bertentangan dengan etika moral dan agama dan secara nyata dilarang
oleh ajaran Tuhan Yang Maha Kuasa.

B. PENGATURAN PROSTITUSI DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

Dalam menghadapi meningkatnya praktek prostitusi, negara telah membuat


begitu banyak peraturan untuk menghentikan atau memberikan sanksi kepada
pelaku atau orang-orang yang terlibat di dalam prostitusi tersebut, yaitu
seperti yang dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), serta
undang-undang maupun peraturan-peraturan daerah. Jika dikaitkan dengan
prostitusi dalam kategori umum (bukan secara online), maka KUHP
mengaturnya dalam dua pasal. Pasal 295 ayat 2 KUHP memberikan ancaman
pidana selama empat tahun bagi siapa saja yang dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul yang dilakukan oleh
orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya
demikian dengan orang lain. Sedangkan Pasal 296 KUHP menyatakan bahwa:
“barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan
cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Kemudian Pasal 506 KUHP
menyatakan: “barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul
seseorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana
kurungan paling lama satu tahun.
Sementara bagi lelaki pengguna layanan para wanita dibawah umur juga dapat
dikenakan pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 290 ayat (2) KUHP yang
menyatakan: Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal di
ketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya
untuk dikawin. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa melakukan
perbuatanperbuatan cabul atau prostitusi dan memudahkan perbuatan
tersebut terjadi sangat bertentangan dengan pasal-pasal dalam KUHP.
Kenyataan ini semakin menjadi lebih kuat lagi apabila dilihat dari penempatan
pasal-pasal tersebut pada buku ke dua KUHP tentang Kejahatan yang
menegaskan maksimal sanksi pidananya.

C. Pengaturan Prostitusi dalam Hukum Positif Indonesia

Dalam menghadapi meningkatnya praktek prostitusi, negara telah membuat


begitu banyak peraturan untuk menghentikan atau memberikan sanksi kepada
pelaku atau orang-orang yang terlibat di dalam prostitusi tersebut, yaitu
seperti yang dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), serta
undang-undang maupun peraturan-peraturan daerah. Jika dikaitkan dengan
prostitusi dalam kategori umum (bukan secara online), maka KUHP
mengaturnya dalam dua pasal. Pasal 295 ayat 2 KUHP memberikan ancaman
pidana selama empat tahun bagi siapa saja yang dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul yang dilakukan oleh
orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya
demikian dengan orang lain. Sedangkan Pasal 296 KUHP menyatakan bahwa:
“barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan
cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Kemudian Pasal 506 KUHP
menyatakan: “barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul
seseorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana
kurungan paling lama satu tahun”.
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN

Banyak faktor yang menjadikan orang melakukan praktek prostitusi, namun


dari sekian banyak faktor, alasan ekonomi menjadi faktor utama orang
melakukan praktek prostitusi. Negara sudah membuat aturan dengan ancaman
hukuman kepada pelaku prostitusi, baik dalam KUHP, undang-undang bahkan
peraturan daerah. Namun Prostitusi tetap tumbuh subur dalam masyarakat.
Padahal adalah tanggungjawab negara untuk memberantasnya, terutama yang
berbasis prostitusi online. Negara harus memandang pelaku prostitusi
terutama yang memperdagangkan anak dalam bentuk apapun sebagai
perbuatan tercela yang harus dihukum. Negara jangan gagal dalam
memberikan perlindungan secara utuh kepada anak-anak sebagai generasi
penerus yang harus selalu dijaga dan diselamatkan. Yang lebih penting, negara
juga harus memperhatikan media-media online yang boleh diakses oleh
masyarakat terutama anak-anak. Sekarang begitu bebasnya masyarakat
mengakses media-media sosial tanpa pengawasan yang ketat dari negara.
Inilah tanggungjawab negara terhadap warganya dalam menyelamatkan
wanita dan anak-anak dibawah umur dari perbuatan prostitusi yang ilegal dan
melawan hukum, baik melalui media online mapun tidak. Sehingga
penghormatan akan HAM bisa didapatkan secara hakiki sebagai kodrat
manusia sejati

SARAN

1.Mendirikan tempat yang dapat dijadikan menjadi rumah bimbingan


psikologis dan edukatif untuk sebagai tempat konsultasi anak sebagai bentuk
tindakan preventif dari penanganan prostitusi anak
2.Mengadakan kegiatan konsolidasi dengan masyarakat dan pemerintah
kegiatan tersebut menjadi agenda bertahap dan secara kontinyu agar dapat
memutus mata rantai prostitusi anak.
3. Mendirikan tempat anak bagi anak yang khusus pengembangan
keterampilan diri, bagi anak yang terlanjur masuk dalam dunia prostitusi
anak tanpa keterampilan yang lain, guna membuka potensi anak-anak
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ainul Fu’adah Hasanah, Masalah Prostitusi Atau Pelacuran, Universitas Islam


Negeri UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Psikologi, 2011-2012.
Heriana Eka Dewi, Memahami Perkembangan Fisik Remaja, (Yogyakarta:
Gosyen Publishing, 2012). Hull, Sulistyaningsih, Pelacuran di Indonesia :
Sejarah dan Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1997). Mansyur Effendi,
Dimensi dan Dinamika Hak Azasi Manusia dalam Hukum Nasional dan
Internasional (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994). Peter Mahmud Marzuki,
Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana Prenada Media Group, 2011).
Simandjuntak, Patologi Sosial (Bandung: Tarsito, 1985). R. Soesilo, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasa, (Bogor: Politeia, 1991). Sedyaningsih, Perempuan-perempuan
Keramat Tunggak, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999). Sindo News.Com,
Prostitusi Online di Bogor Tawarkan Keperawanan Rp2 Juta, 15 Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai