Anda di halaman 1dari 40

PEMERIKSAAN EKSTERNAL PADA

MATA DAN KORNEA


PEMERIKSAAN SLIT LAMP
PEWARNAAN
Fluorescein
-Tear Break up Time (TBUT)
-Seidel Test
Rose Bengal dan Lissamine Green
EVALUASI TEAR FILM DAN PEMERIKSAAN
PRODUKSI TEAR FILM
Schirmer 1
Schirmer 2
PEMERIKSAAN BIOMEKAIK KORNEA
Keratometry
Computerized Corneal Topography

CLINICAL APPROACH TO OCULAR SURFACE


DISORDERS
Conjunctival Signs
-Papil

Keratitis Supuratif

-Folikel

B.Nonsuppurative, nonnecrotizing (disciform)


stromal keratitis

C. Immune ring D.Peripheral Ulcerative Keratitis

Corneal Signs

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


- Tear meniscus berkurang  Normalnya
1 mm dan berbentuk convex
Berkurang < 0.3 mm

Corneal PAnnus

CLINICAL APPROACH TO DRY EYE Keratitis Filamentosa pada vaskularisasi kornea


Dry Eye  Penyakit multifaktorial dari tears (air Filamen pita/helaian sel-sel epitel yang
mata) dan ocular surface, yang mengakibatkan melekat pada permukaan kornea diatas mukus
gejala:
- Rasa tidak nyaman Gejala klinis:
- Gangguan visus -Nyeri
- Ketidak stabilan tear-film
 Yang berpotensi menimbulkan Evaporative Dry Eye
kerusakan ocular surface.  Meibomian Gland Dysfunction (MGD)
 Terjadi perubahan metabolisme lipid
Gambaran Klinis: sehingga terjadi perubahan meibum dan
 Gangguan LFU (Lacrimal Functional obstruksi glands.
Unit) Gejala Klinis:
- Rasa terbakar
Mekanisme Dry Eye: - Rasa seperti benda asing
 Hiperosmolaritas tear - Palpebra dan konyungtiva hiperemis
 Instability tear - Penglihatan sedikit berkurang dan
 Inflamasi memburuk pada bangun tidur (pagi hari)
Gambaran Klinis:
Aqueous Tear Deficiency (ATD)  Gejala pada margo palpebra
 Produksi tear film berkurang + adanya Posterior  irregular,
mediator inflamasi pada ocular surface. teleangiektasi, (brush mark) yang
Gejala Klinis: berjalan dari margo palpebra
- Iritasi ocular ringan posterior ke margo palpebra
- Gejala makin berat pada sore hari anterior.
- Pemakaian mata jangka lama dipicu  Glandula meibom  orifisium
oleh blink rate yang berkurang (spt pada menunjukkan metaplasia, diisi oleh
pemakai komputer. material putih yang merupakan
- Eksposure dengan lingkungan yang protein ker
ekstrim
- Rasa terbakar
- Sensasi kering
- Photofobia
- Penglihatan kabur

Pemeriksaan Cepat:
Stare test: pasien melihat ke chart visus
(sebelumnya pasien disuruh mengedip) waktu Meibomian Gland Dysfunction (MGD)
sampai image kabur > 8 dtrik  dry eye. Pada MGD:
TBUT lebih cepat
Gambaran Klinis: TBUT merupakan penilaian stabilitas tear film.
- Konyungtiva hiperemis

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


PENYAKIT PADA PALPEBRA YANG
DIHUBUNGKAN DENGAN KELAINAN Pemeriksaan Laboratorium
OCULAR SURFACE Gambaran histologi pada potongan konyungtiva
Rosacea bulbi superior :
hiperproliferasi, acanthosis, kehilangan sel
Blepharitis Seborrheic
goblet dan keratinisasi
Blepharitis Staphylococcal
Scraping dan sitologi impressi pada konyungtiva
Hordeolum dan Khalazion bulbi superior nuclear pyknosis dengan snake
nuclei
KELAINAN STRUKTUR DAN EKSOGEN  Peningkatan rasio sitoplasma epitel-nukleus
DIHUBUNGKAN DENGAN KELAINAN Kehilangan sel-sel goblet , keratinisasi
OCULAR SURFACE -Pemeriksaan fungsi thyroid T4, TSH dan
Exposure Keratopathy antibodi thyroid
Floppy Eyelid Syndrome
Manajemen:
Superior Limbic Keratoconjunctivitis (SLK) -untuk memperbaiki gejala baik sementara
-kronis, inflamasi rekuren melibatkan maupun permanen
konyungtiva tarsal dan konyungtiva bulbi, limbus -Terapi medika mentosa kurang efektif
superior, dan kornea bagian superior. dibandingkan terapi surgery.
sering pada wanita umur 20-70 tahun dapat Medika mentosa:
rekuren 1-10 tahun. - Obat-obat anti-inflamasi topikal
Patogenesis: - Cyclosporine topikal
-Tjd akibat trauma mekanis ditransmisikan - Autologus serum ed
palpebra superior dan konyungtiva tarsalis. - Bandage contact lens diameter besar
-dihubungkan dengan penyakit autoimun Terapi surgery:
thyroid -Thermocauterisasi pada konyungtiva bulbi
-dihubungkan dengan Graft vs host disease superior
setelah blefaroplasty -reseksi konyungtiva bulbi limbus superior
-Amniotic Membrane transplantation
Gejala klinis: -Conjunctival fixation suture
- - Kronis, inflamasi rekuren
-iritasi okular dan injeksi di bagian DD/
superior. A.Contact-Lens Induced Keratoconjunctivitis
-Penglihatan jarang terkena. (CLK)
-Dapat terjadi bilateral dan asimetris. merupakan efek dari focal limbal stem cell
-dihubungkan dengan Aquos Tear deficiency
Deficiency (ATD) atau blefarospasme.  Dapat mengganggu visus krn adanya
punctate keratopathy
Status Oftalmologi :  Jarang menyebabkan keratitis
-reaksi papil halus pada konyungtiva tarsalis filamentosa
superior  Tidak diterapi dengan Bandage contact
-injeksi dan penebalan konyungtiva bulbi lens
superior (A)
Reccurrent Corneal Erosion
-terjadi dengan onset tiba-tiba, batas tegas,
dengan adanya abrasi kornea pada pasien
dengan:
-riwayat keratitis herpetik
-dystrofi membrana basalis epitel sebelumnya
-hipertrofi dari limbus superior
Atau dystrofi lainnya yang melibatkan kompleks
-Fine punctate fluorescein
membrana basalis epitel
Dengan pewarnaan lissamine green atau rose
-adanya trauma superfisial  abrasi
bengal pada konyngtiva bulbi superior di atas
superfisial sembuh cepat sering tidak
limbus dengan keterlibatan kornea superior di
meninggalkan tanda-tanda adanya kerusakan
bawah limbus
sebelumnya.
-keratitis filamentosa superior

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Setelah beberapa waktu dari hari s/d tahun  Daerah yang terkena tidak dibasahi oleh
gejala kembali berulang, terjadi tiba-tiba tanpa tear film secara adekuat.
adanya faktor pencetus Manifestasi klinis:
 Permukaan kornea tampak seperti
Gejala klinis: penekanan seperti piring (saucerlike
-nyeri pada mata dengan onset tiba-tiba, malam depression)
s/d bangun tidur.  Epitel korneaL irregular berupa
Mata merah, fotofobia, tearing punctate di atas area yang tipis dari
Pada pemeriksaan pertama  epitel kornea stroma kornea yang dehidrasi
tampak intak. Dellen juga dapat terjadi pada sklera setelah
Beberapa hari kemudian nyeri, palpebra edema, eksisi pterygium dengan teknik bare sklera 
penurunan visusdan fotofobia sklera menjadi tipis dan translusen sehingga
-tidak ada riwayat trauma pada kornea terbentuk dellen.
superfisial
Status oftalmologi : Penatalaksanaan:
-perubahan kornea minimal (epitelial cyst) - Ocular lubrication
-Epitel kornea tidak menempel pada membrana - Pressure patching
basal dan membrana bowman LIMBAL STEM CELL DEFICIENCY
KONDISI SISTEMIK DIHUBUNGKAN
Manajemen: DENGAN KELAINAN OCULAR SURFACE
Fase akut  -Sjogren Syndrome
.-Lubrikasi dan patching dengan salf
-Ichthyosis
antibiotik dan sikloplegik
-Lubricant non preservatif atau hypertonic
-Ectodermal Dysplasia
salin solution (Sodium chloride 5% -Xeroderma Pigmentosum
-salf mata diberikan pada saat mau tidur -Defisiensi Vitamin A
selama paling kurang 6 minggu 
memfasilitasi perlekatan epitel. KONSEP DASAR DAN INFEKSI VIRUS
-Doxycycline oral low-doses Teknik Pemeriksaan Diagnostik
- Kortikosteroid topikal  jangka pendek Laboratorium
-bandage contact lens Specimen Collection
Eyelid Specimens
Terapi operasi : Conjunctival specimens
-debridement epitelial
Corneal specimens
-anterior stromal puncture
-Laser ablation phototherapeutic
keratectomy (PTK) Teknik Isolasi Kuman
Photorefractive keratectomy (PRK)

Neurotrophic Keratopathy dan Persistent


Corneal Epithelial Defects (PED)
Trichiasis dan Distichiasis
Factitious Ocular Surface Disorders
-Mucus-Fishing Syndrome
-Topical anesthetic abuse
VIRUS DNA: Herpesviruses
Dellen Herpes Simplex Eye Disease
 Pengelupasan epitel dan jaringan  Virus HSV terdapat 2 type:
subepitel yang terjadi di dekat limbus  HSV Type 1 (HSV-1) di atas
yang berdekatan dengan elevasi pinggang (orofacial dan infeksi
permukaan seperti yang diakibatkan okular)
pterigium, bleb filtrasi yang besar atau  HSV Type 2 (HSV-2)  di bawah
dermoid. pinggang ( infeksi genital)

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


 Penularan: kontak langsung dengan lesi
yang infeksius atau sekret yang
mengandung virus. Pada neonatus 
melalui jalan lahir dari ibu dengan
infeksi genital
 Infeksi HSV-1 Primer : sering pada kulit
dan permukaan mukosa yang diinervasi
CN V. Manifestasinya:
- Infeksi traktus respiratorius atas non
spesifik Gambar: pewarnaan fluorescein pada
 HSV menyebar dari kulit yang terinfeksi mata dengan infeksi HSV dengan karakteristik
dan mukosa melalui akson pada saraf ulkus di margo palpebra dan keratitis epithelial
sensoris sehingga terjadi infeksi laten  dendritik
ganglion trigeminal. Beda HSV primer dengan adenovirus:
 Raktivasi virus menyerang ketiga cabang - Pada HSV terdapat vesikel pada
CN V . kutaneus atau ulkus pada konyungtiva
bulbi
Primary Ocular Infection - Pada HSV terdapat keratitis epithelial
Gejala Klinis: - Pada adenovirus terdapat membran
- Blefarokonjunctivitis konyungtiva atau pseudomembran.
- Inflamasi konyungtiva berupa folikular
disertai teraba KGB Pemeriksaan Laboratorium:
- Terdapat Vesicle pada kulit dan margo - Kultur Virus atau antigen atau deteksi
palpebra DNA
- Tes serologis
Penatalaksanaan:
Primary ocular Infection:
- Self limited condition
- Antiviral oral  acyclovir 5x 400 mg
selama hari 10 hari

RECURRENT OCULAR INFECTION


 Reaktivasi Infeksi HSV latent dari
Gambar: Vesikel kulit dari HSV ganglion sensory yang terinfeksi
dermatoblephitis sehingga epitel ocular surface terifeksi
 Faktor pemicu:
- Stress
- Infeksi sistemik
- Kontak dengan cahaya matahari
- Siklus menstruasi
- Penggunaan lensa kontak

 Biasanya terjadi unilateral

Gambar: Infeksi primer terdapat ulkus pada Gejala klinis Ocular HSV Infection:
margopalpebra  Menyerang semua jaringan ocular
 Blepharoconjunctivitis
- Dapat terjadi keratitis epithelial tetapi  Keratitis epithelial  keratitis
jarang keratitis stroma dan uveitis epithelial punctate yang dapat
bergabung menjadi 1 atau lebih
ulkus epithelial dendritic
Epitel kornea edema pada pinggir
ulkus diwarnnai dengan rose bengal
dan lissamine green  terjadi
kehilangan ikatan dengan mucin.

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Diwarnai dengan fluoresence 
terjadikehilangan integritas
intercelluler tight junction
- Sensasi benda asing
- Sensitif terhadap cahaya
- Mata merah dengan injeksi konyungtiva
ringan.
- Penglihatan kabur
- Edema kornea ringan: infiltrasi sel Herpetic geographic epithelial keratitis
darah putih subepitel didekat keratitis
epthelial.
- Dapat menimbulkan scarring di dekat
area yang sebelumnya terdapat ulserasi
epithelial  ghost image  yang
menggambarkan posisi dan bentuk
keterlibatan epithelial sebelumnya.
- Penurunan sensasi kornea fokal dan
difus  distribusi hipoesthesia kornea
sebanding dengan perluasan, lamanya, Inflamasi stromal residual dengan dendritic
keparahannnya dan rekurensi dari epithelial keratitis dapat meninggalkan jejak
keratitis herpetik. berupa ghost image dari dendritik

Pemeriksaan Laboratorium:
Pada scraping cornea
- Multinucleated giant cells
- Intranuklear inclusions (spesifik untuk
A.Punctate epithelial kerattis pada HSV virus herpes)
B.lesi dengan pinggir yang meninggi dan bagian Kultur jaringan untuk pemeriksaan ELISA dan
sentral mengalami depresi PCR

Penatalaksanaan:
- Terapi antiviral
- Debridement epitelial
- Trifluridine 1% topikal  setiap 2 jam (>
9x sehari)  efektif untuk epitel
keratitis tipe dendritik dan geographik
epitel keratitis. Tidak boleh diberikan >
10-14 hari.
- Acyclovir ophthalmic 3% ointment 
Pewarnaan Rose bengal: keratitis epitelial kurang toksik dibanding trifluridin dan
herpetik dengan khas dendritik vidarabine.
- KTS topikal kontraindikasi jika terdapat
keratitis epitelial herpetik.

Keratitis stroma
Bentuk reccurent herpetic
Gejala klinis:
- Herpetic interstitial keratitis  Unifocal
atau multifokal interstitial haze atau
stroma berwarna putih , tetapi ulserasi
Gambar: kombinasi Fluorescein dan rose bengal epitel tidak ada,
menunjukkan keratitis HSV geographic - Edema stroma dan sedikit haze tetapi
edema epitelial tidak khas.

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


- HSV rekuren, multiply atau long - TIO meningkat  akibat trabekulitis
standing dihubungkan dengan Penatalaksanaan:
vaskularisasi kornea. KTS dengan acyclovir oral (5x 400 mg)

Komplikasi:
 Epitheliopathy  jika terapi antiviral
diberikan jangka panjang
 Neurotrophic keratopathy
Terapi Surgikal:
- Penetrating Keratoplasty
- Amniotic Mdembran Transplantation
Herpetic interstitial keratitis (non - Keratoprostheses atau anterior lamellar
necrptizing) keratoplasty
- Herpetic disciform keratitis 
endothelitis primer  edema stroma Varicella-Zoster Virus Dermatoplephartis,
dan epitel kornea dalam bentuk oval Conjunctivitis dan Keratitis (VZV)
atau bulat dihubungkan dengan Kps dib Herpes Zoster Ophthalmicus
wah zona yang edema. HERPES ZOOSTER KERATITIS
Etiologi :
-infeksi primer (varicella atau chickenpox) 
kontak langsung dengan lesi kulit yang terinfeksi
VZV, sekret respirasi mll airborne droplets
-infeksi laten  terjadi pada ganglia neural
-Penyakit rekuren (zoster atau shingles).

Pada anak:
Gejala klinis:
Herpetic disciform keratitis (non-necrotizing) - Demam, malaise, dermatitis vesicular 7-
Necrotizing herpetic keratitis  inflamasi 10 hari
kornea suppurativa.  gejala yang berat, - Pada infeksi primer jarang terdapat
progresif cepat dan secara klinis susah keterlibatan okular kecuali adanya
dibedakan dengan fulminant bacterial atau vesikel palpebra dan konyungtivitis
keratitis jamur. follicular.
DD/ keratitis mikrobakterial disebabkan bakteri - Papul yang awalnya berupa makula,
jamur atau acanthamoeba, benda asing, vesikel dan pustul yang mengering dan
penyalah funaan anestesi topikal. dapat terbetuk scar.
- Konyungtivitis follicularis  terjadi
Penatlaksanaan: karena adanya lesi vesikular pada
 Visually significant hepetic interstitial konyungtiva bulbi atau pada margo
keratitis: palpebra.
 Prednisolon tetes 1% tiap 2 jam - Keratitis epitelial dendritik atau
disertai dengan: punctate
 Obat anntiviral profilaks  - Infitrat subepitelial, keratitits
trifluridine 4 x sehari atau acyclovir mikrodendritik, keratitis stroma,
400 mg 2x sehari atau valacyclovir keratitis disciformis, uveitis jarang
500 mg 1x sehari. terjadi TIO ↑, keratouveitis varicellla
Prednisolone drops ditapering 1-2 rekuren.
minggu tergantung respon klinis.
Pemeriksaan Laboratorium:
Iridocyclitis Dengan scrapping pada dasar vesikel atau
Iridocyclitis granulomatosa ataau non scraping konyungtiva atau sitologi dan impresi
granulomatosa disertai dengan keratitis stroma kornea
necrotizing atau terjadi indepndent dengan -Kultur virus
penyakit kornea -PCR
Gambaran klinis: -Uji serologi

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Penatalaksanaan:
-mencegah penularan
-vaksinasi anak usia > 12 tahun tanpa adanya
riwayat chicken pox.

HERPES ZOSTER OPHTHALMICUS


Patogenesis:
- Setelah infeksi primer  VZV tetap laten
pada neural ganglia sensory. Reaktivasi Keratitis numularis pada HZO
laten virus pada saat imunitas tubuh
berkurang, pasien immunosuppresif -keratitis interstitial, keratitis disciformis dan
terapi, malignancy, infeksi HIV, setelah uveitis anterior dan peningkatan TIO  khas
operasi mayor, trauma atau radiasi. HZO dan membedakan dengan HSV
- inflamasi stroma kornea kronis terjadi
Gejala klinis: neovaskularisasi kornea, keratopathy lipid dan
- Dermatitis vesicular yang nyeri pada opasitas kornea
dermatom, pada thoraks dan wajah.
Dermatom saraf yang sering terkena T3-
L3 dan dermatom saraf yang mensarafi
NV.
- Yang paling sering terkena divisi
ophthalmic darii pda maksilaris dan
mandibula  disebut HZO
- Maculopapular rash, diikuti oleh vesikel
dan kemudian mnjadi pustula 
meninggalkan scar Keratopathy lipid setelah terjadi HZO
- Neurotrophic keratopathy
- Atrofi iris sectoral -corneal anesthesia dan keratopathy
- Erupsi vesikel pada palpebra dapat neurotropic
memicu terjadinya infeki skunder, cscar -choroiditis focal, occlusive retinal vasculitis dan
pada palpebra, notching pada margo ablasio retiina juga dapat terjadi
palpebra, kehilangan silia, trichiasis dan -Acute Retinal Necrosis (ARN) ipsilateral acute
entropion cicatrical atau ektropiion. HZO jatrang ditemukan.
- Episkleritis-skleritis  nodular, zonal, -Keterlibatan orbita, SSP  occlusive arteritis 
atau difuse ptosis, edema orbita, proptosis.
- Keratitis epitelial punctate atau -papillitis, neuritis optik retro bulbr.
dendritic. -Parese N.III  jika melibatkan orbita dan sinus
- Infitrat numularis  karakteristik cavernosus
keratitis stroma zoster
PENATALAKSANAAN:
-anti viral oral  untuk mengurangi penyebaran
virus dari lesi vesikular, dan menghindari
kemungkinan terjadinya komplikasi
 mengurangi durasi post herpetic neuralgia
Rekomendasi:
 Famciclovir oral 3x500 mg atau
valacyclovir 3x1 gr per hari atau
acyclovir 5x 800 mg selama 7-10 hari
paling baik dimulai 72 jam dari onset
terjadinya lesi kulit.
 Antiviral topikal jika terdapat plaq
mucoidpada epitel kornea
 Untuk penyakit epitelial kronis 
acyclovir intra vena (10 mg/kg BB/8 jam)

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


 indikasi untu pasien beresiko terjadi  terjadi di anterior dari septum orbita
penyebaran zoster krn Anamnesa yang diperlukan:
immunosuppression. - Trauma penetrasi kutaneus
- Riwayat dacryosistitis
-lesi pada kulit  kompres hangat dan salf - Pada anak-anak riwayat penyakit
antibiotik topikal sinusitis
- Anak-anak < 5 tahun  penyebaran mll
Pada kasus keratouveitis: bakteriemia, septicemia dan meningitis
- Kortikosteroid oral dengan dosis yang disebabkan oleh Haemophilus
tapering dengan HZO usia > 60 th untuk influenza.
mengurangi nyeri zoster - Pada anak anak  coccus gram
Postherpetic neuralgia (PHN) positive.
- Capsaicin cream  pada lesi
-amitriptyline, desipramine, clomipramine atau Gejala klinis:
carbamazepine - Edema palpebra
-Gabapentin (Neurontin) dan pregabalin (lyrica) -eritema
Pada kasus keratopathy neuotropic: -inflamasi berat tetapi tidak melibatkan bola
- Artifisial tears non-presevatif ,gels dan mata
ointments
- Kombinasi dengan oklusi punctum dan Pemeriksaan Penunjang:
tarsorraphy - CT Scan Orbita dan sinus untuk
menyingkirkan selulitis orbita
Epstein-Barr Virus Dacryoadenitis,
Conjunctivitis dan Keratitis (EBV) Penatalaksanaan:
Cytomegalo virus Keratitis dan Uveitis - Pada anak-anak
Antibiotik oral (Cephalexin  untuk
Anterior (CMV)
etiologi pada bagian anterior, amoxicillin
clavulanate untuk infeksi yang berasal
VIRUS DNA: Adenoviruses dari sinus)
-Adenoviral Follicular Conjunctivitis  Kompres hangat
-Epidemic Keratoconjunctivitis  Nasal decongestan (oxymetazoline
nasal spray) pada kasus dengan
DNA Virus : PoxVirus etiolgi sinusitis
-Molluscum Contagiosum - Pada kasus CA-MRSA (Comunity-
-Vaccinia Acquired Methicillin Resistant
- Staphylococcus aureus) 
DNA Virus: Papovavirus  Trimethoprin Sulfamethoxazole
Verrucae dan Papilloma (TMP-SMX)
 Rawat dan antibiotik IV (ceftriaxone,
Vancomycin)  jika dicurigai
RNA Virus
berlanjut menjadi selulitis orbita.
-Picornaviruses - Pada dewasa:
-Togaviruses  Jika sumber infeksi superfisial 
-Orthomyxovirus antibiotik oral (ampicillin-sulbactam,
-Measles (rubeola) virus TMP-SMX, doxycycline,
-Mumps Virus clindamycin).
-Rubella virus  Kompres hangat
-Acute Hemorhgic Conjunctivitis (AHC)  Jika antibiotik oral tidak respon
-Retrovirus dalam 28 jam atau kemungkinan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) terdapat selulitis orbita  Rawat,
Lakukan pemeriksaan CT-Scan dan
antibiotik IV.
 Terapi operasi  jika selulitis
preseptal berlanjut menjadi abses
SELULITIS (OSCE September 2019) terlokalisir
A. SELULITIS PRE SEPTAL
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
Pada tindakan operasi diperhatikan progresifitas penyakit selama diberikan
untuk mencegah kerusakan levator antibiotik IV.
aponeurosis pada palpebra superior. -pemberian Kortikosteroid.
Untuk mencegah kontaminasi pada
jaringan lunak orbita , dianjurkan Komplikasi:
tidak membuka septum orbita. -Pembentukan abses  proptosis progresif,
displacement bola mata, terapi antibiotik tidak
B. SELULITIS ORBITA memberikan perbaikan.
 melibatkan struktus posterior dari septum Lokasi biasanya pada sub periosteal, dekat
orbita dengan sinus yang terinfeksi ,dapat menyebar
Mayoritas kasus terjadi akibat penyebaran melalui periostium ke jaringan lunak orbita.
skunder dari sinusitis bakterial akut dan kronis.

Gejala Klinis: CT Scan Orbita  Abses periosteal pada orbita


-Demam dextra yang menggeser rektus medial.
- leukositosis Tidak semua abses periosteal membutuhkan
-Eritema terapi operasi drainse.
-proptosis Guidelines Garcia dan Harris:
-khemosis Manajemen abses peristeal yaitu observasi ketat
-ptosis , kecuali pada kriteria berikut:
-nyeri dan keterbatasan gerak bola mata (yang  Pasien berusia > 9 tahun
membedakan dengan selulitis preseptal)
 Adanya sinusitis frontal
-penurunan visus
 Lokasi SPA (sub periosteal Abses)
-gangguan penglihatan warna
non medial
-penyempitan lapangan pandang
 SPA yang besar
-RAPD (+)
 Diduga infeksi anaerob
 SPA rekuren setelah sebelumnya
didrainase
 Adanya sinusitis kronis (polip nasi)
 Gangguan n.optikus akut dan
gangguan retina
 Infeksi yang berasal dari gigi
Gambar Selulitis orbita mata kiri dengan (kemungkinan infeksi anaerob)
eritema, proptossi dan ptosis, disertai khemosis Dianjurkan terapi operasi
dan gangguan gerak bola mata vertikal. Terapi operasi akan memberikan perbaikan
dalam 24-48 jam.
-disertai dengan operasi sinus (sinus surgery)
Pemeriksaan penunjang: jika terdapat sinusitis.
-CT-Scan Orbita dan sinus para nasal
-Trombosis Sinus cavernous
Penatalaksanaan:  proptosis progresif dan cepat, opthalmoplegi
-Jika terdapat sinusitis  konsul THT ipsilateral,
-Antibiotik broad-spectrum
-Terapi operasi : jika untuk mengevakuasi PENYAKIT INFEKSI YANG
inflamasi pada sinus dan jika terdapat DISEBABKAN BAKTERI DAN PARASIT

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Infeksi Mikroba dan Parasit pada  Individu yang compromised seperti
neonatus, debilitas atau individu
Margo Palpebra dan Konyungtiva
yang immunocompromise untuk
Staphylococcal Blepharitis menilai resiko komplikasi lokal dan
 Bakteri Staphylococcal terdapat sistemik
pada margo palpebra anterior
 Konyungtivitis purulen berat, untuk
sehingga menyebabkan blepharitis.
membedakannya dengan
Infeksi Jamur dan Parasit pada Margo konyungtivitis hiperakut yang
Palpebra membutuhkan terapi sistemik
Demodex  Kasus yang tidak respon terhadap
Manifestasi Klinis: terapi inisial.
-Waxy “sleeves” di sekitar bulu mata atau Penatalaksanaan:
berbentuk silinder yang berasal dari - Dapat sembuh tanpa terapi 2-7 hari
glandula sebasea pada margo palpebra. - Terapi medical inisial:
 Polymyxin B/ trimethoprim obat
tetes kombinasi
Konyungtivitis Bakterialis pada
 Aminoglycosides atau
Dewasa dan Anak fluoroquinolon drop
Konyungtivitis Purulen Akut  Bacitracin atau ciprofloxacin
 Merupakan konyungtivitis bakterial ointment
 Self limited infection pada - 4-6 kali per hari selama 5-7 hari
konyungtiva - Hasil pewarnaan gram  gram negatif
 Karakteristik: coccobacilli  Haemophilus species
 Respon inflamasi akut diterapi dengan : Polymyxin B-
 Dicharge purulen trimethoprim
 Durasi < 3 minggu - Pemberian oral antibiotik
 Dapat terjadi spontan atau epidemic direkomendasikan pada pasien dengan
(wabah) konyungtivitis akut purulent
 Etiologi yang paling sering: dihubungkan dengan faringitis,
- Streptococcus pneumoniae  sekret conjunctivitis-otitits syndrome, atau
purulen moderate, edema plpebra, Haemophilus conjunctivitis pada anak.
chemosis, perdarahan subkonyungtiva, - Terapi definitif berdasarkan hasil kultur
kadang2 terbentuk membran pada
konyungtiva tarsal. Jarang terjadi ulkus Konyungtivitis Gonococcal Hyperakut
kornea Gejala klinis:
- Haemophilus influenza  pada anak2, - Onset eksplosif
dihubungkan dengan otitis media. Pada - Progresifitas sangat cepat
dewasa colonisasi kronis (pada perokok) - Eksudasi masif
atau pasien dengan penyakit - Khemosis berat
bronkhopulmonar kronis. Mirip dengan - Edema palpebra
Streptococcus pneumoniae tetapi tidak - Hiperemis konyungtiva
terbentuk membran di konyungtiva, - Pada yang tidak diterapi : infiltrate
sering terjadi ulkus kornea perifer dan kornea, melting dan perforasi
infiltrate stroma. H,influenza preseptal Etiology:
cellulitis dihubungkan dengan  N.gonorroe  sexual transmitted
Haemophilus meningitis. disease dari:
- Staphylococcus aureus  sering  Direct-genital eye transmission
mengakibatkan blefarokonyungtivitis  Genital-hand-ocular contact
akut. Sekretnya tidak begitu purulen dari  Maternal-neonate transmission
pada yang disebabkan pneumococcus selama partus pervagina.
dan gejalanya tidak begitu berat.

Pewarnaan gram dan kultur konyungtiva tidak


perlu jika tidak ada komplikasi. Kecuali pada
kondisi berikut:

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


mg/kg) IM atau IV atau cefotaxim
single dose ( 100 mg/kg IV atau IM)
 Diseminated  konsultasi
 Irigasi saline tiap jam sampai
discharge konyungtiva hilang
 Jika kornea terkena  topikal
erythromycin atau gentamicin salf
mata atau topical fluoroquinolon
Gambar: Peripheral Corneal  Sikloplegik topikal
Ulceration dan perforasi terjadi  Antibiotik sistemik disarankan untuk
beberapa hari setelah onset bayi dari ibu dengan gonorrhoe aktif
konyungtivitis hiperakut disebabkan bahkan tidak ada konyungtivitis
oleh N.gonorrhoeae
- Preauricular lymphadenopathy Konyungtivitis Chlamydial Neonatal
- Membran di konyungtiva Konyungtivitis Chlamydial
- Keterlibatan kornea: diffuse epithelial Trachoma
haze, infiltrat marginal, keratitis Adult Chlamydial Conjunctivitis
ulcerative terjadi perforasi Parinaud Oculoglandular Syndrome

Pemeriksaan Laboratorium:
- N gonorrhoeae tumbuh pada chocolate
Infeksi Mikroba dan parasit pada
agar dan media Thayer-martin Kornea dan Sklera
Terapi : Contact Lens-Related Infectious
- Pasien tanpa keterlibatan kornea Keratitis
pasien rawat jalan : ceftriaxone (1g) IM
Keratitis Bakteri
- Pasien dengan ulkus kornea  rawat
- Onset eksplosif
dan terapi:
- Inflamasi stroma progresif
 Ceftriaxone :1 gram (IV) setiap 12
- Jika tidak diterapi  destruksi progresif
jam selama 3 hari
jaringan dengan perforasi kornea atau
 Topikal: Erythromycin salf mata,
penyebaran infeksi ke jaringan
bacitracin salf mata, gentamicin salf
sekitarnya
mata dan ciprofloxacin solution
Faktor resiko:
 Pada kasus berat: - Integritas epitel kornea
 Irigasi setiap 30-60 menit pada sac
- Pemakaian lensa kontak
konyungtiva dengan normal saline - Trauma
untuk mengangkat sel-sel inflamasi,
- Obat okular yang terkontaminasi
protease dan debris - Mekanisme pertahanan
- Perubahan struktur permukaan kornea.
KONYUNGTIVITSI BAKTERI PADA
NEONATUS Gejala klinis:
Konyungtivitis Gonococcal Neonatal  Injeksi konyungtiva
- 3-5 hari setelah parturition  Fotofobia
- Bilateral discharge  Penurunan visus  pada pasien
- Discharge serosanguimous dengan ulkus kornea
copious purulen eksudat dengan  Infiltrate single  batas epitel
komplikasi pada cornea yang berat dan dengan bagian yang dense di
dapat terjadi endophthalmitis bawahnya
- Dapat terjadi penyebaran  Inflamasi supuratif pada stroma
d(diseminated) dengan arthritis, dengan pinggir yang kabur dikelilingi
pneumonia, dan sepsis stroma yang edema.
P aeroginosa : necrosis stroma dengan
Penatalaksanaan: permukaan berbulu-bulu dan eksudat
 First line : Ceftriaxone mukopurulen.
 Untuk non-disseminated : injeksi Plaq inflamasi di endotel, reaksi COA dan
ceftriaxone (125 mg atau 25-50 hipopion
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
 Generasi ketiga dan keempat
fluroquinolon (moxifloxacin,
gatifloxacin, Levofloxacin dan
besifloxacin)  efektif untuk gram
positif tetapi untuk melawan MRSA
tidak efektif
- Terapi kombinasi:
Jika monoterapi gagal atau pada awal
ditemukan ulkus besar, mengancam
penglihatan
Gambar: keratitis ulseratif suppuratif
disebabkan P.aeroginusa
Antibiotics forrtified  konsentrasi meningkat
terutama di stroa kornea  tetapi harus hati-
Mycobacteria  infiltrate non suppurativa dan
hatikarena efek toksik ke ocular surface
epitel intak. Infectious crystalline keratopathy,
terutama penggunaan vancomycin untuk gram
adanya organisme tetapi tidak ada respon
positive jika diduga MRSA
inflamasi, dilindungi oleh biofilm bakteri yang
Parameter klinis untuk memonitor respon klinis:
melapisinya.
- Infiltrate stroma
Faktor resiko: penggunaan kortikosteroid,
- Penurunan densitas infiltrate di stroma
pemakaian kontak lens, operasi kornea
- Berkurangnya edema stroma dan
sebelumnya.
endothelial plaq
- Iiflamasi coa yang berkurang
- Reepitelisasi
- Penipisan kornea berhenti

Terapi KTS masih kontroversial


 KTS tidak diberikan jika tidak
diberikan antibiotik
 Jika diberikan KTS Pasien harus
Infeksis crystalline keratopathy pada graft
difollow up dan menunjukkan terapi
disebabkan oleh α-hemolytic Streptococcus
antibiotik yang cocok
species.
 Jika diberikan KTS pastikantidak ada
organisme penyebabnya virulen
Pemeriksaan Laboratorium:
atau yang sulit dieradikasi.
- Kultur kornea
Dimulai dengan KTS drop (prednisolon acetate
- Kultur lensa kontak dan cairan kontak
atau phosphate setiap 6 jam) dan dimonitor
lens
pada 24-48 jam setelah terapi inisial. Jika tidak
ada efek samping frekuensi ditingkatkan
PENATALAKSANAAN:
berdasarkan respon klinis.
Tujuan:
- Mempertahankan penglihatan dan
 Terapi surgery : PK (Penetrating
kejernihan kornea
Keratoplasty) diindikasi kan jika:
 Monoterapi: fluoroquinolon topikal,
 Progresifitas penyakit meningkat
diberikan setiap 30-60 menit
meskipun telah diberikan terapi
kemudia ditapering frekuansinya
obat
tergantung respon klinis.
 Pembentukan descemetocele
 Pada kasus berat: pemberian
antibiotik tiap 5 menit selama 30  Terjadi perforasi
menit sebagai loading dose   Keratitis yang tidak respon terhadap
mencapai konsentrasi tinggi di antimikroba
stroma kornea. Atypical Mycobacteria
 generasi kedua fluoroquionolon Keratitis Jamur
(ciprofloxacin, ofloxacin)  efektif Faktor resiko:
untuk Pseudomonas tetapi kurang - Sering didaerah yang lebih lembab
efektif untuk gram positif. - Trauma kornea akibat tumbuh-
tumbuhan

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


- Pemakaian kontak lens - Pemberian anti fungal sistemik jika
- Pemakaian KTS topikal  meningkatkan keratitis jamur yang berat atau
virulensi penyebaran intra kamera diantanya:
Gejala klinis:  Ketoconazole (200-600mg/hari)
- Gejala dan tandanya lebih minimal pada  Flucobazole (200-400 mg/hari)
periode iniial dibandingkan keratitis  Itraconazole (200 mg/hari)
bakteri.  Voriconazole (200-400 mg/hari) dan
- Injeksi konyungtiva minimal posaconazole (800 mg/hari)
- Nyeri tidak sesuao dengan inflamasi mempunyai penetrasi intraokular
kornea. yang paling baik dan broad
Keratitits fungal Filamentosa: spektrum.
- Gray-white  Alternatif : amphotericin B (5-10
- Infiltrat berbulu-bulu irregular atau mcg/0.1 cc) atau voriconazole (50-
batas berupa filamentosa. 100mcg/0.1 cc) diberikan
- Lesi yang superfisial : gray-white, elevasi intrastromal atau aqueous soluble
permukaan kornea dan kering, kasar pada keratitis jamur yang lebih
atau tekstur seperti pasir pada saat dalam dan injeksiintracamera.
scraping cornea. - Debridement mekanik bermamfaat
- Infiltrasi stoma dapat terjadi pada epitel untuk keratitis fungal superficial.
yang intak
- Endothelial plaq dan atau hipopion Acanthamoeba Keratitis
dalam atau besar dan menembus COA Acanthamoeba :
- Protozoa yang hidup bebas ditemukan
pada fresh water dan tanah
- Pada kolam renang dan bak air panas
- Homemade saline contact lens solutions
Gejala klinis:
- Nyeri ocular
- Fotofobia
- Perjalanannya progresif
- Infeksi terlokalisir pada epitel kornea
Keratitis jamur disebakan oleh Fusarium dan gejala minimal, diffuse punctate
solani : dry, infiltrate stroma warna epitheliopathy atau lesi epithelial
putih dengan pinggir berbulu-bulu. dendritic
- Infeksi stroma terjadi sentral kornea dan
- Keratitis yang progresif hipopion infiktrate warna abu-abu putih
terdapat membran di COA jamur superfisial, non-suppurative
menginvasi irirs atau COP dan terjadi - Penyakit yang progresif  infiltrater
angle-closure glaucoma  inflammatory ring komplit atau parsial di sentral
pupillary block. - Radial perineuritis atau radial
keratoneuritis  jika terdapat inflamasi
Pemeriksaan laboratorium: di kornea , patognomonic untuk amebic
- Dinding cel diwarnai dengan Gomoi keratitis, limbitis
methenamine silver kecuali Candida - Dapat terjadi skleritis fokal, nodular dn
- Media untuk culture: Blood, sabourauds difus bahkan dacryoadenitis
brain-heart infusion.

PENATALAKSANAAN
 Natamycin 5% suspensi  untuk
keratitis fungal filamentosa terutama
yang disebabkan oleh Fusarium spp
 Amphotericin B (0.15%-0.3%)  efektif
untuk yeast keratitis, juga keratitis
filamentosa disebabkan oleh Aspergilus
 Voriconazole topikal 1%

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Gambar: ring infiltrate pada keratitis
acanthamoeba
Pemeriksaan Laboratorium:
- Pemeriksaan amuba langsung dapat
dilihat dengan mikroskop didapatkan
dengan scraping cornea.
- Pewarnaan giemsa atau dengan periodic Gambar:Reaksi anafilaksis akut akibat obat
acid-Sciff (PAS), calcofluor white, atau topikal dengan konyungtiva hiperemis dan
acridine orange stains kemosis
- Media kultur: Non-nutrien agar dengan
E Coli atau Enterobacter aerogenes

PENATALAKSANAAN:
 Diamidines: propamidine, hexamidine
 Biguanides : polyhexamethylene Gambar : dermatitis kontak allergi tipe lambat
biguanide (polyhexanide), chlorhexidine yang terjadi skunder terhadap obat-obat topikal
 Aminoglycosides : neomycin,
paromomycin Atopic Dermatitis
 Imidazole/triazoles: voriconazole,
miconazole, clotrimazole, ketoconazole, IMMUNE-MEDIATED DISORDERS PADA
itraconazole
KONYUNGTIVA
 Terapi operasi Lamellar atau
Hay Fever (seasonal) Conjunctivitis dan
penetrating keratopalsty
Parennial Allergic Conjunctivitis
Reaksi Hipersensitivitas IgE-mediated
Differnsial Diagnosa: Allergen: airborne
- Herpetic Keratitis  Gejala Klinis:
pada HSV pola dendritic dan contigous Hay fever  juga menderita kondisi atopi
sementara pada acanthamoeba : lainnya seperti rhinitis allergi atau asma.
noncontigous atau pola multifocal - Gatal  intense itching sebagai tanda
granular epitheliopathy dan khas
subepithelial opacities. - Palpebra edema
Pada HSV nyeri ringann yang tidak - Konyungtiva hiperemis
proporsional terjadi skunder akibat - Khemosis
terkenanya Nervus trigeminus - Sekret mucoid
Pada acantahmoeba: nyeri hebat yang - Serangannya jangka pendek dan
tidak proporsional episodik.
Pada acanthamoeba faktor resikonya - Faktor yang mempengaruhi : Contact
adalah pemakaian kontak lens atau lens, dry eye.
kontak dengan freshwater yang
terkontaminasi Pemeriksaan Laboratorium:
Pada acanthamoeba tidak berespon - Conjunctival scrapings  eosinofil (+)
terhadap terapi antivirus inisial. - Tes allergen
- Penatalaksanaan:
- Hindari kontak dengan alergen
Corneal Stromal Inflammation Associated
- Terapi suportif: Kompres dingin dan
With Systemic Infections
artifisial tears.
Skleritis Mikroba Artificial tears untuk dilusi dan
mengusir alergen dan mediator
inflamasi.
- Terapi topikal:
IMMUNE-RELATED DISORDERS Anti histamin topikal dan mast-cell
EXTERNAL EYE stabilizer (cromolyn sodium, lodoxamide
IMMUNE-MEDIATED DISEASE PADA tromethamine), NSAIDs topikal, KTS
PALPEBRA topikal, Vasokonstriktor topikal.
Contact Dermatoblepharitis - Sistemik: antihistamin sistemik
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
Yang ditunjuk : Horner trantas dots
Mengatasi gejala akut vasokonstriktor topikal
atau kombinasi dengan anti histamin. -Terdapat erosi epitelial punctatae pada kornea
Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) superior dan sentral.
Patogenesa : -Pannus pada kornea superior
- Inflamasi terjadi pada kornea dan -Dapat terjadi vaskularisasi 360 ◦pada kornea.
konyungtiva , bilateral, seasoning, -Shield ulcer  non-infeksius epitelial ulcers
cenderung rekuren dengan bentuk oval atau seperti perisai dengan
- Sering pada anak laki-laki opasifikasi stroma di bawahnya pada kornea
- Sering terdapat riwayat atophy pada superior atau sentral.
angota keluarga -Pada kasus berat dapat terjadi Stem Cell
- Pada iklim tropis Deficiency
- Imuno patogenesa Rx Hipersensitivitas
Tipe I dan IV
- Infiltrasi eosinofil, limfosit, sel plasma
dan monosit
Gejala klinis:
-Blefarospasme, fotofobia, penglihatan kabur,
copious mucoid discharge
-Secara klinis terdapat 2 tipe VKC

1. Palpebral VKC:
-lokasi pada konyungtiva palpebra, diffuse
papillary hipertrophy di palpebra superior
(sering) Shield ulcer pada VKC
-Konyungtiva bulbi hiperemis, kemosis
-Pada kasus berat giant papillae membentuk Manajemen:
Cobblestones pada tarsus superior Terapi berdasarkan derajat keparahan dari
gejala dan penyakit ocular surface.
1.Climatotherapy penggunaan AC untuk
menjaga lingkungan tetap dingin
2.Topical mast cell stabilizer  pasien dgn gejala
mild-moderate dimulai 2 minggu sebelum
gejala terjadi.
Dapat digunakan dosis jangka panjang sebagai
2.Limbal VKC: maintenance
-Sering pada pasien Afrika dan Asia 3.Topical corticosteroids untuk kasus berat
-lebih sering beriklim panas 4. obat-obat immunomodulator topikal seperti
-Limbus menebal, gambaran seperti gelatin cyclosporin atau tacrolimus
(gelatinous) appearance dengan seperti
gundukan yang berwarna putih dan injeksi Pada kondisi eksaserbasi 
vaskular. -intermitten pulse therapy kortikosteroid
Horner-Trantas dots : macroagregasi berwarna Difluprednate, ophthalmic emulsion 0.05% 
putih dari eosinofil, sel-sel epitel, dapat tiap 2 jam selama 5-7 hari dan segera ditapering
ditemukan pada limbus yang mengalami -dianjurkan dexamethasone phosphate
hipertrofi potensi kurang tapi merupakan kortikosteroid
soluble (dapat larut) sehingga partikel suspensi
kortikosteroid tidak menumpuk diantara papil
-Kortikosteroid oral  diberikan pada kasus
berat.

Pada pasien kooperatif


-supratarsal injection kortikosteroid  lokasi di
superior dari batas atas tarsus superior dapat
dgn mudah dicapai dengan eversi palpebra
superior, lakukan anestesi pada konyungtiva
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
supratarsal, injeksikan 0.5-1.0 ml short acting
kortikosteroid seperti
dexamethasonenphosphate (4mh/ml) atau
kortikosteroid long acting seperti triamcinolon
acetonide (40mg/ml)
Monitor TIO.
-Pada kasus yang refrakter
 cyclosporine topical 2% 2-4 kali sehari atau
Tacrolimus 0.1%. efek samping keratopati Gambar :Vaskularisasi pada kornea dan
punctate epithelial dan iritasi ocular surface. Scarr pada AKC

DD/ - Dapat terjadi kekeruhan lesa,


a.konyungtivitis atopi subkapsular posterior, multifaceted atau
b.blepharitis shield-shaped subkapsular anterior.
c.Giant paillary konyungtivitis - Pada kornea ditemukan: erosi punctate,
PED, meningkatnya insiden ectatic
Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) corneal disease seperti keratoconus dan
1/3 pasien dengan dermatitis atopi berkembang pellucid marginal degeneration dan
menjadi AKC . meningkatnya insiden staphylococcal
Gejala Klinis: dan infeksi Herpes Simplex.
Primernya , Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV. Penatalaksanaan:
Gejala klinis mirip dengan VKC . - Mencegah kontak dengan allergen
Perbedaannnya: - Kompres dingin
- AKC seringkali tahunan, dengan - Terapi sistemik jika inflamasi ocular
eksaserbasi seasonal minimal surface yang tidak respon terhadap
- Pasien lebih tua topikal, rasa tidak nyaman, perkembang
- Papil lebih kEcil menjadi sikatriks, PUK (Peripheral
- Papil terdapat pada palpebra superior Ulcerative Keratopathy)
dan inferior. - Imuno supresan (oral cyclosporin 2-2.5
- Edema konyungtiva milky mg/kg perhari)  koordinasi dengan
internist atau rheumatologist.
Tacrolimus bermamfaat untuk
dermatitis.
Ligneous Conjunctivitis
Steven Johnson Syndrome/Toxic Epidermal
Neclolysis
Mucous Membrane Pemphigoid
Ocular Graft Vs Host Disease
Conjunctivitis/Episkleritis Associated
Gambar AKC: papil kecil, edema dan fibrosis
Reactive Arthritis
subepithelial
- Vaskularisasi kornea yang meluas dan
opasifikasi skunder akibat penyakit IMMUNE-MEDIATED DISEASE PADA
epitelkronis (kemungkinan akibat CORNEA
disfungsi stem cell) Thygeson Superficial Punctate Keratitis
- Sitologi konyungtiva: Eosinofilia dan Interstitial Keratitis Associated With
jarang degranulasi. Infectious Disease
- Scar konyungtiva sering terjadi dengan Syphilitic Interstitial Keratitis
pembentukan Symblepharon Cogan Syndrome
Marginal Cornea Infiltrate Associated With
Blepharoconjunctivitis

Peripheral Ulcerative Keratititis Associated


With Systemic Immune-Mediated Disease

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Keratitis perifer autoimun berkembang pada atau cyclosporine. Agen biologic seperti
pasien dengan immune-mediated sistemik dan infliximab  pada kasus berat.
rheumatic disease.
-sering pada rheumatoid arthritis, dapat juga Pada kasus yang mengancam terjadinya
terjadi Wagener granulomatosis, SLE, perforasi Cyanoacrylate glue dan bandage
Polyateritis nodosa, ulcerative colitis, relapsing contact lens digunakan sementara sampai
polychondritis. dimulai terapi sistemik.
Gejala Klinis: - Tectonic grafts untuk mempertahnkan
- Riwayat penyakit konektif bola mata pada saat terapi sistemik
- Infiltrasi kornea perifer atau melting dimulai.
stroma  menggambarkan tanda awal - Jika penyakit dasar dapat
underlying systemic illness. dikendalikan recontructive
- Keratolysis stroma melting keratoplasty
- Dapat terjadi bilateral tetapi biasanya
unilateral dan terbatas 1 sector kornea Mooren Ulcer
perifer. Etiologi: belum diketahui diperkirakan
autoimmunity.
Faktor pencetus:
-trauma
-surgery
-eksposure terhadap infeksi parasit (helminthic)

Gejala Klinis:
- Kronis, progresif dan nyeri, ulkus
idiophatic pada stroma kornea bagian
Gambar: PUK dihubungkan dengan Rheumatoid perifer dan epitel.
disease. - Ulkus dimulai pada perifer kornea dan
Lesi inisial muncul pada zona dalam 2 mm dari menyebar secara sirkumferensial dan
limbus disertai dengan vaso-occlusi pmbuluh sentrioetal yang memicu rusaknya
darah limbal. pinggir jaringan yang de-epitelisasi.
Pada kebanyakan kasus epitel tidak ada pada
daerah yang terkena dan stroma dibawahnya
menipis.
Jika penyakit terdeteksi di awal epitel yang
terkena patchy dan stroma ketebalannya masih
normal.
Penatalaksanaan:
Tujuan:
- Improve wetting Gambar:Ulkus mooren
- Meningkatkan epitelialisasi Ulkus dapat meluas ke arah sklera.
- Menekan immune-mediated Mata mengalami inflamasi dan nyeri makin
inflammation systemic intens dengan fotofobia dan taring.
 Lubrikasi ocular surface  dilusi sel-sel -dapat terjadi perforasi akibat trauma minor,
inflamasi pada preocular tear film. atau selama infeksi skunder.
 Patching atau bandage soft contact lens. Vaskularisasi yang luas dan fibrosis pada kornea
 Topical collagenase inhibitors  sodium dapat terjadi.
citrate 10%, acetyl cysteine solution 20%,
medroxyprogesterone 1% dan sistemik Pada beberapa pasien sangat sulit dibedakan
collagenase inhibitors seperti tetracycline. dengan idiopathic PUK.
 Topical cyclosporin  pasien dengan central Pada Mooren  hanya kornea saja yang
melting terkena.
 KTS topikal PUK sklera sering terlibat.
 Terapi sistemik: oral prednisone, agent
Terdapat Ulkus Mooren :
cytotoxic seperti cyclophosphamide, atau
1.Ulkus Mooren terjadi pada populasi pasien
obat immunomodulator seperti methotrxate
lebih tua. Dan berkembang progresif lambat.

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


2.Ulkus Mooren terjadi bilateral, progresivitas
cepat, respon kurang terhadap intervensi Gejala klinis:
medical atau surgical. -mata merah
-Diserta iritasi dan nyeri
Ulkus Kornea dan perforasi sering terjadi. Tanda:
Beberapa pasien dengan ulkus mooren juga -sering didarah interpalpebra yang terekspose,
disertai paraistemia. dan area pnguekula.
-harus dibedakan denga skleritis.
Ulkus Mooren dicetus dengan reaksi antigen- -Inflamasisuperficial,
antibody terhadap toxin helminthic atau deposit -nyerinya tidak senyeri skleritis
antigen pada limbal cornea pada blood-borne -warna merah terang atau salmon pnk
phase pada parastic infection. -akan memutih diberikan 2.5% phenylephrin
topikal.

Klassifikasi:
1.injeksi difus
2.nodular

Gambar : Ulkus Mooren dengan Ulserasi Limbal


superior severe dan penipisan.

Penatalaksanaan:
- KTS topikal (difluprednate)
- Lensa kontak
- Acetylcysteine 10% dan L-cysteine (0.2 Skleritis tipe nodular
molar)
- Topical cyclosporine PENATALAKSANAAN:
- Eksisi konyungtiva limbal -Work up underlying disease
- Keratoplasty lamellar. -NSAIDs topikal
- Interferon topical -NSAIDs oral jika terdapat keluhan nyeri.
- Topical cyclosporine 2%  infliximab. -lunricant
- Obat-obat sistemik obat-obat KTS oral, -steroid topikal
cyclophosphamide, methotrexate, dan
cyclosporine. SKLERITIS
- Hepatitis C-Associated kasus Ulkus
Mooren Patogenesis:
-Immune mediated (immune-complex imunity)
Corneal Transplant Rejection vasculitis memicu terjadinya destruksi sklera.
-terdapat underlying disease
Epidemiolog:
-jarang terjadi pada anak-anak
-pada dekade 4-6
-sering pada wanita
IMMUNE –MEDIATED DISEASE PADA
-sering bilateral
EPISKLERA DAN SKLERA
Gejala Klinis:
EPISKLERITIS -nyeri ocular yang memburuk pada malam hari
Penyebaran nyeri sampai ke regio dahi wajah sisi
-Inflamasi jinak pada jaringan episklera yang terkena, dan sering kali bola mata nyeri jika
-self-limited disentuh.
-onset tiba-tiba Tanda:
-transient (beberapa hari s/d minggu) -sklera yang mengalami inflamasi berwarna
-usia dewasa muda 20-50 tahun ungu
-sering pada wanita Paling jelas terlihat dengan cahaya matahari
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
-pembuluh darah sklera membentuk crisscross -skleritis necrotizing tanpa inflamasi
pattern
Yang melekat pada sklera, dan tidak dapat
digerakkan dengan kapas tunjuk
-sklera edema
Klassifikasi Skleritis:
1.Skleritis difus

-Disebut juga scleromalacia perforans


-disebut tanpa inflamasi krn gejala klinisnya
tidak nyeri, gejala inflamsi minimal.
Terjadi pada long-standing RA
Ditandai dengan adanya zona edema sklera dan -sklera menipis dan membayang jaringan uvea
merah dibawahnya
<50% di bagian sklera anterior -stafiloma mengalami bulging jika TIO
2.skleritis nodular meningkat sehingga dapat terjadi perforasi
spontan
4.skleritis posterior

Ditandai dengan adanya nodul sklera warna biru


, immobile, terpisah dari jaringan episklera yang
berada di atasnya yang terangkat oleh nodul Gambran B-Scan skleritis posterior yang
3.skleritis necrotizing menunjukkan sklera posterior yang menipis
Merupakan bentuk dari skleritis yang bersifat
destruktif Gejala klinis: nyeri, nyeri scalp saat disentuh,
kehilangan visus dan terdapat gangguan gerak.
-skleritis necrotizing dengan inflamasi Dapat terjadi Choroidall folds, ablasio retina
eksudatif ,papil edema, glaukoma skunder sudut
tertutup
-penebalan choroid

Komplikasi skleritis:
-keratitis perifer
-penipisan sklera
-uveitis
Glaukoma
Katarak
Gejala: nyeri hebat, terdapat inflamasi sklera
-Sklerokeratitis kornea perifer menjadi keruh
terlokalisir dengan pinggir lesi lebih mengalami
karena fibrosis dn deposisi lipid pada
inflamasi dari pada bagian sentral. Terdapat
konyungtiva dekat sklera
bagian edema yang avaskular .
-terdapat daerah penipisan sklera (blue-gray
appearance)  membayang gambaran choriod
di bawahnya.
Terdapat perubahan pola pembuluh darah
episklera yang lebih dalam (pembuluh darah
beranastomose yang mengelilingi daerah yang
mengalami inflamasi)

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Pemeriksaan penunjang:
Gejala Uveitis:
-CBC complete Bood Count
- Kemerahan
-ESR – C-reactive protein (CRP)
- Nyeri
-serum autoantibody screening
- Photofobia
-urinalysis
- Epifora
-serum uric acid test
- Gangguan Penglihatan:
-syphilis serology
 Terjadi akibat Myopic atau Hyperopic
-chest x-ray
Shift
-sarcoidosis screening
 Sel-sel inflamasi
PENATALAKSANAAN
 Katarak
-Kortikosteroid topikal
- Skotoma
-non necrotizing  oral NSAIDS
- Floaters
-TNF inhibitors infliximab
Sign Uveitis:
 Keratic Precipitates

Kps (medium dan small) dengan sinekhia


posterior

PENDEKATAN KLINIS PADA UVEITIS


Uvea terdiri dari:
- Iris
- Corpus siliaris
- Choroid
Uveitis  inflamasi pada uvea
 Disertai dengan keterlibatan pada
struktur lainnya seperti retina, sklera ,
Large “mutton-fat” keratic precipitates
kornea, vitreus dan n.optikus.
pada pasien denga sarcoidosis 
menunjukkan proses granulomatosa.
KLASIFIKASI UVEITIS:
 Uveitis Non-infeksius (autoimun)
-sel-sel inflamasi
 Uveitis Infeksius
-Flare
Klasifikasi berdasarkan anatomi:
 Uveitis anterior
 Uveitis intermediate
 Uveitis posterior
 Panuveitis

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Reaksi pada COA:
1. Serous  aqueous flare akibat protein
influx)
2. Purulent  ( lekosit PMN dan debris
nekrosis ) meyebabkan terjadi hipopion
3. Fibrinous  plasmoid atau eksudat
fibrinous yang intens.
4. Sanguinois  sel-sel inflamasi dengan
eritrosit dengan manifestasi hipopion
Flare di CoA grade 4 pada pasien uveitis dengan hifema.
anterior akut. SUN groups rekomendasikan grading intensitas
- Fibrin sell-sel di COA dan Flare berdasarkan jumlah sel-
- Hipopion sel yang ditemukan pada pemeriksaan Slit lamp
- Dispersi pigmen pada pencahayaan ukuran 1x1 mm pada sudut
- Pupil miosis 40-60 ◦ pada ruangan gelap.
- Nodule iris
- Sinekia posterior

Sinekhia posterior dan nodul iris pada


pasien dengan Sarcoidosis
Terdapat 3 Tipe nodul iris:
- Koeppe Nodul (Pinggir pupil)
- Busacca Nodules (mid iris)
- Berlin Nodul (iris angle)

Sel-sel di vitreus digrading kan dengan


mengobservasi ruang retrolental saat mata
dilatasi dengan menggunakan slit-lamp
biomicroscope dengan pencahayaan 1x 0.5 mm.
Perubahan vitreus pada uveitis:
- Snow ball opacities pada sarcoidosis
atau uveitis intermedia.
- Eksudat pada pars plana  Snow bank,
snowbank aktif berbentuk berbulu-
Sinekia posterior yang multipel yang mencegah
bulu (shaggy appearance)
dilatasi pupil.
- Vitreal strands seperti pita (helai)
- Band keratopathy  ditemukan pada
Pemeriksaan Laboratorium dan Evaluasi Pada
long-standing uveitis.
Uveitis
 FFA
Keratic Precipitate kumpulan sel-sel inflamasi
 Fundus Autofluoresence Imaging
pada endotel kornea.
 Indocyanine green angiography
Jika baru ditemukan: warna putih, bulat dan licin
 USG
kemudian berubah menjadi pigmented, berkerut
 ERG
atau glassy.
 OCT
KPs yang besar, warna kekuningan disebut
mutton-fat KPs biasanya ditemukan pada
inflamasi granulomatosa.
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
- Gastric ulceration
- Gastrointestinal bleeding
- Nephrotoxicity
- Hepatotoxicity

NSAIDs Topikal berperan dalam


mengontrol inflamasi ringan seperti
episkleritis dan post operative
pseudophakic CME. NSAIDs topikal tidak
efektif untuk uvitis anterior non-infeksi.
Obat-obat yang digunakan:
 Ketorolac
 Bromfenac
 Nepafenac.
3. Kortikosteroid topikal dan sistemik. KTS
merupakan terapi andalan untuk
uveitis. Indikasi :
- Mengobati inflamasi aktif
- Mencegah atau terapi komplikasi seperti
CME
- Mengurangi infiltrasi sel-sel inflamasi
retina, khoroid atau nervus optikus.
Tidak diindikasikan pada pasien dengan
TERAPI MEDIKA MENTOSA PADA UVEITIS flare kronis untuk penyakit spesifik
Tujuan terapi: seperti uveitis Fuchs heterochromic atau
- Mengontrol inflamasi  mengurangi pars planitis disertai dengan edema
resiko kehilangan visus akibat komplikasi makula.
struktural dan Fungsional.
KTS terapi dimulai dengan dosis tinggi
Terapi Inisial: (topikal atau sistemik) dan dosis
1. Sikloplegik topikal  untuk mencegah diturunkan jika inflamasi mulai reda.
terbentuknya sinekhia posterior,
mengurangi fotofobia akibat spasme Untuk menghindari komplikasi terapi 
siliar. Semakin kuat reaksi inflamasi, pasien dipertahankan pada dosis
semakin kuat atau tinggi frekuensi dosis minimum untuk mengontrol inflamasi.
obat sikloplegik. KTS diturunkan secara bertahap
Obat yang digunakan: (beberapa hari s/d minggu) dan tidak
 Short acting: Cyclopentolate dihentikan secra tiba-tiba. Paling lama 2-
Hydrochloride 3 minggu.
 Long actong  atropine
2. NSAIDs topikal dan sistemik  NSAIDs Pemberian topikal
menghambat cyclooxygenase (COX) KTS topikal  paling efektif untuk
isoform 1 dan 2 atau 2 saja  uveitis anterior. Pemberian beberapa
mengurangi sintesis prostaglandin yang kali sehari atau per jam.
memicu inflamasi. Obat-obatan:
Efektif untuk pengobatan skleritis - Difluprednate 0.05%  KTS fluorinate,
anterior ringan-sedang pada skleritis potensi tinggi , dosis 4x sehari setara
non-necrotizing. dengan 8x tetes perhari prednisolone
Efektif untuk uveitis anterior kronis (JIA- acetate 1%.
Associated anterior uveitis) dan Efek samping: potensi tinggi
kemungkinan terjadinya CME. meningkatkan TIO
Komplikasi NSAIDs sistemik jangka
panjang: Pemberian Periocular:
- Infark myocard KTS periocular diberikan sebagai depot
- Hipertensi injeksi pada pasien yang tidak respon
- Stroke terhadap KTS topikal atau sistemik.
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
Sering diberikan pada pasien uveitis - Proses penyakit yang kemungkinan
intermedia, uveitis posterior atau CME. reversibel
Triamcinolon acetonide (40 mg) dan - Gagal terapi
methylprdnisolone acetate (40-80 mg). - Pasien dengan KI pemberian KTS karena
masalah sistemik atau Efek samping
Dapat diberikan yang tidak dapat ditoleransi
 Subtenon  jarum 25 Gauge, 5/8 inchi. - Efek samping KTS yang tidak dapat
Jika diberikan di kuadran diterima
superotemporal  palpebra di - Ketergantungan KTS jangka panjang
retraksikan. Pasien disuruh melihat ke
bawah dan nasal. Pasien diberikan  Dapat memodifikasi atau mengatur 1
anestesi topikal dengan cotton swab atau lebih fungsi imun.
(propacaine atau tetracaine), jarum  Bekerja dengan mekanisme yang
diletakkan bevel –down dan melalui berbeda tergantung kelompok obat.
konyungtiva dan kapsula tenon.  Dipertimbangkan bagi pasien yang
 Injeksi periocular tidak boleh digunakan membutuhkan KTS jangka panjang (> 3
pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan bulan) dengan dosis 5-10 mg/hari.
skleritis necrotizing karena dapat
mengakibatkan penipisan sklera Sebelum memulai terapi IMT harus dipastikan :
sehingga resiko terjadi perforasi. - Tidak ada infeksi
 Intravitreal injeksi biasanya digunakan - Tidak ada KI pada hepar dan hematologi
triamcinolone acetonide untuk uveitis. - Evaluasi jangka panjang
- Informed consent
Pemberian KTS Sistemik Pemeriksaan yang harus dimonitor selama
Oral atau intravena. Prednisone 1-2 mg/kg/hari pemberian IMT:
prednisone oral atau dosis 60-80 mg per hari. - Laboratorium darah lengkap
Secara bertahap ditapering 1-2 minggu. - Complete blood coun
Terapi KTS sistemik paling lama 3 bulan. Jika - Tes fungsi hepar dan ginjal
pemberian KTS mencapai 10 mg/hari > 3 bulan
 indikasi Immunomodulatory Therapy (IMT). Kelompok IMT
1. Antimetabolites : Azathioprine,
Pada kasus dengan onset expolsive pada uveitis methotrexate, mycophenolat mofetil,
posterior non-infeksius berat atau panuveitis dan leflunomide.  merupakan
dapat diberikan KTS IV dosis tinggi . Methyl
prednisolone 1g/hari diberikan selama 3 hari.
Diikuti dengan tapering perlahan dengan
prednisone oral 1-1.5 mg/kgBB/ hari.

Pasien dengan KTS jangka panjang sebagai


terapi maintenance diberikan suplemen
Calcium dan Vitamin D untuk menghindari KTS-
induced bone loss.
Evaluasi yang penting:
- Tinggi badan
- Kadar calcium dan phosphorus serum
- Kadar 25 Hydroxychoecalciferol
- Hormon FSH dan testosteron
- Bone-mineral density screening

Terapi Immunnomodulator (IMT)


 Disebut juga Immunosuppressive
Indikasi:
- Uveitis berat yang mengancam
penglihatan
- Pasien yang resisten dan tidak
bertoleransi dengan KTS
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
-mata kabur

Manifestasi Okular JIA :


1.Systemic Onset (still disease)
- anak usia < 5 tahun
-Karakteristik: demam rash, lymphadenopathy
dan hepatosplenomegaly,
-keterlibatan sendi minimal atau tidak ada
PENYAKIT-PENYAKIT INFLAMASI awalnya.
-jarang melibatkan okular
OCULAR NON-INFEKSI 2.Polyarticular onset.
UVEITIS ANTERIOR -mengenai > 4 sendi pada 6 bulan pertama
Acute Nongranulomatous Anterior Uveitis penyakit
-HLA –B27-Related Disease 3.Oligoartikular onset
 Ankylosisng Spondilitis Disebut juga pauciarticular onset.
 Reactive athritis syndrome -keterlibatan < 4 sendi pada 6 bulan pertama
 Inflammatory bowel disease terjadinya penyakit, dan tidak ada gejala pada
 Psoriatic arthritis sendi.
 Tubulointerstitial nephritis and Uveitis Dibagi subdivisi:
Syndrome (TINU) -Type 1
 Glaucomatocyclitic crisis Anak wanita < 5 tahun ,Antinuclear antibody
(ANA) (+), uveitis anterior kronis
Uveitis Anterior Kronis -Tipe 2
 Inflamasi segmen anterior yang -anak laki-laki (lebih tua)
menetap dan relapse < 3 bulan setelah -seroneogetive spondyloarthropathy
terapi dihentikan -uveitis yang terjadi akut dan rekuren lebih
 Karakteristik: insidious, mata merah sering terjadi dari pada kronis.
bervariasi, tidak nyaman dan fotofobia
Tanda-tanda inflamasi:
-KPs
Juvenile Idiopathic Arthritis
-band keratopathy
Karakteristik: uveitis anterior pada anak-anak
-flare
ditandai dengan arthritis yang dimulai sebelum
-cells
usia 16tahun dan berlanjut selama paling kurang
-sinekhia posterior
6 minggu.
-katarak
Anamnesa yang diperlukan:
-mata merah ,tidak terlalu, biasanya putih
-apakah ada riwayat demam sebelumnya?
-apakah ada timbul kemerahan pada kulit?
-apakah disertai nyeri sendi
-sejak kapan nyeri sendi terjadi?

-Faktor resiko terjadinya uveitis kronis


 Wanita
 Oligoarticular onset JIA dengan uveitis anterior kronis dan katarak
 ANA (+)
 Kebanyakan pasien Rheumatoid factor
(-)

Gejala klinis:
-mata sering putih tanpa kemerahan
-nyeri ringan-moderate
-fotofobia

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


UVEITIS POSTERIOR
Collagen Vascular Disease
Susac Syndrome
Inflamasi Chorio retinopathy dengan
Etiologi tidak diketahui

PANUVEITIS
JIA dengan band keratopathy band -Sarcoidosis
Pemeriksaan Penunjang: Karakteristik: kelainan granulomatosa
-Pemeriksaan ANA multisistem dengan etiologi tidak diketahui
dengan protean systemic dan manifestasi
DD/ okular.
-Tubuloinstetial Nephritis and Uveitis Syndrome
(TINU) Anamnesa yang diperlukan:
-Fuchs heterochromic uveitis - Riwayat penyakit pada paru-paru (90%)
-Sarcoidosis - Apakah disertai penyakit pada kulit?
-Herpetic Uveitis - Apakah disertai demam dan nyeri sendi?
-Behcet Disease - Apakah ada penyakit parotis ?
-Seronegative Spondyloarthropathies - Riwayat penyakit sistemik lainnya
-Lyme disease seperti Lymph nodes, kulit, SSP, tuang
dan sendi.
Screening JIA - Riwayat penyakit infeksi sebelumnya
- Riwayat keluarga menderita penyakit
seperti ini.
- Riwayat tempat tinggal  faktor resiko
terkena polusi udara yang mengandung
banyak kuman
- Riwayat pengobatan sebelumnya,
terutama pemakaian kortikosteroid

Epidemiologi :
- Keterlibatan okular pada > 50% pasien
dengan penyakit sistemik
- Manifestasi klinis yang sering adalah
Penatalaksanaan: uveitis
Tujuan penatalaksanaan: - Dapat mengenai pria maupun wanita,
-mengeliminasi inflamasi aktif di COA (sel di wanita sedikit lebih sering
COA) - Onset usia 20-50 tahun
-mencegah komplikasi baru Manifestasi Klinis:
1.Kortikosteroid topikal - Dapat muncul akut dengan uveitis
2.KTS sistemik  pada kasus berat anterior  terutama pasien usia muda
3.IMT dan sembuh spontan dalam onset 2
4.Short-acting mydriatic drugs  menjaga pupil tahun
tetap mobile dan mencegah sinekia posterior Bentuk sarcoidosis akut:
5.NSAIDs a.Lofgren Syndrome : erythema
nodosum, febrile athropathy, bilateral
Uveitis anterior akut Non-Granulomatosa hilar adenopathy dan iritis akut yang
Uveitis Anterior Kronis berespon cepat dengan KTS
UVEITIS INTERMEDIA b.Heerfordt syndrome (uveoparotid
fever) karakteristik: uveitis, parotitis dan
Pars Planitis
demam
Multiple Sclerosis - Dapat juga muncul Sarcoidosis kronis 
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
karakteristik adanya penyakit yang
persisten > 2 tahun dengan keterlibatan
interpulmonary dan uveitis kronis.

Manifestasi Pada Mata:


Dapat menyerang semua jaringan okular yakni
orbita dan adneksa.
Yang paling sering mengenai kutaneus, orbita
dan granuloma palpebra
Sarcoidosis: iris nodules. Busacca nodule pada
stroma iris dan koeppe nodule pada pinggir
pupil

-Kornea : jarang terkena tapi dapat muncul


infiltrat kornea numuler dan opasifikasi endotel
kornea inferior, dapat muncul band keratopathy
akibat uveitis kronis atau hiperkalsemia.
-Iris; dapat muncul granuloma iris
Lesi kulit palpebra pada Sarcoidosis -Sinekhia posterior  iris bombe dan Glaukoma
sudut tertutup.
-Peripheral anterior Synechia (PAS) yang luas
dapat tetjadi 360◦
-Glaukoma skunder

Lesi Pada segmen posterior;

Sarcoidosis: nodul pada konyungtiva

- Dapat juga terjadi infiltrasi pada kelenjar


lakrimal yang dapat menyebabkan
keratoconjunctivitis sicca
- Uveitis anterior  dapat muncul uveitis
granulomatosa akut atau kronis lesi
okular yang paling sering ditemukan. Foto fundus: nodular granuloma pada retina dan
choroid, perivaskulitis dan vitritis pada pasien
sarcoidosis dengan keterlibatan segmen
Pada pemeriksaan slit lamp: posterior
-Mutton fat KPs  juga terdapat pada sudut
COA -Keterlibatan vitreus  paling sering dengan
-Koeppe dan Busacca iris nodules adanya kelompokan sel-sel berwarna putih
-“Snow balls” kelompokan sel-sel berwarna (Snowballs) dengan atau tanpa infiltrasi selular.
putih di vitreus anterior inferior Adanya sel di Vitreus membentuk linear disebut
“String of pearls”
-Pada N.Optikus: Nodular granulomas  ¼-1
Disc Diameter
-Pada retina dan Choroid : juga dapat ditemukan
nodular granulomas, perivascular sheating
paling sering dalam bentuk linear atau
segmental periphlebitis.

Sarcoidosis dengan keratic precipitate dan


uveitis anterior
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
- TNF α inhibitors  Infliximab dan
adalimumab efektif untuk sarcoidosis-
associated uveitis.
DD/
-JIA  jika terdapat pada anak < 5tahun)

Symphathetic Ophthalmia
Merupakan pan uveitis non necrotizing
granulomatosa , bilateral, difuse.
Karakteristik: adanya riwayat operasi atau
trauma pada 1 mata (exciting eye) diikuti oleh
Foto Fundus pasien dengan Sarcoidosis: retinal adanya periode laten dan muncul uveitis pada
vascular sheating mata sebelah yang tidak mengalami trauma
(symphatizing eye)
-nodular granulomas di sepanjang venula 
candle-wax drippings atau taches de bougie. Anamnesa yang diperlukan:
-dapat muncul dalam bentuk BRVO  paling -riwayat mata merah pada kedua mata
sering, atau CRVO tapi jarang bersamaan dengan -riwayat operasi pada mata
peripheral retinal capillary non perfussion -riwayat trauma pada 1 mata
sehingga terbentuk neovaskularisasi di retina
dan perdarahan vitreus. Gejala klinis:
-dapat muncul CME -panuveitis bilateral asimetris, exciting eye
-edema papil tanpa invasi granuloma pada inflamasinya lebih berat pada symphatizing eye,
nervus optikus  pada pasien papil edema dan onset dan severity bervariasi
neurosarcoidosis -gangguan saat melihat dekat
-fotofobia ringan
Pemeriksaan Penunjang: -uveitis anterior mulai dari sedikit kemerahan
-Rontgent thorak atau CT-Scan Thorax s/d granulomatous berat
-Pemeriksaan kadar ACE dan Lysozym serum. Manifestasi okular:
-Pemeriksaan kadar kalsium serum dan urin -pada kedua mata dapat ditemukan mutton fat
-Fungsi hati KPs, penebalan iris dari infiltrasi limfosit,
-Gallium Scanning sinekhia posterior dan
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histologi -peningkatan TIO karena trabekulitis
pada jaringan seperti pada paru, KGB -Hipotoni akibat shut down cp.siliaris
mediatinum, kulit dan KGB perifer, hati,
konyungtiva, kelenjar ludah atau kelenjar
lakrimal.

PENATALAKSANAAN
- Kortikosteroid topikal, periokular dan
sistemik
- Sikloplegik  mengatasi nyeri dan
sinekia
- Untuk kondisi segmen posterior yang SO : sinekhia pada symphatizing eye
mengancam penglihatan  prednison
40-80 mg/hari. Posterior segment findings:
- Bagi pasien yang intoleran terhadap -moderate s/d severe vitritis dengan
terapi KTS sistemik diberikan KTS karakteristik yellowis white, midequatorial
intravitreal  Fluocinolone acetonide choroidal lesions (disebut Dallen-Fuchs
implant. Nodules) yang dapat menjadi konfluen.
- IMT sistemik: -lesi choroidal peripaillary dan ablasio retina
Methotrexate,Azathioprine, eksudatif.
Mycophenolate mofetil atau
Cysclosporine

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Vogt-Koyanagi Harada Syndrome
(OSCE UNAS April 2019)
Merupakan Penyakit multisistem yang jarang
ditemukan diduga etiologinya auto imun
Karakteristik: Panuveitis granulomatosa Kronis,
SO.A. Foto Fundus menunjukkan peripaipllary bilateral, difuse disertai dengan keterlibatan
dan multifokal choroiditis (infiltrate inflamasi sistem intugumentary (kulit, rambut, kelenjar
subretinal berwarna kuning) pada makula. keringat), sistem neurologis, dan auditory.
B.Foto fundus menunjukkan koroiditis multifokal
peripheral dan tampak kabur akibat vitritis. Anamnesa yang diperlukan:
-mata merah pada kedua mata
-apakah disertai demam atau flu sebelumnya?
-apakah disertai sakit kepala, muntah,?
-apakah disertai dengan telinga berdenging?
-apakah terdapat nyeri disekitar mata?
-apakah kulit dan rambut sangat sensitif
SO.A. Foto fundus: menunjukkan koroiditis disentuh?
multifokal. B.FA: terdapat area yang multipel -apakah terdapat kelainan pada kulit?
alternating hyperfluoresence dan Blocked -apakah terdapat gejala rambut rontok
fluorescence pada RPE -apakah terdapat perubahan warna pada kulit?
-apakah terdapat kelainan saraf? Seperti gejala
kebas-kebas, hemiparese atau tidak bisa bicara?
-apakah terdapat kelainan pada pendengaran,
gangguan pendengaran atau telinga
berdenging?
-apakah ada riwayat keluarga yang menderita
penyakit seperti ini?

Epidemiologi:
Terdapat 4 stadium Sindrom VKH:
1. Stadium prodromal
SO.ICG: foci Multiple midphase hipofluoresence Gejala klinis:
lebih banyak dari lesi chorid yang ditemukan -Flulike symptoms,beberapa hari kemudian
pada FFA. muncul sakit kepala, mual muntah,
gangguan pendengaran, tinnitus, demam,
PENATALAKSANAAN: nyeri orbita, fotofobia dan kulit dan rambut
-Kortikosteroid sistemik hipersensitif jika disentuh.
-KTS-Sparing drug : Azathioprine, methotrexate, -gejala neurologis fokal: neuropati,
mycophenolate mofetil, cyclosporine, hemiparese, aphasia, myelitis dan
chlorambucil, dan cyclophosphamide ganglionitis
-Topikal KTS disertai cycloplegik dan obat- 2. Acute Uveitic
obat mydriatik,  essensial pada terapi uveitis Gejala klinis:
anterior akut dihubungkan dengan SO. -penglihatan kabur pada kedua mata, terjadi
-KTS periokular  untuk penatalaksanaan setelah 1-2 hari onset munculnya gejala SSP
infeksi rekuren dan CME -Karakteristik: uveitis anterior
-KTS intravitreal  intravitreal fluocinolone granulomatosa bilateral, dengan derajat
acetonide implant untuk pasien intolerans vitritis yang bervariasi, penebalan koroid
terhadap terapi KTS sistemik posterior dengan elevasi peripapillary retinal
choroidal layer, edema papil dan multiple
DD/ serous retinal detachment.
-Panuveitis
-TB
-Sarcoidosis
-Syphilis
-Infeksi jamur

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Foto Fundus VKH Syndrome: papil hiperemis Foto fundus VKH syndrome  Sunset-glow
dan terdapat multiple serous retinal fundus dengan juxtapaillary detachment
detachment. pada stadium convalescent.

-Focal serous retinal detachment  dangkal - Terdapat lesi depigmentasi kecil, bulat,
menunjukkan cloverleaf pattern di polus discrete pada fundus perifer inferior
posterior tetapi dapat menyatu menjadi
large, bullous, exudative detachment.

Foto fundus VKH Syndrome: Lesi


Multple, inferior, peripheral, punc hout
chorio retinal lesions pada stadium
convalescent.
Foto Fundus VKH syndrome: bullous
exudative retinal detachment pada stadium
acute uveitic

-pada stadium ini dapat ditemukan


kehilangan visus.
-dapat juga ditemukan mutton-fat KPs
(jarang), nodul pada iris pada pinggir pupil
- TIO meningkat -Terdapat perilimbal vitiligo (Suguira
-COA; dapat dangkal karena diafragma iris- sign)
lensa maju ke depan sehingga cp siliaris Yang ditunjuk : perilimbal vitiligo
menjadi edema atau nnular choroidal (sugiura sign)
detachment yang menyebabkan terjadinya
shutdown cp siliaris. -perubahan pada integumentary
Histologis ; inflamasi granulomatous non- diantaranya: vitiligo, alopesia, poliosis
necrotizing difus terdiri dari limfosit dan  muncul pada stadium convalesent 
makrofag dengan epithelioid dan sesuai dengan gambaran depigmentasi
multinucleated giant cellstanpa melibatkan fundus.
khoriokapilaris
3. Convalescent
Terjadi beberapa minggu kemudian ditandai
dengan resolusi dari exudative retinal
detachment dan depigmentasi koroid secara
gradual sehingga mengakibatkan
discolorisasi classic-orange-red fundus atau
disebut sunset-glow fundus
Karakteristik: inflamasi non granulomatosa
dengan infiltrasi limfosit pada uvea, sel-sel
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
plasma dan tidak adanya epithelioid 3.Other Ocular signs
histiocytes. a.Nummular chorioretinal
Melanosit koroid berkurang kehilangan depigmentation scars
pigmen melanin karakteristik gambaran b.RPE clumping and/or migration or
Sunset =Glow Fundus c.Reccurent or chronic anterior uveitis
4. Chronic Reccurent IV.Neurologic/auditory findings (may have
Ditandai dengan: uveitis anterior yang resolved bt time of examination):
berulang, dengan terdapatnya KPs, sinekhia A.Meningismus
posterior, iris nodul, depigmentasi iris dan B.Tinnitus
atrofi stroma. Rekurensi segmen posterior C.Cerebrospinal fluid pleocytosis
tetapi jarang terjadi yakni vitritis, papillitis, V.Integumentary finding (not preceding central
multifocal choroiditis dan ablasio retina nervous system or ocular disease)
eksudatif. A.Alopecia
B.Poliosis
Karakteristik: khoroiditis granulomatosa C.Vitiligo
dengan kerusakan chorio kapilaris.
Incomplete VKH syndrome
Rekurensi segmen anterior dapat terjadi Kriteria I-III dan IV atau V
bersamaan dengan inflamasi choroidal Probable VKH Syndrome
subklinis. Kriteria I-III harus ada
Pada stadium ini terjadi inflamasi kronis Isolated ocular disease
yang menyisakan gejala penurunan visus
yang disebabakan oleh adanya katarak Diagnosis VKH Syndrome secara klinis :
subkapsul posterior, glaukoma, CNV, dan Pada fase akut ditemukan exudative retinal
fibrosis retina . detachment
Pada fase kronis ditemukan Sunset –glow fundus
Kriteria Diagnosis VKH;
Complete VKH Syndrome :. Pemeriksaan lanjutan:
I.Tidak riwayat trauma penetrasi okular atau Pada pasien tanpa perubahan pada ekstraokular
operasi pada mata dilakukan pemeriksaan:
II.tidak ditemukan gejala klinis maupun 1.FA
laboratorium dari penyakit okular atau sistemik -Pada stadium akut numerous punctate
lainnya hyerfluorescent foci pada level RPE diikuti oleh
III.Penyakit ocular bilateral (Kriteria A atau B pooling fluorescense pada ruang subretina pada
dibawah ini harus dijumpai) : daearah neurosensory detachment.
A. Early manifestations
1.Diffuse choroiditis ditandai dengan
adanya:
a.Focal area dari subretinal fluid atau
b.Bullous serous subretinal detachments
2. Dengan gambaran fundus meragukan,
kemudian dilakukankedua pemerikasaan A.Pada Fase early ateriovenous phase : multiple
berikut: pinpoint foci dari hiperfluorescence pada polus
a.FFA: focal delayed choroidal perfusion, posterior pasien pada stadium acute uveitic.
pintoint leakage, large placoid area dari B.Late arteriovenous phase : pooling fluorescein
hiperfluoresense, pooling dye didalam pada multiple serous retinal detachments pada
cairan subretina dan optic nerve staining. poolus posterior.
b. USG: menunjukkan penebalan choroidal
difus tanpa adanya skleritis posterior Pada FFA dapat juga terjadi disc leakage, CME
B. Late manifestation: dan retinal vascular leakage jarang terjadi.
1.Adanya riwayat ditemukan kriteria III A Pada stadium convalescent dan chronic
dan ditambah kriteria 2 dan 3 dibawah ini recurrent  kehilangan RPE focal dan atrofi 
atau multiple sign dari no 3. pada FFA menunjukkan gambaran multiple
2.Ocular depigmentation hyperfluorescent window defect tanpa
a.Sunset-glow fundus atau progressive staining.
b.Sugiura sign
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
2.ICG angiography: dapat melihat choroidal
pathology Pada pasien yang intoleran terhadap pemberian
3.OCT  untuk mintoring serous macular KTS sistemik dapat diberikan KTS intravitreal,
detachments, CME dan Choroidal Neovascular diantaranya intravitreal fluocinolone acetonide
Membranes. implant.
Pada phase akut ditandai dengan adanya KTS sistemik ditapering perlahan sesuai dengan
fibrin bands yang meluas dari retina ke RPE dan respon klinis selama 6-12 bulan.
penebalan koroid. -Pemberian IMT pada pasien dengan episode
inflamasi rekuren .
Diberikan Cyclosporine,Azathioprine,
Mycophenolate mofetil, chlorambucil,
cyclophosphamid dan infliximab)

Behcet Disease
(SOAL OSCE Lokal 17 Agustus 2019)
Seorang laki-laki umur 37 tahun kedua mata
merah sejak 2 tahun yang lalu, mata merah
seing berulang dan sudah berobat ke dokter
mata, diberikan obat steroid topikal. Pasien
sering timbul sariawan dan nyeri sendi.

Anamnesa yang perlu ditanyakan:


A. Foto fundus: Mutiple seous retinal -apakah mata merah disertai nyeri
detachments -disertai mata kabur atau tidak
B. FFA: early puctate hyperfluorescence -apakah ada keluha silau
diikuti oleh -riwayat sariawan yanga berulang
C. pengisian ruang subretina oleh -riwayat penyakit pada kulit
fluorescein. -penyakit infeksi pada kelamin
D. OCT: adanya spaces terlokalisir dari -nyeri pada sendi
cairan subretina dengan bands yang -penyakit gastritis
meluas dari retina ke RPE. -penyakit sistemik lainnya seperti penyakit
4.FAF imaging psikiatri
5.Lumbal pungsi -riwayat penyakit keluarga yang menderita
6.USG jika media keruh penyakit seperti ini
Ditemukan difuse, low-medium reflective Epidemiologi:
penebalan koroid posterior paling menonjol -Tipe mayor sering pada laki-laki
pada daerah peripapil dengan perluasan ke -Tipe inkomplit sama pada kedua jenis kelamin
equator, exudative retinal detachment; -onset usia 25-35 tahun
kekeruhan vitreus dan penebalan posterior Gejala klinis:
sklera. - Mata merah, nyeri dan fotofobia
4 Kriteria Mayor
DD/ - Reccurrent oral aphthous ulcers
- Symphatetic Ophthalmia (SO) - Skin lesions (erythema nodosum,
- Uveal effusion syndrome acneiform pustules,folliculitis)
- Skleritis posterior - Reccurent genital ulcers
- Primary intraocular lymphoma - Ocular inflammatory disease
- Uveal lymphoid infiltration 5 Kriteria Minor
- APMPPE - Arthritis
- Sarcoidosis - Gastrointestinal ulceration
- - Epididymitis
PENATALAKSANAAN: - Systemic vasculitis atau komplikasi
-Pada stadium akut  terapi agresif dengan KTS. lainnya
Dosis inisial Prednisolone oral 1-1.5 - Neuropsychiatric symptoms
mg/kgBB/hari
Atau methyl prednisolone 1 g (IV)/hari selama 3 Tipe Behcet Disease
hari diikuti oleh KTS oral dosis tinggi.
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
1.Tipe Komplit (memenuhi 4 kriteria mayor)
2. Tipe Inkomplit (3 kriteria mayor atau
keterlibatan ocular dengan 1 kriteria mayor
lainnya)
3.Suspect (2 kriteria mayor dengan tidak adanya
keterlibatan okular)
4.Possible (Hanya 1 kriteria mayor)
Manifestasi klinis
Khas  kronis, relapsing, Occlusive systemic
vasculitis
Uveitis  anterior maupun posterior sering
terjadi simultan

Diagnostic System for BD (International Study


Group for BD
Reccurrent oral aphtous ulcers (> 3x per tahun)
ditambah dengan kriteria berikut:
1.Reccurent genital ulcers
2.ocular inflammation
3.skin lesions -Sinekia posterior
4.Positive cutaneous pathergy test -Iris bombe

Manifestasi Ocular - Jika tidak terlihat hipopion  minta


-Karakteristik: pemeriksaan goniosccopy  untuk
-vasculitis obliteratif non granulomatosa, melihat adanya hipopion di sudut
necrotizing yang mengenai semua jaringan uvea.
-Uveitis anterior: -Manifestasi segmen posterior
 Hipopion dapat tidak terlihat dan Khas obliterative, necrotizing retinal vasculitis
terlihat hanya dengan gonioscoppy yang menyerang arteri dan vena
Manifestasi pada segmen posterior dapat
berupa:
-BRVO dan BRAO atau kombinasi keduanya
-Vascular sheating dengan vitritis dihubungkan
dengan terjadinya CME (Cystoid Macular
Edema)

Gambar BD dengan Hipopion


 Dapat berlanjut mjd glaukoma sudut
tertutup
Pemeriksaan Ophthalmology yang diperlukan:
- Visus
- Slit lamp

Evaluasi Flare dan Cell pada slit lamp:


 Cahaya lampu ruangan agak gelap, atur Foto fundus pada BD menunjukkan retinal
slit lamp dengan beam 1x1 mm dengan vasculitis
iluminasi cahaya full brifghtness
 Pasien duduk di depan slit lamp
senyaman mungkin, dan arah kan sinar
beam pada susut 45◦-60 ◦ pada kornea
temporal mid peripheral dan bagian
nasal iris.
 Evaluasi grading berdasarkan flare yang
berwarna abu-abu-putih, gunakan pupil
sbg latar belakang untuk intensitasnya.
 Tanpa
Elfi Risalma mengubah 2019)
Puteri (Desember setingan slit lamp ,
lihat adanya sel (titik putih yang berada
di COA)
edema makula dan gangguan arsitektur
retina

Pemeriksaan Anjuran lainnya:


-HLA Typing
-cutaneous pathergy testing
-ESR
-C-raective protein
-Pemeriksaan radiologis: Rontgen thorax, Chest
CT dan brain MRI dengan kontras
Foto fundus pada BD: retinitis dan vasculitis
DD/
dengan perdarahan retina terdapat retinal
- HLA B27 associated uveitis anterior
whitening dan occlusive retinal vasculitis mirip
-Reactive arthritis syndrome
dengan necrotizing herpetic retinitis
-Sarcoidosis
-Vasculitis sistemik termasuk SLE, PAN, dan GPA
Setelah episode berulang dari vaskulitis retina
-necrotizing herpetic retinitis
dan oklusi vaskular, pembuluh darah retina
dapat menjadi putih dan sklerotik.
PENATALAKSANAAN:
 area aktif dari vaskulitis retina dapat disertai
Tujuan terapi:
dengan area retinitis Chalky white yang
- Mengatasi onset akut dengan
multifokal
kortikosteroid
papilitis dapat terjadi progresivitas menjadi
- Mengontrol inflamasi kronis
atrofi akibat vaskulitis yang mengenai arteriole
- Mencegah atau menurunkan kejadian
yang mensuplai darah untuk nervus optikus
relaps dari inflamasi okular dengan
Imunomodulator terapi (IMT)
Pemeriksaan Anjuran untuk Opthalmology:
 Kortikosteroid
 FFA  dilatasi dan oklusi kapiler retina
Untuk mengatasi onset eksplosif dari
dengan perivascular staining. Adanya
inflamasi segmen anterior dan segmen
iskemia retina,
posterior
Leakage fluorescein pada makula akibat
Kortikosteroid sistemik: Prednison 1.5
adanya CME, adanya neovaskularisasi
mg/kg BB/hari denagn tapering secara
retina.
bertahap.
Steroid periocular dan intravitreal untuk
pasien tertentu

 Pengobatan dengan Immunomodulator


Diindikasikan pada pasien BD dengan
kelainan segmen posterior yang
mengancam penglihatan  diberikan
KTS sistemik dengan IMT diantaranya:
Azathioprine
Infliximab, cyclosporine, tacrolimus,
mycophenolate mofetil, chlorambucil
atau cyclophosphamide

BD; A.Foto fundus yang menunjukkan Untuk penyakit mucocutaneus


adanya vaskulitis dan retinitis terlokalisir dianjurkan colchicine tetapi tidak
B.FFA: adanya disc staining dan efektif untuk okular BD
perivaskular leakage Azathioprine efektif mempertahankan
C.OCT : Edema makula dan gangguan visus pada pasien okular BD, genital
inflamasi dari mikroarsitektur retina ulcers dan arhtritis

 OCT: perubahan struktural yang Rekomendasi A European League


disebabkan vasculitis dalam bentuk Againts Rheumatism panel;
first line : Azathioprine dengan KTS
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
Second line : Cyclosporine atau - Riwayat transfusi darah atau
Infliximab  10 mg/kgBB transplantasi organ
Etiologi:
Rekomendasi American Expert Panel Parasit toxoplasma gondii
(terbaru) -single-cell obligate intracelular apicomplexan
First line : anti TNF therapy dengan parasite
Infliximab atau adalimumab Host : kucing
Second line: Corticosteroid –sparing Intermediate host manusia
therapy 3 bentuk T gondiii;
1.Oocyst atau soil form (10-12µm) yang
Infliximab direkomendasikan sebagai mengandung sporozoites
first line atau second line terapi untuk 2.Tachyzoite atau bentuk yang infeksius (4-8µm)
eksaserbasi akut BD. Ditemukan pada sistem sirkulasi dan menginvasi
pada semua jaringan host.
Chlorambucil efektif untuk terapi BD 3. Tissue cyst atau bentuk laten (10-200µm)
pada dosis rendah dan merupakan IMT yang mengandung 3000 bradyzoites
yang paling efektif mencapai durasi
remisi Transmisi pada manusia melalui:
Alternatif lainnya Cyclophosphamide  - makanan yang kurang dimasak, daging yang
dapat digunakan oral atau sebagai pulse terinfeksi mengandung kista jaringan.
therapy intra vena -minuman yang terkontaminasi, buah-buahan
atau sayuran yang mengandung oocyst
Yang harus diperhatikan pada terapi -kontak dengan feses kucing, saliva kucing atau
IMT: tanah yang mengandung oocyst
- Monitoris hematologis -melalui transplasental dengan infeksi primer
PENYAKIT-PENYAKIT INFLAMASI selama kehamilan.
OCULAR INFECTIOUS Gejala klinis Klasik toxoplasmosis kongenital:
UVEITIS VIRAL - Retinochoroiditis
Herpesviridae Family - Hydrocephalus
Rubella - Microcephaly
- Intracranial calcification
Lymphocytic Choriomeningitis - Cognitive impairment (Sabin’s tetrad)
Virus
Measles (Rubeola)
West nile Virus
Human T-Lymphotropic Virus Type 1
Dengue Fever
Chikungunya Fever

UVEITIS FUNGAL
Ocular Histoplasmosis Syndrome Foto fundus lesi hiperpigmentasi partial,
scar pada makula pada toxoplasmosis
kongenital.
PROTOZOAL UVEITIS
Toxoplasmosis Acquired infection:
Uveitis yang terjadi adalah Uveitis posterior Gejala klinis:
Merupakan penyakit progresif dan rekuren. - Penglihatan kabur pada 1 mata
Lesi baru dapat muncul pada pinggir old scar - Floaters
-toxoplasmosis cyst  normal appearing retina. - Mild s.d moderate granulomatous
Anamnesis yang diperlukan: anterior uveitis
- Riwayat kontak dengan kucing
- Riwayat kehamilan Gejala klasik:
- Riwayat keluarga terinfeksi toxoplasma
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
-focal, white retinochoroiditis dengn inflamasi
vitreus moderate berada di atasnya (Head light Jika terdapat focal retinochoroiditis dengan
in the fog). Seringkali di dekat scar tidak adanya retinochoroidal scar  curiga
retinochoroiditis pigmented. toxoplasma acquired baru di dapat atau etiologi
yang lain atau infeksi toxoplasmosis ringan tidak
dapat disingkirkan.

Retinochoroiditis toxoplasmic: fokal retinitis


intens dengan vitritis yang membentuk
headlight in the fog appearance Foto fundus: scar retina toxoplasmosis acquired
inactive, non pigmented dan large.

-retinochoroiditis pada pasien


immunocompromised dan usia tua dapat
muncul dengan gejala yang atipik diantaranya:
- lesi large, multiple dan atau bilateral dengan
atau tanpa scar retinochoroidal.
-gejala klinis dapat lebih berat lagi pada pasien
yang mendapatkan steroid tanpa diiringi dengan
terapi antiparasit.

Toksoplasmosis: foto fundus menunjukkan


retinochoroiditis satellite disekeliling old scar.
- Pembuluh darah disekitar lesi aktif
terdapat perivasculitis dengan venous
sheating dan segmental arterial plaq
(Kyrieleis arteriolitis).
- Oklusi pembukluh darah
- Komplikasi: CME, retinal detachment,
epiretinal membrane, optic atrophy dan
CNV.
Foto fundus pasien dengan toxoplasmosis
menunjukkan necrosis retina yang luas setelah
injeksi kortikosteroid periocular.
- Gejala atipikal lainnya : neuroretinitis,
Punctate Outer Retinal Toxoplasmosis
(PORT)  unilateral pigmentary
Toxoplasmic retinochoroiditis-associated retinopathy yang menstimulasi
choroidan neovascularization. A. Foto terjadinya retinitis pigmentosa dan
fundus choroidal neovascular membrane bentuk inflamasi intraokular lainnya
(CNVM) dengan perdarahan intra retina an pada kondisi retinokhoroiditis tidak
subretinal fluid di dekat scar toxoplasmic ditemukan.
yang lama (panah) B. FFA : pada early phase Karakteristik : PORT : lesi multifocal ,
menunjukkan blocked fluorescence karena kecil pada outer retina dengan eksudasi
adanya scar dan lacy (seperti berenda- pada ruang subretina dan inflamasi
renda) hyperfluorescence yang sesuai vitreus yang minimal di atasnya.
dengan CNVM. (panah)
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
Penggunaan kortikosteroid tanpa antimikroba
atau penggunaan long acting periocular dan
intraocular kortikosteroid seperti triamcinolone
acetate merupakan kontra indikasi karena
berpotens menjadi severe , inflamasi intraocular
dapat tidak terkontrol.

-Kortikosteroid topikal  jika terdapat inflamasi


segmen anterior .
-Terapi 5-6 minggu dapat diperpanjang jika
Foto fundus : menunjukkan Punctate
aktivitas penyakit persisten
Outer Retina Toxoplasmosis (PORT)
-Trimethoprim-
Diagnosis:
- Ophthalmoscopy indirek: karakteristik
lesi HELMINTHIC UVEITIS
- Pemeriksaan Serology: Indirect Toxocariasis
Fluorescent antibody dan ELISA  untuk Cysticercosis
mendeteksi spesifik anti bodi anti T- Digguse Unilateral Subacute Neuroretinitis
gondiii. Onchocerciasis
- IgG muncul setelah 2 minggu
terinfeksi UVEITIS BAKTERI
- IgM  pada fase akut, IgM pada bayi
Syphilis
congenital infection.
- PCR Lyme Disease
Ocular Nocardiosis
PENATALAKSANAAN: Tuberculosis
- Pada pasien immunokompeten  self- Ocular Bartonellosis
limiting course : batas lesi menjadi lebih Whipple Disease
tegas, edema minimal  6-8 minggu
tanpa terapi. Dapat terjadi atrofi RPE SKLERITIS INFEKSI
secara perlahan selama beberapa bulan. ENDOPTHALMITIS
- Pada pasien immunocompromised  Acute –Onset Post operative
penyakit lebih severe dan progresif. Endopthalmitis
T ujuan terapi:
Inflamasi Intra okular.
- Memperpendek durasi replikasi parasit
- Memicu sikatrisasi yang cepat sehingga
Manifestasi klinis:
- hipopion
membatasi scar retinochoroidal dan
-kongesti p.d konyungtiva
progresifitas.
-edema palpebra
- Mengurangi frekuensi inflamasi rekuren
-edema kornea
dan meminimalisir komplikasi struktural.
-nyeri
-kehilangan visus.
Regimen Klasik:
Terdiri dari triple therapy:
Etiologi:
1.Pyrimethamine (loading dose 50-100 mg,
- Staphylococcus species : staphylococcus
treatment dose: 25-50 mg/hari.
aureus
2.Sulfafdiazine (dosis terapi: 1 gr, 4 x sehari)
- Streptococcus species
3. Prednisone (0.5-1 mg/hari, tergantung
Diagnosis:
severity dari inflamasi)
- Melalui specimen di COA dengan
Ditambah demgan Folinic acid (15 mg setiap
tuberculin syringe
hari)
- Vitreus specimen  vitreus tap atau
dengan menggunakan instrumen
Beberapa klinis menambah Clindamycin 
vitrektomi
quadriple atau pada pasien dengan alergi sulfa.
-
Kortikosteroid disaat dimulai terapi antimikroba
atau dalam 48 jam pada immunokompeten. Chronic Post Operative Endophthalmitis

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


Onset: dapat timbul setelah operasi beberapa - Uveitis –Glaukoma Hyphema syndrome
bulan atau tahun - Intraocular masquerade syndrom
Anamnesa yang perlu ditanyakan: Penatalaksanaan:
- Riwayat operasi terutama ekstraksi  Pars plana vitrektomi
lensa  Injeksi intravitreal dan endocapsular
- Riwayat trauma terutama trauma vancomycin
intraokular  Explantasi IOL
Gejala Klinis: Endogenous Endophthalmitis
- Inflamasi kronis segmen anterior Endogenous Bacterial Endophthalmitis
- Hipopion Endogenous Fungal Endophthalmitis
- Kps
- Plaque intracapsular
- Vitritis CYTOMEGLOVIRUS
Dapat dibagi : - Double-stranded DNA virus 
 Bakterial endopthalmitis. Penyebab Herpesviridae family.
paling sering Propioni bacterium acne. - Penyebab infeksi virus kongenital dan
Dapat juga disebabkan oleh: menyebabkan penyakit pada neoatus
Staphylococcus epidermidids dan - Penyakit pada pasien
Corynebacterium species. Gram negatif: immunocompromised dengan leukemia,
Mycobacterium species. P.acne sering lymphoma atau HIV/AIDS, transplant
ditemukan ada: antara IOL dan kapsul recipients.
posterior. CMV retinitis  manifestasi ophthalmic yang
Nd-YAG kapsulotomi dapat memicu paling sering  pada infeksi CMV kongenital
endopthalmitis kronis akibat masuknya dan CMV sebagai infeksi oppurtunistik pada
organisme ke cp vitreus. pasien HIV/AIDS

Gejala klinis:
Mempunyai 3 variant:
a. Classic atau fulminant retinitis:
Perdarahan retina yang luas dengan latar
belakang retina putih, edema atau nekrosis
retina.
Retinitis terjadi pada polus posterior  dari
papil menuju arkade pembuluh darah di daerah
distribusi NFL dan pembuluh darah .

Kronis post operative endophthalmitis


disebabkan oleh P.acnes. Terdapat kps
dan palq warna putihdicapsular bag.
 Fungal endopthalmitis: candida
parapsilosis, aspergillus flavus,
torulopsis candida. Khas: snow balls dan
string-of pearls di vitreus . inflamasi
ocular memburuk setelah pemberian Gambar foto fundus CMV retinitis
KTS topikl, periokular atau intraocular
steroid terapy

Diagnosis:
- Kultur fungal dari cairan aqueous, dari
capsular plaq atau vitreus tap pada saat
vitrektomi
DD/
- Lens-induced uveitis
- Inflamasi kaibat malposis IOL
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)
Gambar: CMV retinitis terapi. Diagnosis berdasarkan PCR pada
aqueous atau vitreus.
b. Granular atau indolent
Sering ditemukan pada retina perifer, ditandai Patogenesa:
dengan edema retina minimal atau tidak ada CMV sampai ke mata secara hematogen, virus
sama sekali, perdarahan, atau vascular sheating menembus Blood-ocular barier, infeksi pada sel-
dengan retinitis aktif yang progresif mulai dari sel endotel vascular retina terjadi transmisi
batas lesi. mell sel ke sel di dalam retina.

Diagnosis CMV retinitis pada pasien dengan


HIV/AIDS atau yang mendapatkan IMT 
esensial secara klinis.
CMV retinitis early :
- Small, infiltrat retina warna putih seperti
cotton wool spot.
- Terjadi bersamaan dengan HIV-
associated retinopathy (perdarahan dot-
Foto fundus granular CMV retinitis blot, cotton wool spot)

c.perivascular form  varian dari “frosted- Gambaran histologis:


branch angitis”  idiopathic retinal Full thickness, coagulative necrotizing retinitis
perivasculitis yang pertama kali tampak pada dan secondary diffuse choroiditis.
anak-anak dengan immunocompetent Infeksi pada sel retina  perubahan cytomegalic
yang aptognomonic yakbi: large eosinophilic
intranuclear inclusions, dan small, multiple
basophilic cytoplasmic inclusions. Viral inclusion
dapat ditemukan pada RPE dan endotel
pembuluh darah

“frosted branch CMV” perivasculitis


A .panah-> eosinophilic intracytoplasmic
CMV retinitis early  infiltrat berwarna putih inclusion
pada retina, kecil, menyerupai cotton-wool spot
 HIV-related microvasculopathy PENATALAKSANAAN
 Membutuhkan regimen antiviral dan
Diagnosis anti-CMV terapi.
-Penyakit kongenital:
Gejala klinis: - Ganciclovir (5mg/kg BB 2x sehari) iv
 Infeksi terjadi diseeminata, demam, Atau Foscarnet (90 mg/kg BB 2x sehari)
trombositopenia, anemia, pneumonitis iv  selama 2 minggu diikuti dengan:
dan .hepatosplenomegaly.  Terapi maintenance low-dose daily:
 adanya viral inclusion bodies atau Valganciclovir oral (900 mg/2 kali sehari)
pemeriksaan PCR (+) pada urin, saliva selama 3 minggu diikuti terapi
dan cairan subretina. maintenance
 CMV retinitis pada HIV/AIDS  - Valganciclovir oral (900 mg/hari)
berdasarkan gejala klinis
 CMV retinitis pada pasien Pada pasien yang tidak bertoleransi dengan
immunocompromise  lesi atypik dan pemberian sistemik dapat diberikan injeksi intra
pasien tidak res[pon terhadap anti CMV vitreal Ganciclovir atau foscarnet

Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)


 Pada pasien dengan HAART (Highly
Active AntiRetroviral Therapy) dengan Pemeriksaan penunjang
CMV retinitis yang mempunyai - Gram dan jamur preparat direk
perbaikan imunitas (Limfosit CD4+ ≥100 - kultur dan sensitivity test
sel/µL selama 3-6 bulan) terapi Diagnosis
maintenance anti CMV sistemik dapat - OS ulkus neurotropik ec Herpes Zoster
dihentikan. Dengan tetap dimonitor Oftalmikus
dengan interval selama 3 bulan. DD
- Ulkus neurotropik ec radiasi
 pasien dengan HAART membutuhkan
hanya 6 bulan terapi anti CMV dengan
imunitas yang bak. Dasar DX
 pasien denganHAART yang mengancam- - Lesi di region fasialis sinistra
 terapi maintenance jangka panjang - Siliar injeksi
 pasien dengan recovery imun beberapa - Kornea ; infiltrate, defek epitel, jaringan
bulan atau tahun kemudian dapat nekrotik
berkembang menjadi uveitis intermedia - Sensibilitas kornea menurun
.Pasien yang sistem imun kembali Hasil preparat direk
dibentuk bereaksi terhadap antigen - Bakteri- jamur-
CMV yang tersisa di dalam mata. Dapat - Hasil kultur steril
terjadi CME dapat diberikan steroid
topika, periokular dan sistemik. Terapi
 Terapi anti CMV agresif inisial dimulai - Acyclovir 5 x 800mg
pada saat yang sama dengan terapi anti - Hervis eo 5dd1 os
retroviral. - Atropin 2dd gtt 1 os
 Pada pasien dewasa dengan - Artifisial tears 6 dd gtt 1 os
immunokompeten - Salep antibiotika untuk kulit sekitarnya
Prognosis
3.Seorang laki-laki usia 6 tahun datang ke poli - Dubia ad malam
mata dengan keluhan mata kiri merah.

Anamnesa
- Sejak kapan?apa disertai nyeri?nyeri di
sekitar wajah?Adakah mata kabur?
- Riwayat sakit sebelumnya?adakah
keluar bintik2 berisi cairan di wajah
disertai nyeri?
- Pekerjaan terkena sinar radiasi?
Memakai lensa kontak sebelumnya?
- Sudahkah periksa ke dr mata
sebelumnya? Mendapat obat apa?
- Riwayat penyakit sistemik ; Hipertensi,
kencing manis, riwayat mata merah
berulang sebelumnya?, penggunaan
obat jangka panjang sebelumnya?
Pemeriksaan status oftalmologi
- VOD 5/10 Saod lensa keruh lain2 dbn
- VOS 2/60
- SAOS kelopak mata edem ringan,
tampak sikatrik di dahi, hidung dan
kelopak mata bawah, silier injeksi+,
kornea ; infiltrate berbentuk bulat
lonjong di sentral, kornea edema,
sensibilitas kornea amat menurun, Bilik
Mata depan flare+,sel+, pupil bulat
Reflek cahaya +lambat, TIO N+1
Elfi Risalma Puteri (Desember 2019)

Anda mungkin juga menyukai