Anda di halaman 1dari 20

Perkembangan Identitas Kultural Komunitas Muslim di Tengah Kehidupan

Multikultural Masyarakat Hong Kong

Corespondent Author : Ajeng Gandari Primalia, (ajengprimalia04@gmail.com),

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia

Abstrak

Penulisan artikel jurnal ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai identitas budaya
masyarakat muslim di Hong Kong. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini
adalah kehidupan komunitas muslim di Hong Kong. Islam sendiri berkembang
dengan sangat baik di tengah kehidupan masyarakat Hong Kong. Terdapat banyak
komunitas serta organisasi-organisasi Islam yang berperan penting dalam aktivitas
keagamaan di Hong Kong. Teori yang digunakan untuk menganalisis artikel jurnal ini
adalah Teori Identitas Budaya, yaitu teori yang menganalisis karakteristik budaya
suatu kelompok untuk membedakannya dengan kelompok lainnya. Metode
penulisan artikel jurnal ini yaitu dengan melakukan tinjauan pustaka melalui
dokumen-dokumen seperti buku atau jurnal, serta data-data yang tercantum di
internet dengan sumber yang valid. Hasil dari studi kasus ini menemukan bahwa
komunitas muslim di Hong Kong memiliki identitas budaya yang beragam. Salah
satunya adalah bangunan Masjid Kowloon yang merupakan pusat kegiatan
keagamaan bagi komunitas muslim di Hong Kong. Selain itu, Hong Kong juga
memiliki tingkat toleransi beragama yang tinggi sehingga umat muslim dapat
menjalankan aktivitasnya dengan tenang serta hidup berdampingan dengan damai
bersama masyarakat Hong Kong lainnya.

Kata Kunci : Hong Kong, Muslim Hong Kong, Identitas Budaya,

PENDAHULUAN

Hong Kong adalah sebuah wilayah teritorial yang terletak di bagian negara
Republik Rakyat China. Pada awalnya, penduduk asli Hong Kong merupakan
sebuah kelompok etnis yang jumlahnya mencapai kurang lebih 93,7% dari

1
banyaknya populasi RRC. Namun setelah akhir Perang Dunia ke-II hingga saat ini,
penduduk Hong Kong mayoritas adalah para keturunan imigran dari daratan China
dan juga negara-negara lain.

Hong Kong sendiri sudah terbentuk sejak era kolonialisme Inggris pada abad
ke-19. Pada masa itu, Inggris menjadikan Hong Kong sebagai wilayah pelabuhan
dan juga pusat perdagangan. Awalnya pemerintah China hanya menyewakan ketiga
wilayah di Hong Kong yaitu Pulau Hong Kong (Hong Kong Island) pada tahun 1841,
Semenanjung Kowloon (Kowloon Peninsula) pada tahun 1860, serta Daerah Baru
(New Territories) pada tahun 1898 kepada pemerintah Inggris yang berlaku sampai
pada tahun 1997. Namun pada akhirnya, pada 1 Juli 1997 daerah Hong Kong
secara resmi diserahkan oleh pemerintah Inggris kepada Republik Rakyat China
(Bray & Koo, 2005).

Sebagai wilayah bekas koloni Inggris, Hong Kong menjadi salah satu daerah
administrasi khusus (special administrative region) yang memiliki sistem kebijakan
pemerintahan “Satu Negara Dua Sistem”. Kebijakan ini merupakan kebijakan politik
khusus dimana Hong Kong memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan
pemerintahan dan mengatur urusan warganya, termasuk sistem hukum, keuangan
dan pendidikan. Akan tetapi, Hong Kong tidak mempunyai kewenangan untuk
mengurusi urusan di bidang pertahanan dan luar negeri, sebab China masih
menganggap Hong Kong sebagai wilayah kedaulatannya. Berbeda dengan China
yang menerapkan sistem perkonomian sosialis, Hong Kong menerapkan sistem
perekonomian kapitalis (Fu, Harris, & Young, 2007).

Menurut data demografis, Hong Kong kini dihuni oleh lebih dari 7 juta
penduduk, dengan tingkat kepadatan penduduk yang hampir mencapai 7.000
penduduk per kilometer persegi (Hong Kong Yearbook, 2014). Hong Kong
merupakan negara dengan sistem masyarakat yang multikultural, multilingual, dan
multi-religi, dikarenakan banyaknya penduduk asing yang memiliki perbedaan
budaya, bahasa, dan agama, yang menetap dan bekerja di sana.

Meskipun mayoritas penduduk Hong Kong memeluk agama Buddha atau


Kristen, tetapi ada juga penduduk yang beragama Islam. Di antara 7 juta lebih
penduduk Hong Kong, terdapat sekitar 4 persen atau yang berjumlah 300.000
penduduk dari total penduduk Hong Kong yang merupakan seorang muslim. Dari

2
300.000 penduduk Muslim tersebut, 40.000 diantaranya merupakan penduduk etnis
China, 30.000 penduduk merupakan penduduk Pakistan, dan sekitar 150.000
penduduk merupakan warga Indonesia. Sisanya berasal dari berbagai negara
seperti India, Malaysia, negara-negara Timur Tengah dan juga Afrika (Hong Kong
Yearbook, 2014).

Pada kenyataannya, Islam sudah lama menjadi bagian dari sejarah Hong
Kong. Pada awal abad-19, banyak pedagang muslim dari Asia Selatan yang datang
ke daerah Guangzhou, Macau, dan Kowloon. Bahkan, terdapat kelompok pedagang
muslim yang paling aktif di Hong Kong yang bernama Dawoodi Bohras. Tak hanya
itu, muslim Hui dari China juga datang ke Hong Kong sejak adanya tekanan politik di
wilayah asalnya. Negara dengan julukan Pearl of Orient ini memiliki budaya yang
merupakan campuran dari nilai-nilai, komoditas, adat istiadat, dan tradisi dari Asia
Timur, China, dan Barat, namun umat Muslim juga berkontribusi dalam
perkembangan kebudayaannya.

Islam dan kaum muslim memang sudah lama menjadi bagian dari konteks
kehidupan keagamaan, dan juga menghasilkan keberagaman dalam kehidupan
masyarakat Hong Kong. Sayangnya, Islam masih belum menjadi perhatian dalam
bayangan orang-orang mengenai Hong Kong, seperti yang dipaparkan oleh Paul
O’Connor dalam bukunya yang berjudul Islam in Hong Kong : Muslims and Everyday
Life in China's World City (O’Connor, 2012).

Meskipun begitu, banyak sekali organisasi-organisasi keislaman yang


terbentuk dan berperan penting dalam aktivitas keagamaan bagi komunitas muslim
di Hong Kong. Salah satu organisasi muslim yang diakui oleh pemerintah Hong
Kong sebagai organisasi utama diantara organisasi-organisasi muslim lainnya
adalah Incorporated Trustees of the Islamic Community Fund of Hong Kong.
Sertifikat pengakuannya dikeluarkan pada 1 Desember 1970. Di Hong Kong,
organisasi ini dijadikan sebagai Dewan Wali Amanat yang menjadi lembaga utama
untuk mewakili kepentingan kaum muslim di Hong Kong.

Dewan Wali Amanat ini terdiri atas 7 orang anggota yang diusulkan empat
organisasi Islam yang memprakarsai terbentuknya Dewan Wali Amanat ini. 7
anggota dari empat organisasi Islam tersebut antara lain adalah 2 anggota
perwakilan dari Islamic Union of Hong Kong, 2 anggota perwakilan dari Pakistan

3
Association of Hong Kong, 2 anggota perwakilan dari Anjumane Burhani Hong Kong
Dawoodi Bohra Association, serta 1 anggota perwakilan dari Indian Muslim
Association of Hong Kong (O’Connor, 2012).

Organisasi selanjutnya yang diakui Hong Kong adalah Islamic of Hong Kong,
yang dibentuk sejak 100 tahun yang lalu oleh kaum Muslim yang berasal dari Asia
Selatan (mencakup India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Srilanka) dan
kepulauan Melayu. Kemudian organisasi selanjutnya adalah Pakistan Association of
Hong Kong yang didirikan oleh muslim Pakistan, Anjumane Burhani Hong Kong
Dawoodi Bohra Association yang merupakan penganut Syi’ah aliran Ismailiyah,
Indian Muslim Association of Hong Kong yang didirikan oleh muslim India, Chinese
Muslim Cultural and Fraternal Association yang merepresentasikan kaum muslim
China di Hong Kong, serta Persatuan Organisasi Muslim Indonesia Hong Kong yang
didirikan oleh komunitas muslim asal Indonesia (Alam, 2016).

Organisasi-organisasi Islam yang disebutkan diatas mengalami


perkembangan dan perubahan yang selaras dengan perkembangan dan perubahan
Hong Kong dari waktu ke waktu. Organisasi Islam ini juga telah banyak memainkan
peran penting terhadap perkembangan Hong Kong dalam berbagai aspek. Jumlah
komunitas muslim di Hong Kong pun semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Wai-Yip-Ho, Islam sudah menjadi salah satu bagian dari enam agama-
agama besar di Hong Kong, selain Konfusianisme, Buddhisme, Taoisme, Katolik,
dan Protestan (Ho, 2014).

Kehidupan masyarakat muslim di Hong Kong pun tak memiliki perbedaan


yang signifikan dengan kehidupan masyarakat muslim di negara lain. Terlepas dari
keberagaman budaya yang dimilikinya, kehidupan masyarakat muslim di Hong Kong
tetap religius namun tetap bersifat non-sektarian, sehingga dapat berbaur dengan
masyarakat Hong Kong lainnya. Di Hong Kong, peran masyarakat muslim dari
Indonesia tidak terlalu terlihat. Sebab, sebagian besar dari mereka hanya bekerja
sebagai tenaga kerja asing. Sebaliknya, muslim dari Pakistan lebih banyak berperan
dalam perkembangan organisasi-organisasi Islam di Hong Kong. Hal ini dapat
terlihat dari fakta bahwa banyak organisasi, madrasah, serta masjid yang berada di
bawah kendali muslim Pakistan (Hassan, 2016).

4
Sebagai kelompok minoritas, komunitas Muslim Hong Kong tentu memiliki
sebuah identitas kultural yang mencerminkan keberadaan mereka di Hong Kong.
Umat muslim Hong Kong telah melestarikan kehidupan agama serta budaya mereka
yang khas melalui institusi-institusi dan simbol keagamaan yang mereka dirikan.
Identitas kultural komunitas muslim Hong Kong tersebut terbentuk dan berkembang
dengan baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat Hong Kong.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat kita lihat bahwa identitas kultural
komunitas bagi eksistensi komunitas muslim di Hong Kong memiliki karakteristik
tersendiri yang terus mengalami perkembangan. Maka dari itu, rumusan masalah
yang dapat diambil adalah : Bagaimana proses berkembangnya identitas
kultural komunitas muslim Indonesia di Hong Kong?

Jurnal ini akan menjelaskan mengenai proses perkembangan identitas


kultural masyarakat muslim Hong Kong hingga semakin berkembang diantara
kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat Hong Kong.

KERANGKA PEMIKIRAN

Teori Identitas Budaya

Identitas budaya merupakan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki


sekelompok orang atau komunitas khusus dalam hal kebiasaan, adat-istiadat,
bahasa, serta nilai-nilai. Identitas ini memiliki batasan antar kelompok, sehingga
dapat membedakan kebudayaan kelompok tersebut dengan kebudayaan kelompok
lainnya. Kebudayaan yang dimaksud terdiri dari dua bentuk yang memiliki ruang
lingkup yang luas. Pertama adalah kebudayaan berwujud suatu benda (material
culture), seperti seni, busana, media, arsitektur, dan sebagainya. Kedua adalah
kebudayaan yang tidak berwujud benda (non-material culture), seperti norma, adat
istiadat, kebiasaan, etos, pranata, dan tindakan, serta bahasa sebagai alat
komunikasi (Liliweri, 2014).

5
Identitas budaya berkaitan erat dengan etnis, karena biasanya suatu etnis
akan memiliki kebudayaan yang berbeda dengan etnis lainnya. Tak hanya etnis,
sekelompok orang yang memiliki agama yang sama juga memiliki kebudayaannya
tersendiri, contohnya seperti komunitas muslim. Identitas budaya terbentuk melalui
tatanan berpikir, perasaan, serta cara bertindak dari suatu kelompok.

Menurut Larry A. Samovar, Richard E. Porter, dan Edwin R. McDaniel, sistem


budaya diciptakan melalui simbol-simbol yang digunakan, makna dari simbol
tersebut, serta gagasan mengenai apa yang dianggap sesuai dan tidak sesuai.
Simbol serta gagasan tersebut kemudian akan membentuk identitas budaya. Bisa
dibilang, identitas budaya merupakan karakter khusus dari sistem komunikasi
kelompok yang muncul dalam situasi tertentu (Samovar, 2006).

Dalam suatu kelompok formal maupun informal, para anggotanya akan


meneruskan dan menanamkan pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, tradisi, dan
cara hidup. Identitas budaya yang telah dipelajari di masa lalu ini akan diterapkan
secara terus menerus untuk mempengaruhi masa depan (Jameson, 2007).
Berdasarkan hal tersebut, identitas budaya mencerminkan sejarah dan nilai-nilai
kebudayaan yang menjadi ciri khas dari suatu kelompok.

Sifat historis dan dinamis yang terdapat di dalamnya membuat identitas


budaya mengalami transformasi yang berlangsung terus menerus, dari waktu ke
waktu. Sehingga, identitas budaya akan lebih terbuka dalam menerima perubahan
sejarah, kebudayaan, dan juga kekuasaan. Maka dari itu, seorang individu akan
berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan identitas budaya suatu kelompok agar
dapat memperoleh posisi yang tepat di dalam kelompok tersebut.

Menurut Stuart Hall dalam bukunya yang berjudul “Identity : Community,


Culture, Difference”, ada dua jenis identitas budaya, yaitu identitas budaya sebagai
sebuah wujud (Identity as Being), serta identitas budaya sebagai proses menjadi
(Identity as Becoming). Identitas budaya sebagai wujud melihat bahwa ciri fisik atau
lahir yang diidentifikasikan menjadi suatu kelompok. Sementara itu, identitas budaya
sebagai proses menjadi merupakan proses menetapkan jati diri dan karakteristik
yang dibawa oleh kesamaan sejarah dan kode kode kebudayaan, sehingga menjadi
suatu identitas baru yang sesuai dengan perkembangan zaman (Hall, 1990).

6
Ada dua cara untuk melakukan pendekatan terhadap identitas budaya, yakni
identitas budaya yang bersifat esensialis dan identitas budaya yang bersifat non-
esensialis (Woodward, 1997). Pendekatan pertama, pandangan dari Kathryn
Woodward yang menganggap bahwa konsep identitas budaya sebagai identitas
yang bersifat esensalis. Pandangan tersebut mengartikan bahwa identitas budaya
mempunyai karakterisik kebudayaan yang sama, stabil, dan tidak pernah berubah.
Identitas budaya yang bersifat esensialis cenderung memaksakan diri sebagai
bagian dari suatu kelompok.

Sementara pendekatan kedua, yaitu pandangan Stuart Hall yang


menganggap bahwa konsep identitas budaya merupakan identitas yang bersifat
non-esensialis. Artinya, identitas budaya tidak bersifat permanen atau kekal, karena
setiap individu dalam suatu kelompok pastinya memiliki pengalaman dan sejarah
yang berbeda-beda, tergantung kondisi yang dihadapi oleh masing-masing individu.
Hall mengakui adanya persamaan dan perbedaan karakteristik yang dimiliki masing-
masing individu, yang nantinya individu tersebut akan membentuk diri sebagai
anggota dari suatu kelompok.

Identitas budaya memiliki tujuh karakteristik, yaitu persepsi diri, ekspresi diri,
bentuk-bentuk identitas, kualitas identitas, komponen afektif, kognitif, dan behavioral
identitas, isi dan hubungan, serta perbedaan intensitas budaya. Karakteristik ini bisa
dibandingkan dengan kelompok budaya lain untuk membangun teori-teori
komunikasi identitas budaya dan antar budaya (Iskandar, 2004).

Karakteristik yang pertama adalah persepsi diri, yang meliputi penggambaran


diri sendiri (avowal) dan penggambaran diri oleh orang lain (ascription).
Penggambaran diri ini bisa dilakukan dengan cara pemberian label (stereotype), dan
penamaan (attribution). Kedua adalah cara mengekspresikan diri melalui simbol-
simbol inti yang menunjukkan keyakinan budaya, ide dan konsep sentral mengenai
perilaku sehari-hari. Contohnya adalah cara berpakaian, label dan norma yang
dibentuk sesuai dengan identitas budayanya.

Berbicara mengenai simbol, simbol merupakan sebuah ikon khas dari suatu
kelompok yang dapat berupa gambar maupun teks dan nilai-nilai sejarah, yang
berguna untuk mengekspresikan perasaan baik individu maupun kelompok. Simbol
juga memiliki makna-makna historis, serta dapat menjadi alat untuk berkomunikasi

7
dan mengontrol perilaku manusia. Simbol dan nilai-nilai historis inilah yang akan
membuat suatu kelompok dikenal sebagai kelompok yang berbeda dari kelompok
lain (Geertz, 1973).

Karakteristik yang ketiga yaitu melalui bentuk-bentuk identitas yang bisa


dilihat dari sudut pandang individu, hubungan, serta kebersamaan. Dari sudut
pandang individu contohnya adalah melihat identitas budaya melalui pengalaman
sebagai anggota kelompok. Kemudian dari sudut pandang hubungan (relasional),
yaitu melihat identitas budaya melalui interaksi dengan individu lain, teman, saudara,
atau keluarga. Sementara dari sudut pandang kebersamaan (communal), identitas
budaya dapat dilihat melalui komunikasi publik dan aktivitas-aktivitas suatu
kelompok melalui ritual, upacara, atau perayaan hari besar. Ketiga bentuk identitas
tersebut memperlihatkan adanya perbedaan penafsiran individual pada kelompok
yang berbeda-beda dan komunitas yang berbeda-beda pula.

Keempat, identitas budaya memiliki kualitas yang meliputi kelestarian dan


perubahannya. Perubahan ini bisa terjadi karena faktor-faktor ekonomi, politik sosial,
psikologis, dan konteks. Kelima, yaitu komponen afektif (emosi dan rasa) yang
mempengaruhi identitas budaya tergantung pada situasi yang ada, komponen
kognitif yang merupakan keyakinan terhadap identitas budaya yang diwujudkan
dalam sebuah simbol inti, dan komponen perilaku yang terfokus pada tindakan
kelompok, baik verbal maupun non-verbal.

Keenam yaitu isi dan hubungan, yang artinya pesan yang dikomunikasikan
mengandung informasi lengkap mengenai kelompok, seperti siapa yang
mengendalikan suatu kelompok, seberapa dekat hubungan antar kelompok, serta
seberapa tinggi tingkat saling percaya antar anggota kelompok. Terakhir, perbedaan
intensitas suatu kelompok tergantung pada konteks dan waktunya.

Karakteristik-karakteristik di atas tentunya memiliki perbedaan tergantung dari


individu serta bentuk dari identitas budaya kelompok tersebut. Itulah mengapa tiap
kelompok memiliki perbedaan serta keunikan dalam kebudayaannya. Semakin
banyak perbedaan budaya yang dihadapi, maka identitas budaya yang dimiliki oleh
suatu kelompok akan menonjolkan ciri khas serta keunikan yang tidak dimiliki oleh
identitas budaya milik kelompok lain (Liliweri, 2014).

8
Berdasarkan teori identitas budaya yang telah dijelaskan diatas, masyarakat
muslim Hong Kong juga memiliki identitas kebudayaan. Identitas kebudayaan
masyarakat muslim Hong Kong ini memiliki ciri khas tersendiri yang dapat
membedakan kelompok mereka dengan kelompok penganut agama lainnya.

Salah satu contoh identitas budaya yang membedakan komunitas muslim


dengan masyarakat Hong Kong lainnya adalah perbedaan busana, dimana
masyarakat muslim di Hong Kong akan terlihat mengenakan pakaian yang lebih
tertutup contohnya seperti perempuan muslim yang mengenakan hijab. Kemudian,
masyarakat muslim Hong Kong juga akan terlihat melaksanakan ibadah wajib
mereka di masjid, seperti di Masjid Kowloon yang menjadi salah satu pusat kegiatan
umat muslim di Hong Kong.

Selain itu, seperti kebanyakan penganut agama lain, masyarakat muslim di


Hong Kong juga memiliki hari raya yakni Idul Fitri dan Idul Adha, dimana mereka
akan melaksanakan shalat berjamaah dengan jumlah jamaah yang begitu besar.
Saat bulan Ramadhan, masyarakat muslim di Hong Kong juga memiliki tradisi sahur
dan buka puasa bersama.

Tak hanya itu, masyarakat muslim juga memiliki ciri khas lainnya yakni
mengkonsumsi makanan halal, dimana masyarakat muslim tentunya akan lebih
pemilih dalam hal makanan, untuk menghindari makanan-makanan non-halal yang
dilarang oleh agama mereka. Oleh karena itu, sebuah organisasi keislaman utama di
Hong Kong yakni Incorporated Trustees of the Islamic Community Fund of Hong
Kong, melakukan pengawasan produk halal serta mengeluarkan sertifikat halal di
Hong Kong dan sebagian wilayah China lainnya (Pribadi, 2020).

Berdasarkan latar belakang dan kaitannya dengan teori, hipotesa dari


masalah tersebut menyebutkan bahwa perbedaan identitas budaya masyarakat
muslim Hong Kong terbentuk karena :

1. Adanya perkembangan dalam identitas budaya masyarakat muslim Hong Kong


yang terus bertransformasi mengikuti perubahan zaman.
2. Adanya karakteristik tertentu yang membedakan identitas budaya masyarakat
muslim Hong Kong dengan penganut agama lainnya.

9
HASIL TEMUAN

A. Perkembangan Identitas Budaya Masyarakat Muslim di Hong Kong

Sebagai bagian dari pemeluk agama minoritas, masyarakat muslim Hong


Kong tentunya memiliki tata cara kehidupan keagamaan yang berbeda dengan
pemeluk agama lainnya. Tata cara kehidupan umat muslim di Hong Kong ini sudah
menjadi tradisi turun temurun yang terus mengalami transformasi dari waktu ke
waktu, sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.

Sebagai negara yang menganut sistem masyarakat multikulturalisme,


masyarakat Hong Kong memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap sesamanya
yang berlangsung sejak zaman dahulu. Dahulu kala, umat muslim di Hong Kong
belum memiliki masjid, sehingga mereka melaksanakan ibadah shalat di jalanan.
Saat itu, orang-orang Tionghoa memilih menghindar atau tidak membawa daging
babi ketika melewati jalan-jalan tersebut, dengan tujuan untuk menunjukkan rasa
hormat mereka kepada umat muslim (O’Connor, 2012).

Cara hidup berdampingan umat beragama di Hong Kong yang harmonis ini
pun terus berlanjut hingga saat ini. Pemimpin dari kelompok agama besar sering
berkumpul untuk berbicara tentang kerukunan beragama. Mereka mengatur program
untuk siswa dan guru, yang bertujuan untuk membantu siswa dan guru agar menjadi
lebih akrab dengan keragaman agama dan lebih berpikiran terbuka untuk menerima
keberadaan kelompok agama lain. Pada waktu bersamaan, berbagai kelompok
beragama bekerja sama untuk menyelenggarakan acara dan kegiatan yang
mempromosikan kerukunan beragama dalam masyarakat lokal (O’Connor, 2012).

Seluruh kegiatan Islam di Hong Kong dikoordinasikan oleh para wali yang
membentuk organisasi keislaman sebagai pusat kegiatan keagamaan di Hong Kong.
Salah satu organisasi Islam terbesar di Hong Kong yaitu Incorporated Trustees of
the Islamic Community Fund of Hong Kong. Organisasi ini memiliki kewenangan
untuk mengelola keseluruhan lima masjid, dua pemakaman dan satu taman kanak-
kanak. Mereka juga membuat pengaturan pemakaman, mengumumkan tanggal
berbagai festival termasuk Ramadhan, melakukan inspeksi serta mengeluarkan
sertifikat untuk makanan halal di Hong Kong dan sebagian wilayah Cina Daratan.

10
Sesuai dengan teori identitas budaya, komunitas muslim Hong Kong memiliki
nilai-nilai, tradisi, serta cara hidup yang tertanam dalam kehidupan anggotanya.
Maka dari itu, perkembangan identitas kebudayaan masyarakat muslim di Hong
Kong tak lepas dari tata cara kehidupan di berbagai bidang seperti bidang
keagamaan, sosial-budaya, ekonomi, serta pendidikan.

Dalam bidang keagamaan, organisasi-organisasi keislaman di Hong Kong


mendirikan masjid-masjid sebagai tempat masyarakat muslim untuk melaksanakan
ibadah. Salah satu masjid terkenal yang menjadi ikon muslim di Hong Kong adalah
Masjid Kowloon & Islamic Centre, yang didirikan oleh Incorporated Trustees of the
Islamic Community Fund of Hong Kong, salah satu organisasi islam utama dan
terbesar di Hong Kong.

Masyarakat muslim Hong Kong seringkali mengadakan kegiatan keagamaan


seperti ceramah atau kajian Islam mingguan yang diadakan oleh organisasi-
organisasi Islam di Hong Kong di Masjid Kowloon ini. Kegiatan ini bertujuan untuk
menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat muslim maupun masyarakat non-
muslim yang memiliki ketertarikan untuk mengenal Islam. Setiap harinya, masjid-
Kowloon Hong Kong menerima kedatangan masyarakat non-muslim dari berbagai
wilayah bahkan negara, yang tertarik untuk mempelajari agama Islam. Jumlah
penganut agama Islam di Hong Kong pun kian bertambah dari tahun ke tahun
(Suriyanto, 2018).

Selain itu, organisasi Incorporated Trustees of the Islamic Community Fund of


Hong Kong juga mendirikan dan mengelola sekolah-sekolah Islam yang bertujuan
untuk menunjukkan bahwa umat Islam memiliki tata cara kehidupan yang lengkap,
serta untuk memelihara lingkungan yang harmonis antar umat beragama (Erni &
Leung, 2014). Kemudian, organisasi ini juga melakukan pengawasan produk halal
dan mengeluarkan sertifikat halal di Hong Kong dan sebagian wilayah China,
sehingga masyarakat muslim China akan mendapat kemudahan dalam memperoleh
makanan serta bahan pangan halal (Alam, 2016).

Tak hanya itu, organisasi-organisasi Muslim di Hong Kong juga berperan


besar dalam mengatur urusan pemakaman orang-orang Muslim yang wafat, serta
mengumumkan tanggal dan hari perayaan hari besar Islam, seperti awal Ramadan
dan Idul Fitri dan Idul Adha. Memasuki bulan Ramadhan, biasanya masjid-masjid di

11
Hong Kong akan mengadakan program sahur dan berbuka puasa bersama pada
bulan Ramadhan di Masjid Kowloon untuk para jamaah muslim, serta mengadakan
siaran radio berisi kajian Islam. Hal yang menarik dari komunitas muslim disana
adalah pelaksanaan solat ied pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha yang dilakukan
beberapa tempat seperti masjid, lapangan, atau tempat umum lainnya.

Dalam bidang sosial-budaya, masyarakat muslim melalui organisasi-


organisasi Islam di Hong Kong banyak mendirikan sekolah, rumah untuk lansia, dan
pelayanan masyarakat. Memasuki bulan Ramadhan, komunitas muslim Hong Kong
sering mengadakan Pawai Ramadhan melewati jalan -jalan utama di Hong Kong,
tujuannya untuk memberitahukan pada masyarakat Hong Kong akan datangnya
bulan puasa (Primasiwi, 2019).

Selain itu, organisasi-organisasi Islam di Hong Kong juga mengeluarkan


program-program yang berhubungan dengan kreativitas para pelajar muslim. Salah
satunya adalah menyelenggarakan lomba kesenian bertemakan Islam yang
bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan Islam serta kesalahpahaman tentang
Muslim dan Islam.

Dalam bidang pendidikan, organisasi-organisasi Islam di Hong Kong diketahui


telah mendirikan total tujuh sekolah Islam di Hong Kong. Lima diantaranya dikelola
oleh komunitas muslim Chinese Muslim Cultural and Fraternal Association,
sedangkan dua sekolah lainnya dikelola masing-masing oleh United Muslims
Association of Hong Kong (UMAH) dan Incorporated Trustees of the Islamic
CommunityFund of Hong Kong. Sekolah-sekolah ini menyediakan pelajaran agama
Islam yang umumnya tidak disediakan oleh sekolah-sekolah umum di Hong Kong
(Alam, 2016).

Kemudian, mereka disana juga mengatur program untuk siswa dan guru,
yang bertujuan untuk membantu siswa dan guru agar menjadi lebih akrab dengan
keragaman agama dan lebih berpikiran terbuka untuk menerima keberadaan
kelompok agama lain. Tak hanya itu, muslim Tionghoa di Hong Kong juga diwakili
oleh Chinese Muslim Cultural and Fraternal Association mendirikan dan
mengoperasikan sebuah perguruan tinggi, dua sekolah dasar, serta dua taman
kanak-kanak (Alam, 2016).

12
B. Karakteristik Identitas Budaya Komunitas Muslim di Hong Kong

Selain dari kegiatan-kegiatan keagamaannya, muslim Hong Kong juga


memiliki sarana-sarana keagamaan yang memiliki karakteristik tersendiri di
kehidupan masyarakat Hong Kong. Sehingga, sarana keagamaan ini pun menjadi
identitas budaya bagi masyarakat muslim Hong Kong. Sarana keagamaan ini
merupakan tempat bagi masyarakat muslim Hong Kong untuk melaksanakan
kegiatan keagamaan mereka.

Salah satu identitas budaya muslim Hong Kong yang paling terkenal adalah
Masjid Kowloon dan Islamic Centre. Masjid Kowloon merupakan masjid terbesar di
Hong Kong yang didirikan pada tahun 1896 oleh Incorporated Trustees of the
Islamic Community Fund of Hong Kong dan berlokasi di Nathan Road, Semenanjung
Kowloon. Awal mulanya, masjid ini didirikan oleh tentara muslim asal dari India dan
Bangladesh yang datang ke Hong Kong, yang kemudian bermukim dan menunaikan
ibadahnya di area tersebut (Suriyanto, 2018).

Masjid Kowloon merupakan pusat kegiatan keagamaan bagi umat muslim


Hong Kong. Menurut Imam Cheung yang merupakan seorang imam besar di Masjid
Kowloon, masjid ini selalu menerima jamaah dari berbagai etnis seperti muslim
China, Asia Tenggara, Timur Tengah, Pakistan, India, dan Afrika. Bahkan, setiap
hari Jum’at, jumlah jamaah yang datang ke Majid Kowloon bisa melonjak hingga
3.000 orang (Nashrullah, 2020).

Masyarakat muslim Hong Kong seringkali menyelenggarakan berbagai


kegiatan di masjid ini, mulai dari pernikahan, pengajian, seminar, kajian, maupun
perkuliahan singkat tentang Islam. Bahkan, masjid ini juga mendirikan madrasah
sebagai sarana les mengaji dan pembelajaran Al-Qur’an dengan bahasa Inggris dan
Urdu bagi anak-anak muslim. Selain itu, masjid ini juga merupakan pusat dari
kegiatan dakwah Islam, baik kepada Muslim dan non-Muslim yang datang untuk
belajar mengenai agama Islam (Suriyanto, 2018).

Saat memasuki bulan Ramadhan, biasanya masjid ini akan mengadakan


program sahur dan buka puasa bersama untuk para jamaah muslim yang sedang
menjalankan ibadah puasa, baik penduduk lokal maupun wisatawan. Setiap harinya,
Masjid Kowloon dikunjungi lebih dari 1500 jamaah muslim dari seluruh belahan

13
dunia untuk berbuka puasa di masjid tersebut. Para sukarelawan serta komunitas
muslim di Hong Kong lah yang menyediakan serta membiayai makanan untuk
pelaksanaan buka puasa bersama ini (Suriyanto, 2018).

Tak hanya itu, masjid ini juga menjadi pihak yang terus mengadakan
pertemuan dengan penganut agama dan kepercayaan lain untuk menjaga suasana
tetap harmonis. Masjid ini kerap mengajak masyarakat muslim untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mempromosikan kerukunan beragama
dalam masyarakat di Hong Kong.

Selain Masjid Kowloon, ada juga masjid lain yang menjadi tempat kegiatan
umat muslim di Hong Kong, yaitu Masjid Ammar dan Osman Ramju Sadick Islamic
Centre. Pada mulanya, masjid ini merupakan masjid yang dibangun berdampingan
dengan makam. Seiring perkembangannya, masjid ini kemudian mulai digunakan
sebagai tempat kegiatan ibadah umat muslim dan diresmikan pada 1981 oleh
Incorporated Trustees of the Islamic Community Fund of Hong Kong. Masjid ini
berlokasi di Oi Kwan Road, kawasan Wan Chai (Komarudin, 2019).

Tak hanya menyediakan tempat beribadah, masjid ini juga mempunyai


perpustakaan dan taman kanak-kanak islam. Bagi yang datang dengan perut lapar,
masjid ini juga menyediakan kantin bersertifikat halal yang bernama Islamic Centre
Canteen. Kantin ini didirikan oleh seorang China-India Muslim bernama Jaman
Markar dan sudah beroperasi sejak tahun 2005. Salah satu menu andalan mereka
adalah dimsum yang bersertifikat halal. Hal ini terbilang menarik, sebab di Hong
Kong, kebanyakan dimsum dibuat dengan bahan baku yang tidak halal contohnya
seperti daging babi (Komarudin, 2019).

Tak hanya melalui kegiatan masjid, masyarakat muslim Hong Kong juga
menyalurkan kegiatan melalui organisasi-organisasi Islam, salah satunya adalah
organisasi Hong Kong Islamic Youth Association (HKIYA). Organisasi ini didirikan
pada tahun 1937 dan berkantor di Masjid Ammar and Osman Ramju Sadick Islamic
Centre di kawasan Wan Chai, Hong Kong. Awalnya, HYKIA hanyalah sebuah
organisasi kecil yang mengadakan berbagai kegiatan untuk anak muda, seperti
olahraga, seni, dan pertunjukan. Seiring berjalannya waktu, banyak warga muslim
yang bergabung ke dalam organisasi ini (Kusumaningrum, 2018).

14
HYKIA pun berubah menjadi organisasi resmi yang menjadi wadah untuk
mendukung kegiatan muslim, seperti membentuk layanan masyarakat untuk
penduduk muslim di Hong Kong, mendukung pembangunan taman kanak-kanak dan
sekolah dasar muslim, mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, serta memberikan
pendidikan tentang pemahaman Islam di beberapa sekolah dasar Islam, madrasah,
serta di beberapa universitas islam di Hong Kong. Selain itu, HYKIA juga
memberikan pelajaran bahasa China kepada para siswa muslim agar mereka bisa
membaur dengan penduduk setempat dan menghapus kesenjangan yang terjadi
(Kusumaningrum, 2018).

Organisasi HKIYA terbilang lebih fokus pada pengembangan kreativitas anak.


Saat bulan Ramadhan, mereka mengadakan pementasan drama atau video pendek
yang bertemakan kehidupan keagamaan umat muslim. Pertunjukan ini juga
bertujuan untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat sebagai agama yang
ramah dan penuh kedamaian (Kusumaningrum, 2018).

Selain itu, masyarakat muslim Hong Kong juga mendirikan lembaga


pendidikan, salah satunya adalah Islamic Kasim Tuet Memorial College (IKTMC).
IKTMC merupakan salah sekolah favorit bagi kaum muslim di Hong Kong. Sekolah
yang menyediakan layanan pendidikan tingkat menengah setara SMP dan SMA ini
didirikan pada tahun 1970 oleh Chinese Muslim Cultural and Fraternal Association.
Sekolah yang sebelumnya dikenal sebagai Islamic English School ini didirikan untuk
menyediakan layanan pendidikan bagi generasi kedua kaum Muslim yang lahir di
Hong Kong (Erni & Leung, 2014).

Mata pelajaran inti yang ada di mencakup bahasa China, bahasa Inggris,
matematika dan liberal studies. Mata pelajaran lain meliputi musik, pendidikan
jasmani, studi Islam, dan seni visual. Adapun mata pelajaran pilihan mencakup sains
terpadu, fisika, biologi, kimia, bisnis akuntasi dan keuangan, etika dan studi agama,
teknologi komunikasi dan informasi, sejarah, dan ekonomi. Selain itu, IKTMC juga
menyediakan waktu untuk pelajaran membaca Al-Qur’an serta membuka kelas
untuk pembelajaran bahasa Urdu dan bahasa Arab (Alam, 2016). Semua pendidikan
tersebut bertujuan untuk memperdalam pemahaman para siswa muslim mengenai
ajaran agama Islam.

15
DISKUSI

Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa identitas


budaya yang dimiliki masyarakat Hong Kong memiliki ciri khas atau karakteristik
yang berbeda dengan identitas masyarakat penganut agama lain di Hong Kong.
Identitas tersebut terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sesuai
dengan perkembangan zaman yang ada.

Dalam suatu kelompok, para anggota kelompok akan menanamkan dan


mewariskan nilai-nilai dan tradisi kepada anggota-anggota lainnya, yang kemudian
diterapkan dalam tata cara kehidupan kelompok tersebut (Jameson, 2007).
Contohnya seperti cara hidup berdampingan umat beragama di Hong Kong yang
begitu harmonis sejak dulu hingga saat ini. Masyarakat muslim Hong Kong seringkali
berpartisipasi dalam penyelenggaraan kegiatan yang mempromosikan kerukunan
beragama dalam masyarakat lokal. Melalui organisasi-organisasi Islam, masyarakat
muslim Hong Kong dapat memberikan pemahaman kepada anak-anak muda untuk
menjunjung tinggi toleransi dan berpikiran lebih terbuka untuk menerima keberadaan
kelompok agama lain (O’Connor, 2012).

Kemudian, identitas budaya suatu kelompok juga akan terus mengalami


perubahan mengikuti perkembangan zaman yang ada. Hal ini dapat dilihat dari
organisasi-organisasi keislaman di Hong Kong yang semakin mengalami
perkembangan. Dengan dibentuknya organisasi-organisasi Islam tersebut, kegiatan
keagamaan muslim di Hong Kong dapat terorganisir dengan baik.

Salah satu contohnya adalah organisasi Incorporated Trustees of the Islamic


Community Fund of Hong Kong yang mengembangkan masjid terbesar di Hong
Kong yakni Masjid Kowloon, serta beberapa masjid lainnya. Selain itu, mereka juga
mengeluarkan sertifikat makanan halal di Hong Kong. Sertifikat halal yang
dikeluarkan oleh organisasi tersebut pun membantu masyarakat muslim Hong Kong
untuk memperoleh makanan halal di Hong Kong, terbukti dengan banyaknya
tempat-tempat yang menjual makanan bersertifikat halal di Hong Kong saat ini,
salah satu contohnya adalah Islamic Centre Canteen di Oi Kwan Road yang menjual
berbagai menu makanan halal.

16
Kemudian, masjid-masjid yang tersebar di Hong Kong senantiasa melakukan
kegiatan keagamaan seperti kajian mingguan yang bertujuan untuk menyebarkan
dakwah Islam kepada masyarakat. Setiap harinya, masjid-masjid Islam di Hong
Kong selalu terbuka untuk menerima masyarakat non-muslim yang datang untuk
mempelajari agama Islam. Oleh sebab itu, jumlah penganut muslim di Hong Kong
pun semakin meningkat setiap tahunnya (Suriyanto, 2018).

Selain terus mengalami perkembangan, identitas budaya suatu kelompok


terdiri dari kesenian, kebudayaan, kebiasaan, atau tindakan yang memiliki ciri khas
tersendiri sehingga dapat membedakan kelompok tersebut dari kelompok lain.
Berdasarkan karakteristik persepsi diri, masyarakat muslim mengekspresikan diri
melalui simbol-simbol yang menunjukkan kebudayaan mereka (Iskandar, 2004).
Salah satu contohnya adalah cara berpakaian, dimana masyarakat muslim memiliki
ciri khas mengenakan pakaian yang menutup aurat, misalnya perempuan muslim
yang mengenakan hijab dan pakaian berlengan panjang. Ciri khas busana menjadi
sebuah penggambaran terhadap masyarakat muslim di Hong Kong.

Berdasarkan karakteristik sudut pandang kebersamaan (communal), identitas


budaya dapat dilihat melalui komunikasi publik dan aktivitas-aktivitas suatu
kelompok melalui ritual, upacara, atau perayaan hari besar (Iskandar, 2004). Salah
satu kegiatan yang menjadi ciri khas dari masyarakat muslim di Hong Kong adalah
pelaksanaan sahur dan buka puasa bersama pada bulan Ramadhan di masjid-
masjid di Hong Kong.

Selain itu, ciri khas muslim Hong Kong lainnya adalah perayaan hari raya
besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha, dimana umat muslim Hong Kong akan
melaksanaan shalat Ied secara besar-besaran di beberapa tempat seperti masjid,
lapangan, taman, dan tempat umum lainnya (Rosadi, 2018). Meskipun berstatus
sebagai kelompok minoritas, masyarakat muslim di Hong Kong tetap dapat
merayakan hari raya Islam dengan meriah.

Tak hanya itu, masyarakat muslim Hong Kong juga mengadakan kegiatan
keagamaan melalui lembaga-lembaga pendidikan. Hal yang membedakan lembaga
pendidikan yang didirikan oleh masyarakat muslim Hong Kong dengan lembaga
pendidikan umum lainnya adalah pembelajaran studi Islam melalui Al-Qur’an, serta
bahasa Arab dan bahasa Urdu (Alam, 2016).

17
Melalui diskusi ini, dapat disimpulkan bahwa identitas budaya masyarakat
muslim di Hong Kong ini terbentuk melalui tatanan berpikir, perasaan, serta cara
bertindak dari suatu kelompok (Liliweri, 2014). Salah satu contohnya adalah
pelaksanaan ibadah shalat, pengadaan kajian Islam, konsumsi makanan halal, dan
kewajiban menutup aurat. Tindakan-tindakan ini terbentuk melalui gagasan-gagasan
yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga nantinya akan membentuk identitas
budaya muslim Hong Kong.

Identitas budaya ini nantinya akan menjadi suatu tradisi, nilai-nilai,


pengetahuan, serta cara hidup yang dimiliki oleh komunitas muslim Hong Kong dan
terus ditanamkan kepada para anggotanya sehingga dapat berpengaruh di masa
depan. Maka dari itu, identitas budaya masyarakat muslim Hong Kong memiliki ciri
khas yang terus mengalami perkembangan dan dapat membedakan mereka dengan
masyarakat penganut agama lain di Hong Kong (Samovar, 2006).

18
DAFTAR PUSTAKA

Alam, R. H. (2016). Pendidikan Keagamaan Pada Komunitas Muslim Indonesia di


Hong Kong. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, 14(3).
Retrieved November 2, 2020, from Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan
Keagamaan.

Bray, M., & Koo, R. (2005). Education and Society in Hong Kong and Macao:
Comparative Perspectives on Continuity and Change. Dordrecht,
Netherlands: Springer. Retrieved Oktober 29, 2020

Erni, J. N., & Leung, L. Y.-m. (2014). Understanding South Asian Minorities in Hong
Kong. Hong Kong: Hong Kong University Press. Retrieved December 12,
2020

Fu, H., Harris, L., & Young, S. N. (2007). Interpreting Hong Kong’s Basic Law: The
Struggle for Coherence. New York: Palgrave Macmillan. Retrieved Oktober
29, 2020

Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books. Retrieved
November 3, 2020

Hall, S. (1990). Identity: Community, Culture, Difference. London: Lawrence &


Wishart. Retrieved November 3, 2020

Hassan, S. M. (2016). The Muslims of Hong Kong and Their Religious Symbols.
Peshawar Islamicus, 7(1). Retrieved November 3, 2020

Ho, W.-Y. (2014). British Raj to China’s Hong Kong: The rise of madrasas for ethnic
Muslim youth. Modern Asian Studies, 48(2). Retrieved November 2, 2020

Hong Kong Government. (2014). Hong Kong Yearbook. Retrieved Oktober 31, 2020,
from Development Bureau : The Government of the Hong Kong Special
Administrative Region: https://www.yearbook.gov.hk/2014/en/index.html

Iskandar, D. (2004). Identitas Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya : Kasus Etnik
Madura dan Etnik Dayak. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 6(2). Retrieved
November 3, 2020

Jameson, D. A. (2007). Reconceptualizing Cultural Identity and Its Role in


Intercultural Business Communication. Journal of Business Communication,
44(3). Retrieved December 27, 2020

Komarudin. (2019). Berkunjung ke Masjid Ammar dan Osman Ramju Sadick Islamic
Centre di Hong Kong. Retrieved December 13, 2020, from liputan6.com:
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3978569/berkunjung-ke-masjid-
ammar-dan-osman-ramju-sadick-islamic-centre-di-hong-kong

19
Kusumaningrum, F. D. (2018). Melalui Hong Kong Islamic Youth Association, Islam
makin pesat di Hong Kong. Retrieved December 13, 2020, from
Merdeka.com: https://www.merdeka.com/gaya/melalui-hong-kong-islamic-
youth-association-islam-makin-pesat-di-hong-kong.html#:~:text=Merdeka.com
%20%2D%20Berdiri%20sejak%20tahun,awal%20mula%20dari%20berdirinya
%20HKIYA.

Liliweri, A. (2014). Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Nusamedia. Retrieved


November 3, 2020

Nashrullah, N. (2020). Leluasanya Ibadah Umat Islam di Tengah Keberagaman


Hong Kong. Retrieved December 12, 2020, from Republika:
https://republika.co.id/berita/qa9p8u320/leluasanya-ibadah-umat-islam-di-
tengah-keberagaman-hong-kong

O’Connor, P. (2012). Islam in Hong Kong: Muslims and Everyday Life in China's
World City. Hong Kong: Hong Kong University Press. Retrieved November 2,
2020

Pribadi, A. (2020). Mencicipi Dimsum Lezat dan Halal di Hong Kong. Retrieved
December 27, 2020, from Kompas TV:
https://www.kompas.tv/article/63840/mencicipi-dimsum-lezat-dan-halal-di-
hong-kong

Primasiwi, A. (2019). Ribuan PMI di Hongkong Gelar Pawai Sambut Ramadan 1440
H. Retrieved December 12, 2020, from suaramerdeka.com:
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/182545/news

Rosadi, K. (2018). Perbedaan Lebaran di Hong Kong dan Macau. Retrieved


December 27, 2020, from NU Online:
https://www.nu.or.id/post/read/91899/perbedaan-lebaran-di-hong-kong-dan-
macau

Samovar, L. A. (2006). Intercultural Communication : A Reader. Wadsworth:


Cengage Learning. Retrieved December 27, 2020

Suriyanto. (2018). Dakwah Islam di Jantung Hong Kong. Retrieved December 12,
2020, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180602232638-269-302973/
dakwah-islam-di-jantung-hong-kong

Woodward, K. (1997). Identity and Difference. London: Sage Publications. Retrieved


November 3, 2020

20

Anda mungkin juga menyukai