Anda di halaman 1dari 4

Tindakan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual yang

Dilakukan Herry Wirawan

Disusun Oleh :
Lyly Henriana
NIM : 41121027
Kelas : Administrasi Negara
(A2)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK DAN HUKUM
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2022
A. Pendahuluan
Perkembangan zaman yang semakin pesat mempengaruhi berbagai sektor kehidupan.
Pesatnya perkembangan zaman membawa pengaruh pada kemajuan pola pikir. Akan tetapi,
kemajuan pola pikir tidak serta merta membawa solusi dalam mengatasi persoalan dan
masalah dalam kehidupan manusia. Hal tersebut dapat kita ketahui, dengan perkembangan
zaman dirasakan peningkatan angka kejahatan dengan segala bentuknya. Berdasarkan hal
tersebut kemajuan pola berpikir bukan hanya membawa dampak baik bagi kehidupan
manusia, namun kemajuan berpikir dimanfaatkan dalam sisi negatif manusia. Pemanfaatan
kemajuan berpikir dalam hal yang negatif salah satunya adalah dengan perbuatan kejahatan
tentu membawa keresahan dan ketidaknyamanan pada kehidupan manusia, sebagaimana
buku kedua KUHP mengatur seluruh kejahatan di dalam hukum pidana, karena tidak dapat
dipungkiri bahwa bentuk kriminalitas selalu ada dan juga menimbulkan ketidaknyamanan
bagi masyarakat dan memperlambat kesejahteraan masyarakat.
Salah satu bentuk kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah bentuk kejahatan
pelecehan seksual. Perilaku seksual yang tidak disukai atau secara paksa baik berupa lisan,
tulisan maupun perilaku yang biasa kita sebut sebagai pelecehan seksual. Tindakan seksual
tersebut dapat menyebabkan korban menjadi tidak nyaman. Pelecehan seksual meliputi
beberapa hal mulai dari tingkat yang ringan seperti dalam bentuk kata-kata, sentuhan fisik,
pandangan mata, hingga ke tingkat yang berat, yaitu terjadinya pemerkosaan. Tindak perilaku
pelecehan seksual ialah contoh dari pengingkaran kesusilaan yang tidak hanya menjadi
permasalahan hukum di suatu negara, namun juga sudah merupakan masalah global.
Kasus pemerkosaan akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan, hal itu disebabkan
oleh banyaknya kasus pemerkosaan yang dilaporkan oleh para korban ke Kepolisian,
mirisnya kasus pemerkosaan ini ada yang dilakukan oleh oknum guru. Pemerkosaan ini dapat
dikatakan kejahatan yang mempunyai dimensi perbuatan yang luas dan bisa terjadi di ruang
public maupun ruang privat. Kasus pemerkosaan ini lebih serinng dialami oleh para Wanita
walau tidak menutup kemungkinan juga Pria juga bisa mengalami kekerasan seksual.

B. Pembahasan
Semakin maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak akhir-akhir ini
di Indonesia, namun yang paling heboh adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh
Herry Wirawan (guru/pendidik) di Pondok Pesantren di Cibiru Bandung, Jawa Barat. Majelis
Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding yang diajukan jaksa terkait
kasus pencabulan terhadap 13 santriwati dengan terdakwa Herry Wirawan. Hukuman Herry
menjadi vonis hukuman mati dari awalnya hukuman penjara seumur hidup.
Herry Wirawan merupakan salah satu seorang pendidik yang ada di lingkungan terdekat
korban, sebab itu hukuman pidana yang diberikan ditambah sepertiga dari ancaman pidana
awal, dengan keputusan hukum pidana 20 tahun paling lama. Menuju pada Perpu Nomor 1
Tahun 2016 yang sudah ditetapkan menjadi UndangUndang melalui UU Nomor 17 Tahun
2016, jika korban terdapat lebih dari 1 orang, hingga menyebabkan gangguan jiwa, terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksi, luka beat, penyakit menular atau jika korban sampai
meninggal dunia, maka pelaku bisa diberikan pidana hukuman mati, seumur hidup, atau
singkat 10 tahun pidana penjara paling singkat dan paling lama 20 tahun.
Hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81
ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1)
KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Pasal 81 UU No. 35/2014, Tentang Perlindungan Anak;


 Ayat (1): “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
 Ayat 3: “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan
oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh
anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau
dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)”.
 Ayat (5): “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D
menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa,
penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban
meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun”.
Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016
 Pasal 76D, Ayat (1): “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang
lain”.
Pasal Pasal 65 ayat (1) KUHP
 Pasal 65 ayat (1) KUHP: “Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa
kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya
satu pidana”.

Jaksa mengajukan banding atas vonis seumur hidup yang diberikan majelis hakim
terhadap Herry Wirawan. Jaksa meyakini, hukuman mati patut diberikan atas perbuatan
Herry memperkosa 13 santriwati. Di tingkat banding, hukuman Herry Wirawan diperberat
menjadi hukuman mati.

Anda mungkin juga menyukai